KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Benigna prostat hipertropi adalah hiperplasia kelenjar peri urethral
yang merusak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah
(Mansjoer, Suprohaita, Wardhani & Setiowulan, 2000, hal 329).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lanjut usia
dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria
diatas usia 60 tahun (Smeltzer, 2001, hal 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius
(Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu
uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar
dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).
Prostatektomi adalah pembedahan mengangkat prostata (Ramali,
Pamoentjak, 2000, hal 284).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Post
operasi Benigna Prostat Hipertrofi adalah suatu keadan di mana individu
sudah menjalani tindakan pembedahan pengangkatan kelenjar psostat.
[
B. ETIOLOGI
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan
hormon androgen (Mansjoer, 2000, hal 329).
Ada beberapa hipotesis yang menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
C. PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring
dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan
hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam
sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam
inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga
menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia
kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan
terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran
urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk
dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli
dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut
fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah
dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329;
Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian
buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter
atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal
ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).
D. PATHWAYS KEPERAWATAN
Perubahan usia
Ketidakseimbangan hormonal
Kadar testosterone
menurun
Kadar testosterone
meningkat
DHT kompleks
Penebalan dinding VU
Retensio urine
Kotraksi otot VU
Retensio urine
Prostatektomi
Luka pembedahan
Imobilisasi
Jaringan terputus
Port dentry
Nyeri
Resti infeksi
Kelemahan fisik
Motilitas usus
menurun
Aktivitas
terbatas
Konstipasi
Kurang
perawatan diri
Gangguan
eliminasi; BAB
Tidak terkontrol
Bekuan darah
Sumbatan aliran
urine
Kebutuhan nutrisi
meningkat
Inkontinensia
Resti perubahan
eliminasi; BAK
Resti kurang
nutrisi
Resti disfungsi
seksual
Pengangkatan DC
E. MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
4. warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi
lebih tua.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum
dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan
fungsi metabolik.
Pemeriksaan prostate specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai
dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intravena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan
ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat
disfungsi buli-buli dan volume residu urine. Dari foto polos dapat dilihat
adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal dan buli-buli. Dari
pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter.
mengetahui
derajat
obstruksi,
yaitu
dengan
mengukur
b. Colok Dubur
Pada perabaan colok dubur, harus diperhatikan konsistensi prostat
(biasanya kenyal), adakah asimetri, adakah nodul pada prostat,
apakah batas atas teraba (Mansjoer, 2000, hal 332).
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000, hal 333):
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin,
afluzosin.
3. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka
4. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
melakukan
pengkajian
ini
penulis
menggunakan
teori
c. Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1) Body image
2) Identitas diri
3) Harga diri
4) Peran diri
5) Ideal diri.
h. Pola peran hubungan sosial
Yang menggambarkan:
1) Penyebab stress
2) Kemampuan mengendalikan stress
3) Pengetahuan tentang toleransi stress
4) Tingkat toleransi stress
5) Strategi menghadapi stress.
j. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan:
1) Masalah seksual
2) Pendidikan seksual.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
waktu
karena
oedema
urethral
dan
kehilangan tonus.
10
atau
pembentukan
bekuan
dan
keseimbangan
cairan
dan
kebutuhan
11
basah
memberikan
menyebabkan
media
untuk
kulit
iritasi
pertumbuhan
dan
bakteri,
12
tegangan
dan
dapat
otot,
memfokuskan
meningkatkan
lagi
kemampuan
koping.
13
jenis
kejenuhan
makanan
yang
dan
sajian
mengakibatkan
menghindari
ketidakcukupan
masukan peroral.
14
4) Kolaborasi dokter bila dalam tiga hari paska operasi tidak terjadi
eliminasi dengan pemberian laxatif
Rasional : Bila
lebih
dari
hari
tidak
defekasi,
dapat
15
h. Kurang
perawatan
diri;
mandi/hygiene
berhubungan
dengan
16
2) Tekankan perlunya nutrisi yang baik, dorong konsumsi buahbuahan, meningkatkan diit tinggi serat
Rasional : Meningkatkan
penyembuhan
dan
mencegah
dapat
disesuaikan
dengan
kondisi