Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Radang Panggul (PRP) merupakan infeksi genitalia wanita yang


menggambarkan keadaan atau kondisi dimana organ pelvis (uterus, tuba/ovarium) diserang
oleh mikroorganisme patogen, biasanya bakteri yang multiplikasi dan menghasilkan suatu
reaksi peradangan. Bakteri yang biasa menyebabkan PRP adalah Neisseria gonorrhea (N.
gonorrhea) dan Chlamydia trachomatis (C. trachomatis) dapat pula oleh organisme lain yang
menyebabkan vaginosis bacteria.

PRP merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS) yang
termasuk di dalamnya endometritis, salpingitis, tuba-ovarian abses, dan peritonitis
(Reyes,2010). Penyakit tersebut menginfeksi saluran reproduksi bagian atas, termasuk uterus,
tuba fallopi, dan struktur penunjang pelvis.( Shepherd, 2010).

PRP mempengaruhi 1 dari 10 wanita dan jika dibiarkan akan menyebabkan


ketidaksuburan. Diperkirakan 1.000.000 wanita pertahun di USA mendapat pengobatan untuk
peradangan panggul pada usia antara 16-25 tahun. Per tahunnya hampir 250.000 wanita
masuk rumah sakit akibat PRP dan 100.000 orang mengalami prosedur bedah, sisanya
menjalani rawat jalan. (Aral, 1991). Insidensi PRP pada pengguna alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR) adalah sekitar 9,38 per 1000 wanita di 20 hari setelah pemasangan. Namun,
angka kejadian PRP pada pengguna AKDR akan menurun menjadi 1,39 per 1000 wanita
pada satu tahun setelah pemasangan (Farley, 1992). Angka PRP pada pemakaian AKDR
adalah sebanyak 1,4 – 1,6 kasus per 1000 wanita selama tahun pemakaian. (BKKBN, 2009).

Beberapa faktor merupakan risiko untuk penyebab PRP antara lain hubungan seksual,
prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan AKDR, persalinan, aborsi), aktivitas
seksual, berganti-ganti pasangan seksual, riwayat PRP sebelumnya, proses menstruasi, dan
kebiasaan menggunakan pembersih kewanitaan, dan lain-lain. Penelitian yang pernah
dilakukan oleh Krisnadi menyebutkan bahwa sebagian besar PRP disebabkan akibat
hubungan seksual. Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3 dekade terakhir
berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah peningkatan jumlah Penyakit
Menular Seksual (PMS) dan penggunaan AKDR. Risiko terkena PRP pada pemakaian

1
AKDR 1,5 – 10 kali lebih besar dibandingkan pemakaian kontrasepsi lain atau yang bukan
pemakai sama sekali. 15% kasus penyakit ini terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsy
endometrium, kuret, histeroskopi. (Krisnadi, 2009). Negara berkembang seperti Indonesia
memiliki segala risiko yang menyebabkan rentannya terjadi PRP pada wanita Indonesia.
(Aral, 1991)

Setelah infeksi kedua risikonya menjadi dua kali lipat yaitu 20%. Jika wanita ini
mendapatkan infeksi untuk ketiga kalinya, risikonya akan melambung menjadi 55%.
Kekhawatiran besar lainnya mengenai infeksi ini adalah bahwa gangguan medis ini dapat
meningkatkan risiko seorang wanita mengalami kehamilan di luar kandungan (kehamilan
ektopik) sebesar enam kali lipat, dan bila tidak ditangani dengan baik, komplikasinya dapat
menyebabkan kemandulan hingga kematian (Shrikhande,1998).

Poli klinik Kebidanan dan Kandungan merupakan salah satu jenis pelayanan medis
yang terdapat di RS Bethesda Yogyakarta. Jenis pelayanan yang dilakukan antara lain adalah
pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan ginekologi, pelayanan keluarga berencana,
Ultrasonografi (USG), konsultasi. Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Poliklinik
Kebidanan dan Kandungan RS Bethesda, belum pernah dilakukan penelitian tentang factor
risiko penyebab kejadian PRP dan ditemukan banyak kasus kejadian PRP sekitar 25% per
bulan. Dari sekian banyak faktor risiko penyebab PRP penulis tertarik melakukan penelitian
tentang Faktor Risiko Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Dengan Kejadian Penyakit
Radang Panggul di Poli klinik Kebidanan dan Kandungan RS Bethesda Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa defenisi dari penyakit radang panggul?
2. Apa etiologi penyakit radang panggul?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit radang panggul?
4. Apa saja tanda dan gejala penyakit radang panggul?
5. Apa saja klasifikasi penyakit radan panggul?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang radang panggul?
7. Bagaimana penatalaksanaan penyakit radang panggul?
8. Bagaimana komplikasi penyakit radang panggul?
9. Bagaimana pencegahan penyakit radang panggul?
10. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit radan
2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui defenisi dari penyakit radang panggul.
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit radang panggul.
3. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit radang panggul.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit radang panggul.
5. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit radan panggul.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang radang panggul.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit radang panggul.
8. Untuk mengetahui komplikasi penyakit radang panggul.
9. Untuk mengetahui pencegahan penyakit radang panggul.
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit radang panggul.

1.4 Manfaat Penulisaan


Manfaat dari penyusunan makalah ini untuk mengetahui tentang penyakit radang
panggul yang terjadi pada perempuan. Sebagai calon perawat professional maka dengan
penulisan makalah ini semakin menambah pengetahuan kelompok kami tentang radang
panggul.

3
BAB II
PEMBAHASAAN

2.1 Pengertian Penyakit Radang Panggul


Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah suatu kumpulan radang pada saluran
genital bagian atas oleh berbagai  organisme, yang dapat menyerang endometrium, tuba
fallopi, ovarium maupun miometrium secara perkontinuitatum maupun secara hematogen
ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (widyastuti, rahmawati, & purnamaningrum, 2009)

Infeksi pelvis meruakan suatu istilah umum yang biasanya digunakan untuk
menggambarkan keadaan atau kondisi dimana organ-organ pelvis (uters, tuba fallopi atau
ovarium) diserang oleh mikroorganisme pathogen. Organism-organisme ini biasanya
bakteri,mereka melakukan multiplikasi dan menghasilkan suatu reaksi peradangan. (Ben-zion
Taber, 1994).

Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit
tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput  dalam rahim), saluran tuba, indung
telur, miometrum (otot rahim), parametrium dan rngga panggul. Penyakit radang panggul
merupakan komplikasi umum dari penyakit menular seksual (PMS). Saat ini hampir 1 juta
wanita mengalami penyakit radang panggul yang merupakan infeksi serius pada wanita
berusia 16-25 tahun.Penyakit radang pelvis adalah suatu istilah umum bagi infeksi genital
yang telah menyebar kedalam bagian-bagian yang lebih dalam dari alat reproduksi wanita,
seperti rahim, tuba fallopi dan/atau ovarium.

2.2 Etiologi Penyakit Radang Panggul dan Prevalensi Penyakit Radang Panggul
A. Etiologi Penyakit Radang Panggul
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian
bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau
minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering
adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan
kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina
menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses
menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang

4
menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta menyediakan medium yang baik
untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).

B. Prevalensi Penyakit Radang Panggul


Epidemiologi PID (pelvic inflammatory disease) atau penyakit radang panggul secara
global masih belum diketahui, di Amerika Serikat, kurang lebih 750.000 kasus PID
didiagnosis setiap tahunnya. Di Indonesia insidensi PID diperkirakan lebih dari 850.000
kasus baru setiap tahun dan paling sering ditemukan pada perempuan umur 16 sampai 25
tahun.

1. Global

Tidak terdapat data yang spesifik terkait insidensi PID secara global. Namun, pada tahun
2005 WHO memperkirakan terdapat 448 juta kasus IMS baru tiap tahunnya yang terjadi pada
perempuan usia 15-49 tahun. Di Amerika Serikat, kurang lebih 750.000 kasus PID
didiagnosis setiap tahunnya. Angka ini cenderung konstan setelah sejak tahun 1985
mengalami penurunan sampai tahun 2001. Secara umum, angka kejadian PID di negara
dengan penghasilan tinggi adalah 10-20 per 1.000 perempuan. Sementara itu, di negara-
negara berpenghasilan rendah seperti di Kawasan Sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara,
kasus PID mengalami peningkatan angka kejadian komplikasi dan sequelae.

2. Indonesia

Secara epidemiologi, di Indonesia insidensi PID diperkirakan lebih dari 850.000 kasus baru
setiap tahun dan paling sering ditemukan pada perempuan umur 16 sampai 25 tahun. Saat ini
di Indonesia, insidensi PID mengalami kenaikan dibandingkan dengan 2 sampai 3 dekade
sebelumnya. Hal ini disebabkan antara lain karena budaya sosial yang lebih bebas dan liberal
serta peningkatan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

2.3 Patofisiologi Penyakit Radang Panggul dan Patway Penyakit Radang Panggul
A. Patofisiologi Penyakit Radang Panggul
Terjadinya radang panggul dipengaruhi beberapa factor yang memegang peranan,
yaitu :
1.  Tergangunya barier fisiologik.

5
Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia interna, akan mengalami
hambatan :
a. Di ostium uteri eksternum.
b. Di kornu tuba.
c. Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman-kuman pada
endometrium turut terbuang. Pada ostium uteri eksternum, penyebaran asenden kuman-
kuman dihambat secara : mekanik, biokemik dan imunologik. Pada keadaan tertentu
barier fisiologik ini dapat terganggu, misalnya pada saat persalinan, abortus,
instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat kontrasepsi dalam.

2.  Adanya organisme yang berperan sebagai vektor.


Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai tuba falopii.
Kuman-kuman sebagai penyebab infeksi dapat melekat pada trikomonas vaginalis yang
berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai tuba Falopii dan menimbulkan peradangan
ditempat tersebut. Sepermatozoa juga terbukti berperan sebagai vector untuk kuman-kuman
N.gonore, Ureaplasma ureoltik, C.trakomatis dan banyak kuman-kuman aerobik dan
anaerobik lainnya.

3.  Aktivitas seksual.
Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi uterus yang dapat
menarik spermatozoa dan kuman-kuman memasuki kanilis servikalis.

4.  Peristiwa haid.
Radang panggul akibat N. gonore mempunyai hubungan dengan siklus haid. Peristiwa haid
yang siklik, berperan penting dalam terjadinya radang panggul gonore. Periode yang paling
rawan terjadinya radang panggul adalah pada minggu pertama setelah haid. Cairan haid dan
jaringan nekrotik merupakan media yang sangat baik untuk tumbuhannya kuman-kuman N.
gonore. Pada saat itu penderita akan mengalami gejala-gejala salpingitis akut disertai panas
badan. Oleh karena itu gejala ini sering juga disebut sebagai “ Febrile Menses ”.

6
B. Patway Radang Panggul

2.4 Tanda dan Gejala Penyakit Radang Panggul


1. Suhu tinggi disertai takikardi.
2. Nyeri suprasimfisis terasa lebih menonjol dari pada nyeri dikuadran atas abdomen.
3. Bila sudah terjadi iritasi peritoneum, maka akan terjadi “rebound tenderness”, nyeri tekan,
dan kekakuan otot perut sebelah bawah.
4. Tergantung dari berat dan lamanya keradangan, radang panggul dapat pula disertai gejala
ileus paralitik.
5. Dapat disertai metroragi, menoragi.

7
6. Disfungsi seksual
7. Pembengkakan dan nyeri pada labia didaerah kelenjar Bartholini.
8. Bila ditemukan flour albus purulen, umumnya akibat kuman N. gonore. Sering kali juga
disertai perdarahan-perdarahan ringan diluar haid, akibat endometritis akuta.
9. Nyeri daerah parametrium, dan diperberat bila dilakukan gerakan-gerakan pada servik.
10. Bila sudah terbentuk abses, maka akan teraba masa pada adneksa disertai dengan suhu
meningkat. Bila abses pecah, akan terjadi gejala-gejala pelvioperitonitis atau peritonitis
generalisata, tenesmus pada rectum disertai diare.
11. Pus ini akan teraba sebagai suatu massa dengan bentuk tidak jelas, terasa tebal dan sering
disangka suatu subserous mioma.
12. Pemeriksaan inspekulo memberikan gambaran : keradangan akut serviks, bersama
dengan keluarnya cairan purulen.
13. Pecahnya abses tubo ovarial secara massif, memberikan gambaran yang khas. Rasa nyeri
mendadak pada perut bawah, terutama terasa pada tempat rupture. Dalam waktu singkat
seluruh abdomen akan terasa nyeri karena timbulnya gejala perioritas generalisata. Bila
jumlah cairan purulen yang mengalir keluar banyak akan terjadi syok. Gejala pertama
timbulnya syok ialah mual dan muntah-muntah, distensi abdomen disertai tanda-tanda
ileus paralitik. Segera setelah pecahanya abses, suhu akan menuru atau subnormal, dan
beberapa waktu kemudian suhu meningkat tinggi lagi. Syok terjadi akibat rangsangan
peritoneum dan penyebaran endotoksin.
14. Anemi sering dijumpai pada abses pelvic yang sudah berlangsung beberapa minggu.

2.5 Klasifikasi Penyakit Radang panggul


Berdasarkan rekomendasi “Infectious Disease Society for Obstetrics & Gynecology”,
USA, Hager membagi derajat radang panggul menjadi :
 Derajat I : Radang panggul tanpa penyulit (terbatas pada tuba dan    ovarium ), dengan
atau tanpa pelvio – peritonitis.
 Derajat II :  Radang panggul dengan penyulit (didapatkan masa radang, atau abses pada
kedua tuba ovarium) dengan atau tanpa  pelvio – peritonitis.
 Derajat III  : Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ pelvik, misal adanya
abses tubo ovarial.

1. Endometritis

8
Endometritis adalah peradangan dari endometrium, lapisan mukosa bagian dalam uterus,
disebabkan oleh invasi bakteri. Endometrisis adalah suatu peradangan pada endometrium
yang biasanya disebakan oleh infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis paling serring
ditemukan terutama :
 Setelah seksio sesarea
 Partus lama atau pecah ketuban yang lama.

Penatalaksanaan pada endometritis :


 Pemberian antibiotia dan drainase yang memadai.
 Pemberian cairan intra vena dan cairan elektrolit
 Penggantia darah
 Tirah baring dan analgesia
 Tindakan bedah

Endometritis terdapat dua jenis yakni endometritis akut dan endometritis kronica.
a.   Endometritis akut
Pada endometritis akut endometrium mengalami edema dan hiperemi terutama terjadi pada
post partum dan post abortus.
Penyebab:
 Infeksi gonorhoe dan infeksi pada abortus dan partus.
 Tindakan yang dilakukan didalam uterus seperti pemasangan IUD, kuretase.
Gejala:
 Demam
 Lochia berbau
 Lochia lama berdarah bahkan metrorhagia

9
 Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak nyeri.

Penatalaksanaan:
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha mencegah aga
infeksi tidak menjalar. Adapun pengobatannya adalah :
 Uterotonik
 Istirahat, leta fowler
 Antibiotika

b.   Endometritis kronica
Endometritis kronica tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan microscopic ditemukan
banyak sel-sel plasma dan limfosit.
Gejala :
 Leukorea
 Kelainan haid seperti menorhagie dan metrorhagie.

Pengobatnnya terantung pada penyebabnya endomtritis kronika ditemukan :


 Pada tuberculosis
 Pada sisa-sisa abortus atau partus yang tertinggal
 Terdapat corpus alineum di kavum uteri.
 Pada polip uterus denga infeksi
 Pada tumor ganas uterus.
 Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvic

2. Parametrisis (cellulitis pelvis) adalah peradangan parametrium, jaringan penyambung


pelvis yang mengelilingi uterus.

10
3. Salpingitis adalah peradangan tuba fallopi.

4. Ooforitis adalah peradangan ovarium

5. Myometrisis
Biasanya tidak bediri sendiri tetapi lanjutan dari endometritis, ,maka gejala-gejala dan
terapinya sama dengan endometritis. Diagnose hanya dapat dibuat secara patologi anatomis.

11
6. Pelvioperitonitis (perimetritis)
Biasanya terjadi sbagai lanjutan dari salpingoophoritis. Kadang-kadang terjadi dari
endometritis atau parametritis.
Etiologi :
 Gonore
 Sepsis (pot partum dan post abortus)
 Dari appendicitis

Pelvioperitonitis dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan dari alat-alat dalam rongga


panggul dengan akibat perasaan nyeri atau ileus. Dapat dibedakan menjadi 2 bentuk :
 Bentuk yang dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan tanpa pembentukan nanah.
 Bentuk dengan pembentukan nanah yang menimbulkan douglas abses

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik yang
dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut. Pemeriksaan lainya dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan darah lengkaph lengkap untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
darah yang merupakan indikator dari infeksi. Leukosit normaal 5.000-15.000/mm3,
mengetahui Hb, Ht, dan jenisnya
2. Pemeriksaan cairan dari serviks
3. Kuldosintesis
Untuk mengetahui bahwa perdarahan yang terjadi diakibatkan oleh hemoperitoneum
(berasal dari KET yag rupture atau kista hemoragik) dapat menyebabkan sepsis pelvis
(salpingitis,abses pelvis rupture, atau appendiks yang rupture)

12
4. Laparaskopi
Adalah prosedur pemasukan alat dengan lampu dan kamera melalui insisi (potongan)
kecil di perut untuk melihat secra langsung organ didalam panggul apabila terdapat
kelainan. 
5. USG panggul
     Merupakan tindakan non invasif, guna mengetahui keadaan didalam panggul meliputi
keadaan rahim, adanya pembesaran dan abses pada saluran tuba valopi,

2.7 Penatalaksanaan Penyakit Radang Panggul


Berdasar derajat radang panggul, maka pengobatan dibagi menjadi :
a. Terapi
 Klien dengan penyakit akut yang menderita abses dalam panggul atau tuba-ovarium,
seringkali membutuhkan perawatan duduk rendam dengan air hangat dapat menurunkan nyeri
dan meningkatkan kenyamanan serta penyembuhan. Klien sebaiknya ditidurkan pada posisi
semi Fowler untuk memungkinkan pengeluaran cairan rambas mukopurulen.

b. Pengobatan rawat jalan.


Pengobatan rawat inap dilakukan kepada penderita radang panggul derajat I. Obat yang
diberikan ialah :
1) Antibiotik : sesuai dengan Buku Pedoman Penggunaan Antibiotik.
Ampisilin 3.5 g/sekali p.o/ sehari selama 1 hari dan Probenesid 1 g sekali p.o/sehari
selama 1 hari. Dilanjutkan Ampisilin 4 x 500 mg/hari selama 7-10 hari, atau

2) Amoksilin 3 g p.o sekali/hari selama 1 hari dan Probenesid 1 g p.o sekali sehari selama 1
hari. Dilanjutkan Amoxilin 3 x 500 mg/hari p.o selama 7 hari, atau Tiamfenikol 3,5
g/sekali sehari p.o selama 1 hari. Dilanjutkan 4 x 500 mg/hari p.o selama 7-10 hari, atau
 Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari p.o selam 7-10 hari, atau
 Doksisiklin 2 x 100 mg/hari p.o selama 7-10 hari, atau
 Eritromisin 4 x 500 mg/hari p.o selama 7-10 hari.

3) Analgesik dan antipiretik.


 Parasetamol 3 x 500 mg/hari atau
 Metampiron 3 x 500 mg/hari.

13
c. Pengobatan rawat inap.
Pengobatan rawat inap dilakukan kepada penderita radang panggul derajat II dan III. Obat
yang diberikan ialah :
Antibiotik : sesuai dengan Buku Pedoman Penggunaan Antibiotik.
 Ampisilin 1g im/iv 4 x sehari selama 5-7 hari dan Gentamisin 1,5 mg – 2,5 mg/kg BB
im/iv, 2 x sehari slama 5-7 hari dan Metronidazol 1 g rek. Sup, 2 x sehari selama 5-7 hari
atau, Sefalosporin generasi III 1 gr/iv, 2-3 ghx sehari selama 5-7 hari dan Metronidazol 1
g rek. Sup 2 x sehari selama 5-7 hari.
 Analgesik dan antipiretik.

2.7 Komplikasi Penyakit Radang Panggul


Peritonitis pelvis atau peritonitis merata, abses, strikur, obstruksi tuba fallopi dapat
terjadi. Obstruksi dapat menyebabkan kehamilan ektopik dimasa mendatang jika telur yang
dibuahi tidak dapat melewati tuba yang mengalami trikur. Perlekatan umum sering
menyebabkan nyeri pelvis  kronis yang akhirnya memerlukan pengangkatan uterus , tuba
fallopi, dan ovarium. Komplikasi lainnya termasuk bakterimia disertai syok septik dan
tromboflebitis dengan kemungkinan embolisasi. (Brunner & Suddarth, 2002)

Komplikasi radang panggul terjadi ketika penyakit tidak segera ditangani atau
penderita tidak menyelesaikan periode pengobatan yang diwajibkan. Jenis komplikasi yang
bisa timbul adalah sakit panggul jangka panjang, munculnya abses, berulangnya penyakit
radang panggul pada penderita, infertilitas, dan terjadinya kehamilan ektopik.

Radang panggul yang kembali dan menginfeksi area yang sama membuat kondisi
organ reproduksi tersebut rentan terhadap bakteri. Inilah kenapa penderita radang panggul
harus menyelesaikan masa pengobatannya hingga tuntas demi mengurangi risiko terjadi
infertilitas dan sakit panggul yang sangat mengganggu aktivitas. Infeksi berulang khususnya
pada tuba fallopi dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan ektopik. Infeksi ini
menyebabkan luka dan menyempitnya tuba fallopi hingga sel telur menjadi tersangkut
kemudian berkembang di dalam tuba fallopi. Jika hal ini terus berlanjut, dapat terjadi
pendarahan dalam yang mengancam nyawa penderitanya sehingga tindakan operasi harus
segera dilakukan.

14
2.8 Pencegahan Penyakit Radang Panggul
Salah satu penyebab radang panggul adalah infeksi menular seksual, seperti penyakit
klamidia (chlamydia) yang kasusnya umum menimpa kalangan pria muda serta memiliki
gejala yang tidak terlihat. Infeksi ini dapat dihindari dengan menerapkan kebiasaan yang
aman saat berhubungan seksual. Kebiasaan ini dapat dimulai dengan tidak berganti-ganti
pasangan seksual dan menggunakan alat kontrasepsi kondom, spiral, dan/atau spermisida tiap
berhubungan seks. Hindari alat kontrasepsi yang dipasang di dalam rahim jika Anda
melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan. Selain memulai kebiasaan
seksual yang sehat, Anda juga dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan seperti
berikut:
a) Pemeriksaan kesehatan rutin pada diri Anda dan pasangan, lakukan pemeriksaan
ginekologi maupun tes infeksi menular seksual untuk mendeteksi gejala penyakit radang
panggul atau penyakit lainnya. Makin cepat penyakit dapat terdiagnosis, maka makin
besar pula tingkat kesuksesan pengobatan.
b) Segera temui dokter jika Anda merasakan gejala radang panggul atau infeksi menular
yang tidak biasa, seperti sakit panggul berat atau perdarahan di antara periode menstruasi.
c) Saling terbuka mengenai sejarah infeksi menular seksual dengan pasangan Anda adalah
salah satu tindakan pencegahan yang dapat menyelamatkan kesehatan bersama.
d) Pertahankan kebiasaan kebersihan yang sehat, hindari mencuci vagina (vaginal douching)
dan bilaslah alat kelamin dari arah depan ke belakang seusai buang air untuk mencegah
bakteri masuk melalui vagina.
e) Hindari atau pantang berhubungan seksual beberapa saat khususnya setelah persalinan,
keguguran, aborsi, atau setelah melalui prosedur ginekologi lain untuk menjaga agar
kondisi rahim tetap aman dari infeksi bakteri.

      Pencegahan radang panggul, atau pelvic inflammatory disease, akan lebih mudah
dilakukan bersama pasangan. Saling mengetahui sejarah infeksi menular seksual, informasi
penyakit menular seksual terkini, dan saling mendukung selama proses pengobatan dapat
memperlancar proses penyembuhan. Pemeriksaan dan konsultasi dokter yang rutin sangat
disarankan jika Anda sedang mengidap penyakit lain di saat bersamaan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

15
3.1  Pengkajian
a. Biodata
b. Riwayat penyakit dahulu : KET, Abortus Septikus, Endometriosis.
c. Riwayat penyakit sekarang : Metroragia, Menoragia.
d. Pemeriksaan fisik:
1. Suhu tinggi disertai takikardia
2. Nyeri suprasimfasis terasa lebih menonjol daripada nyeri di kuadran atas abdomen.
Rasa nyeri biasanya bilateral. Bila terasa nyeri hanya uniteral, diagnosis radang
panggul akan sulit dirtegakkan.
3. Bila sudah terjadi iritasi peritoneum, maka akan terjadi reburn tenderness”, nyeri tekan
dan kekakuan otot sebelah bawah.
4. Tergantung dari berat dan lamanya peradangan, radang panggul dapat pula disertai
gejala ileus paralitik.
5. Dapat disetai Manoragia, Metroragia.
e. Pemeriksaan penunjang
1. Periksa darah lengkap : Hb, Ht, dan jenisnya, LED.
2. Urinalisis
3. Tes kehamilan
4. USG panggul

3.2  Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermia b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan
pada reagulasi temperatur.
2. Gangguan rasa nyaman b/d infeksi pada pelvis
3. Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan sepsis akibat infeksi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
1.

16
3.3 Intervensi Keperawatan

N DX TUJUAN INTERVENSI
O PERENCANAAN RASIONAL
1 DX Setelah dilakukan tindakan Mandiri Mandiri
.1 keperawatan selama 1x24 1. Kaji keluhan 1.
jam diharapkan suhu pasien pasien keadaan umum
akan turun atau normal. 2. Ukur TTV pasien pasien sebagai
Dengan criteria hasil: 3. Berikan kompres standar untuk
 Mendemonstrasikan hangat, hindari menentukan
suhu dalam batas penggunaan intervensi yang
normal, alkohol. tepat.
 bebas dari 4. Ganti baju tipis 2.
kedinginan. dan menyerap TTV klien dan
 Tidak mengalami 5. Anjurkan minum melakukan
komplikasi yang air hangat sedikit intervensi
berhubungan. tapi sering selanjutnya.
3.
Kolaborasi: vasodilatasi
6. Berikan sehingga terjadi
antipiretik, evaporasi yang
misalnya ASA menurunkan suhu
(aspirin), tubuh.
asetaminofen 4.
(Tylenol). mempercepat
proses evaporasi
yang menurunkan
suhu tubuh.
5.
mempercepat
proses evaporasi
Kolaborasi
6.
mengurangi

17
demam dengan
aksi sentralnya
pada hipotalamus,
meskipun demam
mungkin dapat
berguna dalam
membatasi
pertumbuhan
organisme, dan
meningkatkan
autodestruksi dari
sel-sel yang
terinfeksi.

2 DX Setelah dilakukan 1. 1. Untuk


2 perawatan 2x24 jam pasien nyeri mengetahui skala
semakin merasa nyaman. 2. nyeri dan
Dengan kriteria hasil: 3. melakukan
Mengidentifikasi aktivitas rasa nyeri yang intervensi
yang meningkatkan dan optimal. selanjutnya.
menurunkan nyeri dapat 4. 2. Untuk
mengidentifikasi dan relaksasi. mengetahui TTV
menurunan sumber-sumber 5. klien dan
nyeri. mengenai melakukan
ketakutan, marah intervensi
dan rasa frustasi selanjutnya.
klien. 3. Obat-obatan
6. analgesic untuk
selama prosedur mengurangi rasa
tindakan. nyeri
4. Bisa untuk
mengontrol rasa
nyeri.
5. Usaha

18
terapeutik,
memotivasi
semangat klien.
6. Menjaga
harga diri klien.
3 Dx Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji TTV pasien 1. Untuk
3 keperawatan 2x24 jam 2. Kaji riwayat mengetahui TTV
pasien mengalami seksual mengenai pasien dan
perubahan kesehatan pola seksual, melakukan
seksual. Dengan kriteriaa kepuasan, intervensi
hasil : pengetahuan selanjutnya.
Menceritakan masalah seksual, masalah 2. Mengetahui
mengenai fungsi seksual, seksual masalah-masalah
mengekspresikan 3. Identifikasi seksual yang
peningkatan kepuasan masalah dialami pasien dan
dengan pola seksual. penghambat untuk melakukan
Melaporkan keinginan memuaskan intervensi
untuk melanjutkan aktivitas seksual. selanjutnya.
seksual. 4. Berikan dorongan 3. Untuk
bertanya tentang menemukan
seksual atau fungsi permasalahan
seksual. seksual yang
sebenarnya.
4. Untuk
memberikan
konseling aktivitas
seksual yang baik
dan benar.
4 Dx Setelah dilakukan tindakan Mandiri Mandiri
4 keperawatan selama 2x24 1. Kaji TTV pasien 1. Untuk
jam pasien menunjukan 2. Pertahankan tirah mengetahui TTV
perfusi yang adekuat baring, bantu pasien dan
Dengan Kriteria hasil: dengan aktivitas melakukan

19
tanda-tanda vital stabil, nadi perawatan. intervensi
perifer jelas, kulit hangat 3. Pantau selanjutnya.
dan kering, tingkat kecenderungan 2. Menurunkan
kesadaran umum, haluaran pada tekanan beban kerja
urinarius individu yang darah, mencatat miokard dan
sesuai dan bising usus aktif. perkembangan konsumsi O2,
hipotensi,dan maksimalkan
Setelah dilakukan perubahan pada efektivitas dari
perawatan 2x24 jam pasien tekanan denyut. perfusi jaringan.
semakin merasa nyaman. 4. Pantau frekuensi 3. Hipotensi
Dengan kriteria hasil: dan irama akan berkembang
Mengidentifikasi aktivitas jantung. bersamaan dengan
yang meningkatkan dan 5. Perhatikan mikroorganisme
menurunkan nyeri dapat kualitas/kekuatan menyerang aliran
mengidentifikasi dan dari denyut darah,
menurunan sumber-sumber perifer menstimulasi
nyeri. 6. Kaji frekuensi pelepasan, atau
pernafasan, aktivasi dari
kedalaman, dan substansi hormonal
kualitas. maupun kimiawi
Perhatikan yang umumnya
dispnea berat. menghasilkan
7. Catat haluaran vasodilatasi
urin setiap jam perifer, penurunan
dan bertat tahapan vaskuler
jenisnya. sistemik dan
8. Evaluasi kaki dan hipovolemia
tangan bagian relatif.
bawah untuk 4. Bila terjadi
pembengkakan takikardi, mengacu
jaringan lokal, pada stimulasi
eritema. sekunder sistem
9. Catat efek obat- saraf simpatis
obatan, dan untuk menekankan
20
pantau tanda- respon dan untuk
tanda keracunan menggantikan
kerusakan pada
Kolaborasi: hipovolumia relatif
10. Berikan cairan dan hipertensi.
parenteral 5. Pada awal
11. Pantau nadi cepat/kuat
pemeriksaan karena peningkatan
laboratorium. curah jantung.
Nadi dapat
menjadi
lemah/lambat
karena hipotensi
terus menerus,
penurunan curah
jantung,
vasokonstriksi
perifer jika terjadi
status syok.
6. Peningkatan
pernafasan terjadi
sebagai respon
terhadap efek-efek
langsung dari
endotoksin pada
pusat pernafasan di
dalam otak, dan
juga
perkembangan
hipoksia, stres dan
demam.
Pernafasan dapat
menjadi dangkal
bila terjadi
21
insufisiensi
pernafasan,
menimbulkan
resiko kegagalan
pernafasan akut.
7. Penurunan
haluara urin
dengan
peningkatan berat
jenis akan
mengindikasikan
penurunan
perfungsi ginjal
yang dihubungkan
dengan
perpindahan cairan
dan vasokonstriksi
selektif.
8. Stasis vena
dan proses infeksi
dapat
menyebabkan
perkembangan
trombosis.
9. Dosis
antibiotik masif
sering dipesankan.
Hal ini memiliki
efek toksik
berlebihan bila
perfusi hepar/
ginjal terganggu.

22
Kolaborasi:
10. Untuk
mempertahankan
perfusi jaringan,
sejumlah besar
cairan mungkin
dibutuhkan untuk
mendukung
volume sirkulasi.
11. perkembangan
asidosis
respiratorik dan
metabolik
merefleksikan
kehilangan
mekanisme
kompensasi,
misalnya
penurunan
perfusi ginjal dan
akumulasi asam
laktat.

5 Dx Setelah dilakukan 1. 1. Untuk


5 perawatan 2x24 jam pasien 2. mengetahui TTV
menunjukkan pemahaman penyakit dan pasien dan
akan proses penyakit. harapan masa melakukan
Dengan kriteria hasil: depan. intervensi
Menunjukan pemahaman 3. selanjutnya

23
akan proses penyakit dan mengenai terafi 2. Mengetahui
prognosis, mampu obat-obatan, kemungkinan-
menunjukan prosedur yang interaksi, efek kemungkinan yang
diperlukan dan menjelaskan samping dan akan terjadi.
rasional dari tindakan dan pentingnya pada 3. Klien bisa
pasien ikut serta dalam program. mengerti dan mau
program pengobatan. 4. melakukan sesuai
faktor resiko dengan anjuran
individual dan demi keberhasilan
bentuk pengobatan.
penularan/tempat 4. Mengurangi
masuk infeksi. infeksi
5. nosokomial.
pribadi dan 5. Mengurangi
kebersihan komplikasi
lingkungan. penyakit.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit radang Panggul adalah keadaan terjadinya infeksi pada genetalia interna,
yang disebabkan berbagai mikroorganisme dapat menyerang endometrium, tuba, ovarium
24
parametrium, dan peritoneum panggul, baik secara perkontinuinatum dan organ sekitarnya,
secara homogen, ataupun akibat penularan secara hubungan seksual.

Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk melalui
vagina dan bergerak ke dalam rahim lalu ke tuba fallopi 90 – 95 % kasus PID disebabkan
oleh bakteri yang juga menyebanbkan terjadinya penyakit menular seksual (misalnya
klamidia, gonare, mikroplasma, stafilokokous, streptokus).

Gejala biasanya muncul segera setalah siklus menstruasi. Penderita merasakan nyeri
pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau muntah.

Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi. Tuba yang tersumbat bisa
membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan
menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan, infeksi bisa menyebar ke struktur di
sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan perut dan perlengketan fibrosa yang
abnormal diantara organ – organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.

4.2 Saran
Demikian yang bisa kami susun mengenai materi yang menjadi uraian makalah ini,
tentu banyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan dan rujukan atau
referensi yang kami peroleh. kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
dan juga pembaca.

Daftar Pustaka
Doengoes, Marilyn. E. 2001. Rencana Keperawatan. Jakarta. EGC.

Nugroho, t., & utama, b. i. (2014). masalah kesehatan reproduksi. yogyakarta: nuha medika.

25
Prawirohardjo Sarwono.2009.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

26

Anda mungkin juga menyukai