Disusun oleh :
Kelompok 2
Seorang laki-laki umur 64 th dirawat diruang bedah RSDK Semarang sejak pagi ini
dengan diagnosa medis BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) Grade III. Sebelumnya kontrol
ke poliklinik dan sempat dipasang kateter 1 minggu namun 2 hari lalu kateter dilepas.
Pasien mengeluh tidak bisa kencing, kencing tidak tuntas,kencing menetes, harus
mengejan saat kencing, sering kecing di celana sehingga sering terganggu saat ibadah.
Pasien rencananya akan menjalani operasi TURP minggu ini. Pasien mengatakan cemas
dan takut, sesekali bertanya tentang bagaimana proses operasi dan kemungkinan
keberhasilannya.
a. Definisi
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer, 2009). Benign
Prostat Hyperplasia adalah pembesaran kelenjar dan jaringan seluler kelenjar
prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses
penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlepis kapsula dengan berat kira-kira 20
gram, berada di sekeliling uretra dan di bawah leher kandung kemih pada pria
(Suharyanto & Madjid, 2013).
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan
di luar saluran kemih. Menurut (Purnomo, 2011) tanda dan gejala dari BPH yaitu:
keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas,
dan gejala di luar saluran kemih.
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada
saluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri
pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau
demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
c. Gejala diluar saluran kemih Adanya keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan tekanan intra abdominal. Adapun gejala dan
tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati
membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual, dan
muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi
dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
c. Patofisiologi
kemudian menjadi factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel. Hal ini
2010).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi
urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau LUTS yang
adanya aliran kemih dan ini memerlukan intervensi untuk membuka jalan
serat otot leher kandung kemih untuk memperbesar jalan keluar urine, dilatasi
balon pada prostat untuk memperbesar lumen uretra dan terapi antiandrogen
e. Komplikasi
a. Atherosclerosis
b. Infark jantung
c. Impoten
d. Infeksi
mikroskopik yang terdiri satu atau banyak sel bakteri, fungi dan
f. Penatalaksanaan
1) Terapi medikamentosa
a) Prostatektomi
ANALISA DATA :
a. Data subyektif :
- Klien mengatakan tidak bisa kencing, kencing tidak tuntas,kencing
menetes, harus mengejan saat kencing, sering kecing di celana
sehingga sering terganggu saat ibadah.
- Klien mengatakan cemas dan takut, sesekali bertanya tentang
bagaimana proses operasi dan kemungkinan keberhasilannya.
b. Data obyektif
- Tampak cemas
MASALAH KEPERAWATAN :
1. (D.0040) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
penurunan kemampuan menyadari tanda gangguan kandung kemih
2. (D.0080) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi (pre-op)
3. (D.0141) Resiko infeksi berhubungan tindakan invasif
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian obat
supositoria uretra,
Jika perlu
3) Frekuensi nonverbal)
pernafasan Terapeutik
Edukasi
- Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
- Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, Jika perlu
- Anjurkan
melakukan kegiatan
yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
- Latih kegiatan
pengelihatan untuk
mengurangi
ketegangan
- Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri yang
tepat
- Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
K
PENATALAKSANAAN
E
PENGKAJIAN
P
E
R
A
A W ANALISIS DATA
S A
U T
H A
A N
DIAGNOSA
N
N
INTERVENSI
8. TURP Syndrom (Definisi, Tanda dan Gejala, Komplikasi)
a. Definisi
Transurethral resection of the prostate (TURP) syndrome adalah kelebihan cairan
dan hiponatremia iso-osmolar selama TURP dari volume besar cairan irigasi yang
diserap melalui sinus vena. (Vinay, et al., 2019)
Cairan irigasi diperlukan untuk menjaga visibilitas meskipun tempat tidur jaringan
berdarah Sindrom TUPR juga dapat terjadi pada prosedur lain yang membutuhkan irigasi
dalam volume besar, seperti histeroskopi. Sindrom TURP sejati sekarang jarang terjadi,
terutama karena cairan irigasi berbasis glisin kurang umum digunakan.
9. Apa yang harus dilakukan pada pasien TURP syndrome (Zeng et al., 2022)
- Jika terjadi edema pulmoner, dapat dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi tekanan
positif dengan oksigen.
- Periksa darah untuk analisa gas darah dan natrium serum.
- Jika natrium serium rendah dan tanda klinis hiponatremia terlihat, berikan saline
hipertonik (3-5%) IV. Kecepatan pemberian saline hipertonik sebaiknya tidak melebihi
100 ml/jam. Pada sebagian besar kasus dibutuhkan tidak lebih dari 300 ml untuk
mengkoreksi hiponatremia.7 Pemberian saline hipertonik dapat mengurangi edema
serebral, mengekspansi volume plasma, mengurangi edema selular,
dan meningkatkan ekskresi urinari tanpa meningkatkan total ekskresi
zat terlarut.
- Jika terjadi kejang, dapat diberikan agen antikonvulsan jangka pendek
seperti diazepam 5-20 mg atau midazolam 2-10 mg IV. Jika kejang
tidak berhenti, dapat ditambah barbiturat atau fenitoin 10-20 mg/kg IV.
Relaksan otot dapat diberikan juga.
- Jika terjadi edema pulmoner atau hipotensi, perlu dilakukan monitoring
hemodinamik invasif.
- Jika terjadi kehilangan darah signifikan, dapat diberikan packed red
blood cell.7
Zeng, X. T., Jin, Y. H., Liu, T. Z., Chen, F. M., Ding, D. G., Fu, M., Gu, X. Q., Han, B.
M., Huang, X., Hou, Z., Hu, W. L., Kang, X. L., Li, G. H., Li, J. X., Li, P. J.,
Liang, C. Z., Liu, X. H., Liu, Z. Y., Liu, C. X., … Wang, X. H. (2022). Clinical
practice guideline for transurethral plasmakinetic resection of prostate for benign
prostatic hyperplasia (2021 Edition). Military Medical Research, 9(1).
https://doi.org/10.1186/S40779-022-00371-6
F. Imani. (2019). Retraction Note: Operative Hysteroscopy Intravascular Absorption
Syndrome: The Gynaecology's TURP Syndrome-A Case Report.
Vinay, K., Kumar , V. & Adiveeth Deb, 2019. TUR syndrome - A report.
Elsevier.
PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indicator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI