Anda di halaman 1dari 20

TUGAS COLLABORATIVE LEARNING : SMALL GROUP DISCUSION

ASUHAN KEPERAWATAN BPH & TURP


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Dosen Mata Kuliah : Dr.Ns.Yunie Armiyanti,M.Kep,Sp.Kep.MB

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Danu Ariyanto (G2A222004)


2. Mia Maulida Aulia (G2A222006)
3. Rahayu Dwi A (G2A222020)

PROGRAM S1 KEPERAWATAN LINTAS JALUR


FAKULTAS KESEHATAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2023
SKENARIO:

Seorang laki-laki umur 64 th dirawat diruang bedah RSDK Semarang sejak pagi ini
dengan diagnosa medis BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) Grade III. Sebelumnya kontrol
ke poliklinik dan sempat dipasang kateter 1 minggu namun 2 hari lalu kateter dilepas.
Pasien mengeluh tidak bisa kencing, kencing tidak tuntas,kencing menetes, harus
mengejan saat kencing, sering kecing di celana sehingga sering terganggu saat ibadah.
Pasien rencananya akan menjalani operasi TURP minggu ini. Pasien mengatakan cemas
dan takut, sesekali bertanya tentang bagaimana proses operasi dan kemungkinan
keberhasilannya.

1. Jelaskan secara singkat tentang Benigna Prostat Hyperplasia (Definisi,


patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan)

a. Definisi

Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer, 2009). Benign
Prostat Hyperplasia adalah pembesaran kelenjar dan jaringan seluler kelenjar
prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses
penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlepis kapsula dengan berat kira-kira 20
gram, berada di sekeliling uretra dan di bawah leher kandung kemih pada pria
(Suharyanto & Madjid, 2013).

b. Tanda dan gejala

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan
di luar saluran kemih. Menurut (Purnomo, 2011) tanda dan gejala dari BPH yaitu:
keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas,
dan gejala di luar saluran kemih.

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

1) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan di kandung kemih


sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi),
pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi
tidak puas (menetes setelah miksi)

2) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin


miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi)

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada
saluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri
pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau
demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.

c. Gejala diluar saluran kemih Adanya keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan tekanan intra abdominal. Adapun gejala dan
tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati
membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual, dan
muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi
dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.

c. Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan

bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu

terjadi reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron dalam sel prostat yang

kemudian menjadi factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel. Hal ini

dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya

sintesis protein yang kemudian menjadi hyperplasia kelenjar prostat (Ganong,

2010).

Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi

penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan

ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan

urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.

Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli-buli

berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan

diventrikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien

dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau LUTS yang

dahulu dikenal dengan gejala prostatismus yang mengakibatkan gangguan

eliminasi urine (Purnomo, 2012).

Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak

adanya aliran kemih dan ini memerlukan intervensi untuk membuka jalan

keluar urine. Metode yang mungkin adalah prostatektomi parsial,


Transurethral Resection of Prostate (TURP) atau insisi prostatektomi terbuka,

untuk mengangkat jaringan periuretal hyperplasia insisi transurethral melalui

serat otot leher kandung kemih untuk memperbesar jalan keluar urine, dilatasi

balon pada prostat untuk memperbesar lumen uretra dan terapi antiandrogen

untuk membuat atrofi kelenjar prostat (Price & Wilson, 2012).


d. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Haryono, 2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :

1) Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan colok dubur dapat


memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus mukosa rectum
kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan prostat.

2) Ultrasonografi (USG) Digunakan untuk memeriksa konsistensi


volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual
urine.

3) Urinalisis dan kultur urine Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada


tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood Cell) dalam urine yang
memanifestasikan adanya pendarahan atau hematuria (Prabowo &
Pranata, 2014).

4) Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin Pemeriksaan ini untuk


menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data pendukung
untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.

5) PA (Patologi Anatomi) Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel


jaringan pasca operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis untukmengetahui apakah hanya bersifat benigna atau
maligna sehingga akan menjadi landasan untuk treatment
selanjutnya.

e. Komplikasi

Komplikasi menurut Widiyanto (2011) meliputi :

a. Atherosclerosis

adalah suatu perubahan yang terjadi pada dinding arteri yang

ditandai dengan akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan

akumulasi leukosit, pembentukan sel busa, migrasi dan proliferasi

miosit, deposit matrik ekstra sel (misalnya: kolagen, kalsium),


yang diakibatkan oleh multifaktor berbagai patogenesis yang

bersifat kronik progresif, fokal atau difus serta memiliki

manifestasi akut ataupun kronik yang menimbulkan penebalan dan

kekakuan pada pembuluh arteri (Rahman, 2012).

b. Infark jantung

Paling sering disebabkan oleh ruptur lesi aterosklerotik pada

arteri koroner. Hal ini menyebabkan pembentukan thrombus yang

menyumbat arteri, sehingga menghentikan pasokan darah ke

region jantung yang disuplai (Aaronson, 2010).

c. Impoten

Ketidakmampuan yang petsisten dalam mencapai atau

mempertahankan fungsi ereksi untuk aktivitas seksual yang

memuaskan (Gofir, 2014).

d. Infeksi

Penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

mikroorganisme, suatu kelompok luas dari organisme

mikroskopik yang terdiri satu atau banyak sel bakteri, fungi dan

parasit serta virus (Mandel GL dkk, 2010 hlm.7).

f. Penatalaksanaan

Menurut (Haryono, 2012) penatalaksanaan Benign Prostat Hyperplasia


(BPH) meliputi :

1) Terapi medikamentosa

a) Penghambat adrenergik, misalnya: prazosin, doxazosin, dan


afluzosin
b) Penghambat enzim, misalnya finasteride

c) Fitoterapi, misalnya eviprostat

2) Terapi bedah Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi


tergantung beratnya gejala dan komplikasi, adapun macam-macam
tindakan bedah meliputi:

a) Prostatektomi

1. Prostatektomi suprapubis, adalah salah satu metode


mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu
insisi yang dibuat ke dalam kandung kemih dan kelenjar
prostat diangkat dari atas.

2. Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar


melalui suatu insisi dalam perineum.

3. Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih


umum dibanding tindakan suprapubik di mana insisi
abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat yaitu
antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih.

b) Insisi Prostat Transurethral (TUIP) Yaitu suatu prosedur


menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui
uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran
kecil (30 g / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus
dalam BPH.

c) Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah operasi


pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop di mana resektroskop merupakan endoskopi
dengan tabung 10- 3-F untuk pembedahan uretra yang
dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang
disambungkan dengan arus listrik (Haryono, 2012).
Transurethral Resection of the Prostate (TURP) merupakan
operasi tertutup tanpa insisi, serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan, dilakukan pada prostat
yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian
dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus menerus
dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan
reseksi,. dipasang kateter foley tiga saluran nomer 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan
gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kandung kemih
yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan
darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan
jernih. Kateter setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien sudah
berkemih dengan lancer. Penyembuhan terjadi dengan granula
dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Nuari & Widayati, 2017).
2. Pathway
3. Sebagai perawat pada saat saudara melakukan pengkajian, data apa
saja yag mungkin akan ditemukan pada pasien.

Riwayat kesehatan : Pasien berjenis laki-laki umur 64 th dirawat diruang


bedah RSDK Semarang sejak pagi ini dengan diagnosa medis BPH (Benigna
Prostat Hyperplasia) Grade III. Sebelumnya kontrol ke poliklinik dan sempat
dipasang kateter 1 minggu namun 2 hari lalu kateter dilepas. Pasien mengeluh
tidak bisa kencing, kencing tidak tuntas,kencing menetes, harus mengejan
saat kencing, sering kecing di celana sehingga sering terganggu saat ibadah.
Pasien rencananya akan menjalani operasi TURP minggu ini. Pasien
mengatakan cemas dan takut, sesekali bertanya tentang bagaimana proses
operasi dan kemungkinan keberhasilannya.

4. Diskusikan luaran keperawatan dan kriteria hasil dari diagnose


keperawatan yang dirumuskan (merujuk pada SLKI atau NOC)

ANALISA DATA :
a. Data subyektif :
- Klien mengatakan tidak bisa kencing, kencing tidak tuntas,kencing
menetes, harus mengejan saat kencing, sering kecing di celana
sehingga sering terganggu saat ibadah.
- Klien mengatakan cemas dan takut, sesekali bertanya tentang
bagaimana proses operasi dan kemungkinan keberhasilannya.
b. Data obyektif
- Tampak cemas
MASALAH KEPERAWATAN :
1. (D.0040) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
penurunan kemampuan menyadari tanda gangguan kandung kemih
2. (D.0080) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi (pre-op)
3. (D.0141) Resiko infeksi berhubungan tindakan invasif

5. Diskusikan rencana keperawatan merujuk pada SIKI atau NIC yang


dapat di rumuskan pada pasien sesuai skenario.

diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil (SLKI)

Gangguan Eliminasi Pola eliminasi kembali Observasi


Urine normal
- Identifikasi tanda
dengan kriteria hasil dan gejala retensi
atau inkontinensia
(L.03019) :
urine
1) Sensasi berkemih - Identifikasi faktor

meningkat yang menyebabkan


retensi atau
2) Desakan kandung
inkontinensia urin
kemih menurun - Monitor eliminasi
urin (mis. frekuensi,
3) Distensi kandung
konsistensi, aroma,
kemih menurun
volume dan warna)
4) Berkemih tidak Terapiutik

tuntas menurun - Catat waktu-waktu


dan haluaran
berkemih
- Batasi asupan
cairan, jika perlu
- Ambil sampel urine
tengah (midstream)
atau kultur

Edukasi

- Ajarkan tanda gejala


infeksi saluran
kemih
- Ajarkan mengukur
asupan cairan dan
haluaran urine
- Ajarkan mengambil
spesimen urine
midstream
- Ajarkan mengenali
tanda berkemih dan
waktu yang tepat
untuk berkemih
- Ajarkan terapi
modalitas,
penguatan otot-otot
panggul atau
berkemih
- Anjurkan minum
yang cukup, jika
tidak ada
kontraindikasi
- Anjurkan
mengurangi minum
menjelang tidur

Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian obat
supositoria uretra,
Jika perlu

Ansietas Setelah dilakukan Tindakan observasi


tindakan
- Identifikasi saat
keperawatan tingkat ansietas
selama ...x... berubah (mis.
diharapkan pasien kondisi, waktu,
tidak cemas dengan stressor)
kriteria hasil (L09093): - Identifikasi
kemampuan
1) Perilaku gelisah
mengambil
menurun
keputusan
2) Perilaku tegang - Monitor tanda-tanda
menurun ansietas (verbal dan

3) Frekuensi nonverbal)

pernafasan Terapeutik

membaik - Ciptakan suasana

4) Frekuensi nadi terapeutik untuk


menumbuhkan
membaik
kepercayaan
menurun - Temani pasien
untuk mengurangi
5) Konsentrasi pola
kecemasan, jika
tidur membaik memungkinkan
- Pahami situasi yang
membuat ansietas
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
- Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
- Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
- Diskusikan
perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang akan
datang

Edukasi

- Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
- Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, Jika perlu
- Anjurkan
melakukan kegiatan
yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
- Latih kegiatan
pengelihatan untuk
mengurangi
ketegangan
- Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri yang
tepat
- Latih teknik
relaksasi

Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu

Resiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi


tindakan keperawatan
Observasi
selama .....x.....
diharapkan tingkat 1. Periksa
infeksi menurun kesiapan dan
dengan kriteria hasil : kemampuan
menerima
1. Kebersihan tangan
informasi
meningkat
2. Jelaskan tanda
2. Kadar sel putih dan gejala
membaik infeksi local dan

3. Kemerahan menurun sistemik

4. Demam menurun Edukasi

5. Nyeri menurun 1. Anjurkan


membatasi
6. Bengkak menurun
pengunjung
1. 2. Ajarkan cara
merawat kulit
pada daerah
yang edema
3. Anjurkan
nutrisi, cairan
dan istirahat
4. Anjurkan
mengelola
antibiotic sesuai
resep
5. Ajarkan cara
mencuci tangan
6. Diskusikan edukasi yang perlu disampaikan pada pasien tersebut

- Perawat memberikan edukasi dan infomasi mengenai bagaimana


proses operasi BPH yang bertujuan untuk menrunkan kecemasan
pasien.
Edukasi diatas bisa dilakukan dengan cara pendidikan kesehatan
melalui ceramah, leaflet, video atau diskusi secara langsung
dengan materi sebagai berikut :
a. Melakukan inform concent dan menejelaskan kepada klien
( mendatangani surat persetujuan tindakan operasi )
b. Memberikan informasi mengenai Tujuan dilakukan operasi
TURP
c. Memberikan informasi untuk Puasa 6-8 jam sebelum operasi
d. Memberikan informasi untuk persiapan kebersihan diri seperti:
cukur, mamdi dan keramas denganantiseptik
e. Menjelaskan bagaiaman Penatalaksanan setelah operasi.

7. Rumuskan mind mapping kasus Cancer Colorectal sesuai skenario

PATIFISOLOGI TANDA DAN GEJALA


KOMPLIKASI

DEFINISI BPH (Benigna PEMERIKSAAN


PENUNJANG
Prostat Hyperplasia)

K
PENATALAKSANAAN
E
PENGKAJIAN
P
E
R
A
A W ANALISIS DATA
S A
U T
H A
A N
DIAGNOSA
N
N

INTERVENSI
8. TURP Syndrom (Definisi, Tanda dan Gejala, Komplikasi)
a. Definisi
Transurethral resection of the prostate (TURP) syndrome adalah kelebihan cairan
dan hiponatremia iso-osmolar selama TURP dari volume besar cairan irigasi yang
diserap melalui sinus vena. (Vinay, et al., 2019)
Cairan irigasi diperlukan untuk menjaga visibilitas meskipun tempat tidur jaringan
berdarah Sindrom TUPR juga dapat terjadi pada prosedur lain yang membutuhkan irigasi
dalam volume besar, seperti histeroskopi. Sindrom TURP sejati sekarang jarang terjadi,
terutama karena cairan irigasi berbasis glisin kurang umum digunakan.

b. Tanda dan Gejala

Kardiovaskular dan respiratori Sistem saraf pusat Hematologik dan Renal


Hipertensi Mual/muntah Hiponatremia
Bradiaritmia/takiaritmia Agitasi/konfusi Hiperglisinemia
Gagal jantung kongestif Kejang Hiperamonemia
Edema pulmoner dan hipoksemia Letargi/paralisis Hipoosmolalitas
Infark miokard Kebutaan Hemolisis/anemia
Hipotensi Pupil non-reaktif/dilatasi Gagal ginjal akut
Syok Koma

9. Apa yang harus dilakukan pada pasien TURP syndrome (Zeng et al., 2022)

- Terminasi segera operasi.

- Berikan furosemid, 20 mg IV.

- Berikan oksigen melalui nasal kanul atau face mask.

- Jika terjadi edema pulmoner, dapat dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi tekanan
positif dengan oksigen.
- Periksa darah untuk analisa gas darah dan natrium serum.

- Jika natrium serium rendah dan tanda klinis hiponatremia terlihat, berikan saline
hipertonik (3-5%) IV. Kecepatan pemberian saline hipertonik sebaiknya tidak melebihi
100 ml/jam. Pada sebagian besar kasus dibutuhkan tidak lebih dari 300 ml untuk
mengkoreksi hiponatremia.7 Pemberian saline hipertonik dapat mengurangi edema
serebral, mengekspansi volume plasma, mengurangi edema selular,
dan meningkatkan ekskresi urinari tanpa meningkatkan total ekskresi
zat terlarut.
- Jika terjadi kejang, dapat diberikan agen antikonvulsan jangka pendek
seperti diazepam 5-20 mg atau midazolam 2-10 mg IV. Jika kejang
tidak berhenti, dapat ditambah barbiturat atau fenitoin 10-20 mg/kg IV.
Relaksan otot dapat diberikan juga.
- Jika terjadi edema pulmoner atau hipotensi, perlu dilakukan monitoring
hemodinamik invasif.
- Jika terjadi kehilangan darah signifikan, dapat diberikan packed red
blood cell.7

Sebagian besar pasien yang menjalani prosedur TURP adalah orang


dengan usia tua. Fungsi kapasitas organ berkurang sesuai dengan usia,
menyebabkan penurunan cadangan dan kemampuan kompensasi. Penyakit
penyerta menekan fungsi organ dan meningkatkan resiko.
Kemampuan ginjal dalam mengatur keseimbangan natrium dan air juga
terganggu pada orang dengan usia tua menyebabkan aktivitas renin plasma
menurun, jumlah aldosteron darah dan urinari menurun, dan menurunnya
respon terhadap hormon antidiuretik. Oleh karena itu, dengan adanya penyakit
jantung atau ginjal, pemberian cairan harus diberikan secara hati-hati pada
orang tua yang menjalani operasi endoskopik untuk mengurangi resiko dan
mencegah eksaserbasi TUR syndrome.
Pasien dengan gejala ringan seperti mual, muntah, dan agitasi dengan
hemodinamik stabil dimonitor hingga gejala hilang. Terapi suportif seperti
antiemetik dapat diberikan. Bradikardia dan hipotensi dapat diatasi dengan
atropin, obat adrenergik dan kalsium. Ekspansi volume plasma dapat
diperlukan karena hipotensi dan cardiac output yang rendah dapat terjadi
ketika irigasi dihentikan. Waktu paruh glisin sekitar 85 menit, sehingga
gangguan visual biasanya hilang spontan dalam 24 jam dan tidak
membutuhkan intervensi.
REFERENSI

Zeng, X. T., Jin, Y. H., Liu, T. Z., Chen, F. M., Ding, D. G., Fu, M., Gu, X. Q., Han, B.
M., Huang, X., Hou, Z., Hu, W. L., Kang, X. L., Li, G. H., Li, J. X., Li, P. J.,
Liang, C. Z., Liu, X. H., Liu, Z. Y., Liu, C. X., … Wang, X. H. (2022). Clinical
practice guideline for transurethral plasmakinetic resection of prostate for benign
prostatic hyperplasia (2021 Edition). Military Medical Research, 9(1).
https://doi.org/10.1186/S40779-022-00371-6
F. Imani. (2019). Retraction Note: Operative Hysteroscopy Intravascular Absorption
Syndrome: The Gynaecology's TURP Syndrome-A Case Report.
Vinay, K., Kumar , V. & Adiveeth Deb, 2019. TUR syndrome - A report.
Elsevier.
PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indicator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai