Pengertian BPH
Prostat adalah salah satu bagian dari sistem urinaria yang berdasarkan
anatomisnya terletak di dalam rongga pelvis serta ditembus oleh dua buah saluran,
uretra dan ductus ejaculatorius, berbentuk seperti piramida terbalik dengan
ukuran 4x3x2. Fungsi prostat adalah sebagai penghasil cairan tipis seperti
susu yang mengandung asam sitrat dan asam fosfatase, cairan tersebutlah yang
akan ditambahkan pada semen saat ejakulasi (Setyawan, 2016). Kelenjar
prostat mengalami peningkatan ukuran seiring dengan pertambahan umur,
peningkatan itu berjalan lambat ketika lahir sampai dengan pubertas, dan
mengalami percepatan perubahan ukuran yang konstan sampai berumur 30-an.
Dalam pertambahan ukuran tersebut prostat bisa mengalami hiperplasia yang
beriringan dengan proses perubahan dari hormonal, perubahan rasio androgen
terhadap estrogen yang diketahui perubahan tersebut beriringan dengan proses
penuaan (Suryawan, 2016). BPH keadaan dimana lobus medius yang membesar
ke atas dan merusak spincter vesicae yang terletak pada collum vesicae. Urine
yang bocor ke urethra prostatica menyebabkan refleks miksi yang terus menerus.
Pembesaran lobus
medius dan lateral menimbulkan pemanjangan kompresi lateral dan distorsi
urethra sehingga pasien mengalami kesulitan berkemih dan pancarannya lemah.
Penyulit yang sering terjadi adalah tekanan balik pada ureter dan kedua ginjal.
Pembesaran uvula vesicae (akibat pembesaran lobus medius) mengakibatkan
terbentuknya kantong timbunan urine di belakang ostium urethra internum di
dalam vesica urinaria. Urine yang tertimbun menjadi terinfeksi dan vesica urinaria
yang meradang (sistitis) (Setyawan, 2016).
Klasifikasi
Derajat berat BPH menurut Tanto (2014) adalah sebagai berikut:
a. Stadium I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
b. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Nyeri saat BAK atau
disuria dan menjadi nokturia.
c. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan. Urine menetes
secara periodik.
Etiologi
Menurut Prabowo (2014) etiologi BPH sebagai berikut:
1. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
2. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron.
Ketidakseimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan,
pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan hormon
testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat.
3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat
peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma
dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan
memicu terjadi BPH.
Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia,
dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, estrogen, karena produksi
testosterone menurun, produksi estrogen meningkat dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini
tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat
hormon ini akan diubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim
alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA
di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga
mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju
kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu (Presti, 2013).
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari
buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urineary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya
resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine. Retensi urine
ini diberikan obat-obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu
yang lama, maka penanganan yang paling tepat adalah tindakan pembedahan,
salah satunya adalah TURP (Joyce, 2014).
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan
dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy
menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan
saraf ke otak sebagai konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012).
Manifestasi Klinis
Menurut Haryono (2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai dengan
mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh
ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra
vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat
terjadi pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi:
1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus
mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan prostat.
2. Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga
keadaan buli-buli termasuk residual urine.
3. Urinealisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisis ada tidaknya infeksi dan RBC (Red blood
cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau hematuria
(Prabowo dkk, 2014).
4. DPL (Deep peritoneal lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal
dalam abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen dan diperiksa
jumlah sel darah merahnya.
5. Ureum, elektrolit, dan serum kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data
pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.
6. PA (Patologi anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel
jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui apakah
hanya bersifat benigna atau maligna sehingga akan menjadi landasan untuk
treatment selanjutnya.
Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksanaan BPH meliputi:
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim, misalnya finasteride
c. Fototerapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan
komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:
a. Prostatektomi
1) Prostatektomi suprapubis, adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang dibuat ke dalam kandung
kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum.
3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding
pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati
kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa
memasuki kandung kemih.
b. Transurethral Insisi prostate (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen
melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil
(30gr/kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.
c. Transuretral ResectionProstat (TURP)
Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung 10-
3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan
counter yang disambungkan dengan arus listrik.
Pengertian TURP
Transurethral Resection Prostate (TURP) merupakan tindakan
pembedahan pada pasien BPH untuk menyingkirkan jaringan prostat penyebab
obstruksi saluran kemih. TURP merupakan standar baku emas untuk tata laksana
pasien BPH, dengan volume prostat 30-80 ml (Mochtar CA, 2015). TURP
memiliki kelebihan kejadian trauma yang lebih sedikit dan masa pemulihan yang
lebih cepat (Tanto C, 2016). TURP dilakukan dengan menggunakan cairan irigasi
agar daerah reseksi tetap terlihat dan tidak tertutup darah. Cairan yang digunakan
bersifat non- ionic, cairan yang tidak menghantarkan listrik, bertujuan agar tidak
terjadi hantaran listrik selama operasi. Contohnya: air steril, glisin,
sorbitol/manitol (Collins, 2017).
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi menurut Wijaya (2013) pada hiperplasia prostat adalah:
1. Nyeri akibat pembedahan
2. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal
3. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
4. Hernia/ hemoroid
5. Karena selalu terdapat sisa urine sehingga menyebabkan terbentuknya batu
6. Hematuria
7. Sistitis dan pielonefritis
Penyimpangan KDM teori
Ketidakseimbangan Interaksi antarBerkurangnya
sel kematian sel (apoptosis )
estrogen-testosteron) struma
Prostat membesar
TURP
66 60 55
24
Keterangan:
: Meninggal
Laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 18-04-2022
Jam pemeriksaan: 10.41
WITA Jenis pemeriksaan:
Urinealisa
Tabel 3.2 Pemeriksaan urinealisa
Pemeriksaan Hasil Satuan rujukan
Urine lengkap
Makroskopis
Warna *jingga Kuning
Kejernihan *keruh Jernih
LEU 2+ Leu/Ul Negatif
NIT Negatif Negatif
URO 2+ Mg/dl Negatif
PRO 3+ Mg/dl Negatif
pH 5.5 5-9
BLO 3+ Ery/uL Negatif
SG 1.005 1.005-1.025
KET 2+ Mg/dl Negatif
BIL Negatif Mg/dl Negatif
GLU +- Mg/dl Negatif
Sedimen
Sel epitel 2-3 /lpb 0-4
Leukosit 20-25 /lpb 1-5
Eritrosit 10-15 /lpb 0-1
Kristel Negatif Negatif
Slinder *granula halus Negatif
Laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 18-04-2022
Jam pemeriksaan: 10.41
WITA Jenis pemeriksaan:
hematologi
Tabel 3.3 Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan rujukan
Darah lengkap
Hemoglobin L 12.4 g/dL 14.0-18.0
Leukosit 11.50 103/uL 4.00-12.00
Eritrosit L 3.90 106/uL 4.50-6.00
Hematokrit L 36.7 % 40.0-48.0
3
Trombosit 206 10 /uL 150-450
Indeks eritrosit
MCV 94.1 fL 82.0-96.0
MCH H 31.8 Pg 27.0-31.0
MCHC 33.8 g/L 32.0-37.0
Hitung jenis
Neutrofil H 86.2 % 50-70
Limfosit L 6.1 % 20.0-40.0
Monosit 7.7 % 2.0-8.0
Neutrofil# H 9.9 2.5-7.0
Limfosit# L 0.7 1.1-3.3
Neutrofil limfosit
H 9.2 < 3.13
rasio
KOAGULASI
Masa perdarahan 1 Menit <3
Masa pembekuan 4.0 Menit 2.0-6.0
KIMIA DARAH
GDS 149 Mg/dL <200
Ureum H 50.30 Mg/dL 10-40
Kreatinin 0.88 Mg/dL 0.67-1.50
Na, K, Cl
Kalium 3.90 Mmol/L 3.5-5.1
Natrium L 129.1 Mmol/L 136-146
Klorida darah L 95.2 Mmol/L 96.106
Laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 19-04-2022
Jam pemeriksaan: 09.46
WITA Jenis pemeriksaan:
kimia darah
Tabel 3.4 Pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan Hasil Satuan rujukan
Na, K, Cl
Kalium L 3.33 Mmol/L 3.5-5.1
Natrium L 133 Mmol/L 136-146
Klorida darah 103.8 Mmol/L 96-106
3.1.11 Terapi
Hari dan tanggal: Kamis, 21 April
2022 Jam: 10.30 WITA
Tabel 3.5 Terapi
Nama Terapi Dosis Rute
OAT 150mg 1x1 Oral
Amlodipine 5mg 1x1 Oral
Candesartan 8mg 1x1 Oral
NaCl 3% 500cc/24jam IV
NaCl 0,9% 1000cc/24jam IV
Ceftriaxone 1gr 1x1 IV
Ketorolac 30mg 3x1 IV
As. tranexamat 500mg 3x1 IV
Rangsang
Defisit Risiko
Kurangnya Proses infeksi
an
perawatan perdaraha
asupan
n makanan
Defisit nutrisi
Gambar 3.2 Penyimpangan KDM
3.2.4 Diagnosis keperawatan
3.2.4.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
Klien mengeluh nyeri di perberat jika klien bergerak di tempat tidur dan
nyerinya meringan jika berbaring, klien mengatakan nyerinya perih
seperti luka sayatan, nyerinya tidak menyebar hanya di bagian bekas
operasi, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul dengan waktu yang tidak
diketahui klien, klien tampak lemah, klien tampak meringis, klien masih
hanya dapat berbaring di tempat tidur, klien hanya dapat mobilisasi di
tempat tidur, klien tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara
mandiri melainkan membutuhkan bantuan orang lain baik keluarga
maupun perawat, keadaan umum klien tampak sedang, tekanan darah:
155/98 mmHg, MAP: 117 mmHg (tidak normal, normal 70-99 mmHg),
nadi: 103x/menit (takikardia)
3.2.4.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dibuktikan dengan Klien mengatakan sesak nafas hilang timbul, klien
tampak sesak nafas, mengeluarkan sputum dari mulutnya, respirasi:
22x/menit, SpO2: 98% (nasal kanul 3Lpm), 89% (RA).
3.2.4.3 Defisit nutrisi berhubungan kurangnya asupan makanan dibuktikan
dengan Keluarga klien mengatakan, klien mengalami penurunan nafsu
makan, klien hanya makan 2-3 sendok dan tidak menghabiskan porsi
makan, IMT: 12,9 (sangat kurus), bibir tampak kering dan pecah-pecah,
terdapat 2 stomatitis pada bibir, bentuk abdomen masuk ke dalam,
hemoglobin L 12,4 g/dl.
3.2.4.4 Risiko perdarahan dibuktikan dengan Klien post-op TURP, klien
terpasang kateter untuk irigasi urine tampung dengan jumlah urine
5100cc dalam 24 jam berwarna merah, Kalium L 3.33 Mmol/L, Natrium
L 133 Mmol/L
3.2.4.5 Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan
dibuktikan dengan Keluarga klien mengatakan tidak pernah
memperhatikan kebersihan kuku klien, keluarga mengatakan klien tidak
pernah melakukan oral hygiene dan hanya berkumur saat mandi, klien
belum pernah mandi selama di rumah sakit, klien belum pernah mencuci
rambut selama di rumah sakit, kuku klien terlihat panjang dan kotor
berwarna kehitaman,
kanal auditori kotor, terdapat serumen, gland penis terlihat kotor bercak
darah.
3.3 Intervensi
3.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
Klien mengeluh nyeri di perberat jika klien bergerak di tempat tidur dan
nyerinya meringan jika berbaring, klien mengatakan nyerinya perih seperti
luka sayatan, nyerinya tidak menyebar hanya di bagian bekas operasi,
skala nyeri 5, nyeri hilang timbul dengan waktu yang tidak diketahui klien,
klien tampak lemah, klien tampak meringis, klien masih hanya dapat
berbaring di tempat tidur, klien hanya dapat mobilisasi di tempat tidur,
klien tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri melainkan
membutuhkan bantuan orang lain baik keluarga maupun perawat, keadaan
umum klien tampak sedang, tekanan darah: 155/98 mmHg, MAP: 117
mmHg, nadi: 103x/menit (takikardia)
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka tingkat
nyeri menurun dengan kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun (klien tidak mengeluh nyeri)
2. Keadaan lemah menurun (klien tidak tampak lemah)
3. Mobilisasi meningkat (klien dapat duduk di tempat tidur tanpa
bantuan orang lain)
4. Meringis menurun (klien tampak tidak meringis)
5. Skala nyeri menurun (skala nyeri 1)
6. Frekuensi nadi membaik
(60-100x/menit) Intervensi:
1. Monitor frekuensi nadi
2. Monitor keluhan nyeri
3. Monitor keadaan umum
4. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
5. Identifikasi skala nyeri
6. Identifikasi respon nyeri non verbal
7. Identifikasi mobilisasi
8. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
9. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
10. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Ajarkan dan libatkan keluarga teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
12. Kolaborasi pemberian analgesik
3.3.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dibuktikan dengan Klien mengatakan sesak nafas hilang timbul, klien
tampak sesak nafas, mengeluarkan sputum dari mulutnya, respirasi:
22x/menit, SpO2: 98% (nasal kanul 3Lpm), 89% (RA).
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka bersihan
jalan nafas meningkat dengan kriteria hasil:
1. Produksi sputum menurun (klien dapat mengeluarkan sputum tanpa
bantuan)
2. Ronkhi menurun (ronkhi terdengar samar)
3. Sesak nafas menurun (klien mengatakan dan tampak tidak sesak nafas)
4. Frekuensi nafas membaik (respirasi 16-20x/menit)
Intervensi:
1. Monitor frekuensi napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor bunyi napas tambahan
4. Monitor produksi sputum
5. Posisikan semi fowler
6. Berikan minum air hangat
7. Tambahkan cairan steril pada regulator oksigen
8. Berikan oksigen sesuai indikasi
9. Kolaborasi OAT
3.3.3 Defisit nutrisi berhubungan kurangnya asupan makanan dibuktikan dengan
Keluarga klien mengatakan, klien mengalami penurunan nafsu makan,
klien hanya makan 2-3 sendok dan tidak menghabiskan porsi makan, IMT:
12,9 (sangat kurus), bibir tampak kering dan pecah-pecah, terdapat 2
stomatitis pada bibir, bentuk abdomen masuk ke dalam, hemoglobin L
12,4 g/dl.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka status
nutrisi membaik dengan kriteria hasil:
1. Porsi makanan dihabiskan meningkat (klien menghabiskan ½ porsi
makanan setiap sekali makan)
2. Selera makan meningkat (klien terlihat lahap
makan) Intervensi:
1. Monitor asupan makan
2. Monitor nafsu makan
3. Monitor berat badan
4. Identifikasi status nutrisi
5. Lakukan oral hygiene sebelum makan
6. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
7. Sajikan makanan menarik dan suhu sesuai
8. Anjurkan posisi duduk saat makan
9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan
3.3.4 Risiko perdarahan dibuktikan dengan klien post-op TURP, klien terpasang
kateter untuk irigasi urine tampung dengan jumlah urine 5100cc dalam 24
jam berwarna merah, Kalium L 3.33 Mmol/L, Natrium L 133 Mmol/L.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat
perdarahan menurun dengan kriteria hasil:
1. Hematuria menurun (warna urine pada urine bag tidak kemerahan
dan berwarna kuning)
2. Nilai elektrolit membaik (kalium 3,5-5,1 mmol/L, natrium 136-146
mmol/L)
Intervensi:
1. Monitor tanda gejala perdarahan
2. Monitor warna urine
3. Monitor nilai elektrolit dalam darah
4. Jelaskan tanda gejala perdarahan pada keluarga
5. Anjurkan pada keluarga segera melaporkan jika terjadi perdarahan
6. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan.
7. Kolaborasi cairan hipertonik
3.3.5 Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan dibuktikan
dengan Keluarga klien mengatakan tidak pernah memperhatikan
kebersihan kuku klien, keluarga mengatakan klien tidak pernah melakukan
oral hygiene dan hanya berkumur saat mandi, klien belum pernah mandi
selama di rumah sakit, klien belum pernah mencuci rambut selama di
rumah sakit, kuku klien terlihat panjang dan kotor berwarna kehitaman,
kanal auditori kotor, terdapat serumen, gland penis terlihat kotor bercak
darah.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka
perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil:
1. Kemampuan mandi meningkat (klien telah mandi dengan bantuan)
2. Kebersihan rambut meningkat (rambut tidak kasar)
3. Kebersihan mulut meningkat (mulut tampak bersih)
4. Kebersihan kuku meningkat (kuku tidak panjang dan bersih)
5. Kebersihan telinga meningkat (tidak terdapat serumen pada kanal
audiotori)
Intervensi:
1. Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
2. Monitor kebersihan tubuh
3. Sediakan peralatan mandi
4. Sediakan lingkungan yang nyaman
5. Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
6. Mandikan pasien
7. Cuci rambut klien
8. Bersihkan kuku
9. Bersihkan telinga
10. Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
11. Ajarkan dan libatkan keluarga cara memandikan pasien di tempat
tidur
3.4 Implementasi
Pada implementasi penulis melaksanakan intervensi yang telah disusun.
Penulis melakukan tindakan keperawatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan
yang berpusat pada klien. Implementasi mulai dilaksanakan pada tanggal 21 April
2022 pukul 11.30 WITA.
3.4.1 Kamis 21 April 2022
3.4.1.1 Diagnosis keperawatan 1
1) Pukul 13.20
Mengontrol lingkungan yang memperberat
nyeri Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Menutup sampiran klien.
2) Pukul 13.30
Memfasilitasi istirahat dan
tidur Data Subjektif:
Tidak ada.
Data Objektif: Klien tidur dalam posisi supine.
3) Pukul 15.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan masih nyeri.
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
4) Pukul 20.00
Memonitor keluhan nyeri
Data Subjektif: Klien mengatakan masih nyeri pada bekas operasi.
Data Objektif: Tidak ada.
5) Pukul 20.10
Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
Data Subjektif: Klien mengatakan masih
nyeri. Data Objektif: Klien meringis.
6) Pukul 23.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan masih nyeri.
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
3.4.1.2 Diagnosis keperawatan 2
1) Pukul 11.30
Memberikan minum air hangat
Data subjektif: Klien mengatakan lendirnya mudah keluar setelah minum
air hangat.
Data Objektif: Klien dapat mengeluarkan sputum dari mulutnya dengan
mudah.
2) Pukul 13.00
Menambahkan cairan steril pada regulator
oksigen Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Air mineral terisi sampai batas garis pada regulator oksigen.
3) Pukul 20.40
Memonitor frekuensi napas
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Respirasi 20x/menit (nasal kanul 3Lpm).
4) Pukul 21.00
Memonitor pola napas
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak sesak jika menggunakan oksigen.
Data Objektif: Klien tidak sesak saat memakai oksigen nasal kanul 3
Lpm.
3.4.1.3 Diagnosis keperawatan 3
1) Pukul 12.10
Menyajikan makanan secara menarik dan suhu sesuai
Data Subjektif: Klien mengatakan lebih suka jika makanan dari rumah sakit
disalin ke tempat makan yang dia miliki.
Data Objektif: Makanan disalin ke tempat makan pribadi klien.
2) Pukul 12.30
Mengolaborasikan dengan ahli gizi mengenai jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Diet tinggi kalori tinggi protein dengan makan secara
bertahap dan jenis makanan lunak dengan frekuensi
pemberian makan 3 kali makanan utama 1 kali makanan
ringan.
3.4.1.4 Diagnosis keperawatan 4
1) Pukul 07.00
Memberikan injeksi obat pengontrol
perdarahan Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Telah diinjeksi as. tranexamet 500mg melalui IV.
2) Pukul 11.30
Menjelaskan tanda gejala perdarahan pada keluarga
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan paham tanda gejala perdarahan.
Data Objektif: Keluarga klien dapat menyebutkan tanda gejala perdarahan.
3) Pukul 15.00
Memberikan injeksi obat pengontrol perdarahan.
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Telah diinjeksi as. tranexamet 500mg melalui IV.
4) Pukul 17.00
Memberikan cairan
hipertonik Data Subjektif:
Tidak ada
Data Objektif: Terpasang NaCl 3% 500 cc 7 tpm melalui IV.
5) Pukul 20.00
Menganjurkan keluarga klien melaporkan jika terjadi perdarahan
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan akan melaporkan perawat jika
terjadi perdarahan.
Data Objektif: Klien paham dengan menganggukkan kepala.
6) Pukul 22.00
Memonitor warna urine
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Warna urine kemerahan.
7) Pukul 23.00
Memberikan injeksi obat pengontrol
perdarahan Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Telah diinjeksi as. tranexamet 500mg melalui IV.
3.4.1.5 Diagnosis keperawatan 5
1) Pukul 21.00
Mengidentifikasi jenis bantuan saat
mandi Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Bantuan total dan mandi di tempat tidur
3.4.2 Jumat 22 April 2022
3.4.2.1 Diagnosis keperawatan 1
1) Pukul 07.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan masih nyeri
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
2) Pukul 09.00
Memberikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri berkurang.
Data Objektif: Terapi komplementer massage punggung untuk mengurangi
rasa nyeri.
3) Pukul 10.00
Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang telah diberikan
Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri berkurang setelah pijat punggung
Data Objektif: Tidak ada
4) Pukul 15.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan masih nyeri
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
5) Pukul 19.00
Monitor keluhan nyeri
Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri berkurang tetapi masih sedikit
nyeri saat bergerak.
Data Objektif: Klien tidak meringis.
6) Pukul 19.10
Monitor skala
nyeri
Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri turun skala 2.
Data objektif: Klien mengacungkan angka 2 pada
jarinya.
7) Pukul 19.20
Identifikasi respon nyeri non verbal
Data Subjektif: Klien mengatakan nyerinya
berkurang. Data Objektif: Klien tidak meringis.
8) Pukul 23.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak nyeri.
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
3.4.2.2 Diagnosis keperawatan 2
1) Pukul 06.00
Memberikan OAT
Data Subjektif: klien mengatakan telah minum obat
Data Objektif: Klien secara mandiri minum OAT 150mg melalui oral
2) Pukul 06.30
Memberikan oksigen indikasi
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak sesak.
Data Objektif: Oksigen menggunakan nasal kanul 3Lpm.
3) Pukul 14.00
Menambahkan cairan steril pada regulator
oksigen Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Air mineral terisi sampai garis batas level air pada regulator
oksigen.
4) Pukul 14.10
Mengatur posisi semi
fowler Data Subjektif:
Tidak ada.
Data Objektif: Klien dapat dengan mudah mengeluarkan sputum dari
mulutnya.
5) Pukul 19.00
Monitor suara napas tambahan
Data Subjektif: Tidak ada.
Data objektif: Terdengar ronkhi samar pada lapang paru kanan.
6) Pukul 19.10
Monitor pola
napas
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak
sesak Data Objektif: Klien tidak sesak
7) Pukul 19.20
Monitor frekuensi napas
Data Subjektif: Tidak
ada
Data objektif: Respirasi 19x/menit
SpO2 97% (nasal kanul 3Lpm)
3.4.2.3 Diagnosis Keperawatan 3
1) Pukul 07.00
Melakukan oral hygiene
Data Subjektif: Tidak
ada
Data Objektif: Mulut klien bersih
2) Pukul 12.30
Menganjurkan makan dalam posisi
duduk Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Klien makan dalam posisi duduk
3) Pukul 12.40
Monitor nafsu makan
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan nafsu makan klien
meningkat Data Objektif: Klien lahap saat makan
4) Pukul 13.00
Monitor asupan makan
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan klien dapat menghabiskan ½
porsi makanan
Data Objektif: Porsi makanan tersisa ½ porsi
3.4.2.4 Diagnosis Keperawatan 4
1) Pukul 07.00
Memberikan injeksi obat pengontrol perdarahan
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Telah diinjeksi as.Tranexamat 500mg melalui IV.
2) Pukul 09.00
Memonitor kadar elektrolit dalam
darah Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Kalium 3.74 mmol/L
Natrium L 129.2 mmol/L
3) Pukul 15.00
Memberikan injeksi obat pengontrol perdarahan
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Telah diinjeksi as.Tranexamat 500mg melalui IV.
4) Pukul 17.00
Memberikan cairan
hipertonik Data Subjektif:
Tidak ada
Data Objektif: Terpasang NaCl 3% 500 cc 7 tpm melalui IV.
5) Pukul 20.00
Memonitor warna urine
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Urine dalam urine bag berwarna kuning kemerahan
6) Pukul 23.00
Memberikan injeksi obat pengontrol
perdarahan Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Telah diinjeksi as.Tranexamat 500mg melalui IV.
3.4.2.5 Diagnosis keperawatan 5
1) Pukul 07.30
Menyediakan peralatan
mandi Data Subjektif:
Tidak ada
Data Objektif: Waskom 2 buah
Handuk besar 1 buah
Washlap 3 buah
Sabun mandi
Sampo
2) Pukul 08.00
Memandikan klien di tempat
tidur Data Subjektif: Tidak
ada.
Data Objektif: Klien telah mandi dengan bantuan.
3.4.3 Sabtu 23 April 2022
3.4.3.1 Diagnosis keperawatan 1
1) Pukul 07.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak nyeri.
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
2) Pukul 09.00
Memonitor keadaan umum
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Klien tidak tampak lemah.
3) Pukul 10.00
Mengajarkan dan melibatkan keluarga teknik non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan dapat melakukan pijat
punggung untuk mengurangi rasa nyeri pada klien.
Data Objektif: Keluarga klien dapat mempraktikan cara pijat punggu untuk
mengurangi rasa nyeri.
4) Pukul 11.00
Mengidentifikasi mobilisasi
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Klien dapat duduk di tempat tidur secara mandiri tanpa
bantuan orang lain.
5) Pukul 14.00
Memonitor keluhan nyeri
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak nyeri.
Data Objektif: Klien tidak meringis.
6) Pukul 14.05
Memonitor skala
nyeri
Data Subjektif: Klien mengatakan skala nyeri menurun menjadi 1.
Data Objektif: Klien tidak meringis
7) Pukul 14.10
Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak
nyeri. Data Objektif: Klien tidak meringis
8) Pukul 15.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak nyeri
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
9) Pukul 17.00
Memonitor frekuensi nadi
Data Subjektif: Tidak
ada
Data Objektif: Nadi 98x/menit
3.4.3.2 Diagnosis Keperawatan 2
1) Pukul 06.00
Memberikan OAT
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Klien secara mandiri minum OAT 150mg melalui oral.
2) Pukul 10.00
Memberikan oksigen sesuai indikasi
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak sesak
napas. Data Objektif: Oksigen nasal kanul 3Lpm.
3) Pukul 17.00
Memonitor produksi
sputum Data Subjektif:
Tidak ada.
Data Objektif: Klien dapat mengeluarkan sputum tanpa bantuan.
4) Pukul 17.05
Memonitor bunyi napas
tambahan Data Subjektif: Tidak
ada.
Data Objektif: Suara napas tambahan ronkhi terdengar samar pada lapang
paru kanan.
5) Pukul 20.30
Memonitor pola napas
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak sesak
napas. Data Objektif: Klien tidak sesak.
6) Pukul 21.00
Memonitor frekuensi napas
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Respirasi 19x/menit.
3.4.3.3 Diagnosis Keperawatan 3
1) Pukul 07.00
Memonitor asupan makanan
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan klien telah menghabiskan ½
porsi makanan.
Data Objektif: Klien dapat menghabiskan ½ porsi makan.
2) Pukul 07.05
Memonitor asupan makanan
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan klien mengalami peningkatan
nafsu makan.
Data Objektif: Klien lahap saat makan.
3.4.3.4 Diagnosis keperawatan 4
1) Pukul 07.00
Memberikan injeksi obat pengontrol
perdarahan Data Subjektif: Tidak ada.
Data objektif: Telah diinjeksi as.tranexamat 500mg melalui IV.
2) Pukul 09.00
Memonitor kadar elektrolit dalam
darah Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Kalium 3.74 mmol/L.
Natrium 139.2 mmol/L.
3) Pukul 15.00
Memberikan injeksi obat pengontrol perdarahan
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Telah diinjeksi as.tranexamat 500mg melalui IV.
4) Pukul 17.00
Memberikan cairan hipertonik
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Terpasang NaCl 3% 500 cc 7 tpm melalui IV.
5) Pukul 20.00
Memonitor warna urine pada urine bag
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Warna urine pada urine bag berwarna kuning.
3.4.3.5 Diagnosis keperawatan 5
1) Pukul 06.30
Mencuci rambut klien
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Rambut tidak kasar.
2) Pukul 07.00
Memotong dan membersihkan
kuku Data Subjektif: Tidak
ada.
Data Objektif: Kuku tidak panjang dan bersih.
3) Pukul 07.15
Membersihkan
telinga
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Tidak terdapat serumen pada kanal audiotori.
4) Pukul 07.20
Membersihkan mulut klien (oral hygiene)
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Mulut klien bersih.
3.5 Evaluasi
Pada evaluasi penulis membandingkan antara hasil akhir dengan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap intervensi.
3.5.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
Klien mengeluh nyeri (pukul 17.00)
Subjektif: - Klien mengatakan tidak nyeri
-Klien mengatakan skala nyeri menurun menjadi
1 Objektif: - Klien tidak lemah
- Klien dapat duduk di tempat tidur secara mandiri tanpa
bantuan orang lain
- Klien tidak meringis
- Frekuensi nadi 98x/menit
Assesment: Masalah teratasi
Planning: Intervensi dipertahankan. Ajarkan dan libatkan keluarga
teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
3.5.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dibuktikan dengan Klien mengatakan sesak nafas hilang timbul (Pukul
21.00)
Subjektif: - Klien mengatakan tidak sesak napas
Objektif: - Klien dapat mengeluarkan sputum tanpa bantuan
- Suara napas tambahan ronkhi terdengar samar pada lapang
paru kanan
- Klien tidak sesak
- Respirasi 19x/menit
Assesment: Masalah teratasi
Planning: Intervensi dipertahankan. Posisikan semi fowler, berikan
minum air hangat, tambahkan cairan steril pada regulator
oksigen, berikan oksigen sesuai indikasi
3.5.3 Defisit nutrisi berhubungan kurangnya asupan makanan dibuktikan
dengan IMT: 12,9 (sangat kurus) (pukul 07.05)
Subjektif: - Keluarga klien mengatakan klien telah menghabiskan ½
porsi makanan
Objektif: - Klien dapat menghabiskan ½ porsi makan
- Klien lahap saat makan
Assesment: Masalah teratasi
Planning: Intervensi dipertahankan. Berikan makanan tinggi kalori
tinggi protein, anjurkan posisi duduk saat makan, kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.
3.5.4 Risiko perdarahan dibuktikan dengan Klien post-op TURP
(20.00) Subjektif: - Warna urine pada urine bag berwarna
kuning Objektif: - Kalium 3.74 mmol/L
- Natrium 139.2 mmol/L
Assesment: Masalah teratasi
Planning: Intervensi dipertahankan. Kolaborasi pemberian
obat pengontrol perdarahan, kolaborasi cairan
hipertonik
3.5.5 Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan dibuktikan
dengan Keluarga klien mengatakan tidak pernah mandi selama di rumah
sakit (07.15)
Subjektif: Tidak ada
Objektif: - Klien telah mandi dengan bantuan
- Rambut tidak kasar
- Kuku tidak panjang dan bersih
- Tidak terdapat serumen pada kanal audiotori
- Mulut bersih
Assesment: Masalah teratasi
Planning: Intervensi dipertahankan. Pertahankan kebiasaan kebersihan
diri
BAB 4
PEMBAHASA
N
Penulis membahas tentang kesenjangan antara teori dengan kasus pada Tn.
L. Setelah mempelajari landasan teori dan melaksanakan asuhan keperawatan
pada klien Tn. L dengan Post-Op TURP BPH di Ruang Anggrek A Rumah Sakit
dr. H. JUSUF SK Tarakan mulai tanggal 21 April 2021 sampai dengan 23 April
2022, maka pada bab ini penulis mengemukakan kesenjangan antara teori dengan
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. L dengan Post-Op TURP BPH.
Adapun kesenjangan tersebut akan diuraikan sesuai dengan langkah-langkah
proses keperawatan sebagai berikut:
4.1 Pengkajian
Pada tahap pengkajian penulis memiliki hambatan dalam berkomunikasi
dengan klien yang lebih fasih berbahasa Bugis. Keperawatan meyakini bahwa
setiap individu pasien itu adalah unik, berbeda satu dengan yang lainnya. Setiap
pasien memiliki nilai-nilai dan keyakinan serta kebudayaan yang beragam dan
berbeda-beda. Joint Commission International menuliskan bahwa institusi
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit berkarya untuk mewujudkan rasa percaya
pasien, menjalin komunikasi terbuka dengan mereka serta untuk memahami dan
melindungi nilai-nilai budaya, psikososial, dan spiritual mereka. Hasil perawatan
akan lebih baik jika pasien dan keluarganya dilibatkan dalam pengambilan
keputusan dan proses perawatan pasien sesuai dengan budaya mereka. Artinya
setiap individu pasien perlu dihormati dan dilindungi nilai-nilai dan
kebudayaannya sesuai dengan keragaman dan keunikannya sebagai individu
(Erni, 2018). Selama proses wawancara dengan klien ataupun keluarga klien,
klien dan keluarganya bersifat terbuka dan kooperatif dalam menjawab pertanyaan
dan mengungkapkan masalah yang dirasakan klien. Selain itu penulis juga
menjalin kerja sama dengan perawat ruangan untuk memperoleh informasi
mengenai perkembangan kesehatan pada Tn. L.
Berdasarkan proses pengkajian pada Tn. L dengan Post-Op TURP BPH di
Ruang Anggrek A Rumah Sakit dr. H. Jusuf SK Tarakan pada tanggal 21 April
2022 sampai dengan 23 April 2022 didapatkan beberapa kesenjangan antara teori
dan kasus yang diperoleh dari lahan praktik di Rumah Sakit dr. H. Jusuf SK
Tarakan.
4.1.1 Riwayat kesehatan dahulu
Doengoes (2012), klien dengan BPH memiliki riwayat merokok aktif
maupun pasif. Berdasarkan pengkajian Tn. L, keluarga klien mengatakan klien
tidak pernah merokok. Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko dari kejadian
BPH dan responden yang memiliki kebiasaan merokok berisiko 3.756 kali terjadi
BPH dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok
pada responden yang berkunjung di Klinik Urologi RSUD. Dr. Soedarso
Pontianak (Bagus, 2016).
4.1.2 Spiritual
Pasien dengan post operasi TURP BPH dapat melakukan ibadah agama
yang dianutnya dengan kemampuan yang dimilikinya. Shalat merupakan salah
satu bentuk interaksi langsung antara manusia dengan tuhannya, maka dari itu
ketika kita melakukan atau melaksanakan shalat kita di anjurkan untuk khusyuk
dalam shalat yang dia lakukan supaya shalat tersebut bisa di terima oleh Tuhan
Yang Maha Esa, selain dari itu shalat memiliki berbagai macam keistimewaan.
Berdasarkan pengkajian Tn. L, klien tidak shalat 5 waktu dikarenakan lebih sering
berbaring di tempat tidur karena sakitnya. Seseorang yang sakit tetap diwajibkan
untuk mendirikan shalat dengan melakukan gerakan dan posisi-posisi shalat sebisa
dan semampu yang dia lakukan, meski pun tidak sampai sempurna. Dalilnya
adalah firman Allah SWT : Dan bertaqwalah kepada Allah semampu yang kamu
bisa (QS. At-Taghabun : 16). Dan juga sabda Rasulullah SAW : Bila kalian
diperintah untuk mengerjakan sesuatu, maka kerjakannya semampu yang bisa
kamu lakukan. (HR.Bukhari) Prinsipnya, apa pun gerakan dan bacaan shalat yang
masih bisa dikerjakan, maka tetap wajib untuk dikerjakan. Dan apa yang sama
sekali sudah mustahil bisa dilakukan, barulah boleh untuk ditinggalkan (Ahmad,
2018).
4.1.3 Keadaan umum
Pada umumnya klien Post-Op TURP BPH memiliki RR dalam batas normal
18-20x/ menit. Sedangkan pada pengkajian yang dilakukan kepada Tn. L respirasi
klien mencapai 22x/menit dengan keluhan sesak napas. Hal ini disebabkan karena
klien saat ini mengidap TBC Paru dengan OAT bulan ke 5. Pasien tuberkulosis
paru
akan mengalami sesak nafas. Otot bantu nafas pada pasien yang mengalami sesak
nafas dapat bekerja saat terjadi kelainan pada respirasi. Hal ini bertujuan untuk
dapat mengoptimalkan ventilasi nafas. Sesak nafas terjadi karena kondisi
pengembangan paru yang tidak sempurna akibat bagian paru yang terserang tidak
mengandung udara atau kolaps. Bentuk dan gerakan pernapasan pada klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan
proporsi diameter bentuk dada anterior-posterior dibandingkan proporsi diameter
lateral (Winda, 2020).
4.1.4 Istirahat dan tidur
Pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat amat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien. Klien sering mengeluh pola tidurnya
terganggu (Doengoes, 2012). Berdasarkan pengkajian pada Tn. L di dapatkan
bahwa saat di rumah sakit, klien lebih sering tertidur. Saat malam klien sudah
tidur pukul 21.00 dan bangun pukul 05.00. Di pagi hari klien kembali tidur pukul
09.00 sehingga total jam tidur klien selama di rumah sakit yaitu 10 jam. Klien
hanya terbangun 1-2 kali saat malam dan tertidur kembali, tidak terjaga di malam
hari. Berdasarkan penelitian Rahma dan Hening (2015) bahwa efektivitas tidur
klien dewasa di rumah sakit secara umum berada pada tingkat sedang, yang
sebaiknya berada pada tingkat tinggi. Durasi total tidur yang didapat oleh pasien
rerata sebesar 54,61 dari rentang 0-100, yang berarti hanya 5,46 jam durasi total
tidur klien dewasa di rumah sakit. Penafsiran ini didapat karena ada beberapa
rentang garis pada kuesioner yang dapat direfleksikan sebagai suatu waktu, yaitu
dari 0±10 jam. Hal tersebut ternyata tidak seimbang dengan pencapaian periode
total tidur pasien yaitu rerata sebesar 73,43 dari rentang 0±100, artinya klien
dewasa yang rawat inap di rumah sakit rerata memiliki periode total tidur
sebanyak 7,34 jam.
4.1.5 Persarafan
Klien dengan Post-Op TURP BPH akan mengalami menggigil, kesadaran
menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat sampai pada syok
septik (Doengoes, 2012). Sedangkan pengkajian yang dilakukan pada Tn. L di
dapatkan klien tidak menggigil, suhu tubuh dalam rentang normal 36,3 oC. Tidak
terdapat tanda infeksi hingga mengalami syok septik. Sepsis berat terjadi sebagai
akibat dari infeksi yang didapat dari komunitas dan nosokomial. Pneumonia ialah
penyebab paling umum, mencapai setengah dari semua kasus, diikuti oleh infeksi
intra abdominal dan infeksi saluran kemih. Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pneumoniae ialah bakteri Gram positif paling sering, sedangkan
Escherichia coli, Klebsiella spp, dan Pseudomonas aeruginosa predominan di
antara bakteri Gram negatif (Diana, 2018).
4.1.6 Perkemihan
Doengoes (2012), terdapat massa padat di bawah abdomen bawah (distensi
kandung kemih) dan pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder dan
terdapat nyeri tekan. Berdasarkan pengkajian pada Tn. L didapatkan bahwa tidak
terdapat massa pada abdomen bawah (distensi kandung kemih). Pada supra
simfisis tidak teraba distensi bladder dan tidak terdapat nyeri tekan.
4.1.7 Pencernaan
Pada pasien dengan post-op TURP BPH terdapat rasa mual dan terjadi
muntah (Doengoes, 2012). Sedangkan hasil pengkajian tidak ditemukan keluhan
mual dan terjadi muntah dari klien Tn. L. Mendeteksi awal TURP syndrome
dengan melihat tanda dan gejala melalui tiga sistem utama yaitu sistem saraf pusat
(gelisah, sakit kepala, bingung, koma, kejang, gangguan penglihatan, mual
muntah), sistem kardiorespirasi (hipertensi, hipotensi, bradikardi, takikardi,
takipnea, hipoksia, edema paru) dan sistem metabolik ginjal (Hiponatremia,
hiperglisinemia, hemolisis intravaskular, gagal ginjal akut) (Sumarno, 2014).
4.1.8 Integumen
Doengoes (2012), pada umumnya klien akan mengalami kulit terasa panas
karena peningkatan suhu tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis klien
menggigil, kesadaran menurun. Menurut data yang ditemukan saat pengkajian di
dapatkan bahwa klien tidak memiliki keluhan kulit panas dan tidak mengalami
menggigil akibat peningkatan suhu tubuh. Klien juga tidak mengalami penurunan
kesadaran.
4.2 Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan maka penulis memperoleh
data-data yang diperlukan untuk menegakkan suatu diagnosis keperawatan yang
sesuai dengan keadaan data yang ditemukan pada Tn. L dengan diagnosis Post-Op
TURP BPH. Antara diagnosis keperawatan yang penulis peroleh dari dasar teori
dengan yang penulis temukan di lapangan memiliki beberapa perbedaan. Penulis
mengambil sumber buku terkait dengan penegakan diagnosis keperawatan yaitu
diagnosis menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) (2017).
4.2.1 Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. L dengan diagnosis Post-Op TURP
BPH terdapat diagnosis keperawatan yang tidak ditegakkan sesuai dengan
diagnosis keperawatan menurut PPNI (2017) yaitu:
4.2.1.1 Gangguan eleminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal:
bekuan darah, edema. Menurut PPNI (2017), gangguan eliminasi urine
memiliki definisi yaitu disfungsi eliminasi urine. Dengan beberapa data
mayor yaitu distensi kandung kemih, berkemih tidak tuntas. Diagnosis ini
tidak dapat diangkat karena pada pengkajian pada Tn. L, klien telah
melakukan operasi TURP dimana, tidak terdapat lagi keluhan berupa
distensi kandung kemih dan keluhan berkemih tidak tuntas.
Selain itu juga di pasangkan kateter three away sehingga klien dengan
post- op TURP tidak mengalami gangguan eliminasi urine. Kateter three
way yang mempunyai 3 buah jalan antara lain untuk mengembangkan
balon satu cabang sebagai pengunci, cabang lainnya digunakan untuk
mengalirkan urine dari kandung kemih dan dapat disambung dengan
tabung tertutup dari kantung urine. Dan satu percabangan lagi yang
berfungsi untuk mengalirkan air pembilas (irigasi) yang dimasukan ke
dalam selang infus. Kateter ini biasanya dipakai setelah operasi prostat
untuk mencegah timbulnya bekuan darah (Wahyu, 2014).
4.2.1.2 Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek
sekunder dari prosedur pembedahan. Risiko Infeksi dapat dihubungkan
dengan faktor risiko diantaranya penyakit kronis (mis. diabetes melitus),
efek prosedur infasif, malnutrisi, peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer dan
ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.
PPNI (2017), risiko infeksi adalah berisiko mengalami peningkatan
terserang organisme patogen. hal tersebut dapat menjadi risiko bila ada
luka ataupun jalan masuk organisme tersebut. Sedangkan pada tindakan
operasi TURP tidak ada pembentukan luka yang dibuat sehingga tidak
menjadi
risiko infeksi pada klien.
4.2.2 Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. L dengan diagnosis Post-Op TURP
BPH terdapat diagnosis keperawatan yang tidak terdapat di teori dan
ditegakkan pada kasus karena sesuai dengan diagnosis keperawatan
menurut PPNI (2017), yaitu:
4.2.2.1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten yang disebabkan oleh beberapa
penyebab berupa fisiologi dan situasional. Penyebab fisiologi yaitu spasme
jalan napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda
asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
hiperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek agen
farmakologi. Dan penyebab situasional berupa merokok aktif, merokok
pasif, dan terpajan polutan (PPNI, 2017). Diagnosis ini tidak terdapat pada
teori karena disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang dibuktikan dengan
adanya tanda gejala mayor dan minor pada Tn. L yang saat ini juga
mengidap TBC Paru on OAT bulan ke 5. Adapun data yang muncul saat
pengkajian yaitu klien mengatakan sesak nafas hilang timbul, klien tampak
sesak nafas, mengeluarkan sputum yang berlebih dari mulutnya, respirasi:
22x/menit, Dan SpO2: 98% (nasal kanul 3Lpm), 89% (RA). Data-data
berikut yang membuat semakin kuatnya alasan mengapa bersihan jalan
napas di tegakkan oleh penulis.
4.2.2.2 Defisit nutrisi berhubungan kurangnya asupan makanan. Asupan nutrisi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Penyebabnya
berupa kurangnya asupan makanan, ketidakmampuan menelan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrisi, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi, dan faktor
psikologis. (PPNI, 2017). Diagnosis ini tidak terdapat pada teori karena
disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang dibuktikan saat pengkajian
dengan Tn. L. Keluarga klien mengatakan, klien mengalami penurunan
nafsu makan, klien hanya makan 2-3 sendok dan tidak menghabiskan porsi
makan, IMT: 12,9 (sangat kurus), bibir tampak kering dan pecah-pecah,
terdapat 2 stomatitis, bentuk abdomen masuk ke dalam. Data-data berikut
yang membuat semakin kuatnya alasan mengapa defisit nutrisi di tegakkan
oleh penulis.
4.2.2.2 Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan. Tidak
mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.
Penyebabnya berupa gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskuler,
kelemahan, gangguan psikologis dan/atau psikotik, dan penurunan
motivasi/minat. (PPNI, 2017). Diagnosis ini tidak terdapat pada teori
karena disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang dibuktikan saat
pengkajian dengan Tn. L. Keluarga klien mengatakan tidak pernah
memperhatikan kebersihan kuku klien, keluarga mengatakan klien tidak
pernah melakukan oral hygiene dan hanya berkumur saat mandi, klien
belum pernah mandi selama di rumah sakit, klien belum pernah mencuci
rambut selama di rumah sakit, kuku klien terlihat panjang dan kotor
berwarna kehitaman, kanal auditori kotor, terdapat serumen, gland penis
terlihat kotor bercak darah. Data-data berikut yang membuat semakin
kuatnya alasan mengapa defisit perawatan diri dengan spesifik mandi di
tegakkan oleh penulis.
4.3 Intervensi
Intervensi merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan setelah
dilakukan diagnosis keperawatan. Rencana keperawatan merupakan segala bentuk
terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan
kesehatan klien individu, keluarga, dan komunitas (PPNI, 2018). Pada tahap
perencanaan penulis menemukan perbedaan antara teori dan juga kasus yang
diambil pada Tn. L semua tindakan disesuaikan dengan perencanaan yang telah
ditentukan dan disesuaikan dengan kondisi klien. Adapun beberapa tindakan yang
tidak dimasukkan dalam perencanaan yaitu:
4.3.1 Nyeri akut
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi serta latihan nafas dalam bila nyeri
timbul. Intervensi ini tidak dilakukan pada Tn. L karena terapi non
farmakologis yang diberikan pada klien adalah berupa massage punggung.
Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi
nonfarmakologi. Ardinata (2017) menyebutkan bahwa intervensi
nonfarmakologis merupakan intervensi yang cocok untuk pasien yang
tidak ingin menggunakan terapi obat dalam mengatasi nyerinya dan pasien
yang merasa cemas karena masih merasakan nyeri setelah menggunakan
terapi farmakologi. Slow strok back massage, distraksi, relaksasi nafas
dalam, imajinasi terbimbing dan hipnosis adalah contoh intervensi
nonfarmakologis yang sering digunakan dalam keperawatan dalam
mengelola nyeri (Rossalinda, 2015). Slow stroke back massage adalah
stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Salah satu
langkah sederhana dalam upaya menurunkan nyeri dengan melakukan
masase dan sentuhan. Massage dan sentuhan merupakan tehnik integrasi
sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom. Sentuhan
sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respon relaksasi.
Relaksasi sangat penting dalam membantu klien untuk meningkatkan
kenyamanan dan membebaskan diri dari ketakutan serta stres akibat
penyakit yang dialami dan nyeri yang tak berkesudahan (Suryani &
Fitriani, 2017)
4.3.2 Risiko perdarahan
Anjurkan pada klien untuk diet makanan tinggi serat dan rutin minum obat
untuk memudahkan defekasi. karena klien mendapatkan diet tinggi kalori
tinggi protein oleh ahli gizi. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)
adalah diet yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal.
Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan
sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging. Diet TKTP memiliki
banyak tujuan salah satunya mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan
tubuh yang baik untuk mencegah risiko perdarahan (Rumah Sakit
Samarinda Medika Citra, 2018).
4.4 Implementasi
Pada tahap ini pengaplikasian intervensi penulis akan melakukan tindakan-
tindakan dalam perencanaan yang telah disusun pada tahap pengumpulan data,
pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan penulis disesuaikan dengan
rencana yang telah disusun. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Namun, dari beberapa intervensi yang dibuat ada beberapa intervensi yang tidak
maksimal dikarenakan pengetahuan dan keterampilan penulis saat melakukan
intervensi tersebut.
Dalam melakukan implementasi tidak didapatkan masalah yang begitu
berarti, klien dan keluarga bersifat terbuka, klien dan keluarga bersifat kooperatif
dan mudah untuk diajak kerja sama, mudah untuk menerima penjelasan dan saran
serta klien berpartisipasi aktif dalam tindakan keperawatan sehingga intervensi
yang dibuat dapat diimplementasikan.
4.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan fase terakhir dari proses keperawatan untuk menilai
asuhan keperawatan yang telah diberikan pada Tn. L dengan diagnosis medis
Post- Op TURP BPH selama 3 hari dimulai tanggal 21 sampai 23 April 2021
berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan pada perencanaan,
penulis dapat menyimpulkan dari lima diagnosis keperawatan, telah teratasi
seluruhnya. Dan seluruh intervensi masih dipertahankan sampai klien keluar
rumah sakit. Adapun intervensi yang dipertahankan yaitu:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
intervensi yang dipertahankan:. Ajarkan dan libatkan keluarga teknik non
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri dengan tujuan membantu
pasien mengatasi saat rasa nyeri muncul dan memudahkan pasien untuk
mengontrol nyeri dengan cara sederhana (Doengoes, 2014).
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi.
intervensi yang dipertahankan: Posisikan semi fowler, berikan minum air
hangat, tambahkan cairan steril pada regulator oksigen, berikan oksigen
sesuai indikasi. Penulis mempertahan intervensi untuk dilanjutkan pada
pasien dengan tujuan masalah yang telah teratasi tidak kembali menjadi
keluhan pasien. Menurut Andarmoyo (2012), suplai oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, tindakan ini juga bisa meningkatkan
ekspansi paru secara maksimal. Memberikan oksigenasi tambahan sesuai
indikasi dapat
memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan napas
serta tindakan untuk penyelamatan hidup. Konsumsi air hangat dapat
membantu mengurangi kekentalan sputum melalui proses induksi yang
akan mengakibatkan arteri di area leher mengalami vasodilatasi
(pelebaran pembuluh darah) serta memudahkan cairan pada pembuluh
darah terikat oleh mukus atau sekret.
3) Defisit nutrisi berhubungan kurangnya asupan makanan.
intervensi yang dipertahankan: berikan makanan tinggi kalori tinggi
protein, anjurkan posisi duduk saat makan, kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan. Ahli
gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih
makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya
(Doengoes, 2014).
4) Risiko perdarahan dibuktikan dengan Klien post-op TURP.
intervensi yang dipertahankan: kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, kolaborasi cairan hipertonik. Pemeriksaan lab seperti
hemoglobin diperiksa 24 jam setelah operasi pada kelompok yang
diberikan asam tranexamat memiliki rata-rata kadar hemoglobin yang
lebih tinggi dari kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa asam
tranexamat dapat memberikan efek menurunkan perdarahan secara
efektif karena perdarahan setelah operasi (Dwikora, 2019).
5) Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan.
intervensi yang dipertahankan: kebiasaan kebersihan diri. Dipertahankan
Untuk mempercepat proses penyembuhan dan mencegah terjadinya
komplikasi (Doengoes, 2014).
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
P
I
R
A
N
78
79
Lampiran 2: Warna urine
Warna urine pada urine bag klien, evaluasi hasil tanggal 23 April 2022 pukul
21.00 WITA
80
Lampiran 3: SOP
81
lain (posisi dapat duduk atau berbaring) :
• Posisi duduk
• Duduk dengan seluruh punggung bersandar
pada kursi
• Letakkan kaki datar pada lantai
• Letakkan kaki terpisah satu sama lain
• Gantungkan lengan pada sisi/letakkan pada
lengan kursi
• Pertahankan kepala sejajar dengan tulang
belakang
• Posisi berbaring
• Letakkan kaki terpisah satu sama lain
dengan jari-jari kaki agak merenggang
lurus ke arah luar
• Letakkan lengan pada sisi tanpa menyentuh
sisi tubuh
• Pertahankan kepala sejajar dengan tulang
kepala
• Gunakan bantal yang tipis dan kecil
dibawah kepala
• Anjurkan pasien untuk menghirup nafas
dalam sehingga rongga paru berisi udara
yang bersih.
• Anjurkan pasien perlahan – lahan
menghembuskan udara dari setiap bagian
tubuh dan minta pasien untuk memusatkan
perhatian betapa nyamannya hal tersebut.
• Anjurkan pasien untuk bernafas dengan
irama normal beberapa saat yaitu 1 – 2
menit.
• Anjurkan pasien bernafas dalam kemudian
menghembuskannya perlahan–lahan dan
merasakan udara mengalir dari tangan,
kaki
menuju ke paru kemudian udara dibuang
82
keluar. Anjurkan pasien untuk memusatkan
perhatian pada kaki – tangan, udara yang
dikeluarkan, dan merasakan
kehangatannya.
• Bantu pasien menghitung sampai 4,
dimana pada hitungan 1 dan 2 pasien
menarik nafas dan pada hitungan 3 dan 4
pasien menghembuskan nafas.
• Anjurkan pasien untuk mengulangi
langkah diatas dengan memusatkan
perhatian pada kaki, tangan, punggung,
perut dan bagian tubuh yang lain.
• Apabila pasien telah merasakan rileks,
perlahan – lahan irama pernafasan
ditambah dan anjurkan pasien untuk
menggunakan pernafasan dada atau
abdomen.
• Rapikan pasien
• Dokumentasikan hasil implementasi.
2. Masase Punggung
1. Menciptakan lingkungan yang tenang dan
nyaman serta pencahayaan.
2. Jelaskan tentang prosedur dan tindakan
yang akan dilakukan.
3. Siapkan peralatan yang diperlukan
4. Mencuci tangan
5. Jaga privasi pasien
6. Bantu pasien untuk mengatur posisi sesuai
kebutuhan pasien
7. Letakkan sebuah bantal kecil di
bawahperut pasien untuk menjaga posisi
yang tepat
8. Tuangkan sedikit lotion ditangan, usap
dengan kedua tangan sehingga lotion akan
83
menjadi hangat bila mengandung menthol.
9. Lakukan masase pada punggung dengan
menggunakan telapak tangan dan jari-jari,
gunakan tekanan halus yang bersambungan
dan gunakan lotion sesuai kebutuhan.
10. Bantu pasien mengambil posisi yang
nyaman.
12.Mencuci tangan
84
13.Dokumentasikan waktu pelaksanaan dan
kondisi kulit pasien
D. EVALUASI
1. Respon klien selama tindakan
2. Hasil pemeriksaan 1
E. DOKUMENTASI
1. Hasil observasi luka dan respon pasien. 1
2. Waktu, hasil pelaksanaan dan nama
perawat yang melakukan tindakan.
TOTAL NILAI 10
Rekomendasi Penguji :
Keterangan nilai :
1 = Mahasiswa tidak melakukan tindakan
2 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan bimbingan
maksimal 3 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan
bimbingan minimal 4 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan
tepat secara mandiri
85
Jenis Keterampilan: Personal hygiene (memandikan pasien di tempat tidur)
Nama Mahasiswa: Sultan rudolf ananta
NPM: 1930702019
Lahan Praktik: Rsud dr. H. Jusuf SK Tarakan
Tanggal: 22 April 2022
Bobot
No. Komponen Bobot Nilai X Ket
Nilai
A. PENGKAJIAN 1
1. Kaji kebutuhan bantuan eliminasi
2. Kaji keterbatasan kemampuan
gerak/posisi pasien
86
18. Tempat sampah
b. Persiapan Klien dan Lingkungan
1. Pasien diberi penjelasan dan
dianjurkan untuk buang air kecil
terlebih dahulu bila pasien dalam
keadaan sadar
2. Pintu, jendela atau gorden ditutup dan
gunakan sampiran bila perlu
3. Selimut dan bantal dipindahkan dari
tempat tidur. Bila masih dibutuhkan
bantal, gunakan seperlunya
4. Perawat berdiri di sisi kanan atau kiri
pasien
5. Beritahu pasien bahwa pakaian harus
dibuka. Lalu bagian yang terbuka itu
ditutup dengan selimut mandi atau
kain
penutup.
C. PELAKSANAAN
1. Mencuci muka 4
2. Mencuci lengan
3. Mencuci dada dan perut
4. Mencuci punggung
5. Mencuci kaki
Sebelum dan sesudah tindakan perawat
wajib mencuci tangan
6. Mencuci muka
a. Handuk dibentangkan di bawah
kepala
b. Muka, telinga dan leher
dibersihkan dengan waslap
lembab lalu dikeringkan dengan
handuk
c. Tanyakan apakah pasien biasa
menggunakan sabun atau tidak
87
7. Mencuci lengan
88
a. Selimut mandi atau kain
penutup diturunkan
b. Kedua tangan pasien di keataskan.
Letakkan handuk di atas dada
pasien dan leberkan ke samping
kiri dan kanan
c. Kedua tangan pasien dibasahi dan
disabuni. Pekerjaan ini dimulai dari
bagian yang jauh dari petugas.
Kemudian dibilas sampai bersih.
Selanjutnya, keringkan dengan
handuk. Bila pasien terlalu gemuk,
laksanakan satu per satu
8. Mencuci dada dan perut
a. Kedua tangan pasien di keataskan,
handuk diangkat dan dibentangkan
pada sisi pasien
b. Ketiak, dada dan perut dibasahi,
disabuni, dibilas dan dikeringkan
dengan handuk kemudian
selanjutnya ditutup dengan kain
penutup atau handuk
9. Mencuci punggung
a. Pasien dimiringkan ke kiri
b. Handuk dibentangkan di bawah
punggung sampai bokong
c. Punggung sampai bokong
dibasahi, disabuni, dibilas dan
selanjutnya dikeringkan dengan
handuk
d. Pasien ditelentangkan, pakaian
bagian atas dipasang dengan rapat
10. Mencuci kaki
a. Kaki pasien yang terjauh dari
petugas dikeluarkan dari bawah
kain penutup atau handuk (mulai
89
dari daerah yang terjauh)
b. Handuk dibentangkan di
bawahnya dan lutut ditekuk
c. Kaki disabuni, dibilas dan
selanjutnya dikeringkan.
Demikian juga kaki yang satu lagi
11. Mencuci daerah lipat paha dan
genetalia
a. Handuk dibentangkan di bawah
bokong dan pakaian bagian bawah
perut dibuka
b. Daerah lipatan paha dan genetalia
dibasahi, disabuni, lalu dibilas dan
dikeringkan
c. Pakaian bagian terbawah
dikenakan kembali, kain penutup
atau handuk diangkat dan selimut
pasien dipasangkan kembali
d. Pasien dan tempat tidur dirapikan
kembali
e. Pakaian dan alat tenun kotor serta
peralatan dan dibawa ke
tempatnya
12. Rapikan pasien
D. EVALUASI
1. Keamanan dan kenyamanan pasien di
evaluasi 1
E. DOKUMENTASI
1. Nama perawat 1
2. Waktu dan tindakan yang
dilakukan Respon klien terhadap
tindakan yang diberikan
TOTAL NILAI 10
90
Rekomendasi Penguji :
Keterangan nilai :
1 = Mahasiswa tidak melakukan tindakan
2 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan bimbingan
maksimal 3 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan
bimbingan minimal 4 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan
tepat secara mandiri
91
DAFTAR RIWAYAT HIDUP