Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA Ny.

W
DENGAN TUMOR PAYUDARA KANAN DISERTAI TBC PARU
YANG DILAKUKAN EKSISI DENGAN GENERAL ANESTESI
DI RSUD WATES

DISUSUN OLEH:
Kelompok 1
Hana Ni’mah Faridah P07120318007
Azizi Alfyan Pratama P07120318008
Sarah Zafira Icha Lopa P07120318011
Kusumalia Deasabiela Kirana P07120318015
Alifia Ade Pratiwi Dianing Hati P07120318018

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumor mammae merupakan kelainan mammae yang sering terjadi
pada wanita. Tumor terbagi memjadi dua, tumor jinak dan tumor ganas.
Tumor jinak memiliki ciri-ciri tumbuh secara terbatas, memiliki selubung,
tidak menyebar dan bila dioperasi dapat dikeluarkan secara utuh sehingga
dapat sembuh sempurna, sedangkan tumor ganas memiliki ciri-ciri yaitu
dapat menyusup ke jaringan sekitarnya, dan sel kanker dapat ditemukan
pada pertumbuhan tumor tersebut. Fibroadenoma merupakan tumor jinak
yang sering ditemukan, pada kelainan ini terjadi pertumbuhan jaringan
ikat maupun kelenjar, yang banyak ditemukan pada wanita usia muda 10-
30 tahun (www.depkes.go.id)
Di seluruh dunia 8,2 juta orang meninggal dunia setiap tahun
akibat kanker. Diperkirakan pada tahun 2025 jumlah orang meninggal
dunia akibat kanker meningkat menjadi 11,5 juta bila tidak dilakukan
upaya pencegahan dan pengendalian yang efektif. Berdasarkan estimasi
Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun
2012, kanker mammaeadalah kanker dengan persentase kasus baru
tertinggi (43,3%) dan persentase kematian tertinggi (12,9%) pada
perempuan di dunia. Di Indonesia berdasarkan data sensus tahun 2014-
2015 jumlah penduduk Indonesia mencapai 254,9 juta jiwa. Selain itu BPS
menunjukkan dari total tersebut penduduk laki-laki mencapai 128,1 juta
jiwa dan perempuan sebanyak 126, 8 juta jiwa. Ketua Yayasan Kanker
Mammae Indonesia (YLKPI), Linda Gumelar mengatakan
kankerMammae merupakan jenis kanker tertinggi pada klien rawat inap
maupun rawat jalan di seluruh RS di Indonesia. Pada tahun 2010 jumlah
klien kanker mammae28,7 persen dari total penderita kanker. Secara
umum prevalensi penyakit kanker di Indonesia cukup tinggi. Menurut data
riset Kesehatan Dasar 2013 prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4%
dari 1000 penduduk atau sekitar 347.000 orang. Di Indonesia kasus baru
kanker mammaemenjadi kasus kematian tertinggi dengan angka 21,5%
pada setiap 100.000 penduduk, sekitar 70% kasus klien kanker mammae
baru datang ke fasilitas kesehatan pada stadium lanjut. Dari penelitian
diatas tidak sedikit dari penderita tumor payudara atau kanker payudara
memiliki beberapa penyakit penyerta yaitu TBC Paru.

Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan suatu penyakit infeksi


yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan
nama Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui
perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil
tuberkulosis paru (Hood, 2002). Sejak tahun 1800, tuberculosis telah
mengakibatkan kematian lebih kurang 100 juta orang di seluruh dunia.
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI
8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk.
Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China,
Philipina, dan Pakistan seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan
Asia Tenggara (45%)—dimana Indonesia merupakan salah satu di
dalamnya—dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika. Badan kesehatan
dunia mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden countries
(HBC) untuk TBC berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV, dan
MDR-TBC. Terdapat 48 negara yang masuk dalam daftar tersebut. Satu
negara dapat masuk dalam salah satu daftar tersebut, atau keduanya,
bahkan bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia bersama 13 negara lain,
masuk dalam daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut. Artinya Indonesia
memiliki permasalahan besar dalam menghadapi penyakit TBC.(Indofatin,
2018)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien Ny. W dengan tumor payudara kanan di
RSUD Wates.

2. Tujuan Khusus
a. Menerapkan proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnose
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, evaluasi keperawatan pada klien Ny. W dengan
tumor payudara kanan di RSUD Wates.
b. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien Ny. W dengan
tumor payudara kanan di RSUD Wates.
c. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan
penghambat dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien Ny. W dengan tumor payudara kanan di RSUD Wates.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Teori Penyakit
1. Definisi Tumor Payudara dan TBC Paru
a) Tumor Payudara
Tumor payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar,
saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk
kulit payudara (Depkes RI, 2009). Kanker payudara dimulai di
jaringan payudara, yang terdiri dari kelenjar untuk produksi susu, yang
disebut lobulus, dan saluran yang menghubungkan lobulus ke puting.
Sisa dari payudara terdiri dari lemak, jaringan ikat, dan limfatik
(American Cancer Society, 2011).
b) TBC Paru
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang
terutama menyerang penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis
berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang
terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi
bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas
ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang
dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.
Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung
yang disebabkan karena kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis.
Mayoritas kuman TB menyerang paru, akan tetapi kuman TB juga
dapat menyerang organ Tubuh yang lainnya. Tuberkulosis adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani, 2011).
2. Etiologi Tumor Payudara dan TBC Paru
 Tumor Payudara
1) Faktor Genetika
Faktor genetik pada kanker payudara memiliki pengaruh.
Terutama bila ada riwayat generasi sebelumnya ada yang terkena
kanker payudara, maka resiko menderita kanker payudara akan lebih
besar. Terdapat dua gen yang berperan dalam pembentukan kanker
payudara, yaitu gen BRCA1 dan BRCA2.
2) Pengaruh Hormon
Hormon adalah zat yang dihasilkan oleh kalenjar tubuh yang
berfungsi untuk mengatur kegiatan alat-alat tubuh dan selaput
tertentu. Hormon memicu terjadinya pertumbuhan sel. Kadar
hormon yang tinggi selama masa reproduktif wanita, terutama jika
tidak diselingi oleh perubahan hormonal karena kehamilan,
meningkatkan peluang tumbuhnya sel-sel yang secara genetik telah
mengalami kerusakan dan menyebakan kanker.
3) Bahan Kimia
Bahan kimia untuk industri serta asap yang mengandung
senyawa karbon dapat meningkatkan kemungkinan terkena kanker
payudara.
4) Pola makan, terutama makanan yang banyak mengandung
lemak
5) Pengaruh Radiasi di Daerah Dada
Biasanya penderita mengeluh adanya benjolan di payudara, rasa
sakit di payudara, keluarnya cairan dari puting susu, adanya eksim di
sekitar areola puting susu, adanya ulserasi atau borok di daerah
payudara, pembesaran 7 kalenjar getah bening atau sekelan disekitar
ketiak.
 TBC Paru
Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita
Tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman
Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan,
kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian
tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan
dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi Tuberkulosis
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara.
3. Patofisiologi Tumor Payudara dan TBC Paru
 Tumor Payudara
Patofisiologi fibroadenoma mammae (FAM) sebagian besar
dipengaruhi oleh aktivitas hormonal. Kelenjar mamae berasal dari
bagian kaudal jaringan ektodermal yang dikenal sebagai garis susu,
dimulai dari aksila hingga inguinal pada permukaan anterior dari fetus
yang sedang berkembang. Saat pubertas, hormon pituitari dan
ovarium mempengaruhi stimulasi dari pembesaran payudara wanita
secara primer menyebabkan akumulasi dari adiposit.
Setiap payudara mengandung 15-22 unit kelenjar yang dikenal
dengan lobulus payudara yang dibatasi oleh ligament Cooper. Setiap
lobulus terdiri dari kelenjar tubuloalveolar dan jaringan adiposa.
Setiap lobulus berakhir pada duktus laktiferus yang selanjutnya keluar
pada permukaan puting. Multipel duktus laktiferus berkumpul untuk
membentuk ampula yang melintasi puting untuk membuka pada
bagian apeks. Di bawah permukaan puting, duktus laktiferus
membentuk dilatasi besar yang dinamai sinus laktiferus dimana
berfungsi sebagai reservoir ASI saat laktasi. Massa payudara dapat
mengenai bagian manapun dari jaringan yang membentuk payudara
termasuk kulit, duktus, lobulus dan jaringan ikat. Fibroadenoma
berasal dari duktus terminal dari lobulus.

 TBC Paru
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Tuberkulosis adalah
penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan melakukan
reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel
yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih
besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkhus
dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.
Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia
akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus,
dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel. Basil
juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang
dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini
disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada
daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam
bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan
trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah,
atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik
yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai
menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa. Kavitas
yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen
bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan Tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Komplikasi yang dapat timbul akibat Tuberkulosis terjadi pada sistem
pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan
antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal
nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan Tuberkulosis
usus, Meningitis serosa, dan Tuberkulosis milier (Kowalak, 2011).

4. Tanda dan Gejala Tumor Payudara dan TBC Paru


 Tumor Payudara
No Tanda atau gejala Interpretasi
1 Nyeri Penyebab fisiologi seperti pada tegangan
a. Berubah dengan daur pramenstruasi atau penyakit fibrokistik,
menstruasi tumor jinak, tumor ganas atau infeksi.
b. Tidak tergantung daur
menstruasi
2 Benjolan di payudara Permukaan licin dan fibroudenoma atau
a. Keras kista. permukaan keras, berbenjol atau
b. Kenyal melekat pada kanker atau inflamasi non-
c. Lunak infektif. kelainan fibrokistik. lipoma.
3 Perubahan kulit Sangat mencurigakan karsinoma kista,
a. Bercawak karsinoma, fibroadenoma besar diatas
b. Benjolan kelihatan benjolan : kanker (tanda khas) infeksi
c. Kulit jeruk jika panas kanker lama (terutama pada
d. Kemerahan orangtua)
e. Tukak
4 Kelainan puting/areola Fibrosis karena kanker retraksi baru
a. Retraksi karena kanker (fibrosis karena pelebaran
b. Infeksi baru duktus) unilateral : penyakit paget
5 Keadaan cairan Kehamilan/laktasi normal perimenopause
a. Seperti susu pelebaran duktus, kelainan fibrolitik.
b. Jernih
c. Hijau
6 Hemoragik karsinoma, papiloma intraduktus.

 TBC Paru
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah
batuk yang tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru
biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya
keluhan yang muncul adalah :
a. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering
sampai batuk purulent (menghasilkan sputum)
c. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru
d. Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari Terbangun
malam hari dengan gejala tersebut diatas.
5. Komplikasi
 Tumor Payudara
1) Tulang
Ketika sel kanker menyebar ke tulang, maka tak menutup
kemungkinan bisa menyebabkan beberapa bagian struktur tulang
pecah tanpa membentuk tulang baru. Dampaknya, tulang cenderung
lemah dan rentan terhadap patah tulang. Penyebaran sel kanker ke
bagian tulang ini bisa membuat pengidapnya merasakan nyeri tulang,
tulang menjadi lemah dan mudah patah, hingga kelumpuhan. Tak
cuma itu, ada pula gejala lain yang mungkin timbul seperti
hiperkalsemia. Kondisi ini merupakan tingginya kadar kalsium di
dalam plasma darah yang ditandai dengan munculnya rasa mual,
mudah mengantuk, hilangnya nafsu makan, rasa haus, dan sembelit.
2) Paru-Paru
Komplikasi kanker payudara juga bisa menyebar ke paru-paru. Kalau
sudah begini, maka pengidapnya akan lebih lemah dan rentan sakit.
Alasannya jelas, tubuh akan kesulitan untuk melawan bakteri dan
infeksi, sehingga ia rentan mengidap pneumonia (infeksi paru-paru).
Bagaimana dengan gejalanya? Umumnya sesak napas, efusi pleura
(penumpukan cairan di lapisan paru-paru), batuk berkepanjangan, dan
nyeri dada.
3) Kelenjar Getah Bening
Umumnya, kelenjar getah bening merupakan area pertama yang
biasanya terkena penyebaran kanker payudara. Tepatnya, kelenjar
getah bening yang berada di bawah lengan, di dalam payudara, dan di
dekat tulang selangka. Penyebaran ini bisa terjadi sejak kanker
payudara berada di stadium IB. Pada stadium ini, beberapa sel kanker,
mungkin dalam jumlah kecil sudah masuk ke dalam kelenjar getah
bening. Gejala yang ditimbulkan, antara lain adanya benjolan pada
ketiak atau area tulang selangka.
 TBC Paru
Komplikasi dari TB paru adalah :
a. Pleuritis tuberkulosa
b. Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)
c. Tuberkulosa milier
d. Meningitis tuberkulosa
6. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan penunjang
 Tumor Payudara
(a) Mammografi Skrining (Screening Mammography)
Tes ini bisa dilakukan untuk mendeteksi kelainan payudara
walaupun tanda-tanda kelainannya belum terlihat secara jelas dengan
kasat mata. Mammografi skrining ini bermanfaat untuk mendeteksi
kanker payudara sejak dini.
(b) Mammografi Diagnostik (Diagnostic Mammography)
Bila terjadi perubahan pada payudara, seperti timbul rasa nyeri,
muncul benjolan, warna kulit di sekitar payudara berubah, puting
menebal, serta keluar cairan dari puting, maka mammografi diagnostik
adalah pemindaian yang cocok dilakukan untuk mengidentifikasi
perubahan tersebut.
 TBC Paru
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
a. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum sangat penting karena
dengan di ketemukannya kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah
dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak
sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila
didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA
positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu
diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali
positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan
bakteri taham asam.
d. Skin test (PPD, Mantoux) Hasil tes mantaoux dibagi menjadi : 1)
indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil
negative 2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan 3)
indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif 4) indurasi
lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat 5) reaksi timbul 48- 72
jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi kemerahan yang
terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan
antigen tuberculin
e. Rontgen dada Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru
bagian atas, timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan
cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembangan Tuberkulosis
meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
f. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat
Mikobakterium Tuberkulosis.
g. Biopsi jaringan paru Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang
mengindikasikan terjadinya nekrosis.
h. Pemeriksaan elektrolit Mungkin abnormal tergantung lokasi dan
beratnya infeksi.
i. Analisa gas darah (AGD) Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat,
dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru Turunnya kapasitas vital, meningkatnya
ruang fungsi, meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total
paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi
parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura
(akibat dari tuberkulosis kronis)
7. Penatalaksanaan Medis Tumor Payudara dan TBC Paru
 Tumor Payudara
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Radioterapi
Pilihan pengobatan lain bagi pasien kanker payudara adalah
radioterapi atau terapi radiasi dengan menggunakan sinar
berkekuatan tinggi, seperti sinar-X dan proton. Radioterapi bisa
dilakukan dengan menembakkan sinar ke tubuh pasien
menggunakan mesin (radioterapi eksternal), atau dengan
menempatkan material radioaktif ke dalam tubuh pasien
(brachytherapy)
Radioterapi eksternal biasanya dijalankan setelah pasien selesai
menjalani lumpektomi, sedangkan brachytherapy dilakukan jika
kecil risikonya untuk muncul kanker payudara kembali. Dokter
juga bisa menyarankan pasien untuk menjalani radioterapi pada
payudara setelah mastektomi, untuk kasus kanker payudara yang
lebih besar dan telah menyebar ke kelenjar getah bening.
Radioterapi atau terapi radiasi pada kanker payudara dapat
berlangsung selama 3 hari hingga 6 minggu, tergantung dari jenis
terapi yang dilakukan. Radioterapi bisa menimbulkan komplikasi
seperti kemerahan pada area yang disinari, serta payudara juga
mungkin dapat menjadi keras dan membengkak.
2) Terapi Hormon
Pada kasus kanker yang dipengaruhi hormon estrogen dan
progesteron, dokter bisa menyarankan pasien menggunakan
penghambat estrogen, seperti tamoxifen. Obat ini bisa diberikan
pada pasien selama 5 tahun. Sedangkan obat penghambat
aromatase, seperti anastrozole, letrozole, dan exemestane,
diresepkan dokter untuk menghambat produksi hormon estrogen
pada wanita yang telah melewati masa menopause.
Pada wanita yang belum mencapai menopause, hormon pelepas
gonadotropin, seperti goserelin, bisa digunakan untuk mengurangi
kadar estrogen pada rahim. Pilihan lain adalah dengan
mengangkat indung telur atau menghancurkannya dengan
radioterapi agar hormon tidak terbentuk.
Obat lain pada kanker ER positif atau PR positif adalah
everolimus, yang menghambat fungsi protein mTOR agar sel
kanker tidak bertumbuh dan membentuk pembuluh darah baru.
Efek samping dari everolimus antara lain adalah diare dan
muntah, bahkan bisa meningkatkan kadar kolesterol, trigliserida,
dan gula dalam darah.
3) Kemoterapi
Kemoterapi yang dilakukan setelah bedah (adjuvant
chemotherapy), bertujuan untuk membunuh sel kanker yang
mungkin tertinggal saat prosedur bedah, atau sel kanker sudah
menyebar namun tidak terlihat meski dengan tes pemindaian. Sel
kanker yang tertinggal tersebut bisa tumbuh dan membentuk
tumor baru di organ lain.
Sedangkan kemoterapi yang dilakukan sebelum bedah
(neoadjuvant chemotherapy) bertujuan untuk menyusutkan ukuran
tumor agar bisa diangkat dengan pembedahan. Kemoterapi jenis
ini biasanya dilakukan untuk menangani kanker yang ukurannya
terlalu besar untuk dibuang melalui operasi.
Jenis obat yang umum digunakan pada adjuvant chemotherapy
dan neoadjuvant chemotherapy adalah anthracylines (doxorubicin
dan epirubicin), taxanes (paclitaxel dan docetaxel),
cyclophosphamide, carboplatin, dan 5-fluorouracil. Umumnya
dokter mengombinasikan 2 atau 3 obat di atas.
Kemoterapi juga bisa digunakan pada kanker stadium lanjut,
terutama pada wanita dengan kanker yang telah menyebar hingga
ke area ketiak. Lama terapi tergantung pada seberapa baik respon
pasien. Jenis obat yang umumnya digunakan adalah vinorelbine,
capecitabine, dan gemcitabine. Untuk kanker stadium lanjut,
dokter bisa menggunakan satu obat, atau mengombinasikan dua
obat.
Obat kemoterapi umumnya diberikan secara intravena, bisa
dengan suntikan atau dengan infus. Pasien diberikan obat dalam
siklus yang diikuti masa istirahat untuk memulihkan diri dari efek
yang ditimbulkan obat. Siklus ini biasanya berlangsung dalam 2
hingga 3 minggu, dengan jadwal pemberian tergantung pada jenis
obatnya.
Efek samping yang timbul dari kemoterapi tergantung dari obat
yang digunakan, namun umumnya pasien mengalami kerontokan
rambut, infeksi, mual, dan muntah. Dalam beberapa kasus,
kemoterapi bisa menyebabkan menopause yang terlalu dini,
kerusakan saraf, kemandulan, serta kerusakan jantung dan hati.
Meski sangat jarang terjadi, kemoterapi juga bisa menyebabkan
kanker darah.
4) Terapi Target
Terapi lain untuk pasien kanker payudara adalah terapi target.
Terapi ini menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel kanker,
tanpa merusak sel-sel yang sehat.
Terapi target umumnya diterapkan pada kanker HER2 positif.
Obat yang digunakan pada terapi target ditujukan untuk
menghambat perkembangan protein HER2, yang membantu sel
kanker tumbuh lebih agresif. Beberapa obat yang digunakan
dalam terapi target adalah trastuzumab, pertuzumab, dan lapatinib.
Obat-obat tersebut ada yang diberikan secara oral atau melalui
suntikan, dan bisa digunakan untuk mengobati kanker stadium
awal maupun stadium lanjut.
Efek samping yang mungkin muncul dari terapi target pada
kanker HER2 positif bisa ringan atau berat, di antaranya
kerusakan jantung yang bisa berkembang ke gagal jantung. Risiko
gangguan jantung bisa meningkat jika obat terapi target
dikombinasikan dengan kemoterapi. Efek samping lain yang
mungkin timbul adalah pembengkakan pada tungkai, sesak napas,
dan diare. Penting untuk diingat, obat ini tidak disarankan untuk
mengobati kanker payudara pada wanita hamil, karena bisa
menyebabkan keguguran.
b. Penatalaksanaan Operatif
1) Bedah Lumpektomi
Bedah lumpektomi dilakukan untuk mengangkat tumor yang
tidak terlalu besar beserta sebagian kecil jaringan sehat di
sekitarnya. Prosedur ini umumnya diikuti radioterapi untuk
mematikan sel kanker yang mungkin tertinggal di jaringan
payudara. Pasien dengan tumor yang besar bisa menjalani
kemoterapi terlebih dahulu untuk menyusutkan ukuran tumor,
sehingga tumor bisa dihilangkan dengan lumpektomi.

2) Bedah Mastektomi
Pilihan prosedur bedah yang lain adalah mastektomi, yaitu
bedah yang dilakukan oleh dokter bedah onkologi untuk
mengangkat seluruh jaringan di payudara. Mastektomi dilakukan
jika pasien tidak bisa ditangani dengan lumpektomi. Ada
beberapa tipe bedah mastektomi, yaitu:
(a) Simple/total mastectomy – Dokter mengangkat seluruh
payudara, termasuk putting, areola, dan kulit yang menutupi
Pada beberapa kondisi, beberapa kelenjar getah bening bisa
ikut diangkat.
(b) Skin-sparing mastectomy – Dokter hanya mengangkat
kelenjar payudara, putting, dan areola. Jaringan dari bagian
tubuh lain akan digunakan untuk merekonstruksi ulang
payudara.
(c) Nipple-sparing mastectomy – Jaringan payudara diangkat,
tanpa menyertakan kulit payudara dan puting. Namun jika
ditemukan kanker pada jaringan di bawah puting dan
areola, maka puting payudara juga akan diangkat.
(d) Modified radical mastectomy – Prosedur ini
mengombinasikan simple mastectomy dan pengangkatan
seluruh kelenjar getah bening di ketiak.
(e) Radical mastectomy – Dokter mengangkat seluruh
payudara, kelenjar getah bening di ketiak, dan otot dada
(pectoral).
(f) Double mastectomy – Prosedur ini dilakukan sebagai
pencegahan pada wanita yang berisiko tinggi terserang
kanker payudara dengan mengangkat kedua payudara.
(g) Bedah Pengangkatan Kelenjar Getah Bening
Dokter akan melakukan pemeriksaan untuk mengetahui
apakah kanker sudah tersebar ke kelenjar getah bening di
ketiak. Pemeriksaan ini juga untuk menentukan stadium
kanker yang dialami pasien. Pengangkatan kelenjar getah
bening dapat dilakukan bersamaan dengan operasi
pengangkatan tumor di payudara, atau dilakukan secara
terpisah. Dua jenis pembedahan untuk mengangkat kelenjar
getah bening adalah:
a. Sentinel lymph node biopsy (SLNB). Dokter hanya
mengangkat kelenjar getah bening di ketiak yang
kemungkinan akan terlebih dulu terkena kanker.
b. Axillary lymph node dissection (ALND). Dokter
mengangkat lebih dari 20 kelenjar getah bening di
ketiak.
Komplikasi yang timbul dari bedah untuk kanker payudara
tergantung dari prosedur yang dilakukan. Secara umum,
prosedur bedah bisa menyebabkan pendarahan, nyeri, dan
pembengkakan lengan (limfedema).
 TBC Paru
a. Pengobatan TBC Paru Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap
yakni:
1) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti
TB per hari dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan
cepat (efek bakteri sidal), menghilangkan keluhan dan mencegah
efek penyakit lebih lanjut, mencegah timbulnya resistensi obat
2) Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2
macam obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan
menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah
kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan
yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg.
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya
keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain),
berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi
negatif. Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir
bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum
BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada
permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap
pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi
pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir
pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nantsi
timbul kasus kambuh.
b. Perawatan bagi penderita tuberkulosis Perawatan yang harus
dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
1) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah
orang terdekat yaitu keluarga.
2) Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk bila
diperlukan
3) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
4) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan
kedua, kelima dan enam
6) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan
pencahayaan yang baik
c. Pencegahan penularan TBC Tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan adalah:
1) Menutup mulut bila batuk
2) Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada
wadah tertutup yang diberi lisol
3) Makan makanan bergizi
4) Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita
5) Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang
baik
6) Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010)
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Hari / tanggal : 20 Agustus 2020
Jam : 15.00 WIB
Tempat : RSUD Wates
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi dokumen
Sumber data : Pasien, keluarga pasien petugas kesehatan, rekam medik
pasien
Oleh : Kelompok 1
Rencana tindakan:
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital sebelum operasi
2) Memastikan pasien telah puasa sebelum operasi
3) Memberikan penjelasan kepada keluarga dan atau pasien perihal tindakan
operasi, persiapan operasi, prosedur operasi insisi biopsi dengan anestesi
umum agar pasien dan atau keluarga paham.
4) Pasien merasa stress dan khawatir terhadap operasi yang akan dilakukan,
untuk itu perawat memberikan obat sedatif secara oral malam sebelum
operasi dan 60 menit sebelum menuju IBS.

1. Identitas Pasien
Nama : Ny.W
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Kulonprogo, 6 Juni 1976
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Ikan no. 8, Kel. Tengiri, Kec. Galur,
Kab. aKulonprogo – Yogyakarta
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Diagnosis Medis : Ca Mamae Dextra
Status perkawinan : Menikah
Golongan darah :O
Rencana Tindakan : Pemberian obat midazolam 2mg IV
Dokter Bedah : dr. Asep, Sp.P
Dokter Anestesi : dr. Arya, Sp.An.
Jenis Anestesi : Anestesi Umum
No. Rekam Medis : 190936
Tindakan Operasi : Lumpektomi
Tanggal MRS : 20 Agustus 2020
Tanggal pengkajian : 20 Agustus 2020

2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. E
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : PNS
Hubungan dengan pasien : Suami

B. TAHAP PREANESTESI
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh terdapat benjolan pada payudara kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny.W masuk rumah sakit pada 20 Agustus 2020, pukul 15.00 WIB.
Pasien mengatakan benjolan di kiri payudaranya sudah sejak 1 tahun
yang lalu, benjolan timbul disertai merah disekitar benjolan sejak 2
hari yang lalu
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan pada tahun 2010, mengatakan klien sempat
menjalani pengobatan Tuberculosis paru selama 6 bulan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang
sama dengan yang klien derita dan tidak memiliki penyakit keturunan
seperti diabetes miletus dan hipertensi dan tidak ada keluarga yang
memiliki riwayat penyakit menular seperti TBC.
e. Riwayat Alergi
Ny.W tidak memiliki riwayat alergi obat
2. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Udara atau oksigenasi
1) Gangguan pernafasan : normal
2) Alat bantu pernafasan : tidak
3) Sirkulasi udara : baik
4) Letak tempat tinggal : dataran rendah
b. Air
1) Sebelum sakit
Minum air
a) Frekuensi : 6 – 7 gelas/hari
b) Jenis : air mineral
c) Cara : oral
d) Keluhan : tidak ada
2) Saat sakit
Minum air
a) Frekuensi : 4 – 5 gelas/hari
b) Jenis : air mineral
c) Cara : oral
d) Keluhan : tidak ada
3) Nutrisi/ makanan
Sebelum sakit
a) Frekuensi : 3 x/hari
b) Jenis : nasi, lauk pauk
c) Porsi : habis 1 porsi
d) Diet khusus : rendah garam
e) Makanan disukai : babi
f) Pantangan : makanan tinggi atau banyak garam
g) Nafsu makan : normal

Saat sakit
a) Frekuensi : 3 x/hari
b) Jenis : bubur
c) Porsi : habis 1/2 porsi
d) Diet khusus : endah garam
e) Makanan disukai : -
f) Pantangan : makanan tinggi garam
g) Nafsu makan : menurun (pasien puasa mulai jam 12.00
malam)
c. Eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit
a) Frekuensi : 2 x/hari
b) Konsistensi : padat
c) Warna : coklat
d) Bau : khas urine
e) Cara : melalui anus
f) Keluhan : tidak ada

Saat Sakit
a) Frekuensi : 2 x/hari
b) Konsistensi : lembek
c) Warna : coklat
d) Bau : khas urine
e) Cara : melalui anus
f) Keluhan : tidak ada
2) BAK
Sebelum sakit
a) Frekuensi : 6 x/hari
b) Konsistensi : cair
c) Warna : kuning
d) Bau : khas urine
e) Cara : jongkok
f) Keluhan : tidak ada

Saat sakit
a) Frekuensi : 4 x/hari
b) Konsistensi : cair
c) Warna : kuning
d) Bau : khas urine
e) Cara : jongkok
f) Keluhan : tidak ada
d. Pola aktivitas dan istirahat
1) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum ✓
Mandi ✓
Toileting ✓
Berpakaian ✓
Berpindah ✓
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang
lain dan alat, 4: tergantung total
2) Istirahat Dan Tidur
Sebelum sakit
a) Apakah frekuensi waktu anda beraktivitas lebih banyak dari
pada waktu anda beristirahat? Iya
b) Apakah anda pernah mengalami insomnia?
c) Berapa jam anda tidur: malam 8 jam, siang 2 jam
Saat sakit
a) Apakah anda pernah mengalami insomnia?
b) Berapa jam anda tidur: malam 6 jam, siang 1 jam
e. Interaksi social
a) Kegiatan Lingkungan : baik
b) Interaksi Sosial : baik
c) Keterlibatan Kegiatan Sosial : tidak ada
f. Pemeliharaan Kesehatan
a) Konsumsi vitamin : tidak ada
b) Imunisasi :-
c) Olahraga : jarang
d) Upaya keharmonisan keluarga : baik
e) Stress dan adaptasi : normal
g. Kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia
a) Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga,
kelompok, teman : baik
b) Pemanfaatan pelayanan kesehatan: JKN

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

Kesadaran : Compos Mentis


GCS : E4 M6 V5
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Heart Rate : 86x/menit
Respiration Rate : 28x/menit
Suhu : 36o C

b. Antropometri

Berat Badan : 47 kg
Tinggi Badan : 160 cm
c. Status Generalis
1) Kepala : Bentuk mesocepal, tidak ada benjolan
2) Mata : Isokor, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, reflek cahaya +/+
3) Telinga : Pendengaran baik, tidak terdapat serumen
4) Hidung : Hidung simetris, sianosis tidak ada,
pernafasan cuping hidung tidak ada

5) Mulut : Tidak memakai gigi palsu, tidak ada gigi


goyang, tidak memakai kawat gigi, malampati
I, dapat membuka mulut
6) Wajah : Tidak ada lesi
7) Leher :
Gerak leher bebas, ekstensi leher 3 jari
dari leher, tidak terdapat peningkatan vena
jugularis, tidak terdapat pembesaran
kelenjar tiroid
8) Kulit : Turgor kulit baik kulit lembab, Turgor kulit < 3
detik, warna merah muda, CRT kembali
dalam 2 detik
9) Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Pengembangan paru kanan dan kiri sama,
bentuk dada normal, retraksi dinding dada
tidak ada
Palpasi : Tidak teraba adanya ke abnormalan maupun
vocal pemitus pada pergerakan dada, dan
tidak teraba adanya massa, lesi, maupun
bengkak pada daerah thorak,
Perkusi : Pada saat perkusi bagian kiri paru terdengar
sonor.
Auskultasi :
Suara napas vesicular +/+, wheezing -/-,
ronckhi +/+
b. Jantung
Inspeksi :
Ictus cordis tidak terlihat, CRT kurang dari 3
detik
Palpasi :
Ictus cordis teraba di ICS ke V,tidak ada nyeri
tekan
Perkusi :
Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi :
Bj1, Bj2 irama teratur, tidak terdengar suara
tambahan seperti mur-mur/gallop
10) Abdomen
Inspeksi : Abdomen simetris kiri dan kanan, abdomen
berbentuk scapoit,terlihat ada benjolan
diregion kiri bawah, benjolan berdiameter
kurang lebih 2,5cm, teraba keras, ada bintik-
bintik merah dibagian abdomen klien
Palpasi : Nyeri tekan dibagian benjolan di region kiri
bawah
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus 12x/menit
11) Payudara
Inspeksi : Ukuran payudara asimetris, payudara sebelah
kana tampak kemerahan dan adanya
pembekakan
Palpasi : Nyeri tekan (-), dan kekenyalan (keras),
benjolan massa (+)

12) Genitalia : Normal


13) Ekstremitas
Atas : Tidak ada edema, tangan kiri terpasang infus
Nacl 0,9% 500cc 20tpm
Bawah : normal

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium: 20 Agustus 2020 Pukul: 15.00 WIB

Kesimpulan
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai :
adanya Normal
Kimia Klinik
Fungsi Ginjal
Ureum 29 mg/dL 15 - 50
Kreatinin 0.87 mg/Dl 0.8 - 1.5
Karbohidrat
GDS 89 mg/dL <140
Elektrolit
Natrium (Na) 140 mEq/L 135 – 145
Kalium (K) 3.62 mEq/L 3.6 – 5.5
Klorida (Cl) 102.8 mEq/L 98 - 107
Darah Lengkap
Hemoglobin 12.4 g/dL 12 - 16
Leukosit 5900 /uL 4400 - 11300
Hematokrit 34.4 % 35 - 47
Eritrosit 3.94 juta/uL 3.5 – 5.0
Trombosit 160.000 /Ul 150.000 –
450.000
Hemostasis
Masa Perdarahan/ 2 menit 1-7
BT
Masa Pembekuan 9 menit 9 – 17
– CT
Imuno-serologi
HBsAg Positif Negative
Fungsi Hati
SGOT 20 U/L 37o C 14 - 36
SGPT 12 U/L 37o C 9 - 52

penurunan pada hematocrit

b. Pemeriksaan Thoraks: 20 Agustus 2020 Pukul: 16.00 WIB


Berdasarkan hasil Rontgen foto Thorak AP/PA, terdapat kesan yang
menyatakan bahwa “Terdapak bercak (+) apex dextra”
5. Kesimpulan: Status Fisik ASA II
6. Rencana Anestesi: General Anestesi dengan Endotracheal Tube (ETT)
7. Konversi: Tidak ada
8. Persiapan Pasien
 Mengecek kelengkapan status pasien
 Mengklarifikasi lama pasien puasa
 Memasang IV Line 2 jalur
 Melakukan pemeriksaan laboraturium : hematologi
 Memposisikan pasien
 Mengukur tanda-tanda vital
 Mengklarifikasi riwayat asma, diabetes mellitus, hipertensi, dan alergi
9. Persiapan Mesin
• Mengecek sumber gas
• Mengecek isi volatil agent
• Mengecek kondisi absorben
• Melakukan kalibrasi mesin anestesi

10. Persiapan Alat


• S (Scope): Laryngoscope dan stesoscope
• T (Tube): Endotracheal Tube (ETT) Kinking No. 6,5; 7,0; 7,5
• A (Airway): Oropharyngeal Airway, nasal kanul
• T (Tape): Plester/hepafix ± 20 cm 2 lembar
• I (Introducer): Mandril atau stilet
• C (Conector)
• S (Suction): Mesin dan selang suction
• Spuit 3 ml, 5ml, 10ml, 20 ml
• Transfusi set
• Abocath no 18
• Elektroda EKG
11. Persiapan obat
a. Obat Premedikasi
 Midazolam 0,04-0,10 mg/KgBB
b. Obat Induksi
 Propofol 1,5-2,5 mg/kgBB IV
c. Pemeliharaan
 Fentanyl 1–2 µg/kg IV

ANALISIS DATA

No Data Penyebab Masa

1. DS: Nyeri kronis Agen cidera


biologis
Ny.W mengeluh nyeri di
payudara sebelah kanan sejak
satu tahun yang lalu (P), nyeri
seperti di tusuk-tusuk (Q),
nyeri pada pada payudara
sebelah kanan (R), Skala
nyeri 5 (S), nyeri hilang
timbul (T).

DO:
-
2. DS: Ansietas Perubahan status
kesehatan
Klien mengatakan cemas
karena penyakit yang
dideritanya dan karena akan
segera dioperasi

DO:

Klien tampak tegang

Klien tampak gelisah


Diagnosis dan Perencanaan Tindakan Keperawatan

No. Diagnosis keperawatan Tujuan Perencanaan tindakan


keperatan
1. Kamis, 20 Agustus 2020 Setelah dilakukan Kamis, 20 Agustus 2020
tindakan keperawatan pre
Pukul: 16.15 WIB Pukul: 16.15 WIB
anestesi selama 10 menit,
- Nyeri berhubungan dengan agen injuri
diharapkan nyeri
a. Kaji nyeri secara
fisik ditandai dengan Ny.W mengeluh berkurang dengan kriteria:
komprehensif (P, Q, R, S,
nyeri di payudara sebelah kanan sejak
a. Pasien mengatakan T).
satu tahun yang lalu (P), nyeri seperti
nyeri berkurang. b. Gunakan teknik
di tusuk-tusuk (Q), nyeri pada pada
b. Ekspresi wajah pasien komunikasi terapeutik.
payudara sebelah kanan (R), Skala
rileks c. Ajarkan teknik relaksasi:
nyeri 5 (S), nyeri hilang timbul (T).
c. Hemodinamik dalam nafas dalam.
Pasien mengerang menahan nyeri,
rentang: d. Pantau tanda-tanda vital
tekanan darah: 110/70 mmHg, heart
- Tekanan darah:
rate: 86x/menit, respiration rate:
110/80-130/80
28x/menit, suhu 36ºC, SpO2 98%
mmHg
- Nadi: 80-100
x/menit
- RR: 60-100
x/menit
2. Kamis, 20 Agustus 2020 Kamis, 20 Agustus 2020 Kamis, 20 Agustus 2020

Pukul: 16.15 WIB Pukul: 16.15 WIB Pukul: 16.15 WIB

Ansietas: Klien mengatakan cemas Setelah dilakukan


a. Identifikasi tingkat
karena penyakit yang dideritanya. Klien tindakan keperawatan pre
kecemasan
tampak tegang, Klien tampak gelisah anestesi selama 10 menit,
diharapkan kecemasan b. Kaji factor yang menjadi
penyebab ansietas
berkurang dengan kriteria:
c. Intruksikan klien dengan
a. Klien mampu
Teknik relaksasi
mengidenfikasi dan
d. Kolaborasi dengan obat
mengungkapkan
penenang
gejala cemas
b. Vital sign dalam batas
normal
c. Postur tubuh, ekspresi
wajah, Bahasa tubuh
dan tingkat aktifitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

Pelaksanaan dan Evaluasi Tindakan Keperawatan

No. Diagnosis keperawatan Pelaksanaan Tindakan Evaluasi Tindakan


Keperawatan Keperawatan
1. Kamis, 20 Agustus 2020 Kamis, 20 Agustus 2020 Kamis, 20 Agustus 2020

Pukul: 16.15 WIB Pukul: 16.15 WIB Pukul: 16.15 WIB

- Nyeri kronis berhubungan dengan


1. Mengkaji nyeri secara
S:
agen injuri fisik ditandai dengan
komprehensif - Pasien mengatakan nyeri
Ny.W mengeluh nyeri di payudara
(P,Q,R,S,T) dan sedikit berkurang
sebelah kanan sejak satu tahun yang
mengukur tanda-tanda - P: gerakan
lalu (P), nyeri seperti di tusuk-tusuk
vital pasien - Q: seperti disayat
(Q), nyeri pada pada payudara
2. Membimbing pasien - R: tidak menjalar
sebelah kanan (R), Skala nyeri 5 (S),
melakukan teknik - S: Skala nyeri 4 dari 10
relaksasi napas dalam (Numeric Rating Scale).
nyeri hilang timbul (T). Pasien
3. Mengukur tanda-tanda - T: terus menerus
mengerang menahan nyeri, tekanan
vital
darah: 110/70 mmHg, heart rate:
O:
86x/menit, respiration rate:
- Tekanan darah: 110/70
28x/menit, suhu 36ºC, SpO2 98%
mmHg
- Nadi: 86 x/menit
- RR: 28 x/menit
- Pasien mengerang
menahan nyeri
- A: Nyeri akut teratasi
sebagian

P:
- Pindahkan pasien dari
ruang penerimaan ke meja
operasi.
- Persiapkan prosedur
anestesi
- Dampingi pasien di meja
operasi
2. Kamis, 20 Agustus 2020 Kamis, 20 Agustus 2020 Kamis, 20 Agustus 2020

Pukul: 16.15 WIB Pukul: 16.15 WIB Pukul: 16.15 WIB

Ansietas: Klien mengatakan cemas


a. mengidentifikasi tingkat DS: pasien mengatakan siap
karena penyakit yang dideritanya.
kecemasan untuk dilakukan operasi dan
Klien tampak tegang, Klien tampak
b. Kaji factor yang menjadi sudah paham tentang tindakan
gelisah
penyebab ansietas anestesi yang akan dilakukan
c. mengajarkan teknik
relaksasi napas dalam
DO: pasien tampak lebih
d. Kolaborasi dengan obat tenang dan rileks
penenang

C. TAHAP INTRA ANESTESI


Penanganan Intra Anestesi :

Jenis Pembedahan : Lumpektomi

Jenis Anestesi : General anestesi

Teknik Anestesi : TIVA

Mulai Anestesi : Pukul 17.00 WIB

Mulai Operasi : Pukul 17.15 WIB

Posisi : Supine

Obat Induksi : Propofol, 1,5 – 2,5 mg kgBB IV


1. Dapatkan persetujuan tindakan (informed consent)
2. Siapkan mesin anestesi, obat-obatan anestesi, dan obat emergency sesuai
SOP.
3. Gunakan APD Sesuai standar
4. Pindahkan dari brangkar ke meja operasi
5. Atur posisi untuk mencegah kerusakan saraf perifer
 Monitor tanda vital sepanjang fase anestesi
 Pastikan keamanan dan keselamatan selama fase anestesi

Saturasi
Tekanan Heart
Pukul Tindakan Oksigen RR
Darah Rate
SpO2 (x/menit
(mmHg) (x/menit)
(%) )
16.30  Memindahkan pasien ke 120/80 90 98 30
meja operasi dan
memposisikan supine
 Memasang manset, finger
sensor, dan EKG 3 lead
16.45  Memberikan injeksi 115/80 88 97 26
obat premedikasi :
Dexamethason 10
mg/i.v,
 Midazolam mengurangi
kecemasan dapat
diberikan intravena
(0,05-0,1mg/kgbb)
 Mual muntah,
Ondancentron 4-8 mg

17.00  Memberikan injeksi obat 115/80 88 95 27


induksi Propofol dengan
dosis, 1,5 – 2,5 mg kgBB
IV
17.15 Memantau tanda-tanda vital 120/80 85 96 26
17.30 Time out, Operasi dimulai 125/80 88 94 26
17.45 Memantau tanda-tanda vital 125/88 88 94 25
18.00 Memantau tanda-tanda vital 125/85 90 96 28
18.15 Memantau tanda-tanda vital 120/80 88 96 28
18.30 Memantau tanda-tanda vital 128/85 88 96 29
18.45 Memantau tanda-tanda vital 130/80 87 96 29
19.00 Memantau tanda-tanda vital 130/80 85 97 30
19.10 Sign Out, dilakukan 128/80 88 97 29
penutupan area operasi
19.25 Memantau tanda-tanda vital 125/80 85 98 28
19.40  Operasi selesai 125/80 83 98 28
 Mengubah mode
ventilator menjadi
manual spontan
 Menghentikan pemberian
N2O
 Memberikan oksigenasi
100 % O2 3 lpm

D. TAHAP PASCA ANESTESI


Pemantauan di Recovery Room
 Pemantauan tanda vital setiap 5 menit sekali,
 Monitor fungsi respirasi (kepatenan jalan napas, frekuensi
pernapasan dan saturasi oksigen)
 Pengawasan post operasi terkait adanya tanda-tanda
perdarahan
 Perubahan hemodinamik akibat operasi dan anestesi
 Keluhan pasien post operasi/ efek Anestesi.

Jam TD N SPO2 O2 Respirasi Tindakan


Pasien tiba di RR dilakukan
19.50 128/80 80 98% 3lt/mnt 22 monitor tanda-tanda vital dan
hemodinamik
20.05 125/83 85 98% 3lt/mnt 20 Monitor tanda-tanda vital
20.20 122/81 88 99% 3lt/mnt 20 Monitor tanda-tanda vital
20.35 123/85 80 99% 3lt/mnt 20 Monitor tanda-tanda vital
20.50 120/80 82 99% 3lt/mnt 20 Pasien dipindahkan ke bangsal

Pemantauan pasien saat di bangsal :


 Anjurkan untuk tirah baring selama 24 jam setelah operasi
 Anjurkan untuk melakukan aktivitas secara bertahap (mobilisasi
dini pasca operasi)
 Monitor fungsi respirasi (kepatenan jalan napas, frekuensi
pernapasan dan saturasi oksigen)
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tumor payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar,


saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk
kulit payudara (Depkes RI, 2009). Kanker payudara dimulai di
jaringan payudara, yang terdiri dari kelenjar untuk produksi susu, yang
disebut lobulus, dan saluran yang menghubungkan lobulus ke puting.
Sisa dari payudara terdiri dari lemak, jaringan ikat, dan limfatik
(American Cancer Society, 2011).
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang
terutama menyerang penyakit parenkim paru. Tb paru ini bersifat
menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Pengertian Tuberkulosis adalah suatu
penyakit menular langsung yang disebabkan karena kuman TB yaitu
Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB menyerang paru,
akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang
lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani,
2011).
Telah diberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan tumor
payudara kanan disertai TBC paru, dibutuhkan pengakajian lebih
kompleks. Permasalahan pre anestesi yang diambil adalah nyeri kronis
dan ansietas. Nyeri kronis diatasi dengan mengkaji P,Q,R,S,T,
kemudian melakukan teknik komunikasi terapeutik, lalu ajarkan
teknik relaksasi: nafas dalam. Untuk ansietas diatasi dengan
mengidentifikasi tingkat kecemasan, kemudian kaji faktor penyebab
kecemasan, intruksikan klien dengan teknik relaksasi, lalu kolaborasi
dengan obat penenang.
B. Hal – hal yang harus diperhatikan
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan asuhan
keperawatan, meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi pulmonary
Mempertahankan fungsi ventilasi pulmonary bertujuan untuk
mencegah terjadinya komplikasi pernapasan, hipoksemia, atelectasis,
pneumonia, dll.
2. Mempertahankan sirkulasi
Hipotensi dan aritmia merupakan komplikasi kardiovaskuler yang
sering terjadi. Untuk itu pemantauan tanda – tanda vital harus
dilakukan tiap menit sekali.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Monitor cairan per infus sangat penting dilakukan untuk
mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan cairan.
4. Mempertahankan keamanan dan kenyamanan
Posisi pasien sering diubah sesuai dengan potensial pasien untuk
mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan
persendian. Nyeri yang dirasakan juga memerlukan intervensi
keperawatan yang tepat juga kolaborasi obat dengan tenaga medis.
DAFTAR PUSTKA

Utami, Rizki Wahyudi. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Ny.Y dan Ny.Syang
mengalami kanker payudara dengan nyeri kronis di Ruang Mawar 3
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Karya Tulis Ilmiah. Diploma III
Keperawatan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Sukarta

Anda mungkin juga menyukai