LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI POST PARUM
Disusun Oleh :
HAQQUL YAQIN
2010.01.086
Sistem Reproduksi
INFEKSI POST PARTUM
A. Definisi
Seratus tahun yang lalu sekitar satu dalam 50 wanita yang melahirkan dirumah
sakit, meninggal karena infeksi yang biasanya terjadi pada masa puerperium. Hal ini
sekarang sudah jauh berkurang, pertama akibat pengertian asepsis dan antisepsis yang
Sistem Reproduksi
lebih baik dan kedua karena diperkenalkannya kemoterapi dan antibiotika
(Chamberlain,G & Dewhurst, SJ, 1994).
C. Etiologi
1. Faktor Presipitasi Infeksi post partum
Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan
aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga
dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan
anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-
kuman yang sering menyebabkan infeksi postpartum antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang
ditularkan dari penderita lain , alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan
sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi
terbatas
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada
abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
2. Faktor predisposisi infeksi post partum
a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan,
dan kurang gizi atau malnutrisi
b. Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
c. Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
e. Anemia, higiene, kelelahan
Sistem Reproduksi
f. Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses
pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi
dalam masa nifas.
D. Klasifikasi
1. Infeksi uterus
a. Endometritis
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit
demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang
keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi
pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri
tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada
perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat
tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap
perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Sistem Reproduksi
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu
nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat
perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim),
parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis
(infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan
pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur (Anonym,
2008).
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan
nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi
menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan
dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali.
Sistem Reproduksi
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah
tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan,
perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum.
Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi
yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada
wanita dengan endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis akut.
Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan
limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar
menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore.
Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh
pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik
spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB,
metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang
ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi,
Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab
Parametritis yaitu :
2. Lymphogen
Sistem Reproduksi
b. Dari robekan serviks
2. Syok bakteremia
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang
serius. Ibu yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit
turun menjadi subnormal. Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna kulit
menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat dan sianosis
peripheral bisa terjadi. Begitu juga oliguria.
Sistem Reproduksi
3. Peritonitis
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil,
kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami
ISK memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis,
vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir
mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia
coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga memiliki
resiko. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita
hamil. Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada
wanita hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.
Sistem Reproduksi
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih
disukai pada kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh
dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada infeksi, pengobatan dengan antibiotic
yang sesuai selama dua sampai tiga minggu, disertai peningkatan asupan air dan
obat antispasmodic traktus urinarius.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut
nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan
suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus
memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada piemia ialah
10
Sistem Reproduksi
berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian
diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari
tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru,
pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan abses-abses di
beberapa tempat lain.
E. Patofisiologi
F. Manifestasi Klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor
(benngkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan
sehingga terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan
gangguan faal, dan reaksi umum antara lain berupa sakit kepala, demam dan
peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat, R. 1997).
a. Peningkatan suhu
b. Takikardie.
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g%
dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
11
Sistem Reproduksi
c. Pemeriksaan Mikroskopis Urine : guna pemeriksaan mikroskopis urine adalah
untuk melihat kelainan ginjal dan salurannya (stadium, berat ringannya
penyakit)
d. Pemeriksaan protein urine : Ditemukan protein dalam urine tetapi kelainan yang
terjadi tidak menandakan adanya indikasi penyakit. Normalnya tidak boleh
sampai + 1.
e. Pemeriksaan glukosa urin : Pada keadaan normal tidak ditemukan glukosa
disalam urine. Karena molekul glukosa besar dan ginjal akan menyerap kembali
hasil filtrasi dari glumerulus (Normal : 1 -25 mg/ dL )
H. Penatalaksanaan
1. Masa Persalinan
a. Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas
yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
b. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
c. Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci hama.
d. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
e. Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan penderita
harus terjaga kesuci-hamaannya.
f. Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang harus
segera diganti dengan transfusi darah.
g. Masa Nifas
h. Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat
dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kndung kencing harus
steril.
i. Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu sehat.
j. Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
2. Masa Kehamilan
12
Sistem Reproduksi
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi
dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. Pemeriksaan dalam
jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua
hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan
pecahnya ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.
a. Pencegahan infeksi postpartum :
Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada
kehamilan tua sebaiknya dilarang.
Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga
persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma
sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari
petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan
lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat.
Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat pasien
dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang
berada dalam masa nifas.
b. Penanganan umum
Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses
persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam
masa nifas.
Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas.
Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi
yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan
gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan
dengan segera.
13
Sistem Reproduksi
Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari
ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi
oral/IV secukupnya.
c. Pengobatan secara umum
Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka
operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang
tepat dalam pengobatan.,
Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika
spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium.
Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau
transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi
yang dijumpai.
d. Penanganan infeksi postpartum :
Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila
perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam
rongga perineum.
I. Komplikasi
c. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam
darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan
kematian.
J. Prognosa
14
Sistem Reproduksi
Prognosis infeksi intra partum sangat tergantung dari jenis kuman, lamanya
infeksi berlangsung, dapat/tidaknya persalinan berlangsung tanpa banyak perlukaan
jalan lahir.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
15
Sistem Reproduksi
f. Gaya hidup, penggunaan obat intravena atau pasangan yang menggunakan
obat intravena; merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat stress yang tinggi.
1. Pemeriksaan Fisik
b. BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR konsisten, Nadi cenderung bradi
cardy, suhu 36,2-38, Respirasi 16-24)
B. Diagnosa Keperawatan
16
Sistem Reproduksi
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien yang nyata (actual) dan kemungkinan akan terjadi (resiko) dimana
pemecahannya dalam batas wewenang perawat. Diagnosa yang mungkin muncul antara
lain :
a. nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen, after pains, distensi
kandung kemih.
b. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan rauma persalinan, jalan lahir,
dan infeksi nasokomial.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
d. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan, retensi urine.
e. Aktivitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia, terpasang infus.
f. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi berhubungan
dengan kurang informasi.
g. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status kesehatan bayi,
peralihan sebagai orang tua.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan kebutuhan pasien dan
pelaksanaan tindakan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan keperawatan
adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan
yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa
keperawatan, rencana asuhan keperawatan pada klien post partum menurut (Dongoes,
1994 : 417).
a. nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains,
distensi kandung kemih.
Tujuan :
Dalam waktu 3 hari, rasa nyeri berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi :
Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit, respirasi 18-24
x/menit),
Tidak meringis,
17
Sistem Reproduksi
Kegiatan tidak terganggu dengan rasa nyeri.
Skala nyeri
Intervensi Rasional
1. Tentukan skala nyeri dan 1. Untuk mengenal indikasi
intensitas nyeri, pantua tekanan kemajuan atau
darah, nadi dan pernafasan penyimpangan dari hasil
setiap 4 jam. yang diharapkan.
2. Anjurkan klien untuk 2. Relaksasi dan nafas dalam
menggunakan teknik relaksasi dapat mengurangi
dan nafas dalam serta teknik ketegangan otot dan
distraksi (untuk nyeri ringan menghambat rangsang nyeri
dan sedang). serta menambah pemasukan
oksigen. Distraksi
mengganggu stimulus nyeri
tetapi tidak mengubah
intensitas nyeri, paling baik
untuk periode pendek.
3. Anjurkan posisi tidur miring. 3. Mempermudah pengeluaran
gas
4. Berikan obat analgetik sesuai 4. Analgetik bersifat
order menghambat reseptor nyeri,
sehingga persepsi nyeri
berkurang/hilang
18
Sistem Reproduksi
Insisi kering
Lochea tidak berbau busuk
Uterus tidak lembek
Dolor : 1 - 2
Kalor : 36’5 – 37’2 C
Rubbor : Normal
Function laesa : normal
Intervensi Rasional
1. Lakukan perawatan luka dengan 1. Akan meminimalkan dan
teknik aseptic dan anti septic. mencegah kontaminasi dan
atau masuknya
mikroorganisme.
2. Observasi adanya tanda-tanda 2. Akan memudahkan
infeksi pada daerah luka : dolor, intervensi lebih dini dan
kalor, rubor dan function laesa. intervensi selanjutnya.
3. Berikan antibiotic sesuai order 3. Antibiotik bersifat
dan kolaborasi untuk bakterisida dan adanya
pemeriksaan leukosit. leukositosis merupakan
salah satu tanda infeksi.
4. Anjurkan untuk makan 4. Protein dan viatamin C
makanan tinggi protein, vitamin dibutuhkan untuk
C dan zat besi. pertumbuhan jaringan dan
zat besi untuk pembentukan
hemoglobin.
19
Sistem Reproduksi
Intervensi Rasional
1. Rawat perineum dan kateter 1. Mencegah agar tidak
secara rutin dan teratur. mendukung pertumbuhan
bakteri.
2. Tempatkan kantung kencing 2. Untuk mencegah refluk,
bila dipasang kateter lebih sehingga tidak tumbuh
rendah dari pasien. bakteri
3. Ajarkan teknik merangsang 3. Klien biasanya bisa buang
kencing setelah diangkat kateter air kecil setelah 6-8 jam
seperti siram daerah kandung setelah pengangkatan
kemih dengan air dan anjurkal kateter. Posisi duduik
klien duduk. dapatmenimbulkan rasa
penuh sehingga klien
terangsang untuk kencing.
4. Angkat kateter sesuai ketentuan 4. Untuk menghindari
biasanya 6-12 jam post operasi pertumbuhan bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak M Irene, Deitra Leonasd Lowdermilk dkk. 2004. “Buku Ajaran
Keperawatan Maternitas”. Jakarta. EGC
Biomed M mitayani,S.ST. 2009.”Asuhan keperawatan maternitas”. Jakarta:
Salemba Medika
Brunner and suddart.2002.Medical practical nursing, 1st edition, Jakarta : EGC
WWW.SCRIB/infeksipostpartum.COM
http://www.lusa.web.id/tag/infeksi-post-partum
20
Sistem Reproduksi
http://ainicahayamata.wordpress.com/2011/03/30/infeksi-postpartum/
21
Sistem Reproduksi
Presdisposisi Presipitasi
Melalui VT / Episiotomi
Pelepasan Inflamasi/Peradangan
Port the entry ke
mediator nyeri
saluran perkemihan
Saraf perifer terangsang oleh
peradangan
Nyeri akut ISK
Sensitifitas
Anoreksia
Resti
Mual & Muntah infeksi
Resiko
penyebaran
infeksi
Nutrisi kurang
dari
kebutuhan
22
Sistem Reproduksi