ASUHAN KEPERAWATAN
ENDOMETRITIS
1.1.
A.
KONSEP DASAR
PENGERTIAN
ETIOLOGI
Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila
sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama.
Penyebab lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang
tertahan setelah abortus dan melahirkan. (Taber, B. 1994).
Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita
adalah:
a.
b.
c.
Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya
ketuban.
d.
e.
f.
g.
h.
C.
KLASIFIKASI
Endometritis akut
panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta
daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar
partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus,
memasukan IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah
endometritis akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di
sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa
patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu
dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam
pengobatan endometritis akuta yang paling penting adalah berusaha mencegah,
agar infeksi tidak menjalar.
a.
Gejalanya :
Demam
b.
Terapi :
Uterotonika.
Antibiotika.
Endometritis kronik
Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena itu infeksi yang
tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena
pelepasan lapisan fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan
limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan
normal dalam endometrium.
Gejala-gejala klinis endometritis kronik adalah leukorea dan menorargia.
Pada tuberkulosis.
2.
3.
4.
5.
6.
Gejalanya :
b.
Terapi :
D.
PATOFISIOLOGI
lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui
dan terjadilah penjalaran.
Infeksi endometrium, atau decidua, biasanya hasil dari penyebaran infeksi dari
saluran kelamin yang lebih rendah. Dari perspektif patologis, endometritis dapat
diklasifikasikan sebagai akut dan kronis. Endometritis akut dicirikan oleh kehadiran
neutrofil dalam kelenjar endometrium. Endometritis kronis dicirikan oleh kehadiran
plasma sel dan limfosit dalam stroma endometrium. Dalam populasi nonobstetric,
penyakit inflammatory panggul dan prosedur invasive adalah predisposisi yang
paling umum untuk endometritis akut. Dalam populasi obstetri, infeksi setelah
bersalin adalah penyebab paling umum.
E.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya
tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea
tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan
lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah
rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri pada
perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada harihari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat,
nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan
dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada
endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini
tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat
kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:
1.
2.
3.
4.
b.
c.
d.
e.
b.
c.
Menggigil.
d.
e.
f.
Sub involusi.
g.
Distensi abdomen.
h.
Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah
seropurulen.
i.
Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
j.
F.
KOMPLIKASI
a.
Wound infection
b.
Peritonitis
c.
Adnexal infection.
d. Parametrial phlegmon
e.
Abses pelvis
f.
G.
PENATALAKSANAAN
makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk
memberikan nutrisi yang memadai.
c. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus
atau post partum.
d. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak
manfaatnya.
e. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan
plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat
penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahanlahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo oofaringektomi bilateral mungkin
ditemukan bila klostridia teah meluas melampaui endometrium dan ditemukan
bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).
H.
a.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Jumlah sel darah putih: normal/tinggi.
b. Laju sedimentasi darah dan jumlah sel darah merah: sangat meningkat pada
adanya infeksi.
c.
f.
Ultrasonografi: menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan,
melokalisasi abses peritoneum.
g. Pemeriksaan bimanual: menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis,massa,
pembentukan abses atau adanya vena-vena dengan trombosis.
h. Bakteriologi: spesimen darah, urin dikirim ke laboratorium bakteriologi untuk
pewarnaan gram, biakan dan pemeriksaan sensitifitas antibiotik. Organisme yang
sering diisolasi dari darah pasien dengan endometritis setelah seksio sesarea
adalah peptokokus, enterokokus, clostridium, bakterioles fragilis, Escherechia coli,
Streptococcus beta hemilitikus, stafilokokus koagulase-positif, mikrokokus, proteus,
klebsiela dan streptokokus viridans (Di Zerega).
i.
j.
Nilai dari tes ini sangat terbatas karena derajat sedimentasi cenderung
meningkat selama kehamilan maupun selama infeksi.
k.
l.
1.2.
Foto abdomen
Udara di dalam jaringan pelvis memberi kesan adanya mionekrosis klostridia.
A.
PENGKAJIAN
1.
Aktifitas/istirahat
Malaise, letargi.
Kelelahan/keletihan yang terus menerus.
2.
Sirkulasi
Takikardi.
3.
Eliminasi
Integritas ego
Anoreksia, mual/muntah.
Haus, membran mukosa kering.
Distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis).
6.
Neurosensori
Sakit kepala.
7.
Nyeri/ketidaknyamanan.
Nyeri/kekakuan abdomen.
8.
Pernapasan
Keamanan
Suhu 38 derajat celcius atau lebih terjadi jika terus-menerus, di luar 24 jam
pascapartum.
Demam ringan.
Menggigil.
Infeksi sebelumnya.
Pemajanan lingkungan.
10.
Seksualitas
Interaksi sosial
B.
1.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan yang tidak adekuat.
3.
4.
Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan
interupsi pada proses pertalian, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada
kehidupan sendiri.
C.
1.
INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan I:
2)
Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien dan
pengunjung.
3)
Berikan dan instruksikan klien dalam hal pembuangan linen
terkontaminasi.
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
Anjurkan ibu bahwa menyusui secara periodik memeriksa mulut bayi
terhadap adanya bercak putih.
11)
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang
tidak adekuat.
Intervensi:
1)
Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi dan vitamin C bila
masukan oral dibatasi.
2)
lain.
Tingkatkan masukan sedikitnya 2000 ml/hari jus, sup dan cairan nutrisi
3)
4)
a)
b)
c)
3.
2)
Berikan instruksi mengenai membantu mempertahankan kebersihan dan
kehangatan.
3)
4)
5)
a)
Berikan analgesik/antibiotik.
b)
Berkan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas/rendam
duduk sesuai indikasi.
4.
Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan interupsi
pada proses pertalian, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan
sendiri.
Intervensi:
1)
2)
Pantau respon emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi,
seperti depresi dan marah.
3)
4)
5)
Anjurkan ayah/anggota keluarga lain untuk merawat dan berinteraksi
dengan bayi.
6)
D.
EVALUASI
Diagnosa Keperawatan I
a.
Mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab secara
individual. Melakukan perilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan tepat,
menurunkan risiko komplikasi.
b.
2.
Memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibuktikan oleh pemulihan luka tepat waktu,
tingkat energi tepat, penurunan berat badan dan Hb/Ht dalam batas normal yang
diharapkan pasca partum.
Diagnosa Keperawatan III
a.
Mengidentifikasi/menggunakan tindakan kenyamanan yang tepat secara
individu.
b.
Diagnosa Keperawatan IV
a.
bayi.
b.
Mempertahankan/melakukan tanggung jawab untuk perawatan fisik dan
emosi terhadap bayi baru lahir, sesuai kemampuan.
c.
DAFTAR PUSTAKA
Home
View web version
About Me
My photo
CHE Anggraeny