Anda di halaman 1dari 94

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Melakukan Asuhan Keperawatan Wanita Usia Subur


1. Masalah-Masalah Kesehatan Wanita Pada Masa Reproduksi
a. Gangguan Perdarahan
1) Perdarahan Awal Kehamilan Dan Perdarahan Kehamilan Lanjut
Sekitar 20% wanita hamil mengalami perdarahan pada awal
kehamilan dan separohnya mengalami abortion. Setiap perdarahan
pada awal kehamilan dapat dianggap akan mengancam
kelangsungan kehamilan. Dalam hal ini perlu diketahui hari
pertama haid terakhir, tanda kehamilan riwayat keluarga
berencana, riwayat ginokologi jumlah perdarahan. Demikian juga
dalam hal ini perlu pemeriksaan penunjang seperti USG dan Test
kehamilan, menyatakan apakah janin hidup atau memang suatu
kehamilan.

2) Perdarahan Pasca Persalinan


Kematian ibu terjadi sebagai akibat dari komplikasi selama
dan setelah kehamilan dan persalinan. Sebanyak 80% kematian
ibu di dunia disebabkan perdarahan berat (paling sering
perdarahan setelah persalinan) (WHO, 2019). Perdarahan
postpartum adalah penyebab utama kematian ibu di negara
berkembang dan penyebab primer dari hampir seperempat dari
seluruh kematian ibu secara global. Perdarahan postpartum adalah
perdarahan yang terjadi setelah partus (persalinan), sebanyak 500
ml pada persalinan per vaginam atau lebih dari 1000 ml pada
seksio sesarea (Coker, 2006).
Perdarahan postpartum primer disebabkan oleh 4T, yaitu
atonia uteri (Tonus), retensio plasenta dan bekuan darah (Tissue),
lesi/robekan jalan lahir (Trauma), dan gangguan pembekuan darah
(Thrombin) (Cunningham, 2009). Cara yang paling tepat untuk
menentukan apakah seseorang mengalami perdarahan postpartum
adalah dengan menghitung kehilangan darah yang terjadi. Hal ini
dapat dilaksanakan dengan cara mengukur atau memperkirakan
jumlah darah yang hilang saat persalinan (Borton, 2008).

3) Syok Hemoragic
Perdarahan postpartum adalah penyebab utama kematian
ibu di negara berkembang dan penyebab primer dari hampir
seperempat dari seluruh kematian ibu secara global. Perdarahan
postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah partus
(persalinan), sebanyak 500 ml pada persalinan per vaginam atau
lebih dari 1000 ml pada seksio sesarea.

4) Gangguan Pembekuan Selama Kehamilan


Kelainan pembekuan darah kongenital dan didapat berperan
signifikan pada kejadian perdarahan postpartum primer tetapi
jarang terjadi hanya sekitar 3%. Penyakit von Willebrand
merupakan contoh penyakit koagulopati yang penting yang dapat
meningkatkan risiko perdarahan postpartum.6 Gangguan
pembekuan darah baru dicurigai sebagai kausal apabila penyebab
yang lain telah disingkirkan dan disertai adanya riwayat pernah
mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya (Sulaiman,
2010).
Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di
Indonesia disebabkan oleh perdarahan postpartum dimana
sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta
yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen
aktif kala tiga (Coker, 2006). Keuntungan-keuntungan manajemen
aktif kala tiga, yaitu persalinan kala tiga yang lebih singkat,
mengurangi jumlah kehilangan darah, mengurangi kejadian
retensio plasenta (Prawirohardjo, 2008).
Gejala klinis pada gangguan pembekuan darah yaitu
seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak
10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik yang
nyata. Gejala klinik baru tampak apabila kehilangan darah telah
mencapai 20%.

b. Infeksi Maternal
1) Penyakit Menular Seksual
Pengertian Penyakit kelamin ( veneral disease ) sudah lama di
kenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia yaitu
sifilis dan gonorrea .Dengan semakin majunya ilmu
pengetahuan ,dan semakin banyaknya penyakit–penyakit baru,
sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi
Sexually Transmitted Diseases ( STD ) atau Penyakit Menular
Seksual (PMS). Kemudian sejak 1998, istilah Sexually
Transmitted Diseases (STD) mulai berubah menjadi Infeksi
menular seksual (IMS) agar dapat menjangkau penderitaan
asimptomatik.9 Infeksi menular Seksual ( IMS ) adalah berbagai
infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain
melalui kontak seksual. Semua teknik hubungan seksual baik
lewat vagina, dubur, atau mulut baik berlawanan jenis kelamin
maupun dengan sesama jenis kelamin bisa menjadi sarana
penularan penyakit kelamin. Sehingga kelainan ditimbulkan tidak
hanya terbatas pada daerah genital saja, tetapi dapat juga di
daerah ekstra genital. Kelompok umur yang memiliki risiko
paling tinggi untuk tertular IMS adalah kelompok remaja sampai
dewasa muda sekitar usia (15-24 tahun). 2.1.2 Tanda dan gejala
Gejala infeksi menular seksual ( IMS ) di bedakan menjadi: 1.
Perempuan a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat
kelamin, anus, mulut atau bagian tubuh ang lain, tonjolan kecil –
kecil, diikuti luka yang sangat sakit disekitar alat kelamin. b.
Cairan tidak normal yaitu cairan dari vagina bisa gatal,
kekuningan, kehijauan, berbau atau berlendir. c. Sakit pada saat
buang air kecil yaitu IMS pada wanita biasanya tidak
menyebabkan sakit atau burning urination. d. Tonjolan seperti
jengger ayam yang tumbuh disekitar alat kelamin e. Sakit pada
bagian bawah perut yaitu rasa sakit yang hilang muncul dan tidak
berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran
reproduksi ( infeksi yang telah berpindah kebagian dalam
sistemik reproduksi, termasuk tuba fallopi dan ovarium ) f.
Kemerahan yaitu pada sekitar alat kelamin.10 2. Laki – laki a.
Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus ,
mulut atau bagian tubuh yang lain, tonjolan kecil – kecil , diikuti
luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin b. Cairan tidak
normal yaitu cairan bening atau bewarna berasal dari pembukaan
kepala penis atau anus. c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu
rasa terbakar atau rasa sakit selama atau setelah urination. d.
Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di
kantong zakar. 2.1.3 Kelompok Perilaku Resiko Tinggi Dalam
Infeksi menular seksual ( IMS ) yang dimaksud dengan perilaku
resiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang
mempunyai resiko besar terserang penyakit tersebut. Yang
tergolong kelompok resiko tinggi adalah : 1. Usia a. 20 – 34 tahun
pada laki – laki b. 16 – 24 tahun pada wanita c. 20 – 24 tahun
pada pria dan wanita 2. Pelancong 3. PSK ( Pekerja Seks
Komersial ) 4. Pecandu narkotik 5. Homo seksual.9 2.1.4 Macam
– macam penyakit menular seksual Berdasarkan penyebabnya,
Infeksi menular seksual di bedakan menjadi empat kelompok
yaitu: 1. IMS yang disebabkan bakteri, yaitu: Gonore, infeksi
genital non spesifik, Sifilis, Ulkus Mole, Limfomagranuloma
Venerum,Vaginosis bakterial 2. IMS yang disebabkan virus, yaitu:
Herpes genetalis, Kondiloma Akuminata, Infeksi HIV, dan AIDS,
Hepatitis B, Moluskus Kontagiosum. 3. IMS yang disebabkan
jamur, yaitu: Kandidiosis genitalis 4. IMS yang disebabkan
protozoa dan ektoparasit, yaitu: Trikomoniasis, Pedikulosis Pubis,
Skabies.9 Berdasarkan cara penularannya, infeksi menular
seksual dibedakan menjadi dua, yaitu IMS mayor ( penularannya
dengan hubungan seksual ) dan IMS minor ( Penularannya tidak
harus dengan hubungan seksual ). 1). IMS mayor a. Gonore
Etiologi Gonore: Neisseria gonorrhoeae . Masa inkubasi : Pria 2-5
hari, gejala pada wanita sulit diketahui oleh karena sering
asimtomatik . Gejala klinis: Pria duh tubuh uretra, kental, putih
kekuningan atau kuning, kadang-kadang mukoid atau
mukopurulen; eritema dan atau edema pada meatus. Sedangkan
pada wanita seringkali asimtomatik, apabila ada duh tubuh
serviks purulen atau mukopurulen, kadangkadang disertai eksudat
purulen dari uretra atau kelenjar Bartholini. Pada wanita biasanya
datang berobat setelah ada komplikasi antara lain servisitis,
bartilinitis, dan nyeri pada panggul bagian bawah.9,10,11
Diagnosis ditegakan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis,
dan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: sediaan langsung,
kultur (biakan), tes betalaktamase, tes Thomson 10,11 Komplikasi
: Pada pria epididimitis, orkitis => infertilitas, sedangkan
komplikasi pada wanita adneksitis, salpingitis => kehamilan
ektopik, infertilitas, striktur uretra, konjungtivitas, meningitis, dan
endokarditis . Pencegahan : Tidak berhubungan intim, setia pada
pasangan dan menggunakan kondom Gambar 1. Infeksi bakteri
akibat Gonore b. Sifilis Etiologi Sifilis : Treponema Palidum.
Merupakan penyakit menahun dengan remisi dan ekserbasi,dapat
menyerang seluruh organ tubuh. Mempunyai periode laten tanpa
manifestasi lesi pada tubuh,dan dapat di tularkan dari ibu kepada
janinnya.9 Sifilis di bagi menjadi sifilis akuisita (di dapat) dan
sifilis kongenital. Sifilis akuisita di bagi menjadi 3 stadium
sebagai berikut : 1) Stadium I : erosi yang selanjutnya menjadi
ulkus durum 2) Stadium II : dapat berupa roseola, kondiloma lata,
bentuk varisela atau bentuk plak mukosa atau alopesia 3) Stadium
III : bersifat destruktif, berupa guma di kulit atau alat – alat dalam
dan kardiovaskuler serta neurosifilis. 9,11,12 Diagnosis di
tegakan dengan diagnosis klinis di konfirmasi dengan
pemeriksaan labolatorium berupa pemeriksaan lapangan gelap
(pemeriksaan lapangan gelap, mikroskop fluorensi) menggunakan
bagian dalam lesi guna menemukan T.pallidum. Selain itu
menggunkan penentuan antibody dalam serum ( tes menentukan
anti body nonspesifik, tes menentukan antibodi spesifik, antibody
terhadap kelompok antigen yaitu tes Reiter Protein Complement
Fixation).9,10,11 Gambar 2.Sifilis c. Ulkus Mole Etiologi:
Haemophillus ducreyi gram negatif streptobacillus, biasa disebut
chancroid merupakan penyakit infeksi genentalia akut. Gejala
klinis : Ulkus multipel, bentuk tidak teratur, dasar kotor, tepi
bergaung, sekitar ulkus eritema dan edema, sangat nyeri. Kelenjar
getah bening inguinal bilateral atau unilateral membesar, nyeri,
dengan eritema di atasnya, seringkali disertai tanda-tanda
fluktuasi, biasanya tidak disertai gejala sistemik. Diagnosis ulkus
mole di tegakan berdasarkan riwayat pasien, keluhan dan gejala
klinis,serta pemeriksaan labolatorium. Pemeriksaan langsung
bahan ulkus dengan pengecatan gram memperlihatkan basil kecil
negatif gram yang berderat berpasangan seperti rantai di intersel
atau ekstrasel. Dengan menggunkan kultur H.ducreyi,
pemeriksaan yang di peroleh lebih akurat.Bahan di ambil dari
dasar ulkus yang di peroleh lebih akurat. Bahan di ambil dari
dasar ulkus yang purulen atau pus. Selain itu bisa dengan tes
serologi ito-Reenstierma ,tes ELISA, presipitin, dan aglutinin.11
Komplikasi : Luka terinfeksi dan menyebabkan nekrosis jaringan.
Pencegahan : Tidak berhubungan intim sebelum menikah, setia
pada pasangan, dan menggunakan kondom Gambar 3. Ulkus
Mole d. Limfogranuloma Venerum Limfogranuloma Venerum
adalah infeksi menular seksual yang mengenai sistem saluran
pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama pada daerah genital,
inguinal, anus, dan rectum.9,10 Penyebabnya adalah Clamydia
trachomatis, yang merupakan organisme dengan sifat sebagian
seperti bakteri dalam hal pembelahan sel, metabolisme, struktur,
maupun kepekaan terhadap antibiotika dan kemoterapi, dan
sebagian lagi bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel hidup
untuk berkembang biaknya.9 Gejala penyakit berupa malaise,
nyeri kepala, athralgia , anoreksia, nausea, dan demam. Kemudian
timbul pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial dengan
tanda – tanda radang.Penyakit ini dapat berlanjut memberikan
gejala – gejala kemerahan pada saluran kelenjar dan fistulasi.
Diagnosis dapat di tegakan berdasarkan gambaran klinis, tes
GPR, tes Frei, tes serologi, pengecatan giemsa dari pus bubo,dan
kultur jaringan. Komplikasi : Elefantiasis genital atau sindroma
anorektal Pencegahan : Tidak berhubungan intim sebelum
menikah, setia pada pasangan, menggunakan kondom. Gambar 4.
Limfogranuloma Venerum e. Granuloma Inguinal Granuloma
Inguinal merupakan penyakit yang timbul akibat proses
granuloma pada daerah anogenital dan inguinal. Etiologinya
adalah: Donovania granuloma ( Calymatobacterium
granulomatosis ). Lebih banyak menerang usia aktif ( 20 – 40
tahun ) . Dan lebih sering terdapat pada pria dari pada wanita.10
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan
tambahan, awalnya timbul lesi bentuk papula atau vesikel yang
berwana merah dan tidak nyeri, perlahan berubah menjadi ulkus
granulomatosa yang bulat dan mudah berdarah, mengeluarkan
sekret yang berbau amis.10 2). IMS Minor a. Herpes Genetalis
Herpes genitalis adalah infeski pada genital yang disebabkan oleh
Herpes simpleks virus dengan gejala khas berupa vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekurens.9,13
Hubungan resiko yang beresiko tinggi dengan seseorang
penderita herpes dapat meningkatkan resiko terkena virus herpes
simpleks. 13 Manifestasi klinis di pengaruhi oleh faktor hospes,
pajanan HSV sebelumnya, episode terdahulu dan tipe virus.
Daerah predileksi pada pria biasanya di preputium, gland penis,
batang penis, dapat juga di uretra dan daerah anal
(homoseksual).Sedangkan pada wanita biasanya di dareah labia
mayor atau labia minor, klitoris, introitus vagina, serviks. Gejala
klinis => diawali dengan papul – vesikel. Ulkus/erosi multipel
berkelompok, di atas dasar eritematosa, sangat nyeri, nyeri dan
edema di inguinal, limfadenopati bilateral, dan kenyal, disertai
gejala sistemik => umumnya lesi tidak sebanyak seperti pada lesi
primer, dan keluhan tidak seberat lesi primer, timbul bila ada
faktor pencetus. Herpes genital dapat kambuh apabila ada faktor
pencetus daya tahan menurun, faktor stress pikiran, senggama
berlebihan, kelelahan dan lain-lain. Umumnya lesi tidak sebanyak
dan seberat pada lesi primer Komplikasi dapat ditumpangi oleh
infeksi bakteri lain. Pencegahannya tidak berhubungan intim
sebelum menikah, setia pada pasangan, menggunakan kondom,
dan hindari faktor pencetus. Gambar 5. Hepers Genitalis b. Non
Spesifik Uretritis Non spesifik uretritis adalah peradangan uretra
yang penyebabnya dengan pemeriksaan sederhana tidak dapat di
ketahui atau di pastikan. Organisme penyebab uretritis
nonspesifik: - Chlamidya trachomatis (30- 50 %) - Ureaplasma
urealyticum ( 10 -40 %) - Lain – lain ( 20 – 30 %) : Trichomonas
vaginalis, ragi,virus Herpes simpleks, adenovirus, Haemophylus
sp, Bacteroides ureolyticus, Mycoplasma geniculatum, dan
bakteri lain.9 c.Tricomoniasis Merupakan infeksi dari penyakit
protozoa yang disebebakan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya
di tularkan melalui hubungan seksual dan sering menyerang
traktus urogenitalis bagian bawah pada pria maupun
wanita,namun peranannya pada pria sebagai penyebab penyakit
masih diragukan.9 Gejalapada wanita sering asimptomatik . Bila
ada keluhan biasanya berupa sekret vagina yang berlebihan dan
berbau.Sekret berwarna kehijauan dan berbusa.11 Gambar
6.Trikomonas d. Kandidiasis vaginalis Kandidiasis adalah infeksi
dengan berbagai manifestasi klinis yang disebabkan oleh candida,
candida albicans dan ragi (yeast) lain (terkadang C.glabarata) dari
genus candida.9,10Kandida pada wanita umumnya infeksi
pertama kali timbul pada vagina yang di sebut vaginitis dan dapat
meluas sampai vulva (vulvitis),jika mukosa vagina dan vulva
keduanya terinfeksi disebut kandidiosis vulvovaginalis ( KVV).9
Gejala penyakit ini adalah rasa panas dan iritasi pada vulva, selain
itu juga sekret vagina yang berlebihan berwarna putih susu. Pada
dinding vagina terdapat gumpalan seperti keju.11 Gambar 7.
Kandidiosis Vulvovaginalis e. Vaginosis bacterial Adalah suatu
sindrom perubahan ekositem vagina dimana terjadi pergantian
dari lactobacillus yang normalnya memproduksi H2O2 di vagina
dengan bakteri anaerob ( seperti Prevotella Sp, Mobiluncus
Sp,Gardenerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis) yang
menyebabkan peningkatan pH dari nilai kurang 4,5 sampai 7,0.9
Wanita dengan vaginosis bacterialis dapat tanpa gejala atau
mempunyai bau vagina yang khas seperti bau ikan, amis,
terutama waktu berhubungan seksual. Bau tersebut di sebabkan
karena adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi
basa 9,11 Gambar 8. Vaginosis bacterialis f. Kondiloma
Akuminata Kondiloma Akuminata ialah infeksi menular seksual
yang disebabkan oleh human papiloma virus (HPV) dengan
kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa. Sinonim
genital warts,kutil kelamin, penyakit jengger ayam9,12 Untuk
kepentingan klinis maka KA dibagi menjadi 3 bentuk: bentuk
papul, bentuk akuminata, bentuk datar. Meskipun demikian tidak
jarang di temukan bentuk peralihan .9Diagnosis ditegakan
berdasarkan gejala klinis. Untuk lesi yang meragukan bisa
menggunakan asam asetat 5 % yang di bubuhkan ke lesi selama
3-5 menit,lesi kondiloma akan berubah menjadi putih.Dapat juga
dilakukan pemeriksaan histopatologis.11 Gambar 9. Kondiloma
Akuminata g. Moluskum Kontagiosum Moluskum Kontagiosum
merupakan neoplasma jinak padajaringan kulitdan mukosa yang
di debabkan oleh virus moluskum kontagiosum. Terutama
menyerang anak – anak. Orang dewasa yang kehidupan
seksualnya sangat aktif,serta orang yang mengalami gangguan
imunitas.9,12 Lesi MK berupa papul milier,ada lekukan ( delle ),
permukaan halus,konsistensi kenyal, dengan umbilikasi pada
bagian sentral.Lesi berwarna putih, kuning muda, atau seperti
warna kulit. Bila di tekan akan keluar masa putih seperti nasi.
Jumlah lesi biasanya berkisar 30 buah,tetapi bisa lebih kemiudian
membentuk plakat dan kulit di sekitar lesi dapat mengalami
esktimatisasi (dermatitis moluskum).9,12 Prinsip
penatalaksanaannya adalah mengeluarkan masa putih di dalamnya
dengan alat seperti ekstrator komedo,jarum suntik , bedah beku,
dan elektrocauterisasi11 h. Skabies Adalah penyakit kulit yang
disebebkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes Scabies Var.
hominis 9,12 Gambaran klinisnya terjadi pada malam hari karena
aktifitas tungau meningkat padasuhu kulit yang lembab dan
hangat.9,12 Lesi khas adalah papul yang gatal sepanjang
terowongan yang berisi tungau . Lesi pada umumnya simetrik dan
berbagai tempat predileksinya adalah sela jari tangan, fleksor siku
dan lutut, pergelangan tangan. Aerola mammae, umbilicus, penis,
aksila, abdomen, bagian bawah, dan pantat.9 i. Hepatitis Virus
hepatitis dapat menyebabkan peradangan pada hepar dengan
gejala klinik berupa penyakit kuning yang akut di sertai
malaise,mual,dan muntah, serta dapat pula disertai peningkatan
suhu badan. Virus hepatitis yang saat ini di temukan dan patogen
pada manusia adalah : - Virus hepatitisA - Virus hepatitis B -
Virus hepatitis C - Virus hepatitis D - Virus hepatitis E .9 j. AIDS
Acquired Imunodeficiency Syndrome adalah kumpulangejala
yang timbul akibat menurunnya kekebalan suhu tubuh yang di
peroleh,di sebabkan oleh human imunodeficiency virus
( HIV ).11,12 AIDS disebebkan oleh masuknya HIV kedalam
tubuh manusia. Jika sudah masuk dalam tubuh ,HIV
akanmenyerang sel- sel darah putih yang mengatur system
kekebalan tubuh,yaitu sel –sel penolong,” sel T Helper”11 Gejala
mayor: - Penurunan BB yang mencolok/ pertumbuhan abnormal -
Diare kroniklebih dari 1 bulan - Demamlebih menjadi 1 bulan
Gejala minor: - Limfadenopati umum - Kandidiasis orofaring -
Infeksi umum berulang - Batuk lebih 1 bulan - Dermatitis umum -
Infeksi HIV maternal11,13,14 k. Pencegahan Penyakit Menular
Seksual Beberapacara efektif yang dapat mengurangi resiko
tertular penyakit menular seksual15 antara lain : - Abstinensia -
Tidak berganti- ganti pasangan - Vaksin (Hepatitis Bdan HPV) -
Menggunakan kondom
2) Infeksi TORCH
Infeksi TORCH (Toxoplasma, Other Disease, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpe Simplexs Virus) merupakan beberapa
jenis infeksi yang bisa dialami oleh wanita yang akan ataupun
sedang hamil. Infeksi ini dapat menyebabkan cacat bayi akibat
adanya penularan dari ibu ke bayi pada saat hamil. Infeksi TORCH
pada wanita hamil seringkal tidak menimbulkan gejala atau
asimtomatik tetapi dapat memberikan dampak serius bagi janin
yang dikandungnya. Dampak klinis bisa berupa
Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan
Coxsackie-B. Infeksi TORCH ini dikenal karena menyebabkan
kelainan beserta keluhan yang dapat dirasakan oleh berbagai
rentang usia mulai dari anak-anak sampai dewasa. Ibu hamil yang
terinfeksi pun dapat menyebabkan kelainan pada bayinya berupa
cacat fisik dan mental yang beragam serta keguguran. Infeksi
TORCH dapat menyebabkan 5-10% keguguran dan kelainan
kongenital pada janin. Kelainan kongenital dapat menyerang
semua jaringan maupun organ tubuh termasuk sistem saraf pusat
dan perifer yang mengakibatkan gangguan penglihatan,
pendengaran, sistem kardiovaskuler dan metabolisme tubuh. Dari
beberapa penelitian menunjukkan bahwa dari 100 sampel ibu hamil
yang pernah mengalami infeksi salah satu unsur TORCH diperoleh
12% ibu pernah melahirkan anak dengan kelainan kongenital, 70%
pernah mengalami abortus dan 18% pernah mengalami Intra
Uterine Fetal Death (IUFD).

3) Human Papilomavirus
Kondiloma akuminata (KA) merupakan penyakit infeksi
menular seksual yang sering terjadi di seluruh dunia yang
disebabkan oleh infeksi Human papillomavirus (HPV), dengan
gejala berupa lesi tunggal atau multipel di daerah anogenital.
Kelompok tipe HPV terdiri dari 2 kelompok yaitu HPV risiko
rendah dan risiko tinggi. HPV risiko rendah (tipe 6, 11, 40, 42,
43, 44, 54, 61, 70, 72, 81) dikaitkan sebagai penyebab KA dan
tidak bersifat onkogenik. HPV risiko tinggi (tipe 16, 18, 26, 31,
33, 35, 39, 45, 51, 52, 53, 56, 58, 59, 66, 73, 82) bersifat onkogenik
dan sering dikaitkan dengan kejadian keganasan.
HPV risiko tinggi berkaitan dengan terjadinya keganasan
pada wanita yaitu kanker serviks.1 Deteksi genotipe HPV sangat
penting dilakukan untuk mencegah, melakukan diagnosis dini, dan
melakukan terapi pada kanker serviks. Metode untuk mendeteksi
HPV adalah hibridisasi asam nukleat, amplifikasi sinyal, dan
amplifikasi asam nukleat. Polymerase chain reaction (PCR)
merupakan salah satu jenis pemeriksaan dengan menggunakan
metode amplifikasi asam nukleat dengan nilai sensitivitas sebesar
97,1% dan spesifitas 85,2% dalam mendeteksi infeksi HPV.
Integrasi HPV risiko tinggi pada DNA host berhubungan
dengan keganasan yang mengakibatkan peningkatan ekspresi dari
gen yang diproduksi oleh HPV yaitu E6 dan E7. Perubahan
genomik menyebabkan inaktivasi tumor suppresor gene serta
aktivasi dari onkogen HPV (E6 dan E7). Hal itu merupakan
mekanisme utama dalam perkembangan dan progresivitas kanker.
Deteksi protein yang dapat digunakan sebagai marker dalam
deteksi dini kanker sangat penting dilakukan. Marker yang dapat
digunakan untuk mendeteksi terjadinya kanker adalah protein p16,
protein p53, Ki67. Marker yang sering diteliti dalam kanker adalah
p16. Pemilihan marker p16 dalam penelitian ini dibandingkan
dengan marker p53, Ki67 adalah p16 dapat menjadi prediktor
yang bagus dan akurat pada screening kanker servikss. Kelemahan
p53 adalah tidak dapat mendeteksi wild type p53 melalui
imunohistokimia karena mudah didegradasi.
4) Infeksi Traktus Genitalis
Radang atau infeksi pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut
dengan akibat meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh
sama sekali tanpa bekas atau dapat meninggalkan bekas seperti
penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau dari
permulaan sudah menahun. Salah satu dari infeksi tersebut adalah
pelviksitis, serviksitis, adneksitis dan salpingitis.Infeksi nifas
adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah
melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau
lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan. B.
MACAM-MACAM INFEKS TRAKTUS GENETALIA 1.
Servisitis a. Pengertian Servisitis Servisitis merupakan infeksi pada
serviks uteri. Infeksi uteri sering terjadi karena luka kecil bekas
persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena hubungan seks.
Servisitis yang akut sering dijumpai pada sebagian besar wanita
yang pernah melahirkan. Servisitis ialah radang dari selaput lendir
canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir cervicalis hanya
terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi
dibandingkan dengan selaput lendir vagina. b. Etiologi Servisitis
disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis,
kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob
endogen vagina seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan
stapilococus . Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama
yang menyebabkan ectropion, alatalat atau alat kontrasepsi,
tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain. c. Manifestasi
klinis 1) terdapatnya keputihan (leukorea) 2) mungkin terjadi
kontak berdarah (saat hubungan seks terjadi perdarahan) 3) pada
pemeriksaan terdapat perlukaan serviks yang berwarna merah 4)
pada umur diatas 40 tahun perlu waspada terhadap keganasan
serviks. d. patofisiologi Proses inflamasi atau peradangan
merupakan bagian dari respons imun untuk melawan agen
penyebab infeksi atau zat berbahaya yang masuk ke dalam tubuh.
Proses ini melibatkan sel leukosit dan produk darah lain seperti
protein plasma. Migrasi sel leukosit ke tempat inflamasi diikuti
dengan vasodilatasi pembuluh darah serta peningkatan aliran
darah.Aktivasi proses inflamasi dimulai ketika reseptor yang
berada di sel imun mendeteksi molekul patogen yang diikuti
dengan produksi mediator inflamasi seperti sitokin Interferon
(IFN)-tipe I. Setelah respon imun alamiah muncul, tubuh akan
membentuk respon imun adaptif yang lebih spesifik dengan
melibatkan sel limfosit T dan sel limfosit B. Berdasarkan jenis
antigennya, limfosit T yang naif akan berubah menjadi sel limfosit
T helper (Th)-1,2 dan 17 atau sel limfosit T sitotoksik. Sedangkan
sel limfosit B akan membentuk antibodi yang dapat melawan
patogen atau zat berbahaya tersebut.Proses inflamasi akan mereda
setelah patogen atau zat berbahaya hilang. Namun, bila stimulus
menetap, proses inflamasi akan terjadi terus-menerus dan bersifat
kronis. e. Penatalaksanaan Kauterisasi radial. Jaringan yang
meradang dalam dua mingguan diganti dengan jaringan sehat. Jika
laserasi serviks agak luas perlu dilakukan trakhelorania. Pinggir
sobekan dan endoserviks diangkat, lalu luka baru dijahit. Jika
robekan dan infeksi sangat luas perlu dilakukan amputasi serviks f.
Faktor Resiko Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker
serviks yaitu:1)Usia 2)Jumlah Perkawinan 3) Hygiene dan
sirkumsisi 4) Status sosial ekonomi 5) Pola seksual 6) Terpajan
virus terutama virus HIV 7) Merokok g. Pencegahan terhadap
kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning dan
pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini sudah
mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap
smear. Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga
55 tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke
nol, satu, dan enam(Sarwono, 2012) h. Komplikasi 1) Radang
pinggul 2) Infertilitas 3) Kehamilan ektopik 4) Nyeri panggul
kronik 2. Adnexitis a. Pengertian adnexitis Adnexitis adalah radang
pada tuba fallopi dan ovarium yang biasanya terjadi
bersamaan.Adnexitis adalah suatu radang pada tuba fallopi dan
radang ovarium yang biasanya terjadi bersamaan. Radang ini
kebanyakan akibat infeksi yang menjalar keatas dari uterus,
walaupun infeksi ini bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat
jalan darah atau menjalar dari jaringan sekitarnya.Adnex tumor ini
dapat berupa pyosalpinx atau hidrosalpinx karena perisalpingitis
dapat terjadi pelekatan dengan alat alat disekitarnya.b. Etiologi
Peradangan pada adneksa rahim hampir 90 persen disebabkan oleh
infeksi beberapa organisme, biasanya adalah Neisseria gonorrhoeae
dan Chlamydia trachomatis. Melakukan aktifitas seks tanpa
menggunakan kondom. 1) Ganti-ganti pasangan seks. 2) Pasangan
seksnya menderita infeksi Chlamidia ataupun gonorrhea (kencing
nanah). 3) Sebelumnya sudah pernah terkena pelvic inflammatory
disease. 4) Dengan demikian penyakit ini termasuk penyakit yang
ditularkan melalui aktifitas seksual. Meskipun tidak tertutup
kemungkinan penderitanya terinfeksi lewat cara lain. c. Manifestasi
Klinis. 1) Kram atau nyeri perut bagian bawah yang tidak
berhubungan dengan haid(bukan pre menstrual syndrome) 2)
Keluar cairan kental berwarna kekuningan dari vagina. 3) Nyeri
saat berhubungan intim 4) Demam 5) Nyeri punggung. 6) Keluhan
saat buang air kecil d. Patofisiologi Organisme Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis naik ke rahim, tuba
fallopi, atau ovarium sebagai akibat dari hubungan seksual,
melahirkan, masa nifas, pemasangan IUD (alat KB), aborsi,
kerokan, laparatomi dan perluasan radang dari alat yang letaknya
tidak jauh seperti appendiks. Sehingga menyebabkan infeksi atau
radang pada adneksa rahim. Adneksa adalah jaringan yang berada
di sekitar rahim. Ini termasuk tuba fallopi dan ovarium alias indung
telur, tempat dimana sel telur diproduksi.

e. Penatalaksanaan Pengobatan penyakit ini disesuaikan dengan


penyebabnya. Misalnya akibat chlamydia, maka pengobatannya
pun ditujukan untuk membasmi chlamydia. Secara umum,
pengobatan adnexitis ini umumnya berupa terapi antibiotik. Jika
dengan terapi ini tidak terjadi kemajuan, maka penderita perlu
dibawa ke rumah sakit untuk diberikan terapi lainnya. Rawat inap
menjadi sangat diperlukan apabila: a. keluar nanah dari tuba fallopi
b. kesakitan yang amat sangat (seperti: mual, muntah, dan demam
tinggi) c. penurunan daya tahan tubuh. f. Komplikasi 1) Radang
panggul berulang 2) Abses 3) Nyeri panggul jangka panjang 4)
Kehamilan ektopik 5) inertilitas g. Pencegahan Pencegahan tidak
hanya dari pihak wanita saja, pihak laki - laki juga perlu membantu
agar pasangan tidak tertular. Penangan ini antara lain dapat
dilakukan dengan : 1) Setia pada pasangan, penyakit ini sebagian
besar ditularkan melalui hubungan seks bebas. 2) Segera hubungi
dokter apabila gejala - gejala penyakit ini muncul. 3) Rutin
memriksakan diri dan pasangan ke dokter ahli kandungan 4)
Penggunaan kondom saat berhubungan seksual. 5) Menjaga
kebersihan organ genital(Sarwono, 2012).
.
c. Penyakit Pada Masa Kehamilan
1) DM
Diabetes mellitus Gestasional didefinisikan sebagai
gangguan toleransi glukosa yang diketahui pertama kali saat
hamil, dan biasanya diketahui pada kehamilan usia kandungan
trimester 3 (Wasis, 2008). Wanita hamil yang belum pernah
mengidap atau terkena diabetes mellitus, namun memiliki kadar
glukosa yang tinggi selama masa kehamilan sudah dapat
dikatakan bahwa ia menderita diabetes mellitus gestasional
(Suiroka, 2012). Diabetes mellitus gestasional merupakan
gangguan toleransi glukosa yang pertama kali ditemukan pada
saat hamil.
Diabetes mellitus gestasional pada umumnya menunjukan
adanya gangguan yang relatif ringan sehingga jarang
membutuhkan pertolongan dokter. Karena, kebanyakan wanita
dengan DMG memiliki homeostatis glukosa relatif normal selama
paruh pertama waktu kehamilan dan bisa juga mengalami
defisiensi insulin relatif pada paruh kedua, tetapi kadar glukosa
biasanya akan kembali normal setelah proses melahirkan
(Suiroka, 2012).
Menurut Tandra (2008) bahwa kehamilan yang sudah lebih
dari 3 bulan, apabila terjadi kadar glukosa darah yang tinggi dapat
mengakibatkan persalinan prematur atau kematian janin di dalam
kandungan. Selain itu, diabetes yang tidak terkontrol dapat
mengakibatkan large baby atau bayi lahir besar, paru-paru bayi
tidak sempurna sewaktu lahir, atau dapat terjadi hipoglikemia
pada waktu persalinan.

2) Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang
berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu aktifitas
sehari-hari karena keadaan umum pasien yang buruk akibat
dehidrasi. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar
terjadi pada usia kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi
pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada
malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah
hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih
10 minggu.
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara
pasti. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 1.301
kasus hiperemesis gravidarum di Canada diketahui beberapa hal
yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum
diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan
psikiatri, kelainan gastrointestinal, dan diabetes pregestasional.
Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik,
juga tidak ditemukan kelainan biokimia.
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini
masih kontroversial. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan
cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan
energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka
terjadilah ketosis dengan tertimbunya asam aseton asetik, asam
hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang
diminum dan kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan
dehidrasi, sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan
berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga
dengan klorida urine.

3) Hipertensi Pada Kehamilan


Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penting pada
penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit
pembuluh darah perifer, stroke dan penyakit ginjal. Untuk
menghindari komplikasi tersebut diupayakan pengendalian
tekanan darah dalam batas normal baik secara farmakologis
maupun non farmakologis (Nadar, 2015; Rani et al., 2006). Lima
penyebab kematian ibu terbesar di Indonesia diantaranya adalah
karena hipertensi dalam kehamilan (Kemenkes RI, 2014, 2015,
2016, 2018). Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan
menjadi pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi kronis pada
kehamilan, hipertensi kronis disertai preeklampsia, dan hipertensi
gestational (Roberts et al., 2013). Peningkatan tekanan darah yang
tidak terlalu tinggi (high normal / prehipertensi) telah terbukti
meningkatkan insiden penyakit kardiovaskular. Insiden penyakit
kardiovaskular selama 10 tahun pada mereka yang tekanan
darahnya prehipertensi adalah 8% pada laki-laki dan 4% pada
perempuan. Sehingga disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan
darah, semakin tinggi pula angka kejadian kelainan
kardiovaskular (Nadar, 2015).
4) Gangguan Kardiovaskuler Selama Kehamilan
Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok gangguan pada
jantung dan pembuluh darah. Penyakit jantung/kardiovaskular
terjadi pada 0,5 - 3 % kehamilan, yang dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil di dunia. Masa
kehamilan, persalinan maupun pasca persalinan berhubungan
dengan perubahan fisiologis yang membutuhkan penyesuaian
dalam sistem kardiovaskular. Fisiologi hemodinamik
mencapai puncak pada akhir trimester kedua, pada masa ini
perubahan hemodinamik dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinik pada jantung yang telah sakit sebelumnya.
Perubahan hormonal yaitu aktivasi estrogen oleh sistem renin-
aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan
meningkatkan volume darah ± 40%. Hal ini menyebabkan
peningkatan volume darah sebesar 1200-1600 ml lebih banyak
dibanding dalam keadaan tidak hamil. 24,26 Selama masa
kehamilan curah jantung akan mengalami peningkatan 30-50%.
Perubahan curah jantung ini disebabkan karena peningkatan
preload akibat bertambahnya volume darah, penurunan afterload
akibat menurunya resistesi vaskular sitemik, dan peningkatan 14
denyut jantung ibu saat istirahat 10-20 kali/menit. Peningkatan
curah jantung dipengaruhi juga oleh isi sekuncup jantung yang
meningkat 20-30% selama kehamilan. Pada penyakit jantung
yang disertai kehamilan, pertambahan denyut jantung dan volume
sekuncup jantung dapat menguras cadangan kekuatan jantung.
Payah jantung akan menyebabkan stres maternal sehingga
terjadi pengaktifan aksis HPA yang akan memproduksi kortisol
dan prostaglandin, kemudian mencetuskan terjadinya persalinan
prematur. New York Heart Association (NYHA) kelas III dan IV
dengan aktivitas fisiknya sangat terbatas, tidak dianjurkan untuk
hamil. Jika kehamilan masih awal sebaiknya diterminasi, dan jika
kehamilan telah lanjut sebaiknya kehamilan diteruskan dengan
persalinan pervaginam dan kala II dipercepat serta kehamilan
berikutnya dilarang.

5) Anemia
Anemia adalah suatu kelainan darah yang terjadi ketika
tubuh menghasilkan terlalu sedikit sel darah merah (SDM),
penghancuran SDM berlebihan, atau kehilangan banyak
SDM.Angka kejadian anemia pada kehamilan 15 berkisar 24,1%
di Amerika dan 48,2% di Asia Tenggara pada tahun 1993-2005.
Selama kehamilan, tubuh ibu mengalami mengalami
banyak perubahan salah satunya adalah hubungan antara suplai
darah dengan respon tubuh. Seperti yang telah dijelaskan pada
subbab penyakit kardivaskular, total jumlah plasma pada wanita
hamil dan jumlah SDM meningkat dari kebutuhan awal, namun
peningkatan volume plasma lebih besar dibandingkan
peningkatan massa SDM dan menyebabkan penurunan
konsentrasi hemoglobin, sehingga mempengaruhi kadar O2 yang
masuk ke dalam jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan
hipoksia jaringan yang kemudian akan memproduksi kortisol dan
prostaglandin, yang mencetuskan terjadinya persalinan prematur
pada ibu dengan anemia.

d. Persalinan Berisiko
1) Distoria
Distosia adalah persalinan abnormal yang ditandai oleh
kemacetan atau tidak adanya kemajuan dalam persalinan atau
persalinan yang menyimpang dari persalinan eustasia yang
menunjukkan kegagalan. Ditosia karena kelainan jalan lahir dapat
disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras/tulang panggul,
atau kelainan pada jaringan lunak panggul seperti adanya tumor-
tumor. Distosia karena kelainan alat kandungan misalnya atresia
vulva (tertutupnya vulva), adanya sekat dan tumor vagina,
sikatriks pada serviks karena infeksi atau operasi.
Panggul disebut sempit bila ukurannya 1-2 cm kurang dari
ukuran normal. Kesempitan panggul bisa pada inlet (pintu atas
panggul), mid pelvis (ruang tengah panggul) atau outlet (dasar
panggul). Dalam keadaan normal, letak janin ialah belakang
kepala. Bila janin dalam keadaan malposisi atau malpresentasi,
maka dapat terjadi distosia. Malposisi adalah posisi abnormal
ubun-ubun kecil relatif terhadap panggul ibu (misalnya posisi
oksipito posterior), sedangkan malpresentasi adalah semua letak
janin selain letak belakang kepala. Letak janin dapat
menyebabkan perpanjangan masa persalinan (misalnya posisi
oksipito – posterior). Demikian juga besarnya janin. Janin (>4000
gr) tidak mudah dilahirkan pervaginam, meskipun ukuran panggul
normal.
Vakum dan forcep kadang kala digunakan pada persalinan
normal untuk memudahkan melahirkan. Vakum dan forcep
diperlukan ketika janin terganggu atau posisinya tidak normal,
ketika wanita tersebut mengalami kesulitan untuk mengejan, atau
ketika terjadi distosia. Namun, jika forcep dicoba dan tidak
berhasil, operasi sesar dilakukan. Distosia bahu merupakan
kegagalan persalinan bahu setelah kepala lahir dengan mencoba
salah satu metode persalinan bahu. Distosia bahu merupakan
kegawatdaruratan obstetrik karena terbatasnya waktu persalinan,
terjadi trauma janin, dan komplikasi pada ibu.

2) Premature
Prematuritas adalah kelahiran yang berlangsung pada umur
kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Terdapat 3 subkategori usia kelahiran
prematur berdasarkan kategori World Health Organization
(WHO), yaitu:
1) Extremely preterm (< 28 minggu)
2) Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3) Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).
Angka kejadian prematur yang tinggi masih menjadi pusat
perhatian dunia hingga kini. Tingkat kelahiran prematur di
Amerika Serikat sekitar 12,3% dari keseluruhan 4 juta kelahiran
setiap tahunnya dan merupakan tingkat kelahiran prematur
tertinggi di antara negara industri. Angka kejadian kelahiran
prematur di Indonesia belum dapat dipastikan jumlahnya, namun
berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen
Kesehatan tahun 2007, 8 proporsi BBLR di Indonesia mencapai
11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka
kejadian kelahiran prematur. 8 Dalam studi yang dilakukan di
RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2002 didapatkan kelahiran
prematur sebesar 138 kasus (4,6%).

3) Postmature
Post matur merupakan kasus yang sering kali terjadi pada
saat kehamilan yaitu yangmelewati 294 hari atau 42 minggu
lengkap. Diagnosa usia kehamilan didapatkan denganperhitungn
usia kehamilan dengan rumus Naegele atau dengan penghitungan
tinggi fundusuteri ( Kapita Selekta Kedokteran jilid 1). Menurut
(Achadiat 2004:32) Kehamilan postmatur lebih mengacu pada
janinnya, dimana dijumpai tanda-tanda seperti kukupanjang, kulit
keriput,plantara creases yang sangat jelas, tali pusat layu dan
terwarnai olehmekonium.(Varney Helen, 2007).
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila
lebih dari 41 minggukarena angka mordibitas dan mortalitas
neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih
18% kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7%
akan menjadi 42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria
yang digunakan. Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan
postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari
kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika tapi telah
ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang
tidak dapat diandalkan.
Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang
dikemukaan adalahhormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat
turun walaupun kehamilan telah cukupbulan sehingga kepekaan
uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti
herediter,karena postmaturitas sering dijumpai pada suatu
keluarga tertentu (Rustam, 1998).Menjelang persalinan terdapat
penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuhdan reseptor
terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap
rangsangan.Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot
rahim tidak sensitif terhadaprangsangan, karena ketegangan
psikologis atau kelainan pada rahim (Manuaba, 1998).
Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan
kadar esterogen padakehamilan normal umumnya tinggi. Faktor
hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepatturun walaupun
kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap
oksitosinberkurang. Factor lain adalah hereditas, karena post
matur sering dijumpai pada suatukeluarga tertentu.Fungsi plasenta
memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian
menurunsetelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar
estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis
plasenta.
Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dannutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi
uteroplasentaberkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorpsi.Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko
kematianperinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, yaitu 30%
prepartum, 55% intrapartum, dan15% postpartum.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kehamilan yang teratur,minimal 4 kali selama
kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu),
1kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu)
dan 2 kali trimester ketiga(di atas 28 minggu). Bila keadaan
memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1bulan sekali
sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan
dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin
ibu dan dokter mengetahuidengan benar usia kehamilan, dan
mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.

e. Keluarga Berencana
Program Keluarga Berencana memungkinkan pasangan dan
individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggungjawab
jumlah anak dan jarak umur antar anak (spacing) yang mereka
inginkan, cara untuk mencapainya, serta menjamin tersedianya
informasi dan berbagai metode yang aman dan efektif. Berdasarkan
UU No 52 Tahun 2009, Keluarga Berencana adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan umur ideal melahirkan, mengatur
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan
hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Pelayanan KB merupakan salah satu strategi untuk mendukung
percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) melalui mengatur
waktu, jarak dan jumlah kehamilan, kemudian untuk mencegah atau
memperkecil kemungkinan seorang perempuan hamil mengalami
komplikasi yang membahayakan jiwa atau janin selama kehamilan,
persalinan dan nifas, dan mencegah atau memperkecil terjadinya 10
kematian pada seorang perempuan yang mengalami komplikasi
selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Tujuan keluarga berencana yaitu untuk memperbaiki kesehatan dan
kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa; mengurangi angka
kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa; Memenuhi
permintaan masyarakat akan pelayanan KB yang berkualitas,
termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan
anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
Sasaran Keluarga Berencana dibagi menjadi dua yaitu sasaran
secara langsung dan sasaran tidak langsung. Adapun sasaran secara
langsung adalah Pasangan Umur Subur (PUS) yang bertujuan untuk
menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi
secara berkelanjutan. Sedangkan untuk sasaran tidak langsungnya
adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan
tingkat kelahiran hidup melalui pendekatan kebijaksanaan
kependudukan 11 terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang
berkualitas, keluarga sejahtera.

f. Gangguan Pada Masa Menstruasi


1) Aminorea Hipogonadotropi
Amenorrhea adalah tidak terjadinya menstruasi seorang
wanita pada usia reproduktif. Menstruasi yang teratur
membutuhkan beberapa kondisi seperti axis endokrin
hipotalamuspituitary-ovarium, endometrium yang kompeten
dalam merespon stimulasi hormon steroid, serta saluran genitalia
internal dan eksternal yang intak. Amenorrhea bukan suatu
penyakit tetapi gejala dari suatu penyakit yang dapat disebabkan
oleh berbagai sebab seperti anomali differensiasi gonad,
gangguan endokrin dan kelainan genetik yang spesifik (Nathan L
dkk, 2006).
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa
kejadian amenorea pada remaja adalah 10 - 15%. Di negara maju
seperti Belanda, persentase amenorhoe cukup besar yaitu 13%.
Angka kejadian amenorhoe di Indonesia cukup tinggi. Menurut
survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada beberapa
sekolah di Indonesia pada tahun 2008. Hasilnya 17.665 remaja
putri 6.855 yang mengalami masalah dengan menstruasinya
(40%). Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat angka
kejadian amenorhoe dari 1.600 remaja yang mengalami kejadian
amenorhoe mencapai 170 remaja (10% - 13%) khususnya di
beberapa sekolah negeri maupun swasta (Yusril, 2010).
Secara umum amenorrhea dapat dibedakan menjadi primer
dan sekunder. Amenorrhea primer merupakan keadaan dimana
wanita yang telah usia 16 tahun namun menstruasi belum juga
datang. Sedangkan amenorrhea sekunder adalah penderita pernah
mengalami menstruasi tetapi setalah itu menstruasi datang sekali
3 bulan. Survey di USA terjadi sekitar < 18% yang menderita
amenore. Penyebab amenorrhe berdasarkan penelitian tersebut
adalah penyebabnya seperti kegemukan atau obesitas 38%, faktor
hormon 33%, berat badan kurang 15%, stres 12 %, dan lain – lain
2 % (Jones, 2002).

2) Disminore
Dismenore adalah perasaan nyeri pada waktu haid dapat
berupa kram ringan pada bagian kemaluan sampai terjadi
gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini ada dua bentuk
yaitu dismenorre primer dan dismenorre sekunder. Dismenore
(nyeri haid) merupakan gejala yang timbul menjelang dan selama
mentruasi ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian
bawah (Djuanda, Adhi.dkk, 2008).
Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang
disebebkan karena adanya kejang otot uterus (Price, 2002).
Etiologi dapat diklasifikasikan menurut macam dari disminore itu
sendiri.
a. Disminore Primer : Jumlah prostaglandin F2α yang berlebih
pada darah menstruasi, yang merangsang aktivitas uterus
b. Disminore sekunder : Timbul karena adanya masalah fisik,
seperti endometriosis, polip uteri, leiomioma, stenosis serviks,
atau penyakit radang panggul (Price, 2002).
3) Endometriosis
Endometriosis merupakan didapatkan jaringan
endometrium berlokasi ektopik, di luar kavum uteri, lesi
endometriosis tersebut dapat ditemukan di beberapa tempat, yaitu
peritoneum panggul, ovarium, dinding uterus, kavum douglasi,
septum rektovagina, ureter, vesica urinaria, bahkan ditemukan
lokasi jauh walaupun jarang didapat misalnya usus, apendik,
perikardium, pleura, dan sebagainya. Endometriosis disebut
sebagai estrogen dependent disease karena tumbuh dan
perkembangan jaringan endometrium ektopik tersebut
membutuhkan stimulasi hormon estrogen.
Gejala endometriosis diamtaramya nyeri haid (dismenore),
nyeri panggul, nyeri sanggama (dispareuni), nyeri saat ovulasi,
nyeri berkemih, nyeri defekasi terutama saat haid,
infertilitas/kesulitan punya anak.

g. Infeksi
1) Penyakit Radang Panggul
PID (pelvic inflammatory disease) atau penyakit radang
panggul adalah infeksi dan radang pada saluran genitalia bagian
atas (uterus, tuba falopii, ovarium, dan struktur-struktur sekitar
panggul). Infeksi dan inflamasi dapat menyebar ke abdomen
(peritonitis) termasuk struktur perihepatik (perihepatitis/Sindrom
Fitz-Hugh–Curtis). Perempuan yang memiliki risiko tinggi terkena
PID adalah perempuan muda usia reproduktif (khususnya di bawah
25 tahun) yang memiliki partner seksual lebih dari satu, melakukan
hubungan seksual yang tidak aman (tidak menggunakan
kontrasepsi), dan tinggal di area dengan prevalensi infeksi menular
seksual (IMS) yang tinggi.
PID biasanya diawali dengan infeksi di vagina dan serviks
yang kemudian naik ke saluran genitalia bagian atas. Chlamydia
trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae adalah dua bakteri
penyebab penyakit menular seksual yang paling sering berkaitan
dengan PID. Selain kedua bakteri tersebut, bakteri yang juga dapat
berperan pada patogenesis PID adalah flora vaginalis
seperti Gardnerella vaginalis, Haemophilus influenzae, dan
bakteri anaerob. Namun, tidak hanya bakteri, beberapa kasus PID
juga berkaitan dengan infeksi virus yakni CMV dan HSV-2.
Sebanyak 30-40% kasus PID adalah kasus polimikrobial. Oleh
karena itu, terapi dengan antibiotik spektrum luas dibutuhkan
untuk mengobati PID.
Diagnosis PID umumnya ditegakkan berdasarkan riwayat
penyakit dan temuan klinis. Namun, tanda dan gejala klinis PID
sebetulnya sangat beragam. Beberapa pasien tidak atau sedikit
sekali menunjukkan gejala sementara beberapa pasien lainnya
menunjukan gejala akut yang cukup serius. Keluhan tersering yang
biasanya dialami oleh pasien adalah nyeri perut bagian bawah dan
keputihan yang abnormal. PID dapat menyebabkan komplikasi
jangka panjang seperti infertilitas, kehamilan ektopik, dan nyeri
pelvis kronik.
h. Infertilitas
Pengertian klinis mengenai infertilitas yang digunakan WHO
adalah sebuah permasalahan sistem reproduksi yang digambarkan
dengan kegagalan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan atau
lebih melakukan hubungan seksual minimal 2-3 kali seminggu secara
teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Berdasarkan laporan
WHO, secara global diperkirakan adanya kasus infertilitas pada 8-
10% pasangan, yaitu sekitar 50 juta hingga 80 juta pasangan. Di
Amerika sekitar 5 juta orang mengalami permasalahan infertilitas,
sedangkan di Eropa angka kejadiannya mencapai 14%2. Pada tahun
2002, dua juta wanita usia reproduktif di Amerika merupakan wanita
infertile.
Infertilitas dikatakan infertilitas primer jika sebelumnya
pasangan suami istri belum pernah mengalami kehamilan. Sementara
itu, dikatakan infertilitas sekunder jika pasangan suami istri gagal
untuk memperoleh kehamilan setelah satu tahun pasca persalinan atau
pasca abortus tanpa menggunakan kontrasepsi apapun.
1) Infertilitas Wanita
Kondisi yang menyebabkan infertilitas dari faktor istri 65%,
faktor suami 20%, kondisi lain-lain dan tidak diketahui 15%. Suatu
penelitian menunjukkan penyebab infertilitas terkait dengan
permasalahan dari pihak istri adalah tuba (27,4%), tidak diketahui
(24,5%), masalah menstruasi (20%), uterus (9,1%), ovarium
(3,6%), kelainan seksual (2,7%). Angka kejadian infertilitas pada
wanita terjadi pada berbagai rentang umur, 20-29 tahun (64,5%),
30-39 tahun (20%), 4049 tahun (11,8%), diatas 50 tahun (3,7%).
Semakin lama durasi infertil yang dialami seorang wanita maka
kesempatan untuk memperoleh kehamilan akan semakin menurun.
Pasangan yang kurang dari tiga tahun mengalami infertilitas
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh
kehamilan.
2) Infertilitas Pria
Infertilitas dapat disebabkan oleh pihak istri maupun suami.
erdapat sekitar 50% kasus infertilitas yang disertai adanya peran
infertilitas pria, yang dibuktikan dengan adanya kelainan dari
pemeriksaan semen. Secara umum, infertilitas pria dapat
disebabkan oleh patologi langsung pada testis, hipogonadisme,
penyakit sistemik, gangguan ereksi dan ejakulasi, serta obstruksi
saluran sperma. Meskipun ada banyak kondisi medis yang telah
diketahui berhubungan dengan infertilitas pria, pada 30% kasus,
penyebab infertilitas tidak ditemukan (infertilitas pria idiopatik).
Untuk menegakkan diagnosis infertilitas pria, penggalian
informasi bermula dari anamnesis yang teliti. Komponen
anamnesis yang penting dan membantu mencapai tujuan evaluasi
klinis infertilitas antara lain riwayat reproduksi, riwayat penyakit
umum, riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat pembedahan,
gaya hidup, serta paparan terhadap senyawa yang mengganggu
fungsi sperma. Informasi dari anamnesis kemudian digunakan
untuk melakukan pemeriksaan fisis yang terarah dan merencanakan
pemeriksaan laboratorium analisis semen awal. Hasil analisis
semen sangat membantu dalam mempersempit diagnosis banding
infertilitas serta menentukan langkah terapi lanjutan.

i. Klimakterium
Klimakterium adalah masa transisi yang berawal dari akhir tahap
reproduksi dan berakhir pada awal senium, terjadi pada wanita usia 35
– 65 tahun. Masa ini ditandai dengan berbagai macam keluhan
endokrinologis dan vegetatif. Keluhan tersebut terutama disebabkan
oleh menurunnya fungsi ovarium. Gejala menurunnya fungsi ovarium
adalah berhentinya menstruasi pada seorang wanita yang dikenal
sebagai menopause. Menopause merupakan suatu peristiwa fisiologis
yang disebabkan oleh menuanya ovarium yang mengarah pada
penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan
dari ovarium. Kekurangan hormon ini menimbulkan berbagai gejala
somatik, vasomotor, urogenital, dan psikologis yang mengganggu
kualitas hidup wanita secara keseluruhan. (Jacoeb T.Z., 1997;
Hosking D dkk., 1998; Nisar N, 2010; Chuni N dkk., 2011).
j. Trauma Melahirkan
1) Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan masyarakat
di seluruh dunia yang mempengaruhi kehidupan jutaan
perempuan dan menyebabkan dampak sosio-ekonomi, fisik dan
psikologis yang serius serta hambatan dalam hubungan seksual,
yang secara keseluruhan akan mengakibatkan penurunan kualitas
hidup, depresi dan menarik diri dari pergaulan. Inkontinensia urin
dapat sangat merusak keadaan emosional perempuan yang
menyebabkan hilangnya rasa percaya diri dan menyebabkan
ketakutan berhubungan intim.
Prevalensi inkontinensia urin pada perempuan berkisar antara
3-55% bergantung pada batasan dan kelompok usia, bervariasi di
setiap negara yang disebabkan oleh berbagai faktor. Pada suatu
review sistematik, Thom dan Rortveit mendapatkan prevalensi
inkontinensia urin pascapersalinan sebesar 33%, setengahnya
adalah prevalensiinkontinensia urin tekanan, didapatkan pula
bahwa prevalensi inkontinensia urin tekanan dua kali prevalensi
inkontinensia urin desakan.
Di Indonesia, prevalensi inkontinensia urin yang
sesungguhnya belum diketahui secara pasti, disebabkan banyak
orang yang menganggap inkontinensia urin merupakan hal yang
wajar setelah melahirkan dan kebanyakan perempuan merasa
malu untuk memeriksakan diri kepada tenaga kesehatan.
Diperkirakan pula adanya kecenderungan masyarakatuntuk
berobat ke pusat kesehatan nonformal,menyebabkan banyak
kasus tidak tercatat sehingga data yang ada menjadi kurang
akurat. Kurangnya pengetahuan akan masalah gejala saluran
kemih bawahmenyebabkan banyak sekali kasus gejala saluran
kemih bawah yang tidak terungkap dan menjadi fenomena
gunung es. Walaupun gangguan ini sangat mempengaruhi kualitas
hidup, umumnya pasien tidak mencari pertolongan.
2) Fistula Genetalia
Fistula Genetalia atau fistula vesiko vaginalis merupakan
hubungan abnormal antara vesikourinaria dengan vagina yang
menyebabkan urin keluar terus menerus melalui vagina. Di Eropa
dan Amerika Utara, fistula obstetrik telah ditemukan sejak seratus
tahun yang lalu dan mulai menghilang. Umumnya kasus ini
merupakan efek samping dari terapi bedah dengan radium dan
sinar x yang dalam penatalaksanaan keganasan pada daerah
pelvis. Obstetrik fistula muncul akibatkan trauma persalianan
yang mengenai 50.000-100.000 wanita setiap tahun secara global.
Fistula obstetri merupakan suatu kondisi yang dapat dicegah dan
diobati.
Faktor Predisposisi fistula obstetri kelahiran prematur,
akses yang terbatas ke pelayanan obstetri dan malnutrisi. Faktor
lain seperti kemiskinan, status sosial, pendidikan yang rendah
sehingga penderita tidak memeriksakan diri ke pusat pelayanan
kesehatan. Prevalensi paling tinggi terdapat pada masyarakat
Afrika dan Asia.WHO memperkirakan ada sedikitnya 2.000.000
wanita hidup dengan fistula obstetri dan bertambah 50.000-
100.000 setiap tahunnya.
Wanita-wanita ini membiarkan kondisinya tanpa
penanganan dikarenakan beberapa alasan: taraf pendidikan yang
rendah bahwa masalah yang mereka hadapi tidak dapat diperbaiki
dan jarak yang harus ditempuh untuk mencapai fasilitas.Wanita –
wanita pada lingkungan yang sama juga tidak memeriksakan
keadaan mereka ke pusat pelayanan kesehatan meskipun tersedia
layanan kesehatan yang mendukung hal ini disebabkan oleh
ketidak mampuan mereka untuk membayar pelayanan kesehatan.
Rehabilitasi sosial dari wanita yang telah repair fistula juga
termasuk sebuah tantangan, dimana beberapa pasien merupakan
wanita miskin, diabaikan suami, atau pasangannya atau malah
tidak memiliki kemampuan untuk menghidupi diri sendiri.
k. Keganasan
1) Kanker Payudara
a) Ca Mamae
Kanker payudara (Carcinoma mammaee) dalam bahasa Inggris
disebut breast cancer merupakan kanker pada jaringan
payudara. Ca Mammae paling umum menyerang wanita,
walaupun laki-laki mempunya potensi terkena akan tetapi
kemungkinan sangat kecil dengan perbandingan 1 diantara
1000. Ca Mammae terjadi karena kondisi sel telah kehilangan
pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami
pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Ca
Mammae sering didefinisikan sebagai suatu penyakit
neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma
(Kemenkes, 2013). Berdasarkan Pathological Based
Registration di Indonesia, ca mammae menempati urutan
pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. Angka
kejadian ca mammae di Indonesia diperkirakan 12/100.000
wanita. Penyakit ini juga dapat diderita oleh laki-laki dengan
frekuensi sekitar 1%. Lebih dari 80% kasus ca mammae di
Indonesia ditemukan pada stadium lanjut sehingga upaya
pengobatan sulit dilakukan. Pemahaman mengenai upaya
pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif
serta upaya rehabilitasi yang baik sangat diperlukan agar
pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal
(Kemenkes, 2013).
b) Faktor Risiko
Penyebab spesifik ca mammae masih belum diketahui, tetapi
terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya ca mammae antara lain : 1.
Faktor Reproduksi Karakteristik reproduktif yang berhubungan
dengan risiko terjadinya ca mammae adalah nuliparitas,
menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua,
dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker
payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode
antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan
pertama merupakan window of initiation perkembangan
kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara
akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang
dari 25% ca mammae terjadi pada masa sebelum menopause
sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh
sebelum terjadinya perubahan klinis (Harianto, 2005). 2.
Penggunaan Hormon Hormon estrogen berhubungan dengan
terjadinya ca mammae. Peningkatan ca mammae yang
signifikan terdapat pada pengguna terapi estrogen replacement.
Suatu meta analisis menyatakan bahwa walaupun tidak
terdapat risiko ca mammae pada pengguna kontrasepsi oral,
wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama
mempunyai risiko tinggi untuk mengalami ca mammae
sebelum menopause. Sel-sel yang sensitif terhadap rangsangan
hormonal mungkin mengalami perubahan degenerasi jinak
atau menjadi ganas (Harianto, 2005)
3. Riwayat Keluarga dan Faktor Genetik. Riwayat keluarga
merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita
yang akan dilaksanakan skrining kanker payudara. Terdapat
peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya
menderita kanker payudara, ditemukan bahwa kanker payudara
berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1,
yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara,
probabilitas untuk terjadi kanker payudara 60% pada umur 50
tahun dan 85% pada umur 70 tahun. 4. Faktor Umur. Semakin
bertambahnya umur meningkatkan risiko kanker payudara.
Wanita yang paling sering terserang kanker payudara adalah
usia di atas 40 tahun, meski wanita berumur di bawah 40 tahun
juga dapat terserang kanker payudara, namun risikonya lebih
rendah dibandingkan wanita di atas 40 tahun (Depkes, 2009).
c) Pencegahan
Pencegahan primer dilakukan sebagai usaha agar tidak terkena
kanker payudara antara lain dengan mengurangi atau
meniadakan faktor-faktor risiko yang diduga sangat erat
kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara.
Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker
payudara. Skrining kanker payudara adalah pemeriksaan atau
usaha menemukan abnormalitas yang mengarah pada kanker
payudara pada seseorang atau kelompok orang yang tidak
mempunyai keluhan. Tujuan skrining adalah untuk
menurunkan angka morbiditas akibat kanker payudara dan
angka kematian (Khasanah, 2013). Skrining untuk kanker
payudara adalah mendapatkan orang atau kelompok orang
yang terdeteksi mempunyai kelainan/abnormalitas yang
mungkin ca mammae dan selanjutnya memerlukan diagnosis
konfirmasi. Skrining ditujukan untuk mendapatkan ca
mammae dini sehingga hasil pengobatan menjadi efektif;
sehingga akan menurunkan kemungkinan kekambuhan,
menurunkan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup (level-
3). Beberapa tindakan untuk skrining adalah : Periksa
Payudara Sendiri (SADARI), Periksa Payudara Klinis
(SADANIS), dan Mammografi skrining (Kemenkes, 2013).
d) Diagnosis
Diagnosis ca mammae dilakukan dengan serangkaian
pemeriksaan, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, tumor marker, dan pencitraan
mamografi. Keluhan utama penderita antara lain benjolan di
payudara, kecepatan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit, nipple
discharge, retraksi puting susu, dan krusta, kelainan kulit,
dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi, dan benjolan
ketiak dan edema lengan. Keluhan tambahan nyeri tulang
(vertebra, femur), sesak dan lain sebagainya (Kemenkes,
2013). Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis,
regionalis, dan sistemik. Pemeriksaan fisik dimulai dengan
menilai status generalis (tanda vitalpemeriksaan menyeluruh
tubuh) untuk mencari kemungkinan adanya metastase dan atau
kelainan medis sekunder. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
untuk menilai status lokalis dan regionalis. Pemeriksaan
dilakukan secara sistematis, inspeksi dan palpasi (Khasanah,
2013). Pemeriksaan laboratorium dianjurkan pemeriksaan
darah rutin dan kimia darah sesuai dengan perkiraan
metastasis. Pemeriksaan tumor marker apabila hasil tinggi,
perlu diulang untuk follow up. Pemeriksaan pencitraan
mamografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada
jaringan payudara yang dikompresi (Kemenkes, 2013)
e) Kemoterapi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), kemoterapi adalah
penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk
membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan
reproduksi seluler. Susanti dan Tarigan (2010) juga
menjelaskan bahwa kemoterapi adalah cara pengobatan tumor
dengan memberikan obat pembasmi sel kanker (sitostatika)
yang diminum ataupun diinfuskan ke pembuluh darah.
Menurut Desen (2008), kemoterapi merupakan terapi
modalitas kanker yang paling sering digunakan pada kanker
stadium lanjut lokal, maupun metastatis dan sering menjadi
satu-satunya pilihan metode terapi yang efektif. Kemoterapi
dapat diberikan sebagai terapi utama, adjuvant (tambahan), dan
neoadjuvant, yaitu kemoterapi adjuvant yang diberikan pada
saat pra-operasi atau pra-radiasi (Sukardja, 2000). Terapi
adjuvant mengacu pada perawatan pasien kanker setelah
operasi pengangkatan tumor (Johnson, 2014). Toksisitas
kemoterapi sebagai salah satu modalitas terapi kanker telah
terbukti memperbaiki hasil pengobatan kanker, baik untuk
meningkatkan angka kesembuhan, ketahanan hidup, dan
kualitas hidup penderita, namun kemoterapi membawa
berbagai efek samping dan komplikasi (Susanto, 2006).
Kemoterapi memberikan efek toksik terhadap sel-sel yang
normal karena proliferasi juga terjadi di beberapa organ-organ
normal, terutama pada jaringan dengan siklus sel yang cepat
seperti sumsum tulang, mukosa epithelia, dan folikelfolikel
rambut (Saleh, 2006). Semeltzer dan Bare (2002) juga
menjelaskan bahwa selsel dengan kecepatan pertumbuhan
yang tinggi (misalnya: epithelium, sumsum tulang, foikel
rambut, sperma) sangat rentan terhadap kerusakan akibat obat-
obatan kemoterapi. Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya
efek samping dan toksisitas dari obat kemoterapi yaitu jenis
obat, dosis, jadwal pemberian obat, cara pemberian obat, dan
faktor predisposisi. Efek toksik kemoterapi terdiri dari
beberapa toksik jangka pendek dan jangka panjang (Desen,
2008). Efek toksik jangka pendek meliputi depresi sumsum
tulang, reaksi gastrointestinal meliputi mual, muntah, ulserasi
mukosa mulut, diare. Trauma fungsi hati yaitu infeksi virus
hepatitis laten memburuk dan nekrosis hati akut. Trauma
fungsi ginjal, meliputi sistitis hemoragik, oliguria, uremia,
nefropati asam urat, hiperurikemia, hiperkalemia, dan
hiperfosfatemia. Kardiotoksisitas, pulmotoksisitas (fibrosis
kronis paru), neurotoksisitas (perineuritis), reaksi alergi
(demam, syok, menggigil, syok nafilaktik, udem), efek toksik
local (tromboflebitis), dan lainnya (alopesia, melanosis,
sindroma tangan-kaki/ eritoderma palmar-plantar). Efek jangka
panjang meliputi karsinogenisitas (meningkatkan peluang
terjadinya tumor primer kedua), dan infertilitas. Toksisitas
umum yang diakibatkan oleh obat-obatan kemoterapi yaitu
mielosupresi (seperti anemia, leukopenia, trombositopenia),
mual muntah, ulserasi membran mukosa, dan alopesia atau
kebotakan (Saleh, 2006).
l. Kekerasan Terhadap Perempuan
Kertas Kebijakan ini menyoroti kemajuan yang sudah dicapai dan
masalah-masalah yang masih ada terkait kekerasan terhadap
perempuan. Dalam “Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan
Terhadap Perempuan (1993)”, kekerasan terhadap perempuan
didefinisikan sebagai “suatu tindakan kekerasan berbasis gender yang
mengakibatkan, atau bisa mengakibatkan, bahaya atau penderitaan
fisik, seksual atau mental perempuan, termasuk ancaman tindakan
sejenis, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-
wenang, baik terjadi di ranah publik maupun kehidupan pribadi.”
Pemerintah Indonesia menandatangani Deklarasi tersebut pada tahun
2004 bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya dan telah
mempersiapkan perangkat undang-undang dan kebijakannya. Tetapi,
pelaksanaannya yang lambat dan tidak memadai menjadikan
perempuan di seluruh Indonesia tetap rentan terhadap kekerasaan.
Upaya yang dibutuhkan sekarang adalah memperkuat penegakan
hukum, mendidik penyedia pelayanan dan masyarakat luas tentang
kekerasan terhadap perempuan dan memperluas layanan untuk korban
kekerasan dan pelaku di perkotaan dan pedesaan. Dengan
meningkatnya tren perdagangan orang untuk kerja paksa dan prostitusi
menuntut perlunya upaya sinkronisasi yang lebih besar di tingkat
nasional dan perlu fokus pada upaya kerjasama transnasional untuk
meningkatkan pencegahan, perlindungan, penuntutan dan pemulihan.
U No. 23/2004 tentang KDRT merupakan prestasi penting Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
dan gerakan perempuan di Indonesia. UU tersebut memperluas
definisi KDRT dan potensi korban KDRT, mengkriminalisasi
pelecehan seksual untuk pertama kalinya di Indonesia dan mengakui
hak-hak korban. Berbagai fasilitas untuk membantu korban didirikan
dalam kurun waktu 2004-2009, termasuk Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Pusat Krisis Terpadu dan Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak di sejumlah propinsi dan
kabupaten/kota. Rencana Pembangunan Nasional 2010-2014
mengakui bahwa langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas
perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak perlu diperluas di
seluruh Indonesia. Selain itu, Peta Jalan untuk Mempercepat Tujuan
Pembangunan Milenium (MDG) telah mengidentifikasi “peningkatan
perlindungan bagi perempuan terhadap segala bentuk kekerasan”
sebagai prioritas untuk mencapai tujuan MDG no. 3 tentang
Kesetaraan Gender dan menyebutkan komitmen untuk “meningkatkan
perlindungan hak-hak perempuan terhadap segala bentuk kekerasan
melalui pencegahan, dukungan pelayanan, dan pemberdayaan
“(Bappenas, tahun 2010). Pelaksanaan undang-undang dan kebijakan
dipengaruhi oleh adanya pendapat bahwa KDRT adalah urusan
pribadi. Meski peraturan perundangan ditujukan untuk mengubah
pemahaman masyarakat tentang kekerasan berbasis gender dan
memberikan pelayanan bagi korban, pelaksanaannya dipengaruhi oleh
adanya pendapat bahwa KDRT merupakan persoalan pribadi, dan ini
didukung oleh normanorma budaya dan agama. Selain itu, belum ada
kesepakatan tentang apa yang termasuk kekerasan terhadap
perempuan. Namun, Nahdlatul Ulama (NU) menganggap perdagangan
orang sebagai bentuk perbudakan. Sebagai salah satu organisasi Islam
independen terbesar di dunia, fatwa NU mempunyai pengaruh yang
besar terhadap masyarakat Indonesia. Dalam Fiqih Publikasi Anti
Perdagangan Orang tahun 2006, organisasi tersebut mengeluarkan
fatwa yang melarang perdagangan orang dan memberinya label
“haram”. Akan tetapi KDRT belum diakui oleh para pembuat
keputusan dan masyarakat sebagai isu sosial, ekonomi dan tata-kelola
yang serius. Masih banyak yang harus dilakukan, dengan menegakkan
hukum, melakukan penelitian, pendidikan dan pelayanan untuk
memperkuat pencegahan, perlindungan, penuntutan dan pemulihan
bagi korban, pelaku dan anak-anaknya.
Dampak bagi korban kekerasan termasuk kecemasan dan depresi,
stres fisik, percobaan bunuh diri, turunnya kemampuan mengatasi dan
memecahkan masalah, dan hilangnya harga diri dan rasa percaya diri.
Terlepas dari posisi, pendapatan dan pendidikan yang dimilikinya,
perempuan merupakan pribadi yang rentan. Anak-anak yang
menyaksikan kekerasan mengalami masalah emosi dan perilaku,
termasuk kinerja sekolah yang buruk, stres, berkurangnya kompetensi
sosial, bullying, melakukan kekejaman berlebihan terhadap binatang,
dan mengalami masalah dalam berhubungan dengan orang.
Konsekuensi KDRT bagi korban dan saksi mengakibatkan hilangnya
produktivitas dan meningkatnya permintaan untuk mendapatkan
pelayanan sosial termasuk kesehatan, polisi, hukum, pendidikan dan
kesejahteraan. Sampai sekarang, keseluruhan biaya akibat KDRT
tingkat individu, keluarga dan masyarakat belum dihitung. Angka ini
dapat membantu Pemerintah dan masyarakat luas untuk lebih
memahami manfaat yang diperoleh dengan menurunnya insiden
KDRT. KDRT masih kurang terdokumentasi dan data insiden belum
lengkap. Angka KDRT nasional tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya, karena pelaporan yang tidak lengkap. Komnas Perempuan
mencatat peningkatan laporan kasus tahun 2008 sebesar dua kali lipat
tahun 2007. 143.586 kasus kekerasan dilaporkan pada tahun 2009
dibanding 54.425 kasus pada tahun 2008 (lihat Gambar 1).
Peningkatan tersebut terjadi karena pengumpulan data bisa lebih baik
dan lebih banyak perempuan yang melaporkan kasusnya, tetapi masih
belum dapat diketahui frekuensi KDRT, (Komnas Perempuan, 2008).
Perkiraan tahun 2010, ada sekitar 105.000 kasus kekerasan,
menunjukkan sedikit penurunan dari tahun 2009 (100,000 korban)
dengan lebih dari 96% diantaranya terjadi di rumah. Tapi, seperti
pernyataan Ketua Komisioner Komnas Perempuan: “Angka tersebut
tidak berarti bahwa jumlah dan intensitas kekerasan telah menurun”,
(Suartika, 2010).
2. Asuhan Keperawatan Sistem Reproduksi
a. Pengkajian Sistem Reproduksi
1. Identitas
Berisi data demografiseperti nama, tanggal lahir, nomor rekam
medis, nama penanggung jawab.
2. Persepsi dan harapan klien berhubungan dengan kehamilan
a. Keluhan yang di rasakan ibu saat ini
Berisi keluhan yang dialami oleh ibu hamil saat dilakukan
pengkajian. Seperti penurunan kadar Hb, kelelahan, palpitasi,
sesak napas.
b. Harapan selama kehamilan
Berisi harapan yang ingin dicapai oleh ibu selama
kehamilannya.
c. Upaya yang dilakukan terkait keluhan yang dirasakan
Upaya yang dilakukan oleh ibu hamil untuk mencapaiharapan
yang diingnkannya seperti mencari dukungan pasangandan
keluarga.
3. Status kesehatan yang lalu
a. Penyakit yang pernah diderita
Penyakit yang pernah diderita oleh ibu selama kehamilan
maupun saat sebelum kehamilan yang mempengaruhi keadaan
saat ini.
b. Riwayat masuk rumah sakit
Berisi tentang riwayat klien pernah dirawat di RS selama
kehamilan atau saat sebelum hamil.
4. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat Menstruasi
Berisi tentang riwayat menstruasi klien HPHT untuk
menentukan tafsiran persalinan dan usia janin.
b. Riwayat kontrasepsi
Kontrasepsi yang pernah digunakan dan yang akan digunakan
saat setelah melahirkan sesuai dengan keadaan klien.
5. Riwayat obstetrik
a. Riwayat obstetrik yang lalu
Riwayat persalinan sebelumnya, yang mempengaruhi keadaan
saat ini.
b. Riwayat obstetrik sekarang
Usia kehamilan ibu, dan tafsiran lahir janin, dapat memprediksi
berat badan janin.
6. Pengkajian gaya hidup dan kebiasaan
a. Nutrisi
Berisi tentang keluhan ibu terkait nutrisi dan pemenuhan nutrisi
ibu apakah sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan oleh ibu
hamil atau tidak.
b. Aktivitas / istirahat/ kenyamanan
AKtivitas ibu selamakehamilan, apakah mengalami keletihan
yang tidak biasa dan kesulitan menjalankan aktivitas karena ada
gangguan fisiologis akibat kehamilan.
c. Cairan
Jumlah cairan yang dikonsumsi oleh ibu hamil, untuk
menghindari terjadinya dehidrasi padaibu hamil.
d. Ekstremitas
Pengkajian keadaanekstremitas, biasanya pada kehamilan
trimester 3 ekstremitassudah mengalami pembengkakan.
e. Oksigenasi
Mengkaji keadaan oksigenasi ibu hamil, apakah sering
merasakan sesak, dan keluhan lainnya terkait oksigenasi.
f. Eliminasi
Eliminasi pada ibu hamil pada trimester 3 akan terjadi
peningkatan frekuensi berkemih karena bertambahnya ukuran
janin.
7. Riwayat Penyakit keluarga
Perlunya mengetahui riwayat keluarga sebelumnya, yang dapat
mempengaruhi kehamilan ibu hamil seperti DM, hipertensi.
8. Pengkajian psikososial, budaya, spiritual
a. Budaya
Perlu dikaji adanya hal tabu atau mitos yang ada dalam budaya
klien terkait kehamilan,seperti pantangan terhadap makanan
selama hamil.
9. Data yang di anggap penting (hasil labor)
Data penunjang yang diperlukan selama kehamilan seperti cek Hb.
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
2. Kesadaran
3. TB/BB
4. LILA
5. Tanda tanda Vital (TD, HR,RR,T)
6. Rambut dan kepala
7. Wajah
8. Mata
9. Hidung
10. Mulut dan gigi
11. Leher
12. Dada (payudara)
13. Abdomen
- Leopold I
- Leopold II
- Leopold III
- Leopold IV
- Auskultasi
14. Tingkat /ekstremitas
15. Pemeriksaan perinem dan genetalia
b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan masalah pasien
c. Intervensi Implementasi dan Evaluasi
Rencana keperawatan berdasarkan masalah keperawatan
d. Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Berisi dokumentasi keperawatan yang telah dilakukan
B. Pendidikan Kesehatan Pada Wanita Usia Subur
1. Pengkajian Dan Promosi Kesehatan Wanita
Siswosudarmo, dkk (2001, dalam Barus, 2009) mengemukakan bahwa
salah satu kunci kesuksesan Program Keluarga Berencana Nasional adalah
adanya keterlibatan semua pihak, baik dari institusi pemerintah, swasta
maupun masyarakat itu sendiri, dalam lingkup yang lebih kecil adalah
keterlibatan seluruh anggota keluarga. Pelayanan keluarga berencana
ditujukan kepada pasangan usia subur (PUS) yang berarti harus melibatkan
kedua belah pihak yakni istri maupun suami, namun, pada kenyataannya
hanya perempuan saja yang dituntut untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Hal ini dapat dilihat dari data peserta KB yang sebagian besar perempuan.
Ketidaksetaraan gender dalam bidang Keluarga Berencana dan Kesehataan
Reproduksi sangat berpengaruh pada keberhasilan program. Saat ini
partisipasi laki-laki dalam program Keluarga Berencana masih sangat
rendah (Hartanto, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang
Biomedis dan Reproduksi manusia pada tahun 1999 di Yogyakarta dan
Jakarta menyimpulkan bahwa rendahnya partisipasi pria dalam
penggunaan kontrasepsi di samping karena kurangnya informasi
kontrasepsi untuk pria (47,6 %), terbatasnya kontrasepsi pria (19 %), dan
terbatasnya tempat pelayanan KB pria (17,1 %), selain itu ternyata juga
sebagian besar ibu/istri tidak mendukung dan merasa khawatir bila
suaminya berkontrasepsi. Hal ini dinyatakan oleh lebih dari 70 % ibu atau
3 dari 4 ibu. Berdasarkan hasil penelitian lain yang dilakukan di Jawa
Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2000, penyebab rendahnya pria
ber-KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga, antara lain istri
tidak mendukung (66,26 %), rumor di masyarakat (46,65 %), kurangnya
informasi metode KB pria dan terbatasnya tempat pelayanan (6,22 %)
(BKKBN, 2008). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar responden mengetahui tanda dan gejala keputihan (69%), namun
perilaku lain yang masih beresiko tinggi terhadap infeksi system
reproduksi, penggunaan sabun dalam membersihkan daerah kewanitaan
dilakukan oleh 47 % responden dan tidak paham cara membersihkan
vagina yang (76 %). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Wokodongan, M.H., Wntania, J.& Wagey. F (2015) yang bertujuan
meneliti hubungan pengetahuan tentang keputihan terhadap perilaku
pencegahan keputihan pada 200 siswi SMA di Manado. Dari penelitian
tersebut didapatkan bahwa pengetahuan yang baik tentang keputihan
berhubungan dengan perilaku yang baik dalam pencegahan keputihan.
Perlu dilakukan sosialisasi tentang cara membersihkan vagina yang benar
dan resiko yang dapat terjadi, termasuk resiko terhadap berbagai penyakit
infeksi system reproduksi. Hasil penelitian ini menunjukan sebagian besar
responden tidak melakukan pencegahan kanker dam deteksi dini kanker.
Banyak penelitian sebelumnya yang menunjukan hasil yang sama di
Indonesia (Ekanita & Khosidah, 2013; Kim et al., 2012; Lantu &
Saraswati, 2013). Disisi lain kanker payudara atau kanker leher rahim
merupakan penyebab kematian nomor satu yang sering terjadi pada
perempuan di Indonesia. Menurut Indrapaja (2008), fenomena kejadian
kanker leher rahim ibarat fenomena gunung es. Jumlah kasus yang timbul
ke permukaan lebih sedikit dari kasus yang sesungguhnya. Karena banyak
kasus kanker leher rahim yang tidak terdeteksi oleh petugas kesehatan.
Perlu dikaji kembali khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi
partisipasi perempuan dalam skrining kanker, walaupun di Cikutra terdapat
klinik kanker, ternyata sebagian besar responden tidak melakukan skrining.
Sebagian besar perempuan pada penelitian ini setia pada pasangan sebagai
upaya menjaga ibu rumah tangga dari resiko tertular penyakit menular
seksual khususnya HIV AIDS. Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia untuk mengatasi masalah meningkatnya kasus HIV-AIDS.
Upaya tersebut dilakukan dari tingkat nasional hingga daerah.
Pembentukan komisi khusus pemberantasan HIV-AIDS yang bekerjasama
dengan seluruh elemen masyarakat untuk mencegah dan menurunkan
kasus. Pada kenyataannya kasus terus berkembang, dikarenakan HIV-
AIDS disebabkan oleh masalah yang komplek seperti narkoba,prostitusi,
homoseksual, sampai profesi tertentu yang rawan terhadap resiko penyakit
tersebut (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2011). Upaya-upaya
tersebut tidak akan ada artinya apabila tidak ada kesadaran kelompok-
kelompok resiko untuk melakukan upaya pencegahan. Perempuan
merupakan salah satu kelompok resiko yang harus aktif melakukan upaya
pencegahan. Upaya pencegahan terhadap penularan HIV-AIDS yang dapat
dilakukan oleh perempuan antara lain, setia pada pasangan, menggunakan
alat pelindung saat berhubungan, berperilaku hidup sehat dan segera
mengunjungi pelayanan kesehatan apabila terdapat keluhan-keluhan yang
berhubungan dengan system reproduksi. Hasil penelitian menunjukan
perempuan mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan jika terjadi
KDRT, walaupun informasi kontak bantuan jika terjadi KDRT masih
banyak belum diketahui. Pemerintah Indonesia telah mengatur dengan
jelas tentang hukum KDRT, dalam Undang-undang RI Nomor 23 tahun
2004 sehingga secara undang- undang perempuan di Indonesia telah jelas
dilindungi. Namun pada kenyataan angka kekerasan terhadap perempuan
masih terus meningkat (Hromly, 2017). Perlu dilakukan upaya-upaya
sosialisasi yang aktif oleh pemerintah untuk meningkatkan pemahaman
perempuan akan upaya-upaya bantuan yang bisa dilakukan perempuan jika
terjadi KDRT.
2. Upaya Pencegahan Primer, Sekunder, Dan Tersier Pada Sistem
Reproduksi
a. Sadari
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) adalah cara yang efektif
untuk mendeteksi sedini mungkin. Para wanita disarankan untuk
melakukannya sendiri karena mereka sendiri yang benar-benar
mengenal struktur payudara normalnya. Oleh karena itu jika ada
benjolan atau ada hal normal lainnya, maka mereka akan langsung
menyadarinya. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan secara berkala
setiap bulan agar benjolan dapat ditemukan pada stadium dini dan
dapat dilakukan tindakan yang cepat apabila ditemukan benjolan
maupun kelainan lainnya pada payudara. Pemeriksaan payudara
sendiri (SADARI) dapat dilakukan oleh wanita setelah berusia 20
tahun. Saat yang paling tepat untuk melakukan pemeriksaan ini adalah
hari ke 5-7 setelah menstruasi, dimana payudara tidak mengeras,
membesar atau nyeri lagi. Untuk wanita yang telah menopause dapat
melakukan pemeriksaan ini kapan pun dan disarankan untuk
melakukan pemeriksaan ini setiap awal atau akhir bulan. Pemeriksaan
payudara sendiri (SADARI) dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: 1.
Melihat payudara. a. Pemeriksaan ini dilakukan di depan cermin. b.
Buka seluruh pakaian dari pinggang ke atas dan berdiri di depan
cermin yang besar. c. Kedua lengan diletakkan disamping tubuh. d.
Perhatikan payudara. - Apakah bentuk dan ukuran payudara kanan dan
kiri simetris? - Apakah payudara membesar dan mengeras? - Apakah
arah puting tidak lurus ke depan atau berubah arah? - Apakah puting
tertarik ke arah dalam? - Apakah ada puting yang mengalami luka atau
lecet? - Apakah ada perubahan kulit? - Apakah kulit menebal dengan
pori-pori melebar menyerupai kulit jeruk? - Apakah permukaan kulit
tidak mulus, ada kerutan atau cekungan? e. Ulangi semua pengamatan
diatas dengan kedua tangan lurus keatas. f. Setelah itu ulangi kembali
pengamatan tersebut dengan posisi kedua tangan terletak di pinggang,
dada dibusungkan dan siku tertarik ke arah belakang. 2. Meminjat
payudara. a. Dengan kedua tangan, pijat payudara dengan lembut dari
tepi ke arah puting. b. Perhatikan apakah ada cairan atau darah yang
keluar dari puting susu. 3. Meraba payudara. a. Pemeriksaan
dilakukan dalam posisi berbaring. b. Lakukan perabaan payudara satu
persatu. c. Untuk pemeriksaan pada payudara kanan, letakkan bantal
atau handuk yang dilipat dibawah bahu kanan. Lengan kanan
direntangkan disamping kepala atau diletakkan dibawah kepala. d.
Raba payudara dengan menggunakan tiga atau empat jari tangan kiri
yang saling dirapatkan. e. Rabaan dilakukan dengan gerakan memutar,
naik turun dan pilahpilah dari tepi payudara hingga ke puting susu. f.
Geser posisi jari, kemudian lakukan lagi dengan gerakan sebelumnya
dari tepi payudara hingga ke puting susu. g. Lakukan seterusnya
hingga seluruh bagian payudara. h. Lakukan hal yang sama pada
payudara sisi lainnya. i. Perabaan dilakukan dengan tiga tingkat
tekanan, yaitu: tekanan ringan untuk meraba adanya benjolan di
permukaan kulit, tekanan sedang untuk memeriksa adanya benjolan di
tengah jaringan payudara dan tekanan kuat untuk meraba benjolan di
dasar payudara yang melekat pada tulang iga. j. Pemeriksaan dapat
menggunakan pelicin agar pemeriksaan menjadi lebih sensitif. k.
Ulangi langkah-langkah perabaan pada posisi berdiri, sebaiknya
dilakukan pada saat mandi dengan menggunakan sabun.
C. Hasil Penelitian Yang Berhubungan Dengan Wanita Usia Subur
1. Trend An Isu Keperawatan Maternitas Terkait Masalah Kesehatan
Wanita
Perawatan ibu hamil berfokus pada perawatan wanita hamil dan
keluarganya pada seluruh tahap kehamilan dan kelahiran, termasuk masa
empat minggu pertama setelah bayi lahir. Selama periode prenatal,
perawat memberi perawatan pada ibu hamil dan juga memberikan
pendidikan kesehatan untuk membantu klien dan keluarganya dalam
menghadapi persalinan. Upaya yang dilakukan perawat ini berpotensi
membuat perbedaan yang signifikan, bukan saja dalam meningkatkan
kesehatan ibu dan bayinya, tetapi juga kesehatan masyarakat. Kehamilan
sendiri merupakan suatu peristiwa yang sangat penting bagi ibu hamil
dan pasangannya, dan hal ini juga merupakan suatu kondisi krisis
maturitas. Selain kehamilan akan menyebabkan suatu peristiwa
perubahan dalam kondisi adanya dua kemungkinan yang akan dihadapi
ibu hamil. Keadaan tersebut berupa ibu hamil dapat mengalami
kehamilan normal maupun kehamilan risiko tinggi. Pada saat ibu hamil
dikategorikan pada kehamilan risiko tinggi, maka hal ini merupakan
masalah paling kritis dalam asuhan keperawatan maupun asuhan medis.
Saat ibu dinyatakan hamil, tentunya harapan ibu dan pasangan adalah
kehamilan tersebut normal, janin yang dikandung sehat dan pada
akhirnya janin dapat lahir dalam keadaan ibu dan bayi selamat.
Kehamilan Risiko Tinggi Meningkat Keadaan kehamilan risiko tinggi
yang meningkat mengandung makna bahwa semakin banyak wanita
hamil berisiko memperoleh hasil kehamilan yang buruk. Kondisi ini
seperti dicontohkan bahwa penggunaan alkohol selama hamil dikaitkan
dengan keguguran (aborsi spontan), retardasi mental, Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) dan sindrom alkohol janin. Penyakit menular seksual
(PMS) selama hamil, insiden AIDS yang semakin meningkat juga
dikaitkan dengan defek dan penyakit neonatus. Bayi yang lahir dari ibu
tidak menikah memiliki kemungkinan meninggal dua kali lebih besar
dibandingkan dengan dari ibu yang menikah. Remaja juga memiliki
kemungkinan dua kali untuk memperoleh bayi dengan BBLR. Hal
tersebut seharusnya dapat diturunkan dengan perawatan prenatal yang
adekuat yang berfokus pada kesehatan dan penurunan faktor risiko,
sehingga kondisi tersebut dapat memperbaiki hasil akhir dari kehamilan.
Upaya Safe Motherhood Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil
dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Kematian
wanita usia subur di negara miskin sekitar 25%-50%, dan hal ini
berkaitan dengan masalah kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya
menjadi faktor utama mortalitas wanita muda. Lebih dari 50% kematian
yang berkaitan dengan kondisi tersebut di negara berkembang
sebenarnya dapat dicegah dengan tehnologi tinggi yang ada serta biaya
yang relatif rendah. Perhatian dunia untuk dapat menurunkan angka
kematian ibu sebagai tolok ukur kemampuan untuk memberikan
pelayanan menyeluruh dan bermutu diwujudkan dengan melakukan
beberapa pertemuan diantaranya: tahun 1990 World Summit For Children
di New York mengharapkan agar dapat menurunkan angka kematian ibu
dan perinatal 50% dari jumlah kematian tahun 1990.
2. Evidence Based Practice Dalam Keperawatan Maternitas
Evidence Based Practice adalah sebuah proses yang akan membantu
tenaga kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu
memperoleh informasi terbaru yang dapat menjadi bahan untuk membuat
keputusan klinis yang efektif danefisien sehingga dapat memberikan
perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2015). Menurut Bostwick,
(2013) Evidence Based Practice adalah strategi untuk memperoleh
pengetahuan dan skill untuk bisa meningktakan tingkah laku yang positif
sehingga bisa menerapkan Evidence Based Practice dalam praktik
keperawatan. Evidence Based Practice merupakan pendekatan yang
dapat digunakan dalam praktik keperawatan kesehatan, yang ebrdasarkan
evidence atau fakta. Tujuan utama di implementasikannya evidance
based practice di dalam praktek keperawatan adalah untuk meningkatkan
kualitas perawatan dan memberikan hasil yang terbaik dari asuhan
keperawatan yang diberikan (Levin dan Feldmman, 2012)
D. Asuhan Keperawatan Pada Wanita Usia Subur (contoh kasus)
1. PENGKAJIAN

IdentitasPasien Penanggung Jawab :


Nama : Nn. T Nama : Ny. W
Umur : 15 tahun Umur : 43 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Siswa Pekerjaan : IRT
Alamat : Padang Alamat : Padang
Tanggal Pengkajian: 15 Maret 2021
A. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Nn. T mengeluhkan nyeri yang meningkat di perut bagian bawah sejak
hari ke-1 haid hingga sekarang (hari ke-3 haid)
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nn. T mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah. TD :110/70 mmHg,
HR :92x/i, RR : 20x/i. Saat ini Nn. T haid hari ke-3. Nn. T
mengatakan nyeri saat ini meningkat dari hari sebelumnya. Nyeri
yang dirasakan seperti di remas-remas/keram pada perut bagian
bawah. Nyeri hilang timbul dirasakan setiap 5-10 menit. Nn. T
mengatakan nyeri berada pada skala 4. Nn. T mengatakan jika
merasakan nyeri yang hebat ia hanya beristirahat tidur hingga
nyerinya berkurang. Ketika nyeri Nn. T menekan perut untuk
mengurangi nyeri sesaat dan mengatakan tidak mengetahui cara lain
untuk mengatasi nyerinya
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya Nn. T pernah pingsan karena nyeri disminore yang ia
rasakan. Ktika pingsan diberi obat Paracetamol di sekolahnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan
klien
5. Riwayat Obstetri : Klien belum menikah
6. Riwayat Menstruasi
Klien mengatakan usia menarche pada usia 12 tahun (Kelas 6 SD). Klien
mengatakan siklus haid 1 kali/ 30 hari (di bulan Maret klien haid
pada tanggal 13, di bulan Februari klien haid pada tanggal 7, Lama
haid 6 atau 7 hari. Pada hari pertama dan hari seterusnya haid
biasanya mengganti pembalut 3 kali. Klien mengatakan merasakan
nyeri di saat haid dari kelas 1 SMP umur 14 tahun, nyeri dirasakan
hampir disetiap bulannya.
7. Riwayat KB : Klien belum menikah
B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :
Kulit: Bersih
Kesadaran : Composmetis kooperatif
b. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 92x / menit
Nafas : 20x / menit
Suhu : 36,7 0C
c. Pengukuran Antropometri:
Tinggi Badan : 150 cm
BB: 45 kg
IMT : BB/ (TB m)2 = 20 (normal)
d. Pemeriksaan Head to Toe :
1) Kepala : normacephal, simetris, tidak terdapat luka/nyeri, tidak
ada masalah
2) Rambut: hitam struktur rambut = lurus kondisi rambut tidak
mudah rontok, tidak ada masalah
3) Mata: simetris kiri= kanan, reflek pupil (+/+), palpebra edema
(-), sklera ikterik (-) , konjungtiva anemis (-/-),tidak ada
masalah
4) Hidung: simetris secret (-) polip (-), tidak ada masalah
5) Telinga: simetris, tidak ada masalah
6) Mulut dan tenggorokkan: mukosa bibir lembab ,luka (-) tidak
ada masalah
7) Leher: KGB (-) , Kelenjer tiroid (-) , kaku kuduk (-) tidak ada
masalah
8) Wajah: edema (-) , nyeri (+), tampak pucat dan meringis Nyeri
akut
9) Dada dan thorax:
a. Paru-paru :
 Inspeksi : Tidak dilakukan
 Palpasi : Tidak dilakukan
 Perkusi : Tidak dilakukan
 Auskultasi : Tidak dilakukan
b. Jantung
 Inspeksi : Tidak dilakukan
 Palpasi : Tidak dilakukan
 Perkusi : Tidak dilakukan
 Auskultasi : Tidak dilakukan
c. Payudara
 Inspeksi : Tidak dilakukan
 Palpasi : Tidak dilakukan
10) Abdomen
a. Inspeksi : ascites(-), luka (-) , sikatrik(-)
b. Palpasi : nyeri tekan (-) , tidak ada benjolan, teraba masa(-)
c. Perkusi : timpani
d. Auskultasi : Bising usus normal

11) Eksremitas atas/bawah


a. Inspeksi kuku : kulit tidak pucat , capillary refill (<2 detik)
b. Palpasi : edema (-), nyeri (-)
c. Kemampuan otot: baik
12) Genitalia ( alat kelamin, anus)
a. Inspeksi : tidak dilakukan
b. Palpasi : Tidak dilakukan

c. Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Nn.T beranggapan bahwa kondisinya adalah hal wajar yang
dialami setiap wanita. Apabila rasa sakitnya tidak tertahankan klien
membeli obat penghilang nyeri. Jika nyeri yang bisa di tahan Nn. T
hanya beristirahat mengatakan tidak pernah minum obat
penghilang rasa nyeri.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Nn. T makan 3x sehari. Konsumsi air putih 6-8 gelas/hari. Nafsu
makan hilang apabila nyeri haid muncul
3) Pola eliminasi
BAK klien 4-5x/ hari bewarna jernih, BAB 1x di pagi hari.
4) Pola istirahat dan tidur
Kadang-kadang Nn. T sulit tidur karena nyeri yang ia rasakan,
biasanya Nn.T tidur 5-7 jam/ hari dan merasa segar ketika bangun
tidur
5) Pola persepsi sensori dan kognitif
Status mental baik composmentis kooperatif, bicara normal dengan
bahasa daerah, tingkat ansietas sedang, tepat dalam keterampilan
interaksi, tidak ada masalah dengan pendengaran serta penglihatan
6) Pola persepsi dan konsep diri
Klien adalah seorang dewasa yang peduli terhadap kebersihan dan
kesehatannya.
7) Pola hubungan dengan orang lain
Klien adalah anak perempuan dari 5 bersaudara, klien memiliki
hubungan baik dengan lingkungan sekitarnya
8) Pola reproduksi dan seksual
Siklus menstruasi klien teratur
9) Pola mekanisme koping
Klien jika merasa sakit ia akan mencoba beristirahat terlebih dahulu,
jika masih merasa sakit ia akan mengkonsumsi obat.
10) Pola nilai dan keyakinan
Klien beragama islam dan yakin bahwa Allah akan memberikan
kesehatan yang baik jika ia bisa menjaga dirinya dan menerapkan
perilaku hidup sehat
Symptom Etiologi Problem
DS : Menstruasi Nyeri Akut
 Nn. T mengeluhkan nyeri pada ↓
perut bagian bawah. Saat ini Nn. Produksi prostaglandin
A haid hari ke-3. yang berlebih
 Nn. T mengatakan nyeri saat ini ↓
meningkat dari hari sebelumnya. Regresi korpus luteum
 Nyeri yang dirasakan seperti di ↓
remas-remas/ keram progesteron↓
 Neri dirasakan pada perut bagian ↓
bawah. Miometrium terangsang
 Nyeri hilang timbul dirasakan ↓
setiap 5-10 menit. Kontraksi&disritmia
DO: uterus↑
 Skala nyeri 4 ↓
 Nn. A tanpak meringis Aliran darah ke uterus↓
 HR : 92x/i ↓
 RR : 20x/i Iskemia
 Nn. T tampak menahan nyeri ↓
dengan menekan perutnya Nyeri haid

ANALISA DATA
NO Diagnosa Standar luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
(SDKI)
1. Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan Definisi: pengalaman sensorik atau
dengan agen emosional yang berkaitan dengan Definisi : mengidentifikasi dan
pencedera kerusakan jaringan aktual atau mengelola pengalaman sensorik atau
fisiologis fungsional, dengan onset mendadak emosional yang berkaitan dengan
atau lambat dan berintensitas ringan kerusakan jaringan atau fungsional
hingga berat dan konstan. dengan onset mendadak atau lambat dan
lambat dan berintensitas ringan hingga
Setelah dilakukan intervensi berat dan konstan.
keperawatan selama 1x 24 jam nyeri Tindakan :
akut menurun, dengan kriteria hasil: Observasi
1. Keluhan nyeri menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik,
2. Meringis menurun durasi, frekuensi, kualitas,
3. Keteganggan otot intensitas nyeri
menurun - Identifikasi respon nyeri non
verbal
1. Kontrol Nyeri (L.08063) - Identifikasi faktor yang
Definisi: Tindakan untuk meredakan memperberat dan memperingan
pengalaman sensorik atas emosional nyeri
yang tidak menyenakangkan akibat - Identifikasi pengetahuan dan
kerusakan jaringaan. keyakinan tentang nyeri
- Monitor keberhasilan terapi
Setelah dilakukan intervensi komplementer yang akan diberikan
keperawatan selama 1x 24 jam nyeri Terapeutik
akut menurun, dengan kriteria hasil: - Berikan teknik non farmakologis
- Melaporkan nyeri terkontrol untuk mengurangi rasa nyeri
meningkat
- Kemampuan mengenali Edukasi
penyebab nyeri meningkat - Jelaskan penyebab, periode, daan
- Kemampuan menggunakan pemicu nyeri
teknik non-farmakologis - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jikaperlu.
E. Intervensi Keperawatan Pada Wanita Usia Subur
1. Pemeriksaan Payudara Sendiri
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) adalah cara yang efektif untuk
mendeteksi sedini mungkin. Para wanita disarankan untuk melakukannya
sendiri karena mereka sendiri yang benar-benar mengenal struktur payudara
normalnya. Oleh karena itu jika ada benjolan atau ada hal normal lainnya,
maka mereka akan langsung menyadarinya. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan secara berkala setiap bulan agar benjolan dapat ditemukan pada
stadium dini dan dapat dilakukan tindakan yang cepat apabila ditemukan
benjolan maupun kelainan lainnya pada payudara. Pemeriksaan payudara
sendiri (SADARI) dapat dilakukan oleh wanita setelah berusia 20 tahun. Saat
yang paling tepat untuk melakukan pemeriksaan ini adalah hari ke 5-7
setelah menstruasi, dimana payudara tidak mengeras, membesar atau nyeri
lagi. Untuk wanita yang telah menopause dapat melakukan pemeriksaan ini
kapan pun dan disarankan untuk melakukan pemeriksaan ini setiap awal atau
akhir bulan. Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan dalam tiga
tahap, yaitu: 1. Melihat payudara. a. Pemeriksaan ini dilakukan di depan
cermin. b. Buka seluruh pakaian dari pinggang ke atas dan berdiri di depan
cermin yang besar. c. Kedua lengan diletakkan disamping tubuh. d.
Perhatikan payudara. - Apakah bentuk dan ukuran payudara kanan dan kiri
simetris? - Apakah payudara membesar dan mengeras? - Apakah arah puting
tidak lurus ke depan atau berubah arah? - Apakah puting tertarik ke arah
dalam? - Apakah ada puting yang mengalami luka atau lecet? - Apakah ada
perubahan kulit? - Apakah kulit menebal dengan pori-pori melebar
menyerupai kulit jeruk? - Apakah permukaan kulit tidak mulus, ada kerutan
atau cekungan? e. Ulangi semua pengamatan diatas dengan kedua tangan
lurus keatas. f. Setelah itu ulangi kembali pengamatan tersebut dengan posisi
kedua tangan terletak di pinggang, dada dibusungkan dan siku tertarik ke
arah belakang. 2. Meminjat payudara. a. Dengan kedua tangan, pijat
payudara dengan lembut dari tepi ke arah puting. b. Perhatikan apakah ada
cairan atau darah yang keluar dari puting susu. 3. Meraba payudara. a.
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berbaring. b. Lakukan perabaan
payudara satu persatu. c. Untuk pemeriksaan pada payudara kanan, letakkan
bantal atau handuk yang dilipat dibawah bahu kanan. Lengan kanan
direntangkan disamping kepala atau diletakkan dibawah kepala. d. Raba
payudara dengan menggunakan tiga atau empat jari tangan kiri yang saling
dirapatkan. e. Rabaan dilakukan dengan gerakan memutar, naik turun dan
pilahpilah dari tepi payudara hingga ke puting susu. f. Geser posisi jari,
kemudian lakukan lagi dengan gerakan sebelumnya dari tepi payudara
hingga ke puting susu. g. Lakukan seterusnya hingga seluruh bagian
payudara. h. Lakukan hal yang sama pada payudara sisi lainnya. i. Perabaan
dilakukan dengan tiga tingkat tekanan, yaitu: tekanan ringan untuk meraba
adanya benjolan di permukaan kulit, tekanan sedang untuk memeriksa
adanya benjolan di tengah jaringan payudara dan tekanan kuat untuk meraba
benjolan di dasar payudara yang melekat pada tulang iga. j. Pemeriksaan
dapat menggunakan pelicin agar pemeriksaan menjadi lebih sensitif. k.
Ulangi langkah-langkah perabaan pada posisi berdiri, sebaiknya dilakukan
pada saat mandi dengan menggunakan sabun.
2. Memberikan Injeksi Kontrasepsi
Definisi KB Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah
anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, Pemerintah
mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan
(Sulistyawati, 2013). 2. Tujuan Program KB Tujuan dilaksanakan program
KB yaitu untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial
ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak agar
diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya (Sulistyawati, 2013). Tujuan program KB lainnya yaitu
untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna, untuk mencapai tujuan
tersebut maka diadakan kebijakaan yang dikategorikan dalam tiga fase
(menjarangkan, menunda, dan menghentikan) maksud dari kebijakaan
tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada
usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua
(Hartanto, 2002). 10 3. Ruang Lingkup Program KB Ruang lingkup program
KB secara umum adalah sebagai berikut : a. Keluarga berencana b.
Kesehatan reproduksi remaja c. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga d.
Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas e. Keserasian kebijakan
kependudukan f. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) g.
Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan. B. Kontrasepsi
1. Definisi Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah
terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan
permanen (Wiknjosastro, 2007). Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya
sel telur oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur
yang telah dibuahi ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014). 2.
Efektivitas (Daya Guna) Kontrasepsi Menurut Wiknjosastro (2007)
efektivitas atau daya guna suatu cara kontrasepsi dapat dinilai pada 2 tingkat,
yakni: a. Daya guna teoritis (theoretical effectiveness), yaitu kemampuan
suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak 11
diinginkan, apabila kontrasepsi tersebut digunakan dengan mengikuti aturan
yang benar. b. Daya guna pemakaian (use effectiveness), yaitu kemampuan
kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari dimana pemakaiannya dipengaruhi
oleh faktorfaktor seperti pemakaian yang tidak hati-hati, kurang disiplin
dengan aturan pemakaian dan sebagainya. 3. Memilih Metode Kontrasepsi
Menurut Hartanto (2002), ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih kontrasepsi. Metode kontrasepsi yang baik ialah kontrasepsi
yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut: a. Aman atau tidak berbahaya b.
Dapat diandalkan c. Sederhana d. Murah e. Dapat diterima oleh orang
banyak f. Pemakaian jangka lama (continution rate tinggi). Menurut Hartanto
(2002), faktor-faktor dalam memilih metode kontrasepsi yaitu: a. Faktor
pasangan 1) Umur 2) Gaya hidup 12 3) Frekuensi senggama 4) Jumlah
keluarga yang diinginkan 5) Pengalaman dengan kontraseptivum yang lalu 6)
Sikap kewanitaan 7) Sikap kepriaan. b. Faktor kesehatan 1) Status kesehatan
2) Riwayat haid 3) Riwayat keluarga 4) Pemeriksaan fisik 5) Pemeriksaan
panggul. 4. Macam-macam Kontrasepsi a. Metode Kontrasepsi Sederhana
Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode kontrasepsi
sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat. Metode kontrasepsi
tanpa alat antara lain: Metode Amenorhoe Laktasi (MAL), Couitus
Interuptus, Metode Kalender, Metode Lendir Serviks, Metode Suhu Basal
Badan, dan Simptotermal yaitu perpaduan antara suhu basal dan lendir
servik. Sedangkan metode kontrasepsi sederhana dengan alat yaitu kondom,
diafragma, cup serviks dan spermisida (Handayani, 2010). 13 b. Metode
Kontrasepsi Hormonal Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi
menjadi 2 yaitu kombinasi (mengandung hormon progesteron dan estrogen
sintetik) dan yang hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi hormonal
kombinasi terdapat pada pil dan suntikan/injeksi. Sedangkan kontrasepsi
hormon yang berisi progesteron terdapat pada pil, suntik dan implant
(Handayani, 2010). c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2
yaitu AKDR yang mengandung hormon sintetik (sintetik progesteron) dan
yang tidak mengandung hormon (Handayani, 2010). AKDR yang
mengandung hormon Progesterone atau Leuonorgestrel yaitu Progestasert
(Alza-T dengan daya kerja 1 tahun, LNG-20 mengandung Leuonorgestrel
(Hartanto, 2002). d. Metode Kontrasepsi Mantap Metode kontrasepsi mantap
terdiri dari 2 macam yaitu Metode Operatif Wanita (MOW) dan Metode
Operatif Pria (MOP). MOW sering dikenal dengan tubektomi karena prinsip
metode ini adalah memotong atau mengikat saluran tuba/tuba falopii
sehingga mencegah pertemuan antara ovum dan sperma. Sedangkan MOP
sering dikenal dengan nama vasektomi, vasektomi yaitu memotong atau
mengikat saluran vas deferens 14 sehingga cairan sperma tidak dapat keluar
atau ejakulasi (Handayani, 2010). C. Kontrasepsi Hormonal 1. Definisi
Kontrasepsi Hormonal Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode
kontrasepsi yang paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya
konsepsi (Baziad, 2008). Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi
dimana estrogen dan progesteron memberikan umpan balik terhadap kelenjar
hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap folikel dan
proses ovulasi (Manuaba, 2010). 2. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormonal
Hormon estrogen dan progesteron memberikan umpan balik, terhadap
kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap
perkembangan folikel dan proses ovulasi. Melalui hipotalamus dan hipofisis,
estrogen dapat menghambat pengeluaran Folicle Stimulating Hormone (FSH)
sehingga perkembanagan dan kematangan Folicle De Graaf tidak terjadi. Di
samping itu progesteron dapat menghambat pengeluaran Hormone
Luteinizing (LH). Estrogen mempercepat peristaltik tuba sehingga hasil
konsepsi mencapai uterus endometrium yang belum siap untuk menerima
implantasi (Manuaba, 2010). 15 Selama siklus tanpa kehamilan, kadar
estrogen dan progesteron bervariasi dari hari ke hari. Bila salah satu hormon
mencapai puncaknya, suatu mekanisme umpan balik (feedback)
menyebabkan mula-mula hipotalamus kemudian kelenjar hypophyse
mengirimkan isyarat-isyarat kepada ovarium untuk mengurangi sekresi dari
hormon tersebut dan menambah sekresi dari hormon lainnya. Bila terjadi
kehamilan, maka estrogen dan progesteron akan tetap dibuat bahkan dalam
jumlah lebih banyak tetapi tanpa adanya puncak-puncak siklus, sehingga
akan mencegah ovulasi selanjutnya. Estrogen bekerja secara primer untuk
membantu pengaturan hormon realising factors of hipotalamus, membantu
pertumbuhan dan pematangan dari ovum di dalam ovarium dan merangsang
perkembangan endometrium. Progesteron bekerja secara primer menekan
atau depresi dan melawan isyarat-isyarat dari hipotalamus dan mencegah
pelepasan ovum yang terlalu dini atau prematur dari ovarium, serta juga
merangsang perkembangan dari endometrium (Hartanto, 2002). Adapun efek
samping akibat kelebihan hormon estrogen, efek samping yang sering terjadi
yaitu rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada payudara, dan fluor
albus atau keputihan. Rasa mual kadang-kadang disertai muntah, diare, dan
rasa perut kembung. Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran
air dan natrium, dan dapat meningkatkan berat badan. Sakit kepala
disebabkan oleh retensi cairan. Kepada penderita pemberian garam perlu
dikurangi dan dapat diberikan diuretik. Kadang- 16 kadang efek samping
demikian mengganggu akseptor, sehingga hendak menghentikan kontrasepsi
hormonal tersebut. Dalam kondisi tersebut, akseptor dianjurkan untuk
melanjutkan kontrasepsi hormonal dengan kandungan hormon estrogen yang
lebih rendah. Selain efek samping kelebihan hormon estrogen, hormon
progesteron juga memiliki efek samping jika dalam dosis yang berlebihan
dapat menyebabkan perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu makan
disertai bertambahnya berat badan, acne (jerawat), alopsia, kadang-kadang
payudara mengecil, fluor albus (keputihan), hipomenorea. Fluor albus yang
kadang-kadang ditemukan pada kontrasepsi hormonal dengan progesteron
dalam dosis tinggi, disebabkan oleh meningkatnya infeksi dengan candida
albicans (Wiknjosastro, 2007). Komponen estrogen menyebabkan mudah
tersinggung, tegang, retensi air, dan garam, berat badan bertambah,
menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat menstruasi,
meningkatkan pengeluaran leukorhea, dan menimbulkan perlunakan serviks.
Komponen progesteron menyebabkan payudara tegang, acne (jerawat), kulit
dan rambut kering, menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram
(Manuaba, 2010). 3. Macam-Macam Kontrasepsi Hormonal a. Kontrasepsi
Pil 1) Pengertian Pil oral akan menggantikan produksi normal estrogen dan
progesteron oleh ovarium. Pil oral akan menekan hormon ovarium 17 selama
siklus haid yang normal, sehingga juga menekan releasingfactors di otak dan
akhirnya mencegah ovulasi. Pemberian Pil Oral bukan hanya untuk
mencegah ovulasi, tetapi juga menimbulkan gejala-gejala pseudo pregnancy
(kehamilan palsu) seperti mual, muntah, payudara membesar, dan terasa
nyeri (Hartanto, 2002). 2) Efektivitas Efektivitas pada penggunaan yang
sempurna adalah 99,5- 99,9% dan 97% (Handayani, 2010). 3)Jenis KB Pil
menurut Sulistyawati (2013) yaitu: a) Monofasik: pil yang tersedia dalam
kemasan 21 tablet mengamdung hormon aktif estrogen atau progestin, dalam
dosisi yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif, jumlah dan porsi
hormonnya konstan setiap hari. b) Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan
21 tablet mengandung hormon aktif estrogen, progestin, dengan dua dosis
berbeda 7 tablet tanpa hormon aktif, dosis hormon bervariasi. c) Trifasik: pil
yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen
atau progestin, dengan tiga dosis yang berbeda 7 tablet tanpa hormon aktif,
dosis hormon bervariasi setiap hari. 18 4)Cara kerja KB Pil menurut
Saifuddin (2010) yaitu: a) Menekan ovulasi b) Mencegah implantasi c)
Mengentalkan lendir serviks d) Pergerakan tuba terganggu sehingga
transportasi ovum akan terganggu. 5) Keuntungan KB Pil menurut
Handayani (2010) yaitu: a) Tidak mengganggu hubungan seksual b) Siklus
haid menjadi teratur (mencegah anemia) c) Dapat digunakam sebagai metode
jangka panjang d) Dapat digunakan pada masa remaja hingga menopouse e)
Mudah dihentikan setiap saat f) Kesuburan cepat kembali setelah
penggunaan pil dihentikan g) Membantu mencegah: kehamilan ektopik,
kanker ovarium, kanker endometrium, kista ovarium, acne, disminorhea. 6)
Keterbatasan KB Pil menurut Sinclair (2010) yaitu: a) Amenorhea b)
Perdarahan haid yang berat c) Perdarahan diantara siklus haid d) Depresi e)
Kenaikan berat badan f) Mual dan muntah 19 g) Perubahan libido h)
Hipertensi i) Jerawat j) Nyeri tekan payudara k) Pusing l) Sakit kepala m)
Kesemutan dan baal bilateral ringan n) Mencetuskan moniliasis o) Cloasma
p) Hirsutisme q) leukorhea r) Pelumasan yang tidak mencukupi s) Perubahan
lemak t) Disminorea u) Kerusakan toleransi glukosa v) Hipertrofi atau ekropi
serviks w) Perubahan visual x) Infeksi pernafasan y) Peningkatan episode
sistitis z) Perubahan fibroid uterus. 20 b. Kontrasepsi Suntik 1) Efektivitas
kontrasepsi Suntik. Menurut Sulistyawati (2013), kedua jenis kontrasepsi
suntik mempunyai efektivitas yang tinggi, dengan 30% kehamilan per 100
perempuan per tahun, jika penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai
jadwal yang telah ditentukan. DMPA maupun NET EN sangat efektif sebagai
metode kontrasepsi. Kurang dari 1 per 100 wanita akan mengalami
kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA dan 2 per 100 wanita per tahun
pemakain NET EN (Hartanto, 2002). 2) Jenis kontrasepsi Suntik Menurut
Sulistyawati (2013), terdapat dua jenis kontrasepsi suntikan yang hanya
mengandung progestin, yaitu : a) Depo Mendroksi Progesteron (DMPA),
mengandung 150 mg DMPA yang diberikan setiap tiga bulan dengan cara di
suntik intramuscular (di daerah pantat). b) Depo Noretisteron Enantat (Depo
Noristerat), mengandung 200 mg Noretindron Enantat, diberikan setiap dua
bulan dengan cara di suntik intramuscular (di daerah pantat atau bokong). 3)
Cara kerja kontrasepsi Suntik menurut Sulistyawati (2013) yaitu: a)
Mencegah ovulasi 21 b) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma c) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan
atrofi d) Menghambat transportasi gamet oleh tuba falloppii. 4) Keuntungan
kontrasepsi Suntik Keuntungan pengguna KB suntik yaitu sangat efektif,
pencegah kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh pada hubungan
seksual, tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius
terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah, tidak
mempengaruhi ASI, efek samping sangat kecil, klien tidak perlu menyimpan
obat suntik, dapat digunakan oleh perempuan usia lebih 35 tahun sampai
perimenopause, membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik, menurunkan kejadian tumor jinak payudara, dan mencegah beberapa
penyebab penyakit radang panggul (Sulistyawati, 2013). 5) Keterbatasan
Adapun keterbatasan dari kontrasepsi Suntik menurut Sulistyawati (2013)
yaitu: a) Gangguan haid b) Leukorhea atau Keputihan c) Galaktorea d)
Jerawat 22 e) Rambut Rontok f) Perubahan Berat Badan g) Perubahan libido.
c. Kontrasepsi Implant 1) Profil kontrasepsi Implant menurut Saifuddin
(2010) yaitu: a) Efektif 5 tahun untuk norplant, 3 tahun untuk Jedena,
Indoplant, atau Implanon b) Nyaman c) Dapat dipakai oleh semua ibu dalam
usia reproduksi d) Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan e) Kesuburan
segera kembali setelah implan dicabut f) Efek samping utama berupa
perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak, dan amenorea g) Aman dipakai
pada masa laktasi. 2) Jenis kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010)
yaitu: a) Norplant: terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan
panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 3,6 mg
levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun. b) Implanon: terdiri dari satu
batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm,
yang diisi dengan 68 mg 3- Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun. 23
c) Jadena dan indoplant: terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg.
Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun. 3) Cara kerja kontrasepsi Implant
menurut Saifuddin (2010) yaitu: a) Lendir serviks menjadi kental b)
Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi c) Mengurangi transportasi sperma d) Menekan ovulasi. 4)
Keuntungan kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu: a) Daya
guna tinggi b) Perlindungan jangka panjang c) Pengembalian tingkat
kesuburan yang cepat setelah pencabutan d) Tidak memerlukan pemeriksaan
dalam e) Tidak mengganggu dari kegiatan senggama f) Tidak mengganggu
ASI g) Klien hanya kembali jika ada keluhan h) Dapat dicabut sesuai dengan
kebutuhan i) Mengurangi nyeri haid j) Mengurangi jumlah darah haid k)
Mengurangi dan memperbaiki anemia l) Melindungi terjadinya kanker
endometrium m) Melindungi angka kejadian kelainan jinak payudara 24 n)
Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul o)
Menurunkan kejadian endometriosis. 5) Keterbatasan kontrasepsi Implant
menurut Saifuddin (2010) yaitu: Pada kebanyakan pasien dapat
menyebabkan perubahan pola haid berupa perdarahan bercak (spooting),
hipermenorea atau meningkatnya jumlah darah haid, serta amenorhea. D.
Keputihan 1. Etiologi Keputihan Fluor albus atau keputihan semakin sering
timbul dengan kadar estrogen yang lebih tinggi, hal ini disebabkan
Lactobacillus memecah glikogen menjadi asam laktat, sehingga
menyebabkan lingkungan yang asam dimana candida albicans tumbuh
dengan subur. Alat genitalia terdapat mekanisme pertahanan tubuh yang
berupa bakteri yang menjadi pH vagina. Normalnya angka keasaman pada
vagina berkisar antara 3,8- 4,2, sebagian besar 95% adalah jenis bakteri
Lactobacillus dan selebihnya adalah bakteri pathogen (Hartanto, 2002).
Keputihan terjadi karena peradangan atau infeksi yang disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti posisi kantong rahim yang berubah-ubah atau bakteri
yang dapat menimbulkan pengendapan cairan darah putih pada vagina,
sehingga menimbulkan aroma yang tidak sedap, karena adanya pembusukkan
oleh bakteri dan mengandung penyakit. Keputihan juga disebabkan oleh
berbagai hal seperti infeksi mikroorganisme yaitu bakteri, 25 jamur, virus
atau parasit, juga dapat disebabkan karena gangguan keseimbangan hormon,
stress, kelelahan kronis, peradangan alat kelamin, benda asing dalam vagina,
dan adanya penyakit dalam organ reproduksi seperti kanker rahim, yang
sering menimbulkan keputihan antara lain, bakteri, jamur, virus, atau juga
parasit . Jumlah warna dan bau dari cairan keputihan akibat infeksi
mikroorganisme tergantung dari jenis mikroorganisme yang menginfeksinya.
Infeksi ini dapat menjalar dan menimbulakn peradangan ke saluran kencing,
sehingga menimbulkan rasa pedih saat si penderita buang air kecil (Shadine,
2012). Adapun jenis keputihan dibagi menjadi dua macam menurut Shadine
(2012) yaitu: a. Keputihan fisiologik Keputihan karena fisiologik dapat
ditemukan pada bayi yang baru lahir hingga berumur kira-kira sepuluh hari.
Waktu menarche, wanita dewasa apabila dirangsang sebelum dan pada waktu
coitus, waktu ovulasi, pada wanita berpenyakit menahun dengan neurosis,
dan pada wanita dengan ektopian persionis uteri, serta penggunaan obat-
obatan atau alat kontrasepsi. b. Keputihan patologik Keputihan karena
patologik utamanya disebabkan infeksi (jamur, kuman, parasit, virus), namun
dapat pula akibat adanya benda asing dalam liang senggama, gangguan
hormonal akibat mati haid, 26 kelainan bawaan dari alat kelamin wanita,
adanya kanker atau keganasan pada alat kelamin terutama di leher rahim. 2.
Epidemiologi Keputihan Keputihan satu diantara tiga masalah wanita yang
semula dianggap remeh dan lama kelamaan menjadi serius bahkan menjadi
parah, 75% wanita pernah mengalami keputihan. Keputihan adalah keluarnya
getah bening atau cairan vagina yang berlebihan sehingga sering sekali
menyebabkan celana dalam basah (Pudiastuti, 2010). Keputihan sering
diderita wanita dalam masa aktif reproduksi (umur 20-45 tahun) dan jarang
dialami pada wanita masa puber. Keputihan dapat disebabkan karena
penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung hormonal dalam pemakaian
kontrasepsi hormonal, keputihan meningkat 50% dibandingkan dengan
wanita yang tidak memakai kontrasepsi hormonal. Fluor Albus, Leukorhea
atau keputihan merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita. Keputihan
yang disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal didalam
vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar, dapat juga disertai bau yang
tidak sedap (bau busuk), dan menimbulkan rasa nyeri sewaktu berkemih atau
bersenggama (Shadine, 2012). Didalam alat genitalia wanita terdapat
mekanisme pertahanan tubuh berupa bakteri yang menjaga kadar keasaman
pH vagina. Normalnya angka keasaman vagina antara 3,8-4,5. Sebagian
besar (95%) 27 adalah bakteri laktobasilus dan selebihnya adalah bakteri
pathogen (bakteri yang menimbulkan penyakit) (Shadine, 2012). 3. Patologi
Keputihan Cairan yang keluar dari vagina dalam kondisi normal
mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas dan mucus serviks,
yang akan bervariasi karena dipengaruhi oleh umur, siklus menstruasi,
kehamilan, dan penggunaan kontrasepsi (Fakhidah, 2014). a. Infeksi akibat
kuman (bakteri) menurut Shadine (2012) antara lain: 1) Gonococcus atau
lebih dikenal dengan nama GO. Warnanya kekuningan yang sebetulnya
merupakan nanah yang terdiri dari sel darah putih yang mengandung kuman
Neisseria Gonorrhoea. Kuman ini mudah mati setelah terkena sabun, alkohol,
deterjen, dan sinar matahari. 2) Chlamydia trachomatis, kuman ini sering
menyebabkan penyakit mata trakhoma. Ditemukan di cairan vagina dengan
pewarnaan diemsa. 3) Gardenerella, menyebabkan peradangan vagina tak
spesifik. Biasanya mengisi penuh sel-sel epitel vagina berbentuk khas clue
cell. Menghasilkan asam amino yang akan diubah menjadi senyawa amin bau
amis, berwarna keabu-abuan. 28 4) Treponema pallidium, adalah penyebab
penyakit kelamin sifilis. Penyakit ini dapat terlihat sebagai kutil-kutil kecil di
liang senggama dan bibir kemaluan. b. Infeksi akibat jamur atau kandidiasis
menurut Winkjosastro (2007) Infeksi akibat jamur atau kandidiasis biasanya
disebabkan spesies candida. Kandidiasis disebabkan oleh infeksi dengan
kandida albikans, suatu jenis jamur gram positif yang mempunyai
benangbenang pseudomiselia yang terbagi-bagi dalam kelompok
blastospores. Jamur ini tumbuh dengan baik dalam suasana asam (pH 5,0-
6,5) yang mengandung glikogen, ia dapat ditemukan dalam dalam mulut,
daerah perianal dan vagina tanpa menimbulkan gejala. Ia dapat tumbuh
dengan cepat dan menyebabkan vaginitis pada wanita hamil, wanita yang
menggunakan kontrasepsi hormonal, wanita yang diberikan antibiotika
berspektrum luas, wanita dengan diabetes dan wanita dengan kesehatan yang
tidak baik. Vulvoginitis karena infeksi dengan kandida albikans
menyebabkan leukorea atau keputihan yang berwarna keputih-putihan yang
sangat gatal. Pada pemeriksaan ditemukan radang vulva dan vagina, pada
dinding sering juga terdapat mebran-membran kecil berwarna, yang jika
diangkat meninggalkan bekas yang agak berdarah. 29 Diagnosis dibuat
dengan cara pemeriksaan seperti trikomonas vaginalis, pada sediaan tampak
jamur ditengah-tengah leukosit. Dapat pula usapan diatas gelas objek dicat
dengan cara Gram; jika perlu, dapat pula dilakukan pembiakkan. c. Parasit
penyebab keputihan Parasit penyebab keputihan terbanyak adalah
Trichomonas vaginalis. Cairannya banyak, berbuih seperti air sabun, bau,
gatal, vulva kemerahan, nyeri bila ditekan atau perih saat buang air kecil
Shadine (2012). Vulvoginitis penyebabnya adalah trikomonas vaginalis.
Trikomonas dapat ditemukan dalam jumlah kecil dalam vagina tanpa gejala
apapun, akan tetapi dalam beberapa hal yang ada hubungannya dengan
perubahan kondisi lingkungan, jumlah dapat bertambah banyak dan
menimbulkan radang. Peterson melaporkan bahwa 24,6% dari asupan vagina
yang diambil secara rutin pada penderita obstetri dan ginekologi
menunjukkan adanya trikomonas vaginalis (Winkjosastro, 2007).
Trikomonas vaginalis adalah suatu parasit dengan flagella yang bergerak
sangat aktif. Walaupun infeksi dapat terjadi dengan berbagai cara, penularan
dengan jalan koitus ialah cara yang paling sering terdapat. Vaginitis karena
trikomonas menyebabkan leukorea yang encer sampai kental, berwarna
kekuning-kuningan dan agak berbau. Penderita mengeluh tentang adanya
fluor yang menyebabkan rasa 30 gatal dan membakar. Disamping itu kadang-
kadang gejala urethritis ringan seperti disuria dan sering kencing. Parasit
biasanya dengan mudah dijumpai ditengah-tengah leukosit pada sediaan
yang dibuat dengan mengambil sekret dari dinding vagina dicampur dengan
satu tetes larutan garam fisiologik diatas gelas objek. Sediaan diperiksa
dibawah mikroskop dengan pembesaran sedang dan dengan cahaya yang
dikurangi sedikit (Winkjosastro, 2007). Parasit dapat dikenal dengan melihat
gerakanp-gerakannya, bentuknya lonjong dengan flagella yang panjang dan
membran yang bergerak bergelombang dan dengan ukuran sebesar 2 kali
leukosit. Akan tetapi, trikomonas tidak selalu dapat ditemukan dengan cara
pemeriksaan tersebut; bila dianggap perlu, dapat pula dilakukan pembiakan
(Winkjosastro, 2007). d. Keputihan akibat virus Keputihan akibat virus
disebabkan Human Papiloma Virus (HPV) dan Herpes simpleks (Shadine,
2012). 4. Diagnosis Keputihan Diagnosis Keputihan dapat berupa iritasi pada
area genital, rasa panas, gatal dan nyeri yang dapat terasa didaerah vulva dan
paha, perineum, dapat pula disertai nyeri saat berkemih dan senggama.
Keluar cairan keputihan yang berwarna kuning kotor kehijauan serta berbau
busuk yang menusuk. Keluarnya cairan keputihan yang berwarna putih 31
kekuningan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau
kental dan kadang-kadang berbusa (Shadine, 2012). 5. Upaya Pencegahan
Keputihan Adapun upaya pencegahan terhadap kejadian keputihan menurut
Pudiastuti (2010) yaitu: a. Jangan menggunakan celana dalam dari bahan
nylon karena panas dan lembab di daerah vagina dan vulva. b. Meningkatkan
kebersihan diri (setelah BAK/BAB ceboklah atau bilaslah dengan air yang
bersih). c. Jangan menggunakan bedak yang sifatnya merangsang. d. Jangan
menggunakan Pantyliners terus-menerus. e. Jangan memakai pembersih
vagina secara terus-menerus karena dapat mengurangi pH vagina ataupun
meningkatkan pH vagina. f. Pengobatan terhadap partner seks, terutama pada
kasus trichomoniasis dan candidosis. g. Program pengobatan intensif dengan
obat yang sesuai dan dosis yang tepat. Pengetahuan akan keputihan secara
tepat, dapat membantu dalam membedakan antara keputihan yang normal
dan keputihan yang patologis. Sehingga pencegahan dan penanggulangan
dapat dilakukan secara dini dan menghindarkan dari kemandulan dan kanker
leher rahim lebih lanjut. Dengan demikian kita wajib menjaga kebersihan dan
kesehatan di daerah 32 genitalia. Keputihan dapat dicegah dengan menjaga
kebersihan genitalia, memilih pakaian dalam yang tepat, menghindarkan
faktor risiko infeksi seperti berganti ganti pasangan seksual, serta
pemeriksaan ginekologi secara teratur (Shadine, 2012) E. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan dengan Kejadian Keputihan Beberapa wanita tidak jarang
mengeluh keputihan dan gatal-gatal selama penggunaan kontrasepsi
hormonal. Ketidakstabilan ekosistem pada vagina akan menyebabkan
keputihan, kestabilan ekosistem vagina dapat dipengaruhi sekresi (keluarnya
lendir dari uterus), status hormonal (masa pubertas, kehamilan, menopouse),
benda asing (IUD, tampon, dan obat yang dimasukkan melalui vagina),
penyakit akibat hubungan seksual, obat-obatan (kontrasepsi), diet
(kebanyakan karbohidrat, kurang vitamin) (Pudiastuti, 2010). Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi keputihan menurut berbagai penelitian
sebelumnya yaitu penelitian Fakhidah (2014), menyimpulkan bahwa ada
hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi suntik 3 bulan dengan
kejadian keputihan. Pemberian hormon progesteron pada kontrasepsi suntik 3
bulan maka flora vagina berubah sehingga jamur mudah tumbuh di vagina
dan menimbulkan keluhan keputihan. Menurut Rimza (2003), kontrasepsi
vagina ring atau cincin vagina yang mengandung ethinyl estradol dan
etonogestrel telah disetujui digunakan di Amerika Serikat. Wanita
memasukkan cincin vagina setiap 3 minggu sekali, kemudian selama 1
minggu cincin vagina dilepaskan. Cincin yang baru 33 digunakan untuk
pemakaian 1 bulan. Cincin vagina memiliki efek samping yang sama dengan
kontrasepsi hormonal (kontrasepsi pil), efek samping penggunaan cincin
vagina yaitu keputihan atau leukorhea dan iritasi vagina. Menurut penelitian
Syahlani dkk (2013), menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
penggunaan kontrasepsi hormonal dan pengetahuan ibu tentang perawatan
organ reproduksi dengan kejadian keputihan. Didapatkan sebagian besar
responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal mengalami keputihan
sebanyak 87 orang (88,77%). Selain itu penelitian Triyani dan Sulistiani
(2013), menyimpulkan bahwa ada hubungan pemakaian pembersih vagina
dengan kejadian keputihan pada remaja putri. Hal ini dikarenakan pembersih
vagina yang banyak dijual dipasaran adalah antiseptik. Penggunaan
antiseptik yang banyak dijual dipasaran justru akan mengganggu ekosistem
didalam vagina, terutama pH dan kehidupan bakteri baik. Jika pH terganggu
maka bakteri jahat akan mudah berkembang lebih banyak dan vagina akan
mudah terkena penyakit yang salah satunya keputihan. Menurut penelitian
Wijanti dkk. (2011), didapatkan para remaja putri paling sering mengalami
keputihan saat mereka stress dan kelelahan sebanyak 54 orang (27,28%).
Pada penelitian ini didapatkan bahwa para remaja paling sering mengalami
keputihan saat mereka stress atau lelah. Pada usia remaja merupakan masa
yang rentan akan stress atau bisa juga dikatakan sebagai suatu masa yang
labil. Stress bisa saja muncul karena berbagai macam faktor 34 baik dari
individu itu sendiri maupun dari lingkungan sekitar. Apalagi remaja usia
sekolah pasti mempunyai tanggung jawab pada dirinya, seperti tanggung
jawab untuk belajar, mengumpulkan tugas-tugas, lulus ujian, dan sebagainya.
Hal ini bisa jadi merupakan faktor penyebab terjadinya stress pada remaja,
sehingga berakibat juga terhadap waktu terjadinya keputihan. Adapun
menurut penelitian Hidayati dkk (2010), menyimpulkan bahwa ada hubungan
antara personal hygiene perineal pada wanita usia subur dengan kejadian
keputihan. Keputihan disebabkan karena pola kebersihan seseorang yang
tidak memperhatikan perawatan kebersihan pada alat genitalia. Jika personal
hygiene perineal yang kurang akan mempengaruhi terjadi suatu penyakit
keputihan, untuk itu perlu dilakukan perawatan organ genitalia secara teratur
seperti cara perawatan daerah genitalia.
3. Memberikan Konseling Keluarga
Konseling Keluarga 1. Sejarah Konseling Keluarga a. Perkembangan
Konseling Keluarga di Indonesia Perkembangan kenseling keluarga di
Indonesia tertimbun oleh semaraknya perkembangan bimbingan dan
konseling di sekolah. Bimbingan dan konseling (BK) di sekolah pada masa
tahun 60-an bahkan sampai saat ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan,
karena banyak sekali masalah-masalah siswa, seperti kesulitan belajar,
penyesuaian sosial, dan masalah perilaku siswa yang tidak dapat dipecahkan
oleh guru biasa. Jadi diperlukan guru BK untuk membantu siswa. Namun
sejak awal, lulusan BK ini memang sangat sedikit sehingga sekolah
mengambil kebijakan menjadikan guru biasa merangkap BK. Hal ini telah
mencemarkan nama BK karena banyak perlakuan guru BK yang tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip BK, seperti memarahi siswa, bahkan ada yang
memukul. Mengenai kasus keluarga, banyak juga ditemukan di sekolah
seperti siswa yang menyendiri dan suka termenung. Selidik punya selidik,
ternyata keluarganya berantakan, misalnya ayah ibu bertengkar dan bercerai.
26 Beberapa indikator perkembangan BK. 1 Berikut akan penulis uraikan
satu persatu: 1) Guru pembimbing tidak secara khusus menangani masalah
keluarga, akan tetapi disambilkan dalam penanganan masalah kesulitan
belajar, penyesuaian sosial, dan pribadi siswa. Guru-guru pembimbing
sekolah menemukan masalah-masalah kesulitan belajar dan masalah lainnya
seperti sosial dan pribadi siswa, berkaitan dengan keadaan sosialpsikologis
keluarga. Misalnya, kesulitan belajar siswa diduga bersumber dari ketidak
harmonisan komunikasi antar anggota keluarga atau adanya kepincangan
dalam sistem keluarga. 2) Terjadi anggapan yang keliru bahwa konseling
keluarga adalah bimbingan bagi para calon ibu dan bapak yang akan
memasuki hidup berumah tangga. Mereka ini memerlukan bimbingan
keluarga. Anggapan ini masih terjadi hingga tahun 1983. 3) Pada tahun
1983, di jurusan BK IKIP Bandung, menjadikan konseling keluarga
sebagaimana yang ada di negara asalnya yakni Amerika Serikat. Orentasi
konseling keluarga adalah pengembangan individu anggota keluarga melalui
sistem keluarga yang mantap dan komunikasi antar anggota keluarga yang
harmonis. 1 Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (Family Counseling),
(Bandung: Alfabeta, 2015), hlm. 24-27 27 b. Beberapa Tokoh Konseling
Keluarga 1) Virginia Satir Adalah seorang psikiatris pekerja sosial yang
berafiliasi dengan Chicago Psychiatric Institute (CPI). Ia tertarik pada
pekerjaan Bowen dalam National Institute of Mental Health (NIMH). Bowen
adalah salah seorang pelopor Menninger Clinic yang terkenal itu, bertempat
di Topeka, Kansas. Selanjutnya Satir bersama Jackson di MRI
mengembangkan pola-pola komunikasi dalam keluarga. Salah satu
pemberian Satir yang besar adalah kemampuannya dalam menafsirkan
maupun mempraktikkan formulasi-formulasi secara kompleks yang
terungkap dalam bebagai metodenya. Buku publiksinya yang terkenal ialah
Cojoint Family Therapy mengemukakan desimilasi family therapy sebagai
metode. Setelah meninggalkan MRI, Satir adalah orang pertama yang
menjadi direktur Esalen Institute di Big Sur, California. Saat itu ia
merupakan orang pertama yang terkenal dalam pengajaran dan latihan dalam
psikologi humanistik. Pusat perhatian dalam Esalen ialah tentang
pertumbuhan, kesadaran, dan perasaan yang sama dengan minat
perkembangan dalam proses sensori. Dalam tugasnya di lapangan ia
mengembangkan target pekerjaan terapeutik sebagai berikut: Harga diri
individu anggota keluarga, kualitas penyaluran, dan pemolaan komunikasi
keluarga, aturan yang menata perilaku keluarga dan pernyataan-pernyataan
afektif, ikatan antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lembaga-
lembaga. 2) Jay Haley Ketika Bateson Projeck berakhir tahun 1962, Jay
Haley bergabung dengan Satir dan Jakson di MRI. Sementara itu ia mengajar
mahasiswanya mengenai proses komunikasi antar manusia dan aplikasi ide-
ide ini dalam interaksi dikeluarga. Ia juga terlibat dalam berbagai riset dalam
bidang ini yang banyak menyumbang pengembangan bidang family therapy.
Bidang minatnya itu tampak dalam bukunya The Strategies of
Psychotherapy 1963. Menurut Haley perjumpaan terapeutik arah terapi yang
efektif. Haley menyarankan ketika terapis membangun suatu kerangka yang
penuh kebaikan dimana perubahan sedang berlangsung, si terapis juga
membolehkan kliennya melanjutkan perilaku yang tak berubah dan
membiarkan paradoks itu selama perilaku tanpa perubahan itu masih ada.
Tujuan terapi menurut Haley ialah mendefinisikan dan mengubah hierarkhi
keluarga yang dicapai melalui perjuangan kekuatan terapeutik yang ditandai
oleh seleksi bertujuan dari terapis dan pelaksanaan strategi intervensif.
Bagaimana perubahan terjadi dan bagaimana gejala-gejala berkembang
bukanlah hal yang penting bagi 28 Haley. Bagaimana insight dan kesadaran
terjadi, dan pengetahuan tentang sistem keluarga, tidak relevan dengan terapi
Jay Haley. 3) Salvadore Minuchin Keluar dari Mental Research Institute
(MRI), Haley bergabung dengan Minuchin di Klinik Bimbingan Anak
Philadelphia (tahun 60- an). Menurut Minuchin, faktor-faktor penting yang
menentukan pola interaksi dalam keluarga ialah struktur keluarga, batas-
batas wewenang anggota keluarga, proses sistem keluarga, dan pembagian
tugas dalam keluarga.2 2. Pertumbuhan Konseling Keluarga Mengikuti
penemuan konseling keluarga (family therapy) tahun 50-an dan
operasionalisasinya tahun 60-an, gerakan konseling keluarga telah tumbuh
dalam model yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pertumbuhan itu
tampak pada hal-hal: rentangan masalah, para pakar atau praktisi, publikasi
ilmiah, dan ditraining para anggota.3 Berikut akan penulis uraikan satu
persatu: a. Rentang Masalah Mula-mula, terapi keluarga/konseling keluarga
bergerak sebagai studi dan menangani kasus-kasus schizophrenia dan
kenakalan remaja. Kemudian mengembangkan teori-teori tentang interaksi
keluarga dengan berbagai masalahnya. Sementara itu juga menangani
masalah-masalah politiik. Pada perkembangan selanjutnya menjurus kepada
memperkaya dan restorasi mengenai masalah-masalah keluarga yakni
masalah alkohol, 2 Ibid., hlm. 28-30. 3 Ibid., hlm 30-31. 29 obat-obat
terlarang, kenakalan, sakit tubuh, gangguan emosional, masalah penyesuaian
perkawinan, dan hubungan anak dengan orang tua. b. Para Pakar/Praktisi
Mereka kebanyakan berasal dari peikiater dan ahli-ahli kesehatan mental
yang berjumlah sekitar 4.000. Ada tiga organisasi profesional yang besar
yang mewadahi para profesional itu: American Association for Marital and
Family Therapy (AAMFT), The Marital and Family Therapy Setion of
National Council on Family Relation (MFTNCF), American Family Therapy
Association (AFTA). AMMFT adalah yang tersebar dengan 25% terapis
bergabung didalamnya dan beranggotakan 10.300 orang pada tahun 1983
(bandingkan 1967 hanya 973 anggota). MFTNCF adalah yang tertua yang
mengutamakan terhadap kehidupan keluarga dan kualitasnya. Reorganisasi
hal-hal berdasarkan minat tentang konseling perkawinan. Jumlah anggota
900 (1984). AFTA adalah termuda dan terkecil. Didirikan 1997 oleh
kelompok Family Process dan tercatat hanya 150 anggota, kemudian
berkembang menjadi 700 profesional. c. Publikasi Pada tahun 1958 Nathan
Ackerman menerbitkan buku pertama berjudul The Psychodynamics of
Family Life. Buku ini berisi tentang diagnosis dan treatment mengenai
hubungan keluarga. Tahun 1961 Don 30 Jack bergabung dengan Ackerman
dan menemukan Family Proces yang merupakan jurnal tentang teori-teori
keluarga dan terapinya. Sejak saat itu buku-buku dan jurnal-jurnal tentang
family therapy berkembang menjamur. Pada tahun 1980 ada 400 judul buku,
sedang tahun 1970 hanya 200 judul saja. d. Training Dalam tahun 1955
latihan family training baru di lima lokasi di seluruh AS. Tahun 1980
menjadi 175 pusat latihan di AS dan Eropa, Kanada, Mexico, Australia.
Demikian juga pusat-pusat latihan di jurusan psikologi, psikiatri, dan social
work. Antara 1970-1980 tercatat 4.000 mahasiswa yang dilatih ditambah
kegiatan seminar dan workshop. Keseluruhannya terlibat kira-kira 10.000.4
3. Klasifikasi Konseling Keluarga Dalam proses perkembangan konseling
keluarga terdapat dua dimensi orientasi. 5 Berikut akan penulis uraikan satu
persatu: a. Orientasi Praktis Orientasi praktis tahun 60-an lebih menekankan
bahwa kebenaran tentang perilaku tertentu diperoleh dari pelaksanaan proses
konseling di lapangan. Orientasi praktis disebut juga Action System ini dapat
diketahui dari penerbitan berjudul Family Process dengan editornya, adalah
Jay 4 Ibid, hlm. 30-31. 5 Ibid., hlm. 31-34. 31 Haley (1962). Menurut Haley
ada beberapa aliran yang berorientasi praktis: 1) The Dignified School of
Family Therapy, ialah aliran yang menghargai martabat manusia. Aliran ini
dipimpin oleh John Bell. Menurut aliran ini seorang konselor menimbang
dengan adil dan memperhatikan sumber konflik dalam keluarga dengan cara
memperhatikan (listening), dan mengadakan perundingan dengan anggota
keluarga. 2) The Dynamic Psychodynamic School of Family Diagnosis,
dengan tokohnya Nathan Ackerman. Aliran ini menekankan kepada fungsi
diagnostik terhadap semua individu anggota keluarga, dan konselor berperan
aktif menemukan perbedaan-perbedaan diantara anggota keluarga. 3) Chuck
It and Run, dipimpin oleh Charles Fulwiler, yang berusaha merangsang
konflik diantara anggota keluarga, kemudian setelah konflik itu muncul
maka terapis/konselor meninggalkan ruang konseling, untuk mengamati
cara-cara mereka menyelesaikan konflik maka peristiwa itu direkam atau
diamati melalui kaca tembus sebelah (one way mirrors). 4) Great Mother
School, dipimpin oleh Virginia Satir, aliran ini menekankan pada penerimaan
individu dan sikap para anggota keluarga, dan mengusahakan terciptanya
hubungan yang saling mempercayai diantara anggota. Sedangkan Jackson
mengembangkan 32 aliran Stonewell School of Family Therapy yang
bertujuan penggunaan paradoks dan sistem provokasi dalam proses
konseling keluarga. 5) Eyebows School, pimpinan R. D. Laing dan diikuti
terapis-terapis Inggris. Menurut aliran ini kepedulian mereka adalah terhadap
subjektivitas anggota keluarga untuk kemudian ditafsirkan terhadap
kenyataan keluarga. Digunakan dua orang terapis sebagai pengamat dunia
dalam klien anggota keluarga. 6) Brotherly Love School, menekankan pada
kunjungan terapis (dalam tim) ke rumah klien. Tim itu terdiri dari berbagai
disiplin terkait. 7) Total Push in The Tall County, dipelopori oleh Robert
MacGregor dari texas. Menurut aliran ini tugas-tugas adalah amat penting
bagi para anggota keluarga. 8) Hospitalized The Whole Damn Maelstrom, di
pelopori oleh Haley, yang menjelaskan sksperimen Bowen melalui
hospitalisasi seluruh anggota keluarga yang salah satu anggotanya
mengalami schizophrenia. Alat-alat yang digunakan untuk membantu
konseling berorientasi praktis, ialah dengan alat-alat rekaman suara, video,
tugas rumah, one way mirror dan sebagainya. b. Orientasi Teoritis Sampai
tahun 70-an banyayak konselor keuarga masih berbedabeda asumsinya
dalam, hal konseling keluarga, karena mereka berbeda 33 pandangan
terhadap observasi lapangan. Karena itu Nathan Ackerman sebelum
kematiannya tahun 1971, ia menyimpulkan perlu adanya kesamaan asumsi
teoritis dari semua praktik lapangan konseling keluarga. Hal itu telah
diperjelas olah Haley tahun 1988 bahwa kaum praktisi selama periode 60-an
memang berjuang untuk menemukan teori yang sesuai dengan praktiknya.
Dengan perkataan lain mereka mencari-cari landasan teoritis yang cook
dengan praktik mereka. Yang muncul kemudian adalah suatu dekade
berkembangnya minat para pakar untuk mengembangkan landasan teoritis
yang dapat menjadi pemandu bagi para praktisi konseling keluarga. Cara
yang ditempuh adalah dengan mengadakan penelitian. Pada tahun 1970
muncul kelompok bagi peningkatan psikiatri The Group for Psychiatry
(GAP). Hasil penelitiannya terhadap 300 responden terapis/konselor dan
berbagai disiplin ilmu yang terkait pada konseling keluarga, yang
menghadiri konferensi The American Orthopsychiatric Association (AOA)
pada tahun 1965 dan 1966. Dari penelitian itu GAP menemukan data sebagai
berikut: 1) Para konselor sangat dipengaruhi oleh prakteknya. 2) Belief dan
action mewarnai praktek. 3) Para praktisi dipengaruhi oleh tokoh-tokoh yang
kuat seperti Virginia Satir, Jackson, Nathan Ackerman, Jay Haley dan
Bowen. 4) Para praktisi juga dipengaruhi oleh kondisi geografisnya
masingmasing. Misalnya Pantai Barat AS dipengaruhi oleh Satir, Jackson,
Haley, Timur oleh Bowen dan Ackerman. 5) Kerangka teori yang mereka
ikuti dalam konseling keluarga adalah enam aliran yaitu: psychodynamic,
behavioral, learning, small group, 34 family system theori, dan existential.
Dari enam teori itu ternyata ada dua yang berkuasa yakni psychodynamic
dengan fokus pada kepercayaan tentang dinamika kepribadian anggota
keluarga, kedua teori sistem dalam keluarga (family system theory) dengan
fokus analisisnya pada dinamika hubungan interpersonal dari anggota
keluarga secara sistematik. Analyst (psikodinamika) dinamakan teori A
sedangkan teori sistem dalam keluarga dinamakan teori Z. Berikut ini
dilukiskan rentangan posisi kedua kelompok konselor itu dalam bentuk sisi
dikhotomus, sehingga ditengah rentangan itu berdiri konselor eklektik
dengan kode M. Berdasarkan pengamatan GAP tentang posisi ketiga
kelompok konselor tersebut, maka terdapat tujuh dimensi praktik terapeutik
dalam konseling keluarga. 1) Konselor memandang konseling keluarga
sebagai metode atau konsep. 2) Pasien dianggap sebagai fokus treatmen atau
tidak. 3) Kepentingan relatif terhadap sejarah pasien. 4) Menggunakan
prosedur diagnostik. 5) Konselor berperan dalam prosedur diagnostik. 6)
Adanya penafsiran terhadap affect (sikap, perasaan). 7) Adanya prosedur
operasional dalam konseling. Dari penelitian itu pula ditemukan delapan
dimensi peranan terapeutik; sejarah, affeck, learning, values, conscious vs
unconscious, transference, therapist as a teacher. Respon terhadap isu
tentang belief system (pendekatan teoritis) dalam konseling keluarga
mengundang pertanyaan yang diajukan Foley (1974) yaitu: 35 1) Apakah
keluaga itu? (What is a family?) 2) Apakah yang akan dicapai oleh konseling
keluarga? (What should the outcome of family therapy be?) 3)
Bagaimanakah keluarga itu berubah? (How does family change?) Dari
kesimpulan di atas tampak bahwa Ackerman enggan sekali mengatakan
bahwa keluarga itu adalah suatu sistem. Ia memandang keluarga sebagai unit
utama bagi sosialisasi kepribadian. Sedangkan Bowen dan Satir jelas pakat
kelompok M yang berusaha menggabungkan pemahaman tentang individu
dengan level keluarga sebagai sistem. Khususnya Bowen, memandang
keluarga sebagai sistem emosional dan tujuan terapeutik ialah keluarga
sebagai sistem. Jackson dan Haley (posisi Z) tampaknya sesalu memelihara
hubungan interpersonal dalam proses terapeutik untuk mencapai perubahan.
Dalam bukunya An Introduction to Family Therapy. Foley yang dikutip oleh
Sofyan menganalisis keterandalan perbuatan terapeutik dari ke lima pakar di
atas. Penilaiannya adalah high, medium, low.6 Terdahulu sudah dijelaskan
gaya konselor keluarga dalam proses konseling keluarga. ada yang bergaya
konduktor (aktif) dan ada pula yang bergaya reaktor (pengamat). Kalau gaya
kepribadian itu dikaitkan dengan posisi A (analitik-psikodinamika) dan
posisi Z (orentasi pada keluarga sebagai sistem), maka gambarannya adalah
sebagai berikut: 6 Ibid., hlm. 37-38. 36 Dari lukitan itu beberapa
kemungkinan/alternatif bisa terjadi dalam pelaksanaan konseling keluarga
mengingat tidak ada orang seratus persen memegang suatu aliran.
Tampaknya gaya-gaya konselor dalam posisi A-Z itu merupakan garis
kontinuum. Artinya kemungkinan seorang konselor tidak fanatik dengan
gaya yang sudah dimiliki atau posisi yang ia pegang, akan tetapi ada
kemungkinan bergeser ke kiri atau ke kanan, juga ke atas atau ke bawah.
Akan tetapi hal ini dibantah oleh Armstrong, 1972 dan Haley 1968. Mereka
mengatakan bahwa yang ada bukan kontinuum akan tetapi dikhotomus.
Artinya masing-masing konselor tetap pada posisi atau gayanya masing-
masing. Sebagai contoh seorang pakar psikodinamika tidak mudah untuk
melakukan pendekatan lain apalagi memang lawannya seperti behavioral.
Demikian pula dengan pakar yang sudah berada dalam posisi Z, dia sudah
terlibat dalam proses konseling dimana keluarga merupakan sistem. Dia
tidak bisa berada di luar sistem keluarga seperti konselor A. 4. Pengertian
Konseling Keluarga Menurut D. Stanton sebagaimana dikutip oleh Latipun
bahwa konseling keluarga dapat dikatakan sebagai konseling khusus karena
sebagaimana yang selalu dipandang oleh konselor terutama konselor non
keluarga, konseling keluarga sebagai modalitas yaitu klien merupakan 37
anggota dari satu kelompok dan dalam proses konseling melibatkan keluarga
inti atau pasangan.7 Menurut Golden dan Sherwood sebagaimana yang
dikutip oleh Latipun bahwa konseling keluarga adalah metode yang
dirancang dan difokuskan pada masalah-masalah keluarga dalam usaha
untuk membantu memecahkan masalah pribadi klien. Masalah ini pada
dasarnya bersifat pribadi karena dialami oleh klien sendiri. Akan tetapi,
konselor menganggap permasalahan yang dialami klien tidak semata
disebabkan oleh klien sendiri melainkan dipengaruhi oleh system yang
terdapat dalam keluarga klien sehingga keluarga diharapkan ikut serta dalam
menggali dan menyelesaikan masalah klien.8 Berbeda halnya dengan Crane
sebagaimana dikutip oleh Namora bahwa yang mendefinisikan konseling
keluarga sebagai proses pelatihan yang difokuskan kepada orangtua klien
selaku orang yang paling berpengaruh menetapkan system dalam keluarga.
Hal ini dilakukan bukan untuk mengubah kepribadian atau karakter anggota
keluarga yang terlibat akan tetapi mengubah sistem keluarga melalui
pengubahan perilaku orangtua. Apabila perilaku orangtua berubah maka
akan mempengaruhi anggota-anggota dalam keluarga tersebut, sehingga
maksud dari uraian tersebut orang tualah yang 7Latipun, Psikologi
Konseling, (Malang: UMM Press, 2015), hlm. 149. 8 Ibid., hlm. 50. 38 perlu
mendapat bantuan dalam menentukan arah prilaku anggota keluarganya.9
Sedangkan menurut Perez sebagaiman dikutip oleh Sofyan konseling
keluarga merupakan usaha membantu individu anggota keluarga untuk
mengaktualisasikan potensinya atau mengantisipasi masalah yang
dialaminya, melalui sistem keluarga dan mengusahakan agar terjadi
perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi
dampak positif pula terhadap anggota keluarga lainnya.10 Konseling
keluarga memandang keluarga sebagai kelompok tunggal yang tidak dapat
terpisahkan sehingga diperlukan sebagai satu kesatuan. Maksudnya adalah
apabila terdapat salah satu anggota keluarga yang memiliki masalah maka
hal ini dianggap sebagai symptom dari sakitnya keluarga, karena kondisi
emosi salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota
lainnya. Anggota keluarga yang mengembangkan simptom ini disebut
sebagai “Identified Patient” yang merupakan product dan kontributor dari
gangguan interpersonal keluarga. Berdasaran keterangan tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa konseling keluarga sebagai suatu proses interaktif
yang berupaya membantu keluarga memperoleh keseimbangan homeostatis
(kemampuan mempertahankan keluarga dalam keadaan seimbang), agar
potensinya 9 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling
Dalam Teori Dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 221. 10Sofyan S.
Willis, Op, Cit., hlm. 83. 39 berkembang seoptimal mungkin sehingga
anggota keluarga tersebut dapat mengatasi masalah berdasarkan
kesukarelaan dan kecintaan terhadap keluarga. 5. Permasalahan Dalam
Keluarga Permasalah dalam keluarga sangatlah beragam. Setiap keluarga
pasti pernah mengalami saat-saat krisis yang menyebabkan munculnya
permasalahan dalam keluarga. Ketidak mampuan orangtua dalam menyikapi
permasalahan ini akan berakibat dan memunculkan masalah dalam diri anak.
Hasnida telah membuat hipotesis bahwa anak yang mengalami gangguan
perilaku berat adalah hasil ketidak rukunan satu pihak dengan pihak lain
dalam keluarga. Ketidak rukunan ini dapat berupa bentuk pertentangan,
permusuhan dan ketidak harmonisan orangtua dalam keluarga. Anak akan
mempelajari dinamika keluarganya secara terus-menerus sehingga
menimbulkan perilaku negative pada dirinya sendiri. Permasalahan ini dapat
dirasakan ataupun tidak dapat dirasakan oleh orangtua. Orangtua yang
memiliki kesibukan di luar rumah cenderung mengabaikan, meskipun ia
menyadari anaknya mengalami masalah. Apabila hal ini terus berlanjut anak
tidak akan segan-segan memunculkan perilaku negatifnya di hadapan
orangtua dan lingkungan sekitarnya. Pada saat inilah biasanya orangtua
menyadari bahwa anaknya harus mendapatkan penanganan dari konselor
agar dapat mengubah perilakunya. Oleh karena itu dapat kita lihat
bahwasanya fokus utama konseling keluarga adalah penanganan pada 40
keluarga yang memiliki anak dengan perilaku negative. Beberapa orangtua
mengalami banyak kesulitan dalam menciptakan suasana yang harmonis
dalam keluarga. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan adanya ketidak
siapan dalam membina rumah tangga diawal pernikahan, ketidak mampuan
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, kesalahan dalam mendidik anak dan
lain sebagainya. Kesulitan inilah yang mendorong terjadinya ketidak-
seimbangan dalam keluarga yang akhirnya menimbulkan banyak masalah.
Penyebab masalah keluarga dalam “Tri-ad yang kaku” antara lain: a.
Detouring atau saling melimpahkan kesalahan. Misalnya orangtua
bertengkar dan saling menyalahkan, karena anaknya tidak naik kelas. b.
Anak dan orangtua berkualisi/bersatu untuk melawan orangtua yang lain. c.
Anak berkualisi dengan anggota keluarga yang mengalami konflik secara
tertutup terhadap anggota keluarga lain. Istilah ini dikenal sebagai
Triangulasi (orang ketiga). Misalnya seorang anak membela dan membantu
ibunya untuk melawan sang ayah.11 Selain hal tersebut, penyebab
munculnya perilaku bermasalah pada anak menurut Jackson sebagaimana
dikutip Sofyan dapat disebabkan antara lain:12 a. Ketidakmampuan
Berinteraksi Antar-Anggota Keluarga Dalam Menangani Masalah. Anak di
dalam suatu keluarga seringkali mengalami masalah dan berada dalam
kondisi yang tidak berdaya di bawah tekanan. Banyak 11Ibid, hlm. 224. 12
Ibid., hlm 224-227. 41 dijumpai orangtua tidak berkemampuan dalam
mengelolah rumah tanggannya, menelantarkan kehidupan rumah tanggannya
sehingga terjadi kondisi yang penuh konflik atau memberikan perlakuan
secara salah kepada anggota lain sehingga keluarga tersebut memiliki
berbagai masalah. Pada saat terjadi krisis, anggota keluarga yang tidak dapat
beradaptasi satu sama lain seringkali mengalami kesulitan mengatasi
masalah. Ketidakmampuan berinteraksi secara utuh dalam keluarga dapat
disebabkan antara lain: 1) Ketidakmampuan mengkomunikasikan perasaan
kepada anggota keluarga secara efektif. Beberapa sistem yang diterapkan
dalam keluarga adalah terlalu fanatic terhadap faham keagamaannya
sehingga menganggap tabu untuk membicarakan tentang sek, atau keluarga
yang selalu menyampaikan pesan ganda artinya terjadi ketidak selarasan
antara perbuatan dan perkataan mereka. 2) Hubungan antar anggota keluarga
yang tidak akrab satu sama lain. Masing-masing anggota keluarga memiliki
kesibukan di luar rumah sehingga jarang meluangkan waktu untuk bersama.
Selain itu tidak adanya saling percaya dan menghormati, jarang berbagi
masalah, dan tidak pernah belajar bekerja sama dengan hangat dan akrab. 3)
Adanya aturan dalam keluarga yang terlalu kaku atau mungkin tidak adanya
aturan sama sekali. Pada keluarga yang memiliki aturan terlalu 42 kaku,
anggota keluarga sulit bertindak fleksibel dan cenderung mengabaikan
sumber pertolongan di luar keluarga, selain itu anak akan mengalami
kesulitan mengikuti aturan apabila itu bertentangan dengan sikap dan nilai
pribadinya. Sementara pada keluarga yang sama sekali tidak memiliki
aturan, anggota keluarga dibebaskan untuk melakukan apapun yang mereka
inginkan, sehingga kadang membingungkan anak untuk memilih tingkah
laku yang layak untuk dilakukan. 4) Keengganan mengungkapkan rahasia
pribadi dengan anggota keluarga. Rahasia ini biasanya bersifat menyakitkan
dan memalukan, misalnya kehamilan di luar nikah, hutang dan perkelahian
dengan teman sekelas. Sikap enggan mengungkapkan rahasia ini akan
menimbulkan sikap berjaga-jaga pada anggota keluarga yang menyimpan
rahasia dan kecurigaan pada anggota keluarga. 5) Ketidakmampuan
menyesuaikan tujuan antara anak dan orangtua. Misalnya seorang ayah yang
berprofesi sebagai dokter memaksa anaknya untuk menjadi dokter, sang
anak menolak karena lebih tertarik menjadi guru. Ketika anaknya
menyatakan keinginannya, ayahnya tetap bersikeras bahwa ia harus tetap
menjadi dokter. Dalam hal ini anak mengalami pertentangan antara harapan
dan kenyataan yang akhirnya menimbukan konflik pada dirinya. 6)
Terjadinya pertentangan nilai atau cara berfikir antara anak dan orangtua.
Adakalanya orangtua menolak terjadinya perubahan dalam 43 sistem
keluarga yang sifatnya turun temurun. Hal inilah yang akhirnya
menimbulkan konflik dalam keluarga. Misalnya anak perempuan harus
menikah dengan saudara misannya, anak tidak dibenarkan menghadiri pesta
diatas pukul 22.00 wib dll. b. Kurangnya Komitmen Dalam Keluarga
Komitmen merupakan sebuah janji untuk membentuk keluarga bahagia.
Dalam hal ini masing-masing anggota keluarga tidak memiliki komitmen
yang kuat untuk membentuk keluarga yang saling mendukung dan harmonis.
Keluarga yang tidak memiliki komitmen akan mengalami kesulitan untuk
membangun kebersamaan dan menangani masalah yang muncul. Orangtua
hanya memikirkan urusannya sendiri tanpa memperdulikan masalah anak
atau dapat pula sebaliknya. Ketika menjalani proses konseling, ketidak
sediaan untuk terlibat dengan masalah anak, hal inilah yang seringkali
muncul dan menyulitkan konselor dalam menjani proses konseling. c.
Ketidak Mampuan Menjalankan Peran Dalam Keluarga. Peran ayah, ibu dan
anak adalah berbeda dan sebenarnya sudah ada tanpa disadari namun dapat
dimengerti oleh masing-masing anggota keluarga. Misalnya dalam aktivitas:
ibu menyiapkan sarapan pagi, kakak membersihkan rumah, adik mencuci
piring setelah makan dan ayah membuka pintu depan. Peran berdasarkan
“gender” mengharuskan ibu merawat anak juga bekerja untuk menghidupi
keluarga. Akan tetapi 44 terkadang anggota keluarga mengabaikan peran
tersebut sehingga timbulah konflik, misalnya istri menolak merawat anak
karena ingin bekerja atau suami menolak untuk bekerja. d. Kurangnya
Kestabilan Lingkungan Perubahan lingkungan turut mempengaruhi dalam
kehidupan sebuah keluarga. Misalnya karena desakan ekonomi terpaksa
suami istri harus hidup bersama dengan mertua dalam waktu yang cukup
lama, sementara mertua selalu turut campur dengan masalah anak yang
sudah berkeluarga, hal ini dapat menimbulkan konflik dalam keluarga
tersebut. Menurut Kurt Lewin dari Ehan masalah dalam keluarga dapat
terjadi karena adanya dinding pemisah antar-anggota keluarga yang berupa
perasaan saling enggan, saling gengsi, dan takut menyinggung perasaan.
Masalah yang seringkali dikonsultasikan oleh keluarga antara lain: anak
yang tidak patuh pada harapan orangtua, konflik antar anggota keluarga,
perpisahan antar anggota keluarga karena dinas di luar daerah, anak yang
mengalami kesulitan dalam belajar, dan kesulitan dalam bersosialisasi.
Dengan memahami permasalahan tersebut secara keseluruhan maka konselor
dapat menentukan pendekatan apa yang sesuai untuk membantu mengatasi
persoalan. 6. Pendekatan Dalam Konseling Keluarga Penetapan pendekatan
yang dilakukan terhadap setiap klien yang sedang memiliki permasalahan
dalam ruang lingkup konseling keluarga, 45 pastinya harus disesuaikan
dengan kondisi permasalahan klien serta keefektivan keberhasilan dalam
proses konseling. Latipun menyebutkan dalam bukunya psikologi konseling,
bahwa pendekatan konseling keluarga dibedakan mejadi tiga pendekatan,
yakni:13 a. Pendekatan Sistem Keluarga Murray Bowen merupakan peletak
dasar konseling keluarga pendekatan sistem. Menurutnya, anggota keluarga
itu bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi (disfunctining family).
Keadaan ini terjadi karena anggota keluarga tidak dapat membebaskan
dirinya dari peran dan harapan yang mengatur dalam hubungan mereka.
Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat
anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat pula membuat
anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas. Sebagian
anggota keluarga tidak dapat menghindari sistem keluarga yang emosional
yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya mengalami kesulitan
(gangguan). Jika hendak menghindar dari keadaan yang tidak fungsional itu,
dia harus memisahkan diri dari sistem keluarga. Dengan demikian dia harus
membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan emosionalnya. 13
Latipun, op.cit., hlm. 152-153. 46 b. Pendekatan Conjoint Sedangkan
menurut Satir, masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan
dengan harga diri (self-esteem) dan komunikasi. Menurutnya, keluarga
adalah fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental.
Masalah terjadi jika self-esteem yang dibentuk oleh keluarga itu sangat
rendah dan komunikasi yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir
mengemukakan pandangannya ini berangkat dari asumsi bahwa anggota
keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan mendengarkan
keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga yang lain. c.
Pendekatan Struktural Minuchin beranggapan bahwa masalah keluarga
sering terjadi karena struktur keluarga dan pola transaksi yang dibangun
tidak tepat. Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini batas-
batas antara subsistem dari keluarga itu tidak jelas. Mengubah struktur dalam
keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan
perpecahan antara anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga
yang bermasalah perlu dirumuskan kembali struktur keluarga itu dengan
memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai. 7.
Tujuan Konseling Keluarga Tujuan konseling keluarga oleh para ahli
dirumuskan secara berbeda. Seperti Bowen tujuan konseling keluarga adalah
membantu klien (anggota 47 keluarga) untuk mencapai individualitas
sebagai dirinya sendiri yang berbeda dari sistem keluarga, hal ini relevan
dengan pandangannya tentang masalah keluarga yang berkaitan dengan
hilangnya kebebasan anggota keluarga akibat dari aturan-aturan dan
kekuasaan dalam keluarga tersebut. Pada saat yang sama Satir sebagaimana
dikutip oleh Namora menekankan dengan konseling keluarga dapat
mempermudah komunikasi yang efektif dalam kontak hubungan antar
anggota keluarga. Oleh karena itu anggota keluarga perlu membukainner
experience atau pengalaman dalamnya dengan tidak membekukan interaksi
antar anggota keluarga.14 Sedangkan Minuchin sebagaimana dikutip oleh
Namora mengemukakan bahwa tujuan konseling keluarga adalah mengubah
struktur dalam keluarga, dengan cara menyusun kembali kesatuan dan
menyembuhkan perpecahan antara dan sekitar anggota keluarga. Diharapkan
keluarga dapat menantang persepsi untuk dapat melihat realitas,
mempertimbangkan alternative sedapat mungkin dan pola transaksional.
Anggota keluarga dapat mengembangkan pola hubungan baru dan struktur
yang mendapatkan selfreinforcing. 15 Dari beberapa uraian tersebut maka
tujuan konseling keluarga dapat dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan
khusus. 14 Namora, op.cit., hlm. 237. 15 Namora, op.cit., hlm. 238. 48
Tujuan umum konseling keluarga antara lain: a. Membantu, anggota
keluarga belajar menghargai secara emosional bahwa dinamika keluarga
adalah kait-mengait diantara anggota keluarga. b. Untuk membantu anggota
keluarga agar menyadari tentang fakta, jika satu anggota keluarga
bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada persepsi, ekspektasi dan
interaksi anggota-anggota lain. c. Agar tercapai keseimbangan yang akan
membuat pertumbuhan dan peningkatan setiap anggota. d. Untuk
megembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh dari hubungan
parental. Tujuan khusus konseling keluarga: a. Untuk meningkatkan
toleransi dandorongan anggota-anggota keluarga terhadap cara-cara yang
istimewa keunggulan-keunggulan anggota lain. b. Mengembangkan toleransi
terhadap anggota-anggota keluarga yang mengalami frustrasi atau kecewa,
konflik dan rasa sedih yang terjadi karena faktor sistem keluarga atau diluar
system keluarga. c. Mengembangkan motif dan potensi-potensi, setiap
anggota keluarga dengan cara mendorongmemberi semangat, dan
mengingatkan anggota tersebut. d. Mengembangkan keberhasilan persepsi
diri orang tua secara realistik dan sesuai dengan anggota-anggota lain.16 8.
Bentuk Konseling Keluarga Kecenderungan pelaksanaan konseling keluarga
adalah sebagai berikut: a. Memandang klien sebagai pribadi dalam konteks
sistem keluarga. Klien merupakan bagian dari sistem keluarga, sehingga
masalahyang dialami dan pemecahannya tidak dapat mengesampingkan
peran keluarga. b. Berfokus pada saat ini, yaitu apa yang diatasi dalam
konseling keluarga adalah masalah-masalah yang dihadapi klien pada
kehidupan saat ini, bukan kehidupan yang masa lampaunya. Oleh karena itu,
masalah yang diselesaikan bukan pertumbuhan personal yang bersifat jangka
panjang.17 Dalam kaitannya dengan bentuknya, konseling keluarga
dikembangkan dalam berbagai bentuk sebagai pengembangan dari konseling
16 Sofiyan, op.cit., hlm. 88-89. 17 Latipun, op.cit., hlm. 154-155. 49
kelompok. Bentuk konseling keluarga dapat terdiri dari ayah, ibu, dan anak
sebagai bentuk konvensionalnya. Saat ini juga dikembangkan dalam bentuk
lain, misalnya ayah dan anak laki-laki, ibu dan anak perempuan, ayah dan
anak perempuan, ibu dan anak laki-laki, dan sebagainya. Bentuk konseling
keluarga ini disesuaikan dengan keperluannya. Namun banyak ahli yang
menganjurkan agar anggota keluarga dapat ikut serta dalam konseling.
Perubahan pada sistem keluarga dapat mudah diubah jika seluruh anggota
keluarga terlibat dalam konseling, karena mereka tidak hanya berbicara
tentang keluarganya tetapi juga telibat dalam penyusunan rencana perubahan
dan tindakannya. 9. Peran Konselor Peran konselor dalam membantu klien
dalam konseling keluarga dikemukakan oleh satir diantaranya sebagai
berikut: a. Konselor berperan sebagai “facilitative a comfortable”, membantu
klien melihat secara jelas dan objektif dirinya dan tindakan-tindakannya
sendiri. b. Konselor menggunakan perlakuan atau treatment melalui setting.
c. peran interaksi. d. Berusaha menghilangkan pembelaan diri dan keluarga.
e. Membelajarkan klien untuk berbuat secara dewasa dan untuk bertanggung
jawab dan melakukan self-control. f. Konselor menjadi penengah dari
pertentangan atau kesenjangan komunikasi dan menginterprestasi pesan-
pesan yang disampaikan klien atau anggota keluarga. g. Konselor menolak
pembuatan penilaian dan membantu menjadi congruence dalam respon-
respon anggota keluarga. Sedangakan menurut Hasnida menambahkan
bahwa peran konselor keluarga antara lain: a. Mengeksplorasi reaksi emosi
keluarga terhadap truma dan transisi, kekuatan dan kelemahan, informasi
yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan 50 keluarga, kesiapan dalam menjalani
konseling, serta kesediaan untuk dirujuk pada ahli lain. b. Konselor berperan
sebagai pendidik atau pemberi informasi agar anggota keluarga siap
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan. c. Memberikan support dan
mengajarkan cara memberi support angotaanggota lain. d. Memberi
tantangan pada klien dan anggota keluarga. e. Mempersiapkan anggota
keluarga dalam menghadapi stres.18 10. Proses Dan Tahapan Konseling
Keluarga Proses konseling keluarga dilakukan konselor
denganmenggunakan langkah-langkah konseling, yang meliputi tahap
identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, terapi/tretment, evaluasi/follow
up. Pada mulanya seorang klien datang ke konselor untuk
mengkonsultasikan maslahnya. Biasanya datang pertama kali ini lebih
bersifat “identifikasi pasien”. Tetapi untuk tahap penanganan (treat)
diperlukan kehadiran anggota keluarganya. Menurut Satir, tidak mungkin
mendengarkan peran, status, nilai, dan norma keluarga/kelompok jika tidak
ada kehadiran angota keluarganya. Jadi dalam pandangan ini anggota
keluarga yang lain harus datang ke konselor. Kehadiran klien ke konselor
dapat dilangsungkan sampai tiga kali dalam seminggu. Dalam
pelaksanaannya, sekalipun bersifat spekulatif, pelaksanaan konseling dapat
saja dilakukan secara kombinatif, setelah konseling individual dilanjutkan
dengan kelompok, atau sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization. Guiding principles on feeding nonbreastfed children 6 to


24 months of age. Geneva: World Health Organization; 2019

Coker A, Oliver R. Definitions and classifications (B-Lynch C, Keith L, Lalonde A,


Karoshi M, editors). A Textbook of Postpartum Hemorrhage . United Kingdom:
Sapiens Publishing; 2006. Hal.130

Sulaiman S. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC; 2010.


Hal.175.

Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Penerbit Bina Pustaka; 2008. Hal.89

Borton C. Gravidity and Parity Definitions and their Implications in Risk Assessment.
Austria: J Gen Intern Med; 2008

Ibrahim, CS. 2012. Perawatan Kebidanan. Jakarta : Bhratara Niaga Media.

Indriyani, Diyan & Asmuji. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai