HALAMAN JUDUL
Disusun oleh
2820173002
2A
2019
LEMBAR PERSETUJUAN
Resume pada pasien Ny.H dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler: CHF di Ruang Poli
Penyakit Dalam RSUD Sleman. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas individu PRAKTIK
KLINIK KEPERAWATAN Medikal Bedah 1 pada semester IV, pada:
Hari : Senin
Praktikan
Pembesaran progresif dari kelenjar prostat(secara umum pada pria lebih tua dari 50
tahun)menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius
(Doenges M.E.rencana asuhan keperawatan,hal 671)
B. Etiologi
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga menjadi
penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Purnomo (2011).
C. Manifestasi Klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala voiding,
storage, dan pasca-miksi. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran
kemih bagian bawah, beberapa ahli dan organisasi urologi membuat sistem penilaian
yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem penilaian
yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah Skor Internasional
Gejala Prostat atau International Prostatic Symptom Score (IPSS) (Purnomo, 2012).
Sistem penilaian IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0−5,
sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup diberi nilai 1−7. Dari skor IPSS
itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu ringan (skor 0−7),
sedang (skor 8−19), dan berat (skor 20−35) (Purnomo, 2012). 24 Timbulnya
dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, seperti
volume kandung kemih tiba-tiba terisi penuh, yaitu pada saat cuaca dingin, menahan
kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung
diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang berlebihan, massa
prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami
infeksi prostat akut, setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan
kontraksi otot detrusor atau dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan
antikolinergik atau adrenergik alfa (Purnomo, 2012).
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat
pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang,
benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), dan demam yang
merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis (Purnomo, 2012). c. Gejala di luar
saluran kemih Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominal (Purnomo,
2012).
c. Gejala di luar saluran kemih sehingga tidak jarang pasien berobat ke dokter karena
mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini
karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan intra-abdominal (Purnomo, 2012).
D. Pathway
BPH
Uretritis
Peradangan uretra
Nyeri sepanjang
waktu berkemih
Nyeri Akut
E. Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan
hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang
jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah
prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan
berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien
tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin.
Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (
Baradero, dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan
aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing
terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan
untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika
urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga
pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan
adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi
dan nyeri saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
1. Laboratorium
a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin
berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas
kuman terhadap beberapa antimikroba.
b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit
yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan
kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status
metabolic.
c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
PSA 10 ng/ml.
2. Radiologis/pencitraan Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan
untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli dan
volume residu urin serta untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH.
A. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh
dengan urin sebagai tanda 27 adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis
akbibat kegagalan ginjal.
B. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan adanya
kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau hidronefrosis.
Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya
indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian
distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-
belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi,
divertikel atau sakulasi buli-buli.
C. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan
volum buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor
buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.
G. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
i. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
ii. Infeksi saluran kemih
iii. Involusi kontraksi kandung kemih
iv. Refluk kandung kemih
v. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
vi. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien benigna prostat hiperplasia terdiri dari penatalaksanaan
medis, penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan diit.
1. Penatalaksanaan medis
Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin, prazosin
tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran otot-otot pada
kandung kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih. Finasterid, obat ini
menyebabkan meningkatnya laju aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek samping dari
obat ini adalah berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis kronis diberikan antibiotik.
a. Pembedahan
i. Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur pembedahan
yang dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan bila pembesaran
terjadi pada lobus tengah yang langsung melingkari uretra. Sedapat
mungkin hanya sedikit jaringan yang mengalami reseksi sehingga
pendarahan yang besar dapat dicegah dan kebutuhan waktu untuk bedah
tidak terlalu lama. Restoskop sejenis instrumen hampir serupa dengan
cystoscope tapi dilengkapi dengan alat pemotong dan couter yang
disambungkan dengan arus listrik dimasukan lewat uretra. Kandung kemih
dibilas terus menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat alat
untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang diberi
pelumas yang ditempatkan pada bawah paha. Kepingan jaringan yang
halus dibuang dengan irisan dan tempat tempat pendarahan dihentikan
dengan couterisasi. Setelah TUR dipasang folley kateter tiga saluran (
three way cateter ) ukuran 24 Fr yang dilengkapi balon 30-40 ml. Setelah
balon kateter dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon
berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Kemudian
ditraksi pada kateter folley untuk meningkatkan tekanan pada daerah
operasi sehingga dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang
besar dipasang untuk memperlancar membuang gumpalan darah dari
kandung kemih.
ii. Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
prostat dari uretra melalui kandung kemih.
iii. Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui suatu
insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.
iv. Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar
prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih.
v. Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan
cara memasukkan instrumen melalui uretra.
vi. Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan melalui
uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang
dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas sehingga terjadi
koagulasi sepanjang jarum yang menancap dijaringan prostat.
a. Nyeri Akut b.d. iritasi mukosa ; distensi kandung kemih, kolik ginjal; infeksi urinaria;
terapi radiasi.
Data Pendukung :
Keluhan nyeri,penyempitan ureter; perubahan tonus otot, meringis, gelisah, respon
otonomik.
5) Berikan cairan IV
Rasional : Menggantikan cairan yang hilang.
c. Ketakutan / ansietas b.d perubahan status kesehatan : kemungkinan prosedur/
malignansi Data pendukung : Perut tegang Hasil yang diharapkan :
Rasa takut dan tegang berkurang, pasien tampak rileks.
Intervensi :
1) Selalu bersama – sama dengan pasien bina hubungan saling percaya
Rasional : Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu
2) Berikan informasi tentang tanda / prosedur dan tes khusus seperti pemasangan
kateter, urin berdarah, iritasi pada kandung kemih. Rasional : Meningkatkan
pemahaman pasien tentang tujuan dari apa yang dilakukan, sehingga dapat
mengurangi rasa takut dan kecemasan
3) Anjurkan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya kepada orang
terdekat
Rasional : mengurangi kecemasan
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang terpapar terhadap informasi, tidak mengenal sumber informasi Data
pendukung :
Pasien sering bertanya tentang penyakit, pasien tidak melakukan intervensi sesuai
instruksi.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-amandatama-6700-2-babii.pdf (Di
akses pada 28 Mei 2018, pukul 22.10)
Ikatan Apoteker Indonesia. 2012. ISO Indonesia. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan
Baradero, M dan Dayrit, M. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem
Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC
Baradero, M dan Dayrit, M. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem
Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, dkk. (2012). Buku ajar ilmu bedah Samsuhidajat-De Jong. Edisi ke-3. Jakarta:
EGC