Anda di halaman 1dari 103

LATAR BELAKANG

Pengertian BPH

Benign Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu penyakit pembesaran atau


hipertrofi dari prostat. Kata-kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di
kalangan klinik karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna
bahwa dari segi (kualitas) terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah
(kuantitas). Namun, hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan
diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH sering kali menyebabkan
gangguan dalam eliminasi urine karena pembesaran prostat yang cenderung ke
arah depan/menekan vesika urinaria (Prabowo dan Andi, 2014).
Hiperplasia noduler ditemukan pada sekitar 20% laki-laki dengan usia 40
tahun, meningkat 70% pada usia 60 tahun dan menjadi 90% pada usia 70 tahun.
Pembesaran ini bukan merupakan kanker prostat, karena konsep BPH dan
karsinoma prostat berbeda. Secara anatomis, sebenarnya kelenjar prostat
merupakan kelenjar ejakulasi yang membantu menyemprotkan sperma dari
saluran (ductus). Pada waktu melakukan ejakulasi, secara fisiologis prostat
membesar untuk mencegah urine dari vesika urinaria melewati uretra. Namun,
pembesaran prostat yang terus menerus akan berdampak pada obstruksi saluran
kencing (meatus urinarius internus) (Mitchell, 2009 dalam Prabowo dan Andi,
2014).
Menurut penulis BPH adalah pembesaran pada kelenjar prostat yang
umumnya dialami oleh pria yang berusia lanjut. Teatapi tidak menutupkan BPH
juga dialami oleh pria muda hingga dewasa dikarenakan beberapa faktor risiko
yang berhubungan dengan terjadinya BPH. BPH bersifat jinak disebabkan oleh
hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan
penyumbatan uretra parts prostatika. BPH menyebabkan gangguan eliminasi
urine dan nyeri saat berkemih.
Anatomi fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi kelenjar prostat


Sumber: (Setyawan, 2016)

Prostat adalah salah satu bagian dari sistem urinaria yang berdasarkan
anatomisnya terletak di dalam rongga pelvis serta ditembus oleh dua buah saluran,
uretra dan ductus ejaculatorius, berbentuk seperti piramida terbalik dengan
ukuran 4x3x2. Fungsi prostat adalah sebagai penghasil cairan tipis seperti
susu yang mengandung asam sitrat dan asam fosfatase, cairan tersebutlah yang
akan ditambahkan pada semen saat ejakulasi (Setyawan, 2016). Kelenjar
prostat mengalami peningkatan ukuran seiring dengan pertambahan umur,
peningkatan itu berjalan lambat ketika lahir sampai dengan pubertas, dan
mengalami percepatan perubahan ukuran yang konstan sampai berumur 30-an.
Dalam pertambahan ukuran tersebut prostat bisa mengalami hiperplasia yang
beriringan dengan proses perubahan dari hormonal, perubahan rasio androgen
terhadap estrogen yang diketahui perubahan tersebut beriringan dengan proses
penuaan (Suryawan, 2016). BPH keadaan dimana lobus medius yang membesar
ke atas dan merusak spincter vesicae yang terletak pada collum vesicae. Urine
yang bocor ke urethra prostatica menyebabkan refleks miksi yang terus menerus.
Pembesaran lobus
medius dan lateral menimbulkan pemanjangan kompresi lateral dan distorsi
urethra sehingga pasien mengalami kesulitan berkemih dan pancarannya lemah.
Penyulit yang sering terjadi adalah tekanan balik pada ureter dan kedua ginjal.
Pembesaran uvula vesicae (akibat pembesaran lobus medius) mengakibatkan
terbentuknya kantong timbunan urine di belakang ostium urethra internum di
dalam vesica urinaria. Urine yang tertimbun menjadi terinfeksi dan vesica urinaria
yang meradang (sistitis) (Setyawan, 2016).

Klasifikasi
Derajat berat BPH menurut Tanto (2014) adalah sebagai berikut:
a. Stadium I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
b. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Nyeri saat BAK atau
disuria dan menjadi nokturia.
c. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan. Urine menetes
secara periodik.

Etiologi
Menurut Prabowo (2014) etiologi BPH sebagai berikut:
1. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
2. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron.
Ketidakseimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan,
pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan hormon
testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat.
3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat
peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma
dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan
memicu terjadi BPH.

Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia,
dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, estrogen, karena produksi
testosterone menurun, produksi estrogen meningkat dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini
tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat
hormon ini akan diubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim
alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA
di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga
mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju
kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu (Presti, 2013).
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari
buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urineary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya
resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine. Retensi urine
ini diberikan obat-obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu
yang lama, maka penanganan yang paling tepat adalah tindakan pembedahan,
salah satunya adalah TURP (Joyce, 2014).
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan
dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy
menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan
saraf ke otak sebagai konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012).

Manifestasi Klinis
Menurut Haryono (2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai dengan
mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh
ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra
vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat
terjadi pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi:
1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus
mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan prostat.
2. Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga
keadaan buli-buli termasuk residual urine.
3. Urinealisis dan kultur urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisis ada tidaknya infeksi dan RBC (Red blood
cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau hematuria
(Prabowo dkk, 2014).
4. DPL (Deep peritoneal lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal
dalam abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen dan diperiksa
jumlah sel darah merahnya.
5. Ureum, elektrolit, dan serum kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data
pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.
6. PA (Patologi anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel
jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui apakah
hanya bersifat benigna atau maligna sehingga akan menjadi landasan untuk
treatment selanjutnya.

Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksanaan BPH meliputi:
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim, misalnya finasteride
c. Fototerapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan
komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:
a. Prostatektomi
1) Prostatektomi suprapubis, adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang dibuat ke dalam kandung
kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum.
3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding
pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati
kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa
memasuki kandung kemih.
b. Transurethral Insisi prostate (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen
melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil
(30gr/kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.
c. Transuretral ResectionProstat (TURP)
Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung 10-
3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan
counter yang disambungkan dengan arus listrik.

Pengertian TURP
Transurethral Resection Prostate (TURP) merupakan tindakan
pembedahan pada pasien BPH untuk menyingkirkan jaringan prostat penyebab
obstruksi saluran kemih. TURP merupakan standar baku emas untuk tata laksana
pasien BPH, dengan volume prostat 30-80 ml (Mochtar CA, 2015). TURP
memiliki kelebihan kejadian trauma yang lebih sedikit dan masa pemulihan yang
lebih cepat (Tanto C, 2016). TURP dilakukan dengan menggunakan cairan irigasi
agar daerah reseksi tetap terlihat dan tidak tertutup darah. Cairan yang digunakan
bersifat non- ionic, cairan yang tidak menghantarkan listrik, bertujuan agar tidak
terjadi hantaran listrik selama operasi. Contohnya: air steril, glisin,
sorbitol/manitol (Collins, 2017).

Komplikasi
Komplikasi yang terjadi menurut Wijaya (2013) pada hiperplasia prostat adalah:
1. Nyeri akibat pembedahan
2. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal
3. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
4. Hernia/ hemoroid
5. Karena selalu terdapat sisa urine sehingga menyebabkan terbentuknya batu
6. Hematuria
7. Sistitis dan pielonefritis
Penyimpangan KDM teori
Ketidakseimbangan Interaksi antarBerkurangnya
sel kematian sel (apoptosis )
estrogen-testosteron) struma

Prostat membesar

TURP

Luka insisi Pemasang


Pengeluara Obstruksi
n histamin an post
mekanikal
dan
Nyeri akut op kateter
Terputusnya jaringan prostagland
Gangguan
eliminasi
Gangguan
urine
mobilitas
Risiko perdarahan

Penurunan pertahanan tubuh

Risiko infeksi Gambar 2.2 Penyimpangan KDM teori


Sumber: (Nurarif dan Kusuma, 2015)
2.5 Konsep keperawatan
2.5.1 Pengkajian
1) Identitas
Identitas digunakan untuk mengetahui klien yang mengalami BPH yang sering
dialami oleh laki –laki di atas umur 45 tahun (Rendy, 2012).
2) Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien pada umumnya adalah nyeri pada
saat kencing atau disebut dengan disuria, hesistensi yaitu memulai kencing
dalam waktu yang lama dan sering kali disertai dengan mengejan disebabkan
karena otot detrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam
uretra prostatika dan setelah post operasi TURP klien biasanya mengalami
nyeri di bagian genetalianya. Untuk penilaian nyeri berdasarkan PQRST yaitu:
P = oleh luka insisi
Q = seperti ditusuk-tusuk/ disayat-sayat pisau/terbakar
panas R = di daerah genetalia bekas insisi
S = dari kategori 0 = tidak nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri sedang, 7-9 =
nyeri berat, 10 = sangat berat tidak bias ditoleransi.
T = Sering timbul/tidak sering/sangat sering (Muttaqin, 2012).
3) Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan keluhan adanya nyeri tekan pada kandung kemih, terdapat
benjolan massa otot yang padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih), adanya hernia inguinalis atau hemoroid yang menyebabkan
peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung
kemih dalam mengatasi tahanan (Dongoes, 2012).
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan BPH biasanya sering mengonsumsi obat-obatan seperti
antihipetensif atau antidepresan, obat antibiotic urinaria atau agen antibiotik,
obat yang dijual bebas untuk flu/alergi serta obat yang mengandung
simpatomimetik (Dongoes, 2012).
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker prostat, hipertensi
dan penyakit ginjal (Doengoes, 2012).
6) Keadaan umum
Keadaan klien BPH biasanya mengalami kelemahan setelah dilakukan tindakan
post operasi prostatektomi, untuk tingkat kesadaran composmentis tanda-tanda
vital: tekanan darah meningkat, nadi meningkat akibat nyeri yang dirasakan
oleh klien, RR umumnya dalam batas normal 18-20x/ menit.
7). Pola fungsi kesehatan
a. Pola hidup dan tatalaksana hidup sehat. Adakah kebiasaan merokok,
penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olahraga (lama
frekuensinya), bagaimana status ekonomi keluarga, kebiasaan merokok
dalam mempengaruhi penyembuhan luka. Biasanya penderita BPH
mempunyai gaya hidup yang tidak sehat, makanan yang kurang sehat, dan
suka mengonsumsi alkohol, dan merokok.
b. Pola tidur dan istirahat. Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang
sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien. Klien
sering mengeluh pola tidurnya terganggu.
c. Pola aktivitas. Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak
karena rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasanya terbatas karena harus
bedrest beberapa waktu yang cukup lama setelah pembedahan. Pada pasien
post operasi TURP mudah berkeringat saat melakukan aktivitas, mengalami
gangguan saat melakukan aktivitas mandiri.
d. Pola hubungan dan peran. Dengan keterbatasan gerak kemungkinan
penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam
masyarakat. Penderita mengalami emosi yang tidak stabil. Namun, tidak
begitu banyak mengganggu sosialisasi pasien terhadap lingkungan dan
masyarakat.
e. Pola sensorik dan kognitif. Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri,
penglihatan, peran serta pendengaran, kemampuan berpikir, mengingat
masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu, dan tempat. Pada pasien post
operasi TURP fungsi indra penciuman, pendengaran, penglihatan, perasa,
peraba tidak mengalami gangguan. Pasien merasakan nyeri. Pasien
mengetahui
penyakit yang dialaminya akan segera sembuh dengan dilakukannya
pengobatan medis.
f. Pola penanggulangan stres. Kebiasaan klien yang digunakan dalam
mengatasi masalah tersebut. Pada pasien post operasi TURP emosi masih
stabil, sabar dalam proses pengobatan.
g. Pola tata nilai dan kepercayaan Bagaimana keyakinan klien terhadap
agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan Tuhan selama
sakit. Pasien dengan post operasi TURP dapat melakukan ibadah agama
yang dianutnya dengan kemampuan yang dimilikinya.
h. Sistem pernafasan. Inspeksi : Biasanya klien terjadi sesak nafas. Palpasi:
Pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder. Auskultasi:
Biasanya terdengar suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, suara
nafas menurun, dan perubahan bunyi nafas.
i. Sistem kardiovaskuler. Inspeksi: Tidak terdapat sianosis, tidak terdapat
perubahan letak maupun pemeriksaan pada inspeksi. Palpasi: Biasannya
denyut nadi meningkat akral hangat. Perkusi: Pada pemeriksaan manusia
normal pemeriksaan perkusi yang didapatkan pada thorax adalah redup,
j. Sistem persyarafan. Inspeksi: Klien menggigil, kesadaran menurun dengan
adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat sampai pada syok septik.
k. Sistem perkemihan. Inspeksi: Terdapat massa padat di bawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih) Palpasi: Pada palpasi bimanual ditemukan
adanya rabaan pada ginjal. Dan pada palpasi supra simfisis akan teraba
distensi bladder dan terdapat nyeri tekan. Perkusi: Dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya residual urine terdapat suara redup dikandung
kemih karena terdapat residual (urine).
l. Sistem pencernaan.
a). Mulut dan tenggorokan: Hilang nafsu makan mual dan muntah.
b). Abdomen. Inspeksi: Bentuk abdomen datar, tidak terdapat masa dan
benjolan. Auskultasi: Biasanya bising usus normal. Palpasi: Tidak terdapat
nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran permukaan halus. Perkusi:
Timpani
m. Sistem integumen. Palpasi: Kulit terasa panas karena peningkatan suhu
tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis klien menggigil, kesadaran
menurun.
n. Sistem endokrin. Inspeksi: Adanya perubahan keseimbangan hormon
testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
o. Sistem reproduksi, Pada pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum tidak
ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti
stenosis meatus. Pemeriksaan RC (rectal toucher) adalah pemeriksaan
sederhana yang paling mudah untuk menegakkan BPH. Tujuannya adalah
untuk menentukan konsistensi sistem persarafan vesica uretra dan besarnya
prostate.
p. Sistem muskuloskeletal, Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada
paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih
diperlukan.
2.5.2 Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialami baik aktual ataupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017). Diagnosis keperawatan
merupakan suatu langkah yang dilakukan dengan mengambil sebuah kesimpulan
tentang hal yang menjadi keluhan pasien (Lingga, 2019).
Diagnosis keperawatan adalah setepat data yang ada karena ditunjang oleh
data terbaru yang dikumpulkan. Diagnosis keperawatan ini mencatat bagaimana
situasi pasien pada saat itu dan harus mencerminkan perubahan yang terjadi pada
kondisi pasien. Identifikasi masalah dan penentuan diagnostik yang akurat
memberikan dasar untuk memilih intervensi keperawatan (Doengoes, 2014).
Menurut (Nurarif dan Kusuma 2015), diagnosis keperawatan yang akan
dialami klien BPH:
2.2.2.1 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal:
bekuan darah, edema.
2.2.2.2 Nyeri akut berhubungan dengan agent injury fisik (insisi pembedahan).
2.2.2.3 Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek
sekunder dari prosedur pembedahan.
2.2.2.4 Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek samping pembedahan.
2.2.2.5 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut.
2.5.3 Intervensi
2.2.3.1 Diagnosis pertama: Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
obstruksi mekanikal: bekuan darah, edema.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pola berkemih klien kembali normal dan jumlah keluaran urine normal
tanpa adanya retensi urine. Kriteria hasil:
1) Klien dan keluarga klien memahami tentang pentingnya sediaan waktu
yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit).
2) Klien dan keluarga klien melaporkan hasil output urine.
3) Klien mampu mendemonstrasikan ulang cara untuk menghindari
konstipasi.
4) Kandung kemih kosong secara penuh, tidak ada residu urine >100-200
cc, intake cairan dalam rentang normal, tidak ada spasme bladder,
balance cairan seimbang, bebas dari ISK.
Intervensi :
1) Jelaskan pada klien dan keluarga klien tentang pentingnya sediaan
waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit).
2) Anjurkan klien dan keluarga klien untuk merekam output urine.
3) Ajarkan klien cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi tinja.
4) Pantau asupan dan keluaran urine.
5) Pantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi.
6) Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau property
alpha agonis.
7) Merujuk ke spesisialis kontinensia kemih
2.2.3.2 Diagnosis kedua: Nyeri akut berhubungan dengan agent injury fisik (insisi
pembedahan).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
klien berkurang /terkontrol. Kriteria hasil:
1) Klien dan keluarga klien memahami tentang penyebab nyeri dan cara
mengatasi bila timbul rasa nyeri.
2) Keluarga klien melaporkan bahwa nyeri yang dirasakan klien
berkurang/terkontrol.
3) Klien mampu mendemonstrasikan ulang teknik distraksi dan relaksasi
dengan benar.
4) TTV dalam batas normal= TD: Sistole= 100-120 mmHg, diastole= 60-
80 mmHg S= 36,8-37,4°C, N= 60-80x/menit, RR= 18-24x/menit, skala
nyeri berkurang berdasarkan penilaian 0= tidak nyeri, 1-3= nyeri
ringan, 4-6= nyeri sedang, 7-9= nyeri berat, 10= nyeri sangat berat dan
klien tampak rileks serta nyaman, klien akan tidur/istirahat dengan
tenang.
Intervensi:
1) Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang penyebab nyeri yang timbul
pada klien.
2) Anjurkan penggunaan teknik distraksi dan relaksasi pada klien dan
keluarga.
3) Ajarkan teknik ditraksi dan relaksasi serta latihan nafas dalam bila nyeri
timbul.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antispasmodic dan
analgesik.
2.2.3.3 Diagnosis Ketiga: Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
sebagai efek sekunder dari prosedur pembedahan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien
terbebas dari tanda dan gejala infeksi. Kriteria hasil:
1) Klien dan keluarga klien mampu memahami tentang proses penularan
penyakit, faktor yang memengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya.
2) Klien dan keluarga klien melaporkan bahwa klien mau menambah intake
cairan
3) Klien menunjukkan kemampuannya untuk mencegah timbulnya infeksi.
4) TTV dalam batas normal : TD : Sistole = 100-120 mmHg, diastole =
60- 80 mmHg, S = 36,8-37,4 °C, N= 60-80x/menit RR = 18-24x/menit,
klien dapat mencapai waktu penyembuhan, tidak ada tanda-tanda syok
dan demam.
Intervensi :
1) Jelaskan kepada klien dan keluarga klien tentang cara penularan
penyakit, faktor yang memengaruhi penularannya serta
penatalaksanaannya.
2) Anjurkan pada klien untuk intake cairan (2500-3000ml). Dapat
menurunkan potensi infeksi.
3) Ajarkan kepada klien cara-cara menghindari infeksi.
4) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan fecal.
5) Monitor hitung granulosit, WBC.
6) Observasi Urine: warna, jumlah dan bau.
7) Observasi TTV, laporkan jika ada tanda-tanda syok dan demam.
8) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik.
2.2.3.4 Diagnosis Keempat: Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek
samping pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pada
klien tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil:
1) Klien memahami penyebab dari perdarahan.
2) Klien melaporkan mau melakukan diet makanan sesuai saran tenaga
medis.
3) Klien mengikuti instruksi untuk membatasi aktivitas
setelah pembedahan.
4) Tidak ada hematuria dan hematemesis.
5) TTV dalam batas Normal: TD : Sistole = 100-120 mmHg, diastole = 60-
80 mmHg, S = 36,8-37,4 °C, N= 60-80x/menit RR = 18-24x/menit
6) Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal, plasma, PT, PTT
dalam batas normal
Intervensi:
1) Jelaskan pada klien tentang penyebab terjadi perdarahan setelah
pembedahan dan tanda-tanda perdarahan.
2) Anjurkan pada klien untuk diet makanan tinggi serat dan rutin minum
obat untuk memudahkan defekasi.
3) Instruksikan klien untuk membatasi aktivitas
4) Pantau traksi kateter : catat waktu traksi dipasang dan kapan traksi akan
dilepas.
5) Observasi TTV tiap 4 jam, observasi masukan dan haluaran serta warna
urine.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian produk darah (platelet/fresh
frozen plasma).
2.2.3.5 Diagnosis kelima: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
akut Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan klien
dapat beraktivitas. Kriteria hasil:
1) Klien memahami tujuan dari peningkatan mobilitas.
2) Klien melaporkan mau melakukan mobilisasi sesuai kemampuan.
3) Klien mampu meningkatkan aktivitas fisiknya, mampu mengubah
posisi, memenuhi kebutuhan ADL sehari-hari secara mandiri.
4) Tanda vital dalam batas normal: Tekanan darah: Sistole: 100-120
mmHg, Diastole: 60-80 mmHg, nadi: 80 -100x/menit, suhu: 36,4-
37,4°C, RR: 15-24x/menit
Intervensi:
1) Jelaskan tujuan dari meningkatkan mobilitas fisik untuk proses
penyembuhan.
2) Motivasi klien untuk berlatih dalam memenuhi kebutuhan ADL secara
mandiri.
3) Dampingi dan bantu klien dalam mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADL klien.
4) Kaji tanda vital klien setelah melakukan latihan.
2.5.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
atau tindakan asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan untuk
membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tahap ini akan
muncul bila perencanaan diaplikasikan pada pasien. Tindakan yang dilakukan bisa
sama, bisa juga berbeda dengan urutan yang dibuat pada perencanaan sesuai
kondisi pasien (Debora, 2012). Implementasi keperawatan akan sukses sesuai
dengan rencana jika perawat mempunyai kemampuan kognitif, kemampuan
hubungan
interpersonal, dan ketrampilan dalam melakukan tindakan yang berpusat pada
kebutuhan pasien (Dermawan, 2012).
2.5.5 Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan berupa
perbandingan yang sistematis dan terencana dari hasil-hasil yang diamati dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan
lainnya. Apabila hasil menunjukkan ketercapaian tujuan dan kriteria hasil, maka
pasien keluar dari siklus proses keperawatan, namun apabila sebaliknya, maka
pasien masuk ke dalam siklus proses keperawatan mulai dari pengkajian ulang
(Wirdah dan Yusuf, 2016).
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau
perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasil sudah
tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Doengoes, 2014)
BAB 3
LAPORAN KASUS
Bab ini berisikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada Tn. L
dengan Post-Op TURP BPH di Ruang Anggrek A Rumah Sakit dr. H. JUSUF SK
Tarakan pada tanggal 21 sampai dengan 23 April 2022. Proses asuhan
keperawatan ini meliputi pengkajian, rumusan diagnosis keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi secara komprehensif.
3.1. Pengkajian
Pada pengkajian penulis mengumpulkan data dari klien, keluarga klien, dan
perawat ruangan, dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik sistemik
yang dilaksanakan pada tanggal 21 April 2022 pukul 11.30 WITA.
3.1.1. Identitas klien
Nama klien Tn. L dengan usia 66 tahun, lahir di Sinjai tanggal 31 Desember
1955, jenis kelamin laki-laki, beralamat di Jalan Binalatung RT.10, status
perkawinan cerai mati, beragama Islam dan Suku Bugis, klien tidak tamat SD,
bekerja sebagai petani rumput laut. Diagnosis medis saat ini adalah Benign
prostatic hyperplasia. Masuk ke rumah sakit pada tanggal 18 April 2022 dan
pengkajian pada tanggal 21 April 2022. Penanggung jawab saat di rumah sakit
yaitu Ny, H berusia 55 tahun, hubungan dengan klien yaitu sebagai ipar,
pendidikan terakhir SMA pekerjaan ibu rumah tangga, dan beralamat yang sama
di Jalan Binalatung RT.10.
3.1.2 Alasan masuk rumah sakit
Klien dirujuk dari Poli Klinik Urologi karna merasa nyeri saat berkemih dan
tidak tuntas saat berkemih.
3.1.3 Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri di bagian bekas operasi.
Riwayat keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pasca pembedahan TURP. Nyeri diperberat jika klien
bergerak di tempat tidur dan nyerinya meringan jika berbaring. Nyerinya perih
seperti luka sayatan. Nyeri tidak menyebar hanya di bagian bekas operasi. Klien
mengatakan skala nyeri 5. Nyeri hilang timbul dengan waktu yang tidak diketahui
klien.
3.1.4 Riwayat kesehatan
3.1.4.1 Riwayat kesehatan sekarang
Keluarga klien mengatakan, pada tanggal 22 November 2021 klien
mengeluh sakit pada perut bawah dan tidak dapat berkemih serta sesak nafas.
Keluarga mengantarkan klien untuk melakukan pemeriksaan ke dokter. Lalu klien
rawat jalan di Poli Klinik Urologi. Setelah itu pada tanggal 18 April 2022 masuk
ke rawat inap Anggrek A untuk dilakukan tindakan TURP. Saat dikaji klien
mengatakan sesak nafas hilang timbul. klien tampak lemah. Klien tampak
meringis. Klien tampak sesak nafas dan sering mengeluarkan sputum dari
mulutnya.
3.1.4.2 Riwayat kesehatan lalu
Klien ter diagnosis TBC paru pada bulan November tahun 2021 dan
menjalani pengobatan rutin OAT 6 bulan. Saat ini telah berjalan 5 bulan
pengobatan. Klien tidak memiliki riwayat operasi, klien tidak memiliki riwayat
kecelakaan lalu lintas. Klien pernah jatuh dari tempat tidur hingga keluar darah
dari hidung klien tanpa disertai muntah. Klien tidak memiliki riwayat alergi
makanan maupun obat-obatan maupun makanan. Klien tidak memiliki riwayat
perokok aktif.
3.1.4.3 Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan di anggota keluarga klien tidak memiliki
riwayat penyakit turunan, menular, maupun keduanya. Hanya klien yang saat ini
memiliki riwayat penyakit menular yaitu TBC.
Genogram

66 60 55
24

Keterangan:

: Laki-laki : Garis perkawinan

: Perempuan : Garis keturunan

: Klien : Garis serumah

: Meninggal

Gambar 3.1 Genogram

3.1.5 Riwayat psiko-sosial ekonomi


Keluarga klien berharap klien dapat pulih kembali dan bisa berkemih tanpa
harus merasakan nyeri. Keluarga klien berharap klien dapat beraktivitas tanpa
keluhan sesak nafas. Saat ini klien tinggal bersama-sama dengan adik kandungnya
dan keponakan di rumah pribadi. Keluarga klien mengatakan dalam mengambil
keputusan sehari-hari dapat klien putuskan sendiri. Tetapi mengenai pengobatan
dan perawatan selama di rumah sakit segala sesuatu di putuskan oleh ponakannya.
Keluarga klien mengatakan untuk kebutuhan sehari-hari klien dapat memenuhi
kebutuhan secara pribadi yang berasal dari pekerjaannya sebagai petani rumput
laut. Selama di rumah sakit, keluarga klien mengatakan hanya bermasalah
mengenai penjaga dikarenakan tidak ada yang dapat bergantian menjaga klien di
rumah sakit selain adik kandungnya.
3.1.6 Riwayat spiritual
Sebelum sakit
Keluarga klien mengatakan, klien sangat rajin melaksanakan Shalat 5 waktu
di masjid secara berjamaah dan sering melakukan sedekah.
Saat sakit
Keluarga klien mengatakan klien sudah tidak pernah Shalat di masjid secara
berjamaah dan jarang Shalat 5 waktu dikarenakan lebih sering berbaring di tempat
tidur karena sakitnya.
3.1.7 Pola kebiasaan sehari-hari
3.1.7.1 Nutris
i Sebelum
sakit
Keluarga klien mengatakan, klien memiliki nafsu makan yang tinggi. Tidak
terdapat makanan pantangan baik daging-dagingan, buah-buahan, dll. Klien
makan sebanyak 3 kali sehari dengan menghabiskan 1-2 porsi. Keluarga klien
mengatakan tidak terdapat pantangan makanan dan menjalani program diet. Klien
tidak mengalami keluhan saat makan, tidak merasakan nyeri saat menelan.
Saat sakit
Keluarga klien mengatakan, klien mengalami penurunan nafsu makan. Klien
hanya makan makanan yang sediakan oleh rumah sakit yaitu bubur. Klien hanya
makan 2-3 sendok dan tidak menghabiskan porsi makan, dengan frekuensi 3 kali
sehari.
3.1.7.2 Caira
n Sebelum
sakit
Klien minum air putih cukup, terlebih saat bekerja di siang hari. Keluarga
klien mengatakan klien dapat minum sekitar 2000 ml. Klien juga sering minum
teh dan kopi dengan jumlah 80-100 ml per hari.
Saat sakit
Keluarga klien mengatakan, klien mengurangi minum karena takut sering
buang air kecil. Keluarga klien mengatakan selama di rumah sakit klien hanya
dapat
minum air putih sekitar 400 ml per hari. Klien terpasang infus NaCl 3% 500 cc/24
jam 7 tpm. Dengan terpasang akses triway NaCl 0,9% 1000 cc/24 jam 21 tpm.
3.1.7.3 Eliminasi
urine Sebelum sakit
Keluarga klien mengatakan, klien tidak memiliki keluhan dalam BAK.
Klien tidak mengalami keluhan nyeri saat berkemih, klien mengatakan warna
urinenya bening hingga kekuning-kuningan. Dengan frekuensi 4-6 kali sehari.
Klien mengatakan tidak pernah mengalami sering buang air kecil di malam hari
yang sampai mengganggu tidurnya.
Saat sakit
Klien terpasang kateter three way untuk irigasi urine tampung dengan total
hasil pengurangan antara irigasi dengan urine yaitu sebanyak 2500cc dalam 24
jam berwarna merah, frekuensi berkemih tidak diketahui.
Perhitungan balance cairan:
IWL = 10 x 31 Kg/24jam
= 310cc/24jam
Intake = 1500cc (cairan infus) + 40cc (cairan injeksi) + 420cc (makan/minum)
= 1960cc/24jam
Output = 2500cc (urine) + 310cc (IWL)
= 2810cc/24jam
BC = 1960cc – 2810cc
= -850cc/jam
3.1.7.4 Eliminasi
alvi Sebelum sakit
Keluarga klien mengatakan, klien tidak memiliki keluhan BAB. Klien BAB
kurang lebih 1-2 hari sekali. Dengan konsistensi terkadang keras dan terkadang
encer berampas berwarna kuning hingga kehitaman. Keluarga klien mengatakan
tidak memiliki riwayat penggunaan obat pencahar.
Saat sakit
Keluarga klien mengatakan, tidak memiliki kesulitan dalam BAB. Klien
sudah dua kali BAB selama di rumah sakit dengan konsistensi encer berampas.
3.1.7.5 Istirahat dan tidur
Sebelum sakit
Keluarga klien mengatakan tidak ada keluhan ataupun gangguan pada tidur
klien. Saat malam klien tidur pukul 23.00 dan bangun pukul 06.00. Total tidur
klien yaitu 7 jam. Klien sangat jarang tidur siang hari. Tidak terdapat keluhan
sering terbangun dan terjaga malam hari.
Saat sakit
Saat di rumah sakit, klien lebih sering tertidur. Saat malam klien sudah tidur
pukul 21.00 dan bangun pukul 05.00. di pagi hari klien kembali tidur pukul 09.00
sehingga total jam tidur klien selama di rumah sakit yaitu 10 jam. Klien hanya
terbangun 1-2 kali saat malam dan tertidur kembali, tidak terjaga di malam hari.
3.1.7.6 Aktivitas dan gerak
Sebelum sakit
Keluarga klien mengatakan, klien sangat rajin bekerja dari pagi hingga sore
hari. Klien tidak memiliki riwayat pembatasan gerak. Klien dapat memenuhi
kebutuhan ADLnya secara mandiri tanpa bantuan orang lain, bantuan alat,
maupun keduanya.
Saat sakit
Klien mengatakan nyeri saat miring kanan dan kiri. Saat ini klien masih
hanya dapat berbaring di tempat tidur. Klien hanya dapat mobilisasi di tempat
tidur. Klien tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri melainkan
membutuhkan bantuan orang lain baik keluarga maupun perawat.
3.1.7.7 Personal hygiene
Sebelum sakit
Keluarga mengatakan, klien mandi 2 kali sehari menggunakan sabun dan
dilakukan secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Klien mencuci rambut 2-3 hari
sekali menggunakan sampo tanpa bantuan orang lain dan dilakukan secara
mandiri. Klien tidak pernah memperhatikan kebersihan kuku klien. Klien sudah
tidak memiliki gigi, keluarga mengatakan klien tidak pernah melakukan oral
hygiene dan hanya berkumur saat mandi.
Saat sakit
Klien belum pernah mandi selama di rumah sakit. Klien belum pernah
mencuci rambut selama di rumah sakit. Kuku klien terlihat panjang dan kotor
berwarna kehitaman. Klien sudah tidak memiliki gigi, dan belum pernah
melakukan oral hygiene.
3.1.8 Pemeriksaan fisik
3.1.8.1 Keadaan umum
Keadaan umum klien tampak sedang
3.1.8.2 Tanda-tanda vital
kesadaran: Composmentis
Glasgow Coma Scale (GCS): Motorik 6, mata 4, verbal 5, total
15 Tekanan Darah: 155/98 mmHg
MAP: 117 mmHg (tidak normal, normal 70-99 mmHg)
Nadi: 103x/menit (takikardia)
Respirasi: 22x/menit
Suhu: 36,3oC (dahi)
SpO2: 98% (nasal kanul
3Lpm) 89% (RA)
3.1.8.3 Antropometri
Tinggi badan: 155 cm
Berat badan: 31 Kg
IMT: 12,9 (sangat kurus)
3.1.9 Pemeriksaan sistemik
3.1.9.1 Sistem
pernafasan Hidung
Inspeksi: Klien terpasang nasal kanul 3Lpm. Klien tampak sesak. Hidung
simetris, tidak terdapat deviasi septum. Tidak terdapat pernafasan
cuping hidung. Tidak terdapat sekret, tidak terdapat polip, dan
epitaksis. Warna membran mukosa merah muda. Terdapat rambut-
rambut silia. Fungsi penciuman baik, klien dapat mencium aroma
minyak kayu putih dengan mata tertutup.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri pada sinus.
Leher
Inspeksi: Tidak terdapat benjolan pada leher. Tidak terdapat pembesaran vena
jugularis.
Palpasi: Tidak terdapat pembesaran pada kelenjar thyroid. Tidak terdapat
peningkatan vena jugularis. (5+1). Tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening. Tidak teraba massa. Arteri karotis kuat.
Tidak terdapat kaku kuduk.
Dada
Inspeksi: Bentuk dada normochest. Perbandingan ukuran anterior-posterior
dengan transversal 1:2. Gerakan pengembangan dada simetris
antara kiri dan kanan. Tidak terdapat retraksi dinding dada dan
tidak terdapat penggunaan otot bantu nafas.
Palpasi: Taktil premitus hasilnya saat menyebutkan kata 77 getaran pada
dada kiri dan kanan sama.
Perkusi: Suara perkusi sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi: Terdapat bunyi napas tambahan ronkhi pada lapang paru
kanan. Tidak terdapat Clubbing finger
3.1.9.2 Sistem
kardiovaskuler Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: Ictus corid teraba di ICS
IV.
Perkusi: Batas kanan jantung ICS 3 sampai dengan ICS 5 linea sternalis
dextra. Batas kiri jantung ICS 3 linea sentralis sinistra sampai
dengan ICS 5 linea aksilaris sinistra. Batas atas jantung ICS 3 line
sntralis dextra sampai dengan ICS 3 linea sentralis sinistra. Batas
bawah jantung ICS 5 linea sentralis dextra sampai dengan ICS 5
linea aksilaris sinistra.
Auskultasi: Bunyi jantung S1 dup pada ICS 5 linea mid clavicula sinistra, S2
lup pada ICS 3 linea sentralis dextra. Tidak terdapat bunyi jantung
tambahan.
Capillari Refilling Time: 2 detik
3.1.9.3 Sistem
pencernaan Gaster
Inspeksi: Tidak terlihat
pembengkakan Auskultasi: Bising usus
8x/menit Perkusi: Terdengar bunyi
timpani Palpasi:Tidak terdapat nyeri tekan
Abdomen
Inspeksi: Bentuk abdomen cekung, umbilikus tidak menonjol. Tidak terdapat
lesi. Tidak terdapat pembengkakan. Tidak terdapat benjolan.
Auskultasi: Bising usus 8x/menit
Perkusi: Terdengar suara timpani pada abdomen
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan pada ke empat kuadran abdomen, tidak
teraba hepatomegali. Tidak terdapat asites.
Anus: Tidak terdapat lesi, tidak terdapat hemoroid.
3.1.9.4 Sistem
pengindraan Mata
Inspeksi: Penyebaran bulu mata merata, penyebaran alis tidak merata. Pupil
isokor. Sklera tidak ikterik, konjungtiva merah muda. Tidak
terdapat nistagmus. Klien mengatakan tidak menggunakan alat
bantu melihat seperti kacamata maupun lensa kontak. Pupil isokor
kiri dan kanan. Miosis saat disinari cahaya. Tidak dilakukan
pemeriksaan visus dengan snallen chart.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri palpebra dan tidak terdapat
benjolan. Hidung
Inspeksi: Hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum. Tidak terdapat
pernafasan cuping hidung. Tidak terdapat secret, tidak terdapat
polip, dan epitaksis. Warna membran mukosa merah muda.
Terdapat rambut-rambut silia. Fungsi penciuman baik, klien dapat
mencium aroma minyak kayu putih.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri pada sinus.
Telinga
Inspeksi: Daun telinga simetris, tidak terdapat kelainan bentuk telinga. Kanal
auditori kotor, terdapat serumen. Tidak terdapat lesi dan benjolan.
Klien mengalami penurunan fungsi pendengaran.
3.1.9.5 Sistem
persarafan Fungsi
serebral
Status mental orientasi baik. Klien dapat mengingat tempat dan waktu.
Klien lebih fasih menggunakan bahasa Bugis daripada bahasa Indonesia. Klien
mampu melakukan perintah maupun arahan dari perawat dan keluarga.
Fungsi kranial
N I: Klien mampu mencium aroma minyak kayu putih dengan mata
tertutup.
N II: Pupil miosis ketika disinari cahaya. Tidak dilakukan pemeriksaan
lapang pandang dikarenakan pasien dalam posisi bedrest. Tidak
dilakukan pemeriksaan buta warna menggunakan buku ishihara.
N III: Tidak dilakukan pemeriksaan.
N IV: Tidak dilakukan pemeriksaan.
N V: Klien mampu merasakan sentuhan halus kapas pada wajah. Mata
berkedip ketika ujung kapas disentuhkan ke ujung kornea.
N VI: Tidak dilakukan pemeriksaan.
N VII: Wajah klien secara umum simetris. Klien mampu menaikkan alis
dan menutup mata kuat-kuat. Klien tidak mampu
menggembungkan pipi. Klien mampu tersenyum memperlihatkan
gigi.
N VIII: Tidak dilakukan pemeriksaan.
N IX: Tidak dilakukan pemeriksaan.
N X: Tidak terdapat disfagia, tidak terdapat suara serak atau sengau
N XI: Tidak dilakukan pemeriksaan atrofi bahu, klien mampu menoleh ke
kiri dan kanan dengan diberi tekanan tanpa ada keluhan nyeri.
N XII: Klien mampu menggerakkan lidahnya tanpa ada nyeri.
Fungsi motorik
Tidak terdapat perubahan bentuk otot seperti eutrofi, hipertrofi atau hipotrofi.
Kekuatan otot 5 5
5 5

Klien mampu menahan tahanan maksimal dari pemeriksa.


Fungsi sensorik
Klien mampu merasakan rangsangan nyeri dan sentuhan yang diberikan.
Klien mampu menggenggam refleks hammer yang diberikan.
Fungsi serebellum
Tidak dilakukan pemeriksaan.
Refleks
Terdapat refleks pada pemeriksaan refleks bisep. Terdapat refleks pada
pemeriksaan trisep. Tidak dilakukan pemeriksaan refleks pattela klien mengeluh
nyeri saat kakinya diangkat. Tidak terdapat refleks pada pemeriksaan refleks
babinski.
Iritasi meningen
Pemeriksaan kaku kuduk hasilnya negatif. Tidak terdapat tahanan maupun
nyeri. Tidak dilakukan pemeriksaan lasique sign dan kernig sign.
3.1.9.6 Sistem
muskuloskeletal Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala normochepal. Tidak terdapat benjolan. Tidak
terdapat kesulitan menggerakkan kepala dapat menoleh kanan dan
kiri.
Palpasi: Tidak terdapat benjolan.
Vertebrea: Tidak terdapat scoliosis, kiposis, lordosis.
Pelvis: Tidak dilakukan pengkajian, klien dalam posisi bedrest.
Lutut: Tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat
kekakuan.
Kaki: Tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat kekakuan. Klien
dapat menggerakkan kakinya. Terdapat hypafix pada kaki kanan
bagian paha dalam untuk fiksasi selang kateter.
Tangan: Tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat kekakuan. Klien dapat
menggerakkan tangannya. Terpasang akses intravena pada tangan
sebelah kiri menggunakan threeway.
Cara berdiri: Tidak dilakukan pengkajian dikarenakan klien dalam posisi bedrest.
Posisi berdiri: Tidak dilakukan pengkajian dikarenakan klien dalam posisi bedrest.
Postur saat duduk: Tidak dilakukan pengkajian, klien mengatakan nyeri saat
duduk.
Sendi: Tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat inflamasi, tidak
terdapat kekakuan. Tidak terdapat penurunan gerak sendi.
3.1.9.7 Sistem integumen
Inspeksi: Warna kulit sawo matang. Terdapat bulu kulit. Tidak terdapat
petekie ataupun ekiomosis. Warna kuku pucat. Rambut kasar,
berwarna hitam dan putih (uban). Kuku terlihat panjang dan kotor
kehitaman.
Palpasi: Tidak mudah dicabut. Kulit kering. Permukaan kuku kasar.
Kuku tidak mudah patah.
3.1.9.8 Sistem endokrin
Inspeksi: Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid. Tidak terdapat keluhan
sering ingin buang air kecil, tidak terdapat keluhan sering merasa
haus, tidak terdapat keluhan sering merasa lapar. Tidak terdapat
pengeluaran keringat berlebihan. Tidak terdapat keluhan air seni di
kelilingi semut.
Palpasi: Tidak teraba pembengkakan pada leher, tubuh teraba hangat.
3.1.9.9 Sistem perkemihan
Inspeksi: Tidak terdapat edema palpebra, tidak terdapat edema anasarka, tidak
terdapat moon face. Terpasang kateter untuk irigasi urine tampung.
Dengan jumlah urine 5100cc dalam 24 jam. Urine berwarna merah.
Tidak terdapat keluhan nyeri saat buang air kecil. Tidak terdapat
keluhan sering buang air kecil saat malam.
Palpasi: Kandung kemih teraba tidak penuh.
3.1.9.10 Sistem reproduksi
Inspeksi: Gland penis terlihat kotor bercak darah. Testis normal. Terdapat rambut-
rambut halus pada sekitar pubis. Terpasang kateter three way
untuk irigasi urine tampung dengan jumlah urine 5100cc dalam 24
jam.
Palpasi: Tidak terdapat benjolan, tidak terdapat pembengkakan pada testis.
3.1.9.11 Sistem imun
Tidak terdapat riwayat alergi cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia. Tidak
terdapat riwayat penyakit yang berhubungan dengan perubahan iklim cuaca.
3.1.10 Pemeriksaan penunjang/tes diagnostik
Laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 18-04-2022
Jam pemeriksaan: 11.23 WITA
Jenis pemeriksaan: imunoserologi
Tabel 3.1 Pemeriksaan imunoserologi
Pemeriksaan Hasil Satuan rujukan
Antigen Covid-19 Negatif Negatif

Laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 18-04-2022
Jam pemeriksaan: 10.41
WITA Jenis pemeriksaan:
Urinealisa
Tabel 3.2 Pemeriksaan urinealisa
Pemeriksaan Hasil Satuan rujukan
Urine lengkap
Makroskopis
Warna *jingga Kuning
Kejernihan *keruh Jernih
LEU 2+ Leu/Ul Negatif
NIT Negatif Negatif
URO 2+ Mg/dl Negatif
PRO 3+ Mg/dl Negatif
pH 5.5 5-9
BLO 3+ Ery/uL Negatif
SG 1.005 1.005-1.025
KET 2+ Mg/dl Negatif
BIL Negatif Mg/dl Negatif
GLU +- Mg/dl Negatif
Sedimen
Sel epitel 2-3 /lpb 0-4
Leukosit 20-25 /lpb 1-5
Eritrosit 10-15 /lpb 0-1
Kristel Negatif Negatif
Slinder *granula halus Negatif
Laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 18-04-2022
Jam pemeriksaan: 10.41
WITA Jenis pemeriksaan:
hematologi
Tabel 3.3 Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan rujukan
Darah lengkap
Hemoglobin L 12.4 g/dL 14.0-18.0
Leukosit 11.50 103/uL 4.00-12.00
Eritrosit L 3.90 106/uL 4.50-6.00
Hematokrit L 36.7 % 40.0-48.0
3
Trombosit 206 10 /uL 150-450
Indeks eritrosit
MCV 94.1 fL 82.0-96.0
MCH H 31.8 Pg 27.0-31.0
MCHC 33.8 g/L 32.0-37.0
Hitung jenis
Neutrofil H 86.2 % 50-70
Limfosit L 6.1 % 20.0-40.0
Monosit 7.7 % 2.0-8.0
Neutrofil# H 9.9 2.5-7.0
Limfosit# L 0.7 1.1-3.3
Neutrofil limfosit
H 9.2 < 3.13
rasio
KOAGULASI
Masa perdarahan 1 Menit <3
Masa pembekuan 4.0 Menit 2.0-6.0
KIMIA DARAH
GDS 149 Mg/dL <200
Ureum H 50.30 Mg/dL 10-40
Kreatinin 0.88 Mg/dL 0.67-1.50
Na, K, Cl
Kalium 3.90 Mmol/L 3.5-5.1
Natrium L 129.1 Mmol/L 136-146
Klorida darah L 95.2 Mmol/L 96.106

Laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 19-04-2022
Jam pemeriksaan: 09.46
WITA Jenis pemeriksaan:
kimia darah
Tabel 3.4 Pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan Hasil Satuan rujukan
Na, K, Cl
Kalium L 3.33 Mmol/L 3.5-5.1
Natrium L 133 Mmol/L 136-146
Klorida darah 103.8 Mmol/L 96-106
3.1.11 Terapi
Hari dan tanggal: Kamis, 21 April
2022 Jam: 10.30 WITA
Tabel 3.5 Terapi
Nama Terapi Dosis Rute
OAT 150mg 1x1 Oral
Amlodipine 5mg 1x1 Oral
Candesartan 8mg 1x1 Oral
NaCl 3% 500cc/24jam IV
NaCl 0,9% 1000cc/24jam IV
Ceftriaxone 1gr 1x1 IV
Ketorolac 30mg 3x1 IV
As. tranexamat 500mg 3x1 IV

3.1.12 Laporan operasi


Operator: dr. Sonny
Asisten operator: Aswanto
Asisten anestesiologi: Desti/Rendi
Tanggal pembedahan: 21 April 2022
Jam: 09.45 WITA
Jam selesai: 10.30 WITA
Lama operasi: 45 menit
Jenis operasi: khusus
Jenis pembedahan: bersih
tercemar Jumlah perdarahan: +-
100cc
Diet: tidak perlu puasa, boleh diet bebas.
Infus: NaCl 0,9% 1000cc/24jam
Pemberian obat: Ceftriaxone 1 gr
Ketorolac 30 mg
Tidak terpasang tampon
Terpasang daurekatheter
Monitor urine 24 jam
3.2 Rumusan diagnosis keperawatan
Pada rumusan diagnosis keperawatan penulis menguraikan masalah
kesehatan klien dan merumuskan diagnosis keperawatan. Rumusan masalah
diagnosis keperawatan terdiri dari klasifikasi data, analisis data, penyimpangan
KDM dan diagnosis keperawatan.
3.2.1 Klasifikasi data
3.2.1.1 Data subjektif
1) Klien mengeluh nyeri di perberat jika klien bergerak di tempat tidur dan
nyerinya meringan jika berbaring.
2) Klien mengatakan nyerinya perih seperti luka sayatan.
3) Klien mengatakan nyerinya tidak menyebar hanya di bagian bekas operasi.
4) Klien mengatakan skala nyeri 5.
5) Nyeri hilang timbul dengan waktu yang tidak diketahui klien.
6) Klien mengatakan sesak nafas hilang timbul.
7) Keluarga klien mengatakan, klien mengalami penurunan nafsu makan.
8) Klien hanya makan 2-3 sendok dan tidak menghabiskan porsi makan.
9) Klien mengatakan nyeri saat miring kanan dan kiri.
10) Keluarga klien mengatakan tidak pernah memperhatikan kebersihan kuku
klien.
11) Keluarga mengatakan klien tidak pernah melakukan oral hygiene dan hanya
berkumur saat mandi.
12) Klien belum pernah mandi selama di rumah sakit.
13) Klien belum pernah mencuci rambut selama di rumah sakit.
3.2.1.2 Data Objektif
1) Klien tampak lemah.
2) Klien tampak meringis.
3) Klien tampak sesak nafas.
4) Mengeluarkan sputum dari mulutnya.
5) Klien post-op TURP.
6) Klien terpasang kateter untuk irigasi urine tampung dengan jumlah urine
5100cc dalam 24 jam berwarna merah.
7) Klien masih hanya dapat berbaring di tempat tidur.
8) Klien hanya dapat mobilisasi di tempat tidur.
9) Klien tidak dapat memenuhi kebutuhan ADL nya secara mandiri melainkan
membutuhkan bantuan orang lain baik keluarga maupun perawat.
10) Kuku klien terlihat panjang dan kotor berwarna kehitaman.
11) Keadaan umum klien tampak sedang
12) IMT: 12,9 (sangat kurus)
13) Tekanan Darah: 155/98 mmHg
14) MAP: 117 mmHg (tidak normal, normal 70-99 mmHg)
15) Nadi: 103x/menit (takikardia)
16) Respirasi: 22x/menit
17) SpO2: 98% (nasal kanul 3Lpm), 89% (RA)
18) Terdapat bunyi napas tambahan ronkhi pada lapang paru kanan.
19) Bibir tampak kering dan pecah-pecah.
20) Terdapat 2 stomatitis pada bibir.
21) Bentuk abdomen masuk ke dalam.
22) Kanal auditori kotor, terdapat serumen.
23) Gland penis terlihat kotor bercak darah.
24) Eritrosit L 3.90 106/uL
25) Hematokrit L 36.7 %
26) Hemoglobin L 12,4 g/dl
27) MCH H 31.8 Pg
28) Neutrofil H 86.2 %
29) Limfosit L 6.1 %
30) Neutrofil# H 9.9
31) Limfosit# L 0.7
32) Neutrofil limfosit rasio H 9.2
33) Ureum H 50.30 Mg/dL
34) Kalium L 3.33 Mmol/L
35) Natrium L 133 Mmol/L
3.2.2 Analisis data
3.2.2.1 Pengelompokan data 1
1. Data subjektif.
1) Klien mengeluh nyeri di perberat jika klien bergerak di tempat tidur dan
nyerinya meringan jika berbaring.
2) Klien mengatakan nyerinya perih seperti luka sayatan.
3) Klien mengatakan nyerinya tidak menyebar hanya di bagian bekas operasi.
4) Klien mengatakan skala nyeri 5.
5) Nyeri hilang timbul dengan waktu yang tidak diketahui klien2.
2. Data objektif.
1) Klien tampak lemah.
2) Klien tampak meringis.
3) Klien masih hanya dapat berbaring di tempat tidur.
4) Klien hanya dapat mobilisasi di tempat tidur.
5) Klien tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri melainkan
membutuhkan bantuan orang lain baik keluarga maupun perawat.
6) Keadaan umum klien tampak sedang
7) Tekanan Darah: 155/98 mmHg
8) MAP: 117 mmHg (tidak normal, normal 70-99 mmHg)
9) Nadi: 103x/menit (takikardia)
3. Etiologi.
Agen pencedera fisik.
4. Masalah
Nyeri
akut.
3.2.2.2 Pengelompokan data 2
1. Data subjektif.
1) Klien mengatakan sesak nafas hilang timbul.
2. Data objektif.
1) Klien tampak sesak nafas.
2) Mengeluarkan sputum dari mulutnya.
3) Respirasi: 22x/menit.
4) SpO2: 98% (nasal kanul 3Lpm), 89% (RA).
3. Etiologi.
Proses
infeksi
4. Masalah
Bersihan jalan nafas tidak efektif
3.2.2.3 Pengelompokan data 3
1. Data subjektif.
1) Keluarga klien mengatakan, klien mengalami penurunan nafsu makan.
2) Klien hanya makan 2-3 sendok dan tidak menghabiskan porsi makan.
2. Data objektif.
1) IMT: 12,9 (sangat kurus)
2) Bibir tampak kering dan pecah-pecah.
3) Terdapat 2 stomatitis pada bibir.
4) Bentuk abdomen cekung.
5) Hemoglobin L 12.4 g/dl
3. Etiologi.
Kurangnya asupan makanan.
4. Masalah
Defisit
nutrisi
3.2.2.4 Pengelompokan data 4
1. Faktor resiko
1) Klien post-op TURP
2) Klien terpasang kateter untuk irigasi urine tampung dengan jumlah urine
5100cc dalam 24 jam berwarna merah.
3) Kalium L 3.33 Mmol/L
4) Natrium L 133 Mmol/L
2. Masalah
Risiko Perdarahan
3.2.2.5 Pengelompokan data 5
1. Data subjektif.
1) Keluarga klien mengatakan tidak pernah memperhatikan kebersihan kuku
klien.
2) Keluarga mengatakan klien tidak pernah melakukan oral hygiene dan
hanya berkumur saat mandi.
3) Klien belum pernah mandi selama di rumah sakit.
4) Klien belum pernah mencuci rambut selama di rumah sakit.
2. Data objektif.
1) Kuku klien terlihat panjang dan kotor berwarna kehitaman.
2) Kanal auditori kotor, terdapat serumen.
3) Gland penis terlihat kotor bercak darah.
3. Etiologi.
Kelemaha
n
4. Masalah
Defisit perawatan diri (mandi)
3.2.3 Penyimpangan KDM
Post-Op TURP
Mycobacteriu
m

Jaringan terputus Penuruna Bersihan


Hematuria TBC
Sputum Paru
berlebih
jalan
Kelemahan n nafsu
Nyeri akut napas

Rangsang
Defisit Risiko
Kurangnya Proses infeksi
an
perawatan perdaraha
asupan
n makanan

Defisit nutrisi
Gambar 3.2 Penyimpangan KDM
3.2.4 Diagnosis keperawatan
3.2.4.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
Klien mengeluh nyeri di perberat jika klien bergerak di tempat tidur dan
nyerinya meringan jika berbaring, klien mengatakan nyerinya perih
seperti luka sayatan, nyerinya tidak menyebar hanya di bagian bekas
operasi, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul dengan waktu yang tidak
diketahui klien, klien tampak lemah, klien tampak meringis, klien masih
hanya dapat berbaring di tempat tidur, klien hanya dapat mobilisasi di
tempat tidur, klien tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara
mandiri melainkan membutuhkan bantuan orang lain baik keluarga
maupun perawat, keadaan umum klien tampak sedang, tekanan darah:
155/98 mmHg, MAP: 117 mmHg (tidak normal, normal 70-99 mmHg),
nadi: 103x/menit (takikardia)
3.2.4.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dibuktikan dengan Klien mengatakan sesak nafas hilang timbul, klien
tampak sesak nafas, mengeluarkan sputum dari mulutnya, respirasi:
22x/menit, SpO2: 98% (nasal kanul 3Lpm), 89% (RA).
3.2.4.3 Defisit nutrisi berhubungan kurangnya asupan makanan dibuktikan
dengan Keluarga klien mengatakan, klien mengalami penurunan nafsu
makan, klien hanya makan 2-3 sendok dan tidak menghabiskan porsi
makan, IMT: 12,9 (sangat kurus), bibir tampak kering dan pecah-pecah,
terdapat 2 stomatitis pada bibir, bentuk abdomen masuk ke dalam,
hemoglobin L 12,4 g/dl.
3.2.4.4 Risiko perdarahan dibuktikan dengan Klien post-op TURP, klien
terpasang kateter untuk irigasi urine tampung dengan jumlah urine
5100cc dalam 24 jam berwarna merah, Kalium L 3.33 Mmol/L, Natrium
L 133 Mmol/L
3.2.4.5 Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan
dibuktikan dengan Keluarga klien mengatakan tidak pernah
memperhatikan kebersihan kuku klien, keluarga mengatakan klien tidak
pernah melakukan oral hygiene dan hanya berkumur saat mandi, klien
belum pernah mandi selama di rumah sakit, klien belum pernah mencuci
rambut selama di rumah sakit, kuku klien terlihat panjang dan kotor
berwarna kehitaman,
kanal auditori kotor, terdapat serumen, gland penis terlihat kotor bercak
darah.
3.3 Intervensi
3.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
Klien mengeluh nyeri di perberat jika klien bergerak di tempat tidur dan
nyerinya meringan jika berbaring, klien mengatakan nyerinya perih seperti
luka sayatan, nyerinya tidak menyebar hanya di bagian bekas operasi,
skala nyeri 5, nyeri hilang timbul dengan waktu yang tidak diketahui klien,
klien tampak lemah, klien tampak meringis, klien masih hanya dapat
berbaring di tempat tidur, klien hanya dapat mobilisasi di tempat tidur,
klien tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri melainkan
membutuhkan bantuan orang lain baik keluarga maupun perawat, keadaan
umum klien tampak sedang, tekanan darah: 155/98 mmHg, MAP: 117
mmHg, nadi: 103x/menit (takikardia)
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka tingkat
nyeri menurun dengan kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun (klien tidak mengeluh nyeri)
2. Keadaan lemah menurun (klien tidak tampak lemah)
3. Mobilisasi meningkat (klien dapat duduk di tempat tidur tanpa
bantuan orang lain)
4. Meringis menurun (klien tampak tidak meringis)
5. Skala nyeri menurun (skala nyeri 1)
6. Frekuensi nadi membaik
(60-100x/menit) Intervensi:
1. Monitor frekuensi nadi
2. Monitor keluhan nyeri
3. Monitor keadaan umum
4. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
5. Identifikasi skala nyeri
6. Identifikasi respon nyeri non verbal
7. Identifikasi mobilisasi
8. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
9. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
10. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Ajarkan dan libatkan keluarga teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
12. Kolaborasi pemberian analgesik
3.3.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dibuktikan dengan Klien mengatakan sesak nafas hilang timbul, klien
tampak sesak nafas, mengeluarkan sputum dari mulutnya, respirasi:
22x/menit, SpO2: 98% (nasal kanul 3Lpm), 89% (RA).
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka bersihan
jalan nafas meningkat dengan kriteria hasil:
1. Produksi sputum menurun (klien dapat mengeluarkan sputum tanpa
bantuan)
2. Ronkhi menurun (ronkhi terdengar samar)
3. Sesak nafas menurun (klien mengatakan dan tampak tidak sesak nafas)
4. Frekuensi nafas membaik (respirasi 16-20x/menit)
Intervensi:
1. Monitor frekuensi napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor bunyi napas tambahan
4. Monitor produksi sputum
5. Posisikan semi fowler
6. Berikan minum air hangat
7. Tambahkan cairan steril pada regulator oksigen
8. Berikan oksigen sesuai indikasi
9. Kolaborasi OAT
3.3.3 Defisit nutrisi berhubungan kurangnya asupan makanan dibuktikan dengan
Keluarga klien mengatakan, klien mengalami penurunan nafsu makan,
klien hanya makan 2-3 sendok dan tidak menghabiskan porsi makan, IMT:
12,9 (sangat kurus), bibir tampak kering dan pecah-pecah, terdapat 2
stomatitis pada bibir, bentuk abdomen masuk ke dalam, hemoglobin L
12,4 g/dl.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka status
nutrisi membaik dengan kriteria hasil:
1. Porsi makanan dihabiskan meningkat (klien menghabiskan ½ porsi
makanan setiap sekali makan)
2. Selera makan meningkat (klien terlihat lahap
makan) Intervensi:
1. Monitor asupan makan
2. Monitor nafsu makan
3. Monitor berat badan
4. Identifikasi status nutrisi
5. Lakukan oral hygiene sebelum makan
6. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
7. Sajikan makanan menarik dan suhu sesuai
8. Anjurkan posisi duduk saat makan
9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan
3.3.4 Risiko perdarahan dibuktikan dengan klien post-op TURP, klien terpasang
kateter untuk irigasi urine tampung dengan jumlah urine 5100cc dalam 24
jam berwarna merah, Kalium L 3.33 Mmol/L, Natrium L 133 Mmol/L.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat
perdarahan menurun dengan kriteria hasil:
1. Hematuria menurun (warna urine pada urine bag tidak kemerahan
dan berwarna kuning)
2. Nilai elektrolit membaik (kalium 3,5-5,1 mmol/L, natrium 136-146
mmol/L)
Intervensi:
1. Monitor tanda gejala perdarahan
2. Monitor warna urine
3. Monitor nilai elektrolit dalam darah
4. Jelaskan tanda gejala perdarahan pada keluarga
5. Anjurkan pada keluarga segera melaporkan jika terjadi perdarahan
6. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan.
7. Kolaborasi cairan hipertonik
3.3.5 Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan dibuktikan
dengan Keluarga klien mengatakan tidak pernah memperhatikan
kebersihan kuku klien, keluarga mengatakan klien tidak pernah melakukan
oral hygiene dan hanya berkumur saat mandi, klien belum pernah mandi
selama di rumah sakit, klien belum pernah mencuci rambut selama di
rumah sakit, kuku klien terlihat panjang dan kotor berwarna kehitaman,
kanal auditori kotor, terdapat serumen, gland penis terlihat kotor bercak
darah.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka
perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil:
1. Kemampuan mandi meningkat (klien telah mandi dengan bantuan)
2. Kebersihan rambut meningkat (rambut tidak kasar)
3. Kebersihan mulut meningkat (mulut tampak bersih)
4. Kebersihan kuku meningkat (kuku tidak panjang dan bersih)
5. Kebersihan telinga meningkat (tidak terdapat serumen pada kanal
audiotori)
Intervensi:
1. Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
2. Monitor kebersihan tubuh
3. Sediakan peralatan mandi
4. Sediakan lingkungan yang nyaman
5. Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
6. Mandikan pasien
7. Cuci rambut klien
8. Bersihkan kuku
9. Bersihkan telinga
10. Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
11. Ajarkan dan libatkan keluarga cara memandikan pasien di tempat
tidur
3.4 Implementasi
Pada implementasi penulis melaksanakan intervensi yang telah disusun.
Penulis melakukan tindakan keperawatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan
yang berpusat pada klien. Implementasi mulai dilaksanakan pada tanggal 21 April
2022 pukul 11.30 WITA.
3.4.1 Kamis 21 April 2022
3.4.1.1 Diagnosis keperawatan 1
1) Pukul 13.20
Mengontrol lingkungan yang memperberat
nyeri Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Menutup sampiran klien.
2) Pukul 13.30
Memfasilitasi istirahat dan
tidur Data Subjektif:
Tidak ada.
Data Objektif: Klien tidur dalam posisi supine.
3) Pukul 15.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan masih nyeri.
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
4) Pukul 20.00
Memonitor keluhan nyeri
Data Subjektif: Klien mengatakan masih nyeri pada bekas operasi.
Data Objektif: Tidak ada.
5) Pukul 20.10
Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
Data Subjektif: Klien mengatakan masih
nyeri. Data Objektif: Klien meringis.
6) Pukul 23.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan masih nyeri.
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
3.4.1.2 Diagnosis keperawatan 2
1) Pukul 11.30
Memberikan minum air hangat
Data subjektif: Klien mengatakan lendirnya mudah keluar setelah minum
air hangat.
Data Objektif: Klien dapat mengeluarkan sputum dari mulutnya dengan
mudah.
2) Pukul 13.00
Menambahkan cairan steril pada regulator
oksigen Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Air mineral terisi sampai batas garis pada regulator oksigen.
3) Pukul 20.40
Memonitor frekuensi napas
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Respirasi 20x/menit (nasal kanul 3Lpm).
4) Pukul 21.00
Memonitor pola napas
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak sesak jika menggunakan oksigen.
Data Objektif: Klien tidak sesak saat memakai oksigen nasal kanul 3
Lpm.
3.4.1.3 Diagnosis keperawatan 3
1) Pukul 12.10
Menyajikan makanan secara menarik dan suhu sesuai
Data Subjektif: Klien mengatakan lebih suka jika makanan dari rumah sakit
disalin ke tempat makan yang dia miliki.
Data Objektif: Makanan disalin ke tempat makan pribadi klien.
2) Pukul 12.30
Mengolaborasikan dengan ahli gizi mengenai jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Diet tinggi kalori tinggi protein dengan makan secara
bertahap dan jenis makanan lunak dengan frekuensi
pemberian makan 3 kali makanan utama 1 kali makanan
ringan.
3.4.1.4 Diagnosis keperawatan 4
1) Pukul 07.00
Memberikan injeksi obat pengontrol
perdarahan Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Telah diinjeksi as. tranexamet 500mg melalui IV.
2) Pukul 11.30
Menjelaskan tanda gejala perdarahan pada keluarga
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan paham tanda gejala perdarahan.
Data Objektif: Keluarga klien dapat menyebutkan tanda gejala perdarahan.
3) Pukul 15.00
Memberikan injeksi obat pengontrol perdarahan.
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Telah diinjeksi as. tranexamet 500mg melalui IV.
4) Pukul 17.00
Memberikan cairan
hipertonik Data Subjektif:
Tidak ada
Data Objektif: Terpasang NaCl 3% 500 cc 7 tpm melalui IV.
5) Pukul 20.00
Menganjurkan keluarga klien melaporkan jika terjadi perdarahan
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan akan melaporkan perawat jika
terjadi perdarahan.
Data Objektif: Klien paham dengan menganggukkan kepala.
6) Pukul 22.00
Memonitor warna urine
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Warna urine kemerahan.
7) Pukul 23.00
Memberikan injeksi obat pengontrol
perdarahan Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Telah diinjeksi as. tranexamet 500mg melalui IV.
3.4.1.5 Diagnosis keperawatan 5
1) Pukul 21.00
Mengidentifikasi jenis bantuan saat
mandi Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Bantuan total dan mandi di tempat tidur
3.4.2 Jumat 22 April 2022
3.4.2.1 Diagnosis keperawatan 1
1) Pukul 07.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan masih nyeri
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
2) Pukul 09.00
Memberikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri berkurang.
Data Objektif: Terapi komplementer massage punggung untuk mengurangi
rasa nyeri.
3) Pukul 10.00
Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang telah diberikan
Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri berkurang setelah pijat punggung
Data Objektif: Tidak ada
4) Pukul 15.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan masih nyeri
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
5) Pukul 19.00
Monitor keluhan nyeri
Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri berkurang tetapi masih sedikit
nyeri saat bergerak.
Data Objektif: Klien tidak meringis.
6) Pukul 19.10
Monitor skala
nyeri
Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri turun skala 2.
Data objektif: Klien mengacungkan angka 2 pada
jarinya.
7) Pukul 19.20
Identifikasi respon nyeri non verbal
Data Subjektif: Klien mengatakan nyerinya
berkurang. Data Objektif: Klien tidak meringis.
8) Pukul 23.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak nyeri.
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
3.4.2.2 Diagnosis keperawatan 2
1) Pukul 06.00
Memberikan OAT
Data Subjektif: klien mengatakan telah minum obat
Data Objektif: Klien secara mandiri minum OAT 150mg melalui oral
2) Pukul 06.30
Memberikan oksigen indikasi
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak sesak.
Data Objektif: Oksigen menggunakan nasal kanul 3Lpm.
3) Pukul 14.00
Menambahkan cairan steril pada regulator
oksigen Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Air mineral terisi sampai garis batas level air pada regulator
oksigen.
4) Pukul 14.10
Mengatur posisi semi
fowler Data Subjektif:
Tidak ada.
Data Objektif: Klien dapat dengan mudah mengeluarkan sputum dari
mulutnya.
5) Pukul 19.00
Monitor suara napas tambahan
Data Subjektif: Tidak ada.
Data objektif: Terdengar ronkhi samar pada lapang paru kanan.
6) Pukul 19.10
Monitor pola
napas
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak
sesak Data Objektif: Klien tidak sesak
7) Pukul 19.20
Monitor frekuensi napas
Data Subjektif: Tidak
ada
Data objektif: Respirasi 19x/menit
SpO2 97% (nasal kanul 3Lpm)
3.4.2.3 Diagnosis Keperawatan 3
1) Pukul 07.00
Melakukan oral hygiene
Data Subjektif: Tidak
ada
Data Objektif: Mulut klien bersih
2) Pukul 12.30
Menganjurkan makan dalam posisi
duduk Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Klien makan dalam posisi duduk
3) Pukul 12.40
Monitor nafsu makan
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan nafsu makan klien
meningkat Data Objektif: Klien lahap saat makan
4) Pukul 13.00
Monitor asupan makan
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan klien dapat menghabiskan ½
porsi makanan
Data Objektif: Porsi makanan tersisa ½ porsi
3.4.2.4 Diagnosis Keperawatan 4
1) Pukul 07.00
Memberikan injeksi obat pengontrol perdarahan
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Telah diinjeksi as.Tranexamat 500mg melalui IV.
2) Pukul 09.00
Memonitor kadar elektrolit dalam
darah Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Kalium 3.74 mmol/L
Natrium L 129.2 mmol/L
3) Pukul 15.00
Memberikan injeksi obat pengontrol perdarahan
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Telah diinjeksi as.Tranexamat 500mg melalui IV.
4) Pukul 17.00
Memberikan cairan
hipertonik Data Subjektif:
Tidak ada
Data Objektif: Terpasang NaCl 3% 500 cc 7 tpm melalui IV.
5) Pukul 20.00
Memonitor warna urine
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Urine dalam urine bag berwarna kuning kemerahan
6) Pukul 23.00
Memberikan injeksi obat pengontrol
perdarahan Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Telah diinjeksi as.Tranexamat 500mg melalui IV.
3.4.2.5 Diagnosis keperawatan 5
1) Pukul 07.30
Menyediakan peralatan
mandi Data Subjektif:
Tidak ada
Data Objektif: Waskom 2 buah
Handuk besar 1 buah
Washlap 3 buah
Sabun mandi
Sampo
2) Pukul 08.00
Memandikan klien di tempat
tidur Data Subjektif: Tidak
ada.
Data Objektif: Klien telah mandi dengan bantuan.
3.4.3 Sabtu 23 April 2022
3.4.3.1 Diagnosis keperawatan 1
1) Pukul 07.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak nyeri.
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
2) Pukul 09.00
Memonitor keadaan umum
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Klien tidak tampak lemah.
3) Pukul 10.00
Mengajarkan dan melibatkan keluarga teknik non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan dapat melakukan pijat
punggung untuk mengurangi rasa nyeri pada klien.
Data Objektif: Keluarga klien dapat mempraktikan cara pijat punggu untuk
mengurangi rasa nyeri.
4) Pukul 11.00
Mengidentifikasi mobilisasi
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Klien dapat duduk di tempat tidur secara mandiri tanpa
bantuan orang lain.
5) Pukul 14.00
Memonitor keluhan nyeri
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak nyeri.
Data Objektif: Klien tidak meringis.
6) Pukul 14.05
Memonitor skala
nyeri
Data Subjektif: Klien mengatakan skala nyeri menurun menjadi 1.
Data Objektif: Klien tidak meringis
7) Pukul 14.10
Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak
nyeri. Data Objektif: Klien tidak meringis
8) Pukul 15.00
Memberikan injeksi analgesik
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak nyeri
Data Objektif: Telah diinjeksi ketorolac 30mg melalui IV.
9) Pukul 17.00
Memonitor frekuensi nadi
Data Subjektif: Tidak
ada
Data Objektif: Nadi 98x/menit
3.4.3.2 Diagnosis Keperawatan 2
1) Pukul 06.00
Memberikan OAT
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Klien secara mandiri minum OAT 150mg melalui oral.
2) Pukul 10.00
Memberikan oksigen sesuai indikasi
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak sesak
napas. Data Objektif: Oksigen nasal kanul 3Lpm.
3) Pukul 17.00
Memonitor produksi
sputum Data Subjektif:
Tidak ada.
Data Objektif: Klien dapat mengeluarkan sputum tanpa bantuan.
4) Pukul 17.05
Memonitor bunyi napas
tambahan Data Subjektif: Tidak
ada.
Data Objektif: Suara napas tambahan ronkhi terdengar samar pada lapang
paru kanan.
5) Pukul 20.30
Memonitor pola napas
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak sesak
napas. Data Objektif: Klien tidak sesak.
6) Pukul 21.00
Memonitor frekuensi napas
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Respirasi 19x/menit.
3.4.3.3 Diagnosis Keperawatan 3
1) Pukul 07.00
Memonitor asupan makanan
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan klien telah menghabiskan ½
porsi makanan.
Data Objektif: Klien dapat menghabiskan ½ porsi makan.
2) Pukul 07.05
Memonitor asupan makanan
Data Subjektif: Keluarga klien mengatakan klien mengalami peningkatan
nafsu makan.
Data Objektif: Klien lahap saat makan.
3.4.3.4 Diagnosis keperawatan 4
1) Pukul 07.00
Memberikan injeksi obat pengontrol
perdarahan Data Subjektif: Tidak ada.
Data objektif: Telah diinjeksi as.tranexamat 500mg melalui IV.
2) Pukul 09.00
Memonitor kadar elektrolit dalam
darah Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Kalium 3.74 mmol/L.
Natrium 139.2 mmol/L.
3) Pukul 15.00
Memberikan injeksi obat pengontrol perdarahan
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Telah diinjeksi as.tranexamat 500mg melalui IV.
4) Pukul 17.00
Memberikan cairan hipertonik
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Terpasang NaCl 3% 500 cc 7 tpm melalui IV.
5) Pukul 20.00
Memonitor warna urine pada urine bag
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Warna urine pada urine bag berwarna kuning.
3.4.3.5 Diagnosis keperawatan 5
1) Pukul 06.30
Mencuci rambut klien
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Rambut tidak kasar.
2) Pukul 07.00
Memotong dan membersihkan
kuku Data Subjektif: Tidak
ada.
Data Objektif: Kuku tidak panjang dan bersih.
3) Pukul 07.15
Membersihkan
telinga
Data Subjektif: Tidak ada
Data Objektif: Tidak terdapat serumen pada kanal audiotori.
4) Pukul 07.20
Membersihkan mulut klien (oral hygiene)
Data Subjektif: Tidak ada.
Data Objektif: Mulut klien bersih.
3.5 Evaluasi
Pada evaluasi penulis membandingkan antara hasil akhir dengan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap intervensi.
3.5.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
Klien mengeluh nyeri (pukul 17.00)
Subjektif: - Klien mengatakan tidak nyeri
-Klien mengatakan skala nyeri menurun menjadi
1 Objektif: - Klien tidak lemah
- Klien dapat duduk di tempat tidur secara mandiri tanpa
bantuan orang lain
- Klien tidak meringis
- Frekuensi nadi 98x/menit
Assesment: Masalah teratasi
Planning: Intervensi dipertahankan. Ajarkan dan libatkan keluarga
teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
3.5.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dibuktikan dengan Klien mengatakan sesak nafas hilang timbul (Pukul
21.00)
Subjektif: - Klien mengatakan tidak sesak napas
Objektif: - Klien dapat mengeluarkan sputum tanpa bantuan
- Suara napas tambahan ronkhi terdengar samar pada lapang
paru kanan
- Klien tidak sesak
- Respirasi 19x/menit
Assesment: Masalah teratasi
Planning: Intervensi dipertahankan. Posisikan semi fowler, berikan
minum air hangat, tambahkan cairan steril pada regulator
oksigen, berikan oksigen sesuai indikasi
3.5.3 Defisit nutrisi berhubungan kurangnya asupan makanan dibuktikan
dengan IMT: 12,9 (sangat kurus) (pukul 07.05)
Subjektif: - Keluarga klien mengatakan klien telah menghabiskan ½
porsi makanan
Objektif: - Klien dapat menghabiskan ½ porsi makan
- Klien lahap saat makan
Assesment: Masalah teratasi
Planning: Intervensi dipertahankan. Berikan makanan tinggi kalori
tinggi protein, anjurkan posisi duduk saat makan, kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.
3.5.4 Risiko perdarahan dibuktikan dengan Klien post-op TURP
(20.00) Subjektif: - Warna urine pada urine bag berwarna
kuning Objektif: - Kalium 3.74 mmol/L
- Natrium 139.2 mmol/L
Assesment: Masalah teratasi
Planning: Intervensi dipertahankan. Kolaborasi pemberian
obat pengontrol perdarahan, kolaborasi cairan
hipertonik
3.5.5 Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan dibuktikan
dengan Keluarga klien mengatakan tidak pernah mandi selama di rumah
sakit (07.15)
Subjektif: Tidak ada
Objektif: - Klien telah mandi dengan bantuan
- Rambut tidak kasar
- Kuku tidak panjang dan bersih
- Tidak terdapat serumen pada kanal audiotori
- Mulut bersih
Assesment: Masalah teratasi
Planning: Intervensi dipertahankan. Pertahankan kebiasaan kebersihan
diri
BAB 4
PEMBAHASA
N
Penulis membahas tentang kesenjangan antara teori dengan kasus pada Tn.
L. Setelah mempelajari landasan teori dan melaksanakan asuhan keperawatan
pada klien Tn. L dengan Post-Op TURP BPH di Ruang Anggrek A Rumah Sakit
dr. H. JUSUF SK Tarakan mulai tanggal 21 April 2021 sampai dengan 23 April
2022, maka pada bab ini penulis mengemukakan kesenjangan antara teori dengan
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. L dengan Post-Op TURP BPH.
Adapun kesenjangan tersebut akan diuraikan sesuai dengan langkah-langkah
proses keperawatan sebagai berikut:
4.1 Pengkajian
Pada tahap pengkajian penulis memiliki hambatan dalam berkomunikasi
dengan klien yang lebih fasih berbahasa Bugis. Keperawatan meyakini bahwa
setiap individu pasien itu adalah unik, berbeda satu dengan yang lainnya. Setiap
pasien memiliki nilai-nilai dan keyakinan serta kebudayaan yang beragam dan
berbeda-beda. Joint Commission International menuliskan bahwa institusi
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit berkarya untuk mewujudkan rasa percaya
pasien, menjalin komunikasi terbuka dengan mereka serta untuk memahami dan
melindungi nilai-nilai budaya, psikososial, dan spiritual mereka. Hasil perawatan
akan lebih baik jika pasien dan keluarganya dilibatkan dalam pengambilan
keputusan dan proses perawatan pasien sesuai dengan budaya mereka. Artinya
setiap individu pasien perlu dihormati dan dilindungi nilai-nilai dan
kebudayaannya sesuai dengan keragaman dan keunikannya sebagai individu
(Erni, 2018). Selama proses wawancara dengan klien ataupun keluarga klien,
klien dan keluarganya bersifat terbuka dan kooperatif dalam menjawab pertanyaan
dan mengungkapkan masalah yang dirasakan klien. Selain itu penulis juga
menjalin kerja sama dengan perawat ruangan untuk memperoleh informasi
mengenai perkembangan kesehatan pada Tn. L.
Berdasarkan proses pengkajian pada Tn. L dengan Post-Op TURP BPH di
Ruang Anggrek A Rumah Sakit dr. H. Jusuf SK Tarakan pada tanggal 21 April
2022 sampai dengan 23 April 2022 didapatkan beberapa kesenjangan antara teori
dan kasus yang diperoleh dari lahan praktik di Rumah Sakit dr. H. Jusuf SK
Tarakan.
4.1.1 Riwayat kesehatan dahulu
Doengoes (2012), klien dengan BPH memiliki riwayat merokok aktif
maupun pasif. Berdasarkan pengkajian Tn. L, keluarga klien mengatakan klien
tidak pernah merokok. Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko dari kejadian
BPH dan responden yang memiliki kebiasaan merokok berisiko 3.756 kali terjadi
BPH dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok
pada responden yang berkunjung di Klinik Urologi RSUD. Dr. Soedarso
Pontianak (Bagus, 2016).
4.1.2 Spiritual
Pasien dengan post operasi TURP BPH dapat melakukan ibadah agama
yang dianutnya dengan kemampuan yang dimilikinya. Shalat merupakan salah
satu bentuk interaksi langsung antara manusia dengan tuhannya, maka dari itu
ketika kita melakukan atau melaksanakan shalat kita di anjurkan untuk khusyuk
dalam shalat yang dia lakukan supaya shalat tersebut bisa di terima oleh Tuhan
Yang Maha Esa, selain dari itu shalat memiliki berbagai macam keistimewaan.
Berdasarkan pengkajian Tn. L, klien tidak shalat 5 waktu dikarenakan lebih sering
berbaring di tempat tidur karena sakitnya. Seseorang yang sakit tetap diwajibkan
untuk mendirikan shalat dengan melakukan gerakan dan posisi-posisi shalat sebisa
dan semampu yang dia lakukan, meski pun tidak sampai sempurna. Dalilnya
adalah firman Allah SWT : Dan bertaqwalah kepada Allah semampu yang kamu
bisa (QS. At-Taghabun : 16). Dan juga sabda Rasulullah SAW : Bila kalian
diperintah untuk mengerjakan sesuatu, maka kerjakannya semampu yang bisa
kamu lakukan. (HR.Bukhari) Prinsipnya, apa pun gerakan dan bacaan shalat yang
masih bisa dikerjakan, maka tetap wajib untuk dikerjakan. Dan apa yang sama
sekali sudah mustahil bisa dilakukan, barulah boleh untuk ditinggalkan (Ahmad,
2018).
4.1.3 Keadaan umum
Pada umumnya klien Post-Op TURP BPH memiliki RR dalam batas normal
18-20x/ menit. Sedangkan pada pengkajian yang dilakukan kepada Tn. L respirasi
klien mencapai 22x/menit dengan keluhan sesak napas. Hal ini disebabkan karena
klien saat ini mengidap TBC Paru dengan OAT bulan ke 5. Pasien tuberkulosis
paru
akan mengalami sesak nafas. Otot bantu nafas pada pasien yang mengalami sesak
nafas dapat bekerja saat terjadi kelainan pada respirasi. Hal ini bertujuan untuk
dapat mengoptimalkan ventilasi nafas. Sesak nafas terjadi karena kondisi
pengembangan paru yang tidak sempurna akibat bagian paru yang terserang tidak
mengandung udara atau kolaps. Bentuk dan gerakan pernapasan pada klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan
proporsi diameter bentuk dada anterior-posterior dibandingkan proporsi diameter
lateral (Winda, 2020).
4.1.4 Istirahat dan tidur
Pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat amat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien. Klien sering mengeluh pola tidurnya
terganggu (Doengoes, 2012). Berdasarkan pengkajian pada Tn. L di dapatkan
bahwa saat di rumah sakit, klien lebih sering tertidur. Saat malam klien sudah
tidur pukul 21.00 dan bangun pukul 05.00. Di pagi hari klien kembali tidur pukul
09.00 sehingga total jam tidur klien selama di rumah sakit yaitu 10 jam. Klien
hanya terbangun 1-2 kali saat malam dan tertidur kembali, tidak terjaga di malam
hari. Berdasarkan penelitian Rahma dan Hening (2015) bahwa efektivitas tidur
klien dewasa di rumah sakit secara umum berada pada tingkat sedang, yang
sebaiknya berada pada tingkat tinggi. Durasi total tidur yang didapat oleh pasien
rerata sebesar 54,61 dari rentang 0-100, yang berarti hanya 5,46 jam durasi total
tidur klien dewasa di rumah sakit. Penafsiran ini didapat karena ada beberapa
rentang garis pada kuesioner yang dapat direfleksikan sebagai suatu waktu, yaitu
dari 0±10 jam. Hal tersebut ternyata tidak seimbang dengan pencapaian periode
total tidur pasien yaitu rerata sebesar 73,43 dari rentang 0±100, artinya klien
dewasa yang rawat inap di rumah sakit rerata memiliki periode total tidur
sebanyak 7,34 jam.
4.1.5 Persarafan
Klien dengan Post-Op TURP BPH akan mengalami menggigil, kesadaran
menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat sampai pada syok
septik (Doengoes, 2012). Sedangkan pengkajian yang dilakukan pada Tn. L di
dapatkan klien tidak menggigil, suhu tubuh dalam rentang normal 36,3 oC. Tidak
terdapat tanda infeksi hingga mengalami syok septik. Sepsis berat terjadi sebagai
akibat dari infeksi yang didapat dari komunitas dan nosokomial. Pneumonia ialah
penyebab paling umum, mencapai setengah dari semua kasus, diikuti oleh infeksi
intra abdominal dan infeksi saluran kemih. Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pneumoniae ialah bakteri Gram positif paling sering, sedangkan
Escherichia coli, Klebsiella spp, dan Pseudomonas aeruginosa predominan di
antara bakteri Gram negatif (Diana, 2018).
4.1.6 Perkemihan
Doengoes (2012), terdapat massa padat di bawah abdomen bawah (distensi
kandung kemih) dan pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder dan
terdapat nyeri tekan. Berdasarkan pengkajian pada Tn. L didapatkan bahwa tidak
terdapat massa pada abdomen bawah (distensi kandung kemih). Pada supra
simfisis tidak teraba distensi bladder dan tidak terdapat nyeri tekan.
4.1.7 Pencernaan
Pada pasien dengan post-op TURP BPH terdapat rasa mual dan terjadi
muntah (Doengoes, 2012). Sedangkan hasil pengkajian tidak ditemukan keluhan
mual dan terjadi muntah dari klien Tn. L. Mendeteksi awal TURP syndrome
dengan melihat tanda dan gejala melalui tiga sistem utama yaitu sistem saraf pusat
(gelisah, sakit kepala, bingung, koma, kejang, gangguan penglihatan, mual
muntah), sistem kardiorespirasi (hipertensi, hipotensi, bradikardi, takikardi,
takipnea, hipoksia, edema paru) dan sistem metabolik ginjal (Hiponatremia,
hiperglisinemia, hemolisis intravaskular, gagal ginjal akut) (Sumarno, 2014).
4.1.8 Integumen
Doengoes (2012), pada umumnya klien akan mengalami kulit terasa panas
karena peningkatan suhu tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis klien
menggigil, kesadaran menurun. Menurut data yang ditemukan saat pengkajian di
dapatkan bahwa klien tidak memiliki keluhan kulit panas dan tidak mengalami
menggigil akibat peningkatan suhu tubuh. Klien juga tidak mengalami penurunan
kesadaran.
4.2 Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan maka penulis memperoleh
data-data yang diperlukan untuk menegakkan suatu diagnosis keperawatan yang
sesuai dengan keadaan data yang ditemukan pada Tn. L dengan diagnosis Post-Op
TURP BPH. Antara diagnosis keperawatan yang penulis peroleh dari dasar teori
dengan yang penulis temukan di lapangan memiliki beberapa perbedaan. Penulis
mengambil sumber buku terkait dengan penegakan diagnosis keperawatan yaitu
diagnosis menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) (2017).
4.2.1 Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. L dengan diagnosis Post-Op TURP
BPH terdapat diagnosis keperawatan yang tidak ditegakkan sesuai dengan
diagnosis keperawatan menurut PPNI (2017) yaitu:
4.2.1.1 Gangguan eleminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal:
bekuan darah, edema. Menurut PPNI (2017), gangguan eliminasi urine
memiliki definisi yaitu disfungsi eliminasi urine. Dengan beberapa data
mayor yaitu distensi kandung kemih, berkemih tidak tuntas. Diagnosis ini
tidak dapat diangkat karena pada pengkajian pada Tn. L, klien telah
melakukan operasi TURP dimana, tidak terdapat lagi keluhan berupa
distensi kandung kemih dan keluhan berkemih tidak tuntas.
Selain itu juga di pasangkan kateter three away sehingga klien dengan
post- op TURP tidak mengalami gangguan eliminasi urine. Kateter three
way yang mempunyai 3 buah jalan antara lain untuk mengembangkan
balon satu cabang sebagai pengunci, cabang lainnya digunakan untuk
mengalirkan urine dari kandung kemih dan dapat disambung dengan
tabung tertutup dari kantung urine. Dan satu percabangan lagi yang
berfungsi untuk mengalirkan air pembilas (irigasi) yang dimasukan ke
dalam selang infus. Kateter ini biasanya dipakai setelah operasi prostat
untuk mencegah timbulnya bekuan darah (Wahyu, 2014).
4.2.1.2 Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek
sekunder dari prosedur pembedahan. Risiko Infeksi dapat dihubungkan
dengan faktor risiko diantaranya penyakit kronis (mis. diabetes melitus),
efek prosedur infasif, malnutrisi, peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer dan
ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.
PPNI (2017), risiko infeksi adalah berisiko mengalami peningkatan
terserang organisme patogen. hal tersebut dapat menjadi risiko bila ada
luka ataupun jalan masuk organisme tersebut. Sedangkan pada tindakan
operasi TURP tidak ada pembentukan luka yang dibuat sehingga tidak
menjadi
risiko infeksi pada klien.
4.2.2 Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. L dengan diagnosis Post-Op TURP
BPH terdapat diagnosis keperawatan yang tidak terdapat di teori dan
ditegakkan pada kasus karena sesuai dengan diagnosis keperawatan
menurut PPNI (2017), yaitu:
4.2.2.1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten yang disebabkan oleh beberapa
penyebab berupa fisiologi dan situasional. Penyebab fisiologi yaitu spasme
jalan napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda
asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
hiperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek agen
farmakologi. Dan penyebab situasional berupa merokok aktif, merokok
pasif, dan terpajan polutan (PPNI, 2017). Diagnosis ini tidak terdapat pada
teori karena disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang dibuktikan dengan
adanya tanda gejala mayor dan minor pada Tn. L yang saat ini juga
mengidap TBC Paru on OAT bulan ke 5. Adapun data yang muncul saat
pengkajian yaitu klien mengatakan sesak nafas hilang timbul, klien tampak
sesak nafas, mengeluarkan sputum yang berlebih dari mulutnya, respirasi:
22x/menit, Dan SpO2: 98% (nasal kanul 3Lpm), 89% (RA). Data-data
berikut yang membuat semakin kuatnya alasan mengapa bersihan jalan
napas di tegakkan oleh penulis.
4.2.2.2 Defisit nutrisi berhubungan kurangnya asupan makanan. Asupan nutrisi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Penyebabnya
berupa kurangnya asupan makanan, ketidakmampuan menelan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrisi, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi, dan faktor
psikologis. (PPNI, 2017). Diagnosis ini tidak terdapat pada teori karena
disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang dibuktikan saat pengkajian
dengan Tn. L. Keluarga klien mengatakan, klien mengalami penurunan
nafsu makan, klien hanya makan 2-3 sendok dan tidak menghabiskan porsi
makan, IMT: 12,9 (sangat kurus), bibir tampak kering dan pecah-pecah,
terdapat 2 stomatitis, bentuk abdomen masuk ke dalam. Data-data berikut
yang membuat semakin kuatnya alasan mengapa defisit nutrisi di tegakkan
oleh penulis.
4.2.2.2 Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan. Tidak
mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.
Penyebabnya berupa gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskuler,
kelemahan, gangguan psikologis dan/atau psikotik, dan penurunan
motivasi/minat. (PPNI, 2017). Diagnosis ini tidak terdapat pada teori
karena disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang dibuktikan saat
pengkajian dengan Tn. L. Keluarga klien mengatakan tidak pernah
memperhatikan kebersihan kuku klien, keluarga mengatakan klien tidak
pernah melakukan oral hygiene dan hanya berkumur saat mandi, klien
belum pernah mandi selama di rumah sakit, klien belum pernah mencuci
rambut selama di rumah sakit, kuku klien terlihat panjang dan kotor
berwarna kehitaman, kanal auditori kotor, terdapat serumen, gland penis
terlihat kotor bercak darah. Data-data berikut yang membuat semakin
kuatnya alasan mengapa defisit perawatan diri dengan spesifik mandi di
tegakkan oleh penulis.
4.3 Intervensi
Intervensi merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan setelah
dilakukan diagnosis keperawatan. Rencana keperawatan merupakan segala bentuk
terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan
kesehatan klien individu, keluarga, dan komunitas (PPNI, 2018). Pada tahap
perencanaan penulis menemukan perbedaan antara teori dan juga kasus yang
diambil pada Tn. L semua tindakan disesuaikan dengan perencanaan yang telah
ditentukan dan disesuaikan dengan kondisi klien. Adapun beberapa tindakan yang
tidak dimasukkan dalam perencanaan yaitu:
4.3.1 Nyeri akut
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi serta latihan nafas dalam bila nyeri
timbul. Intervensi ini tidak dilakukan pada Tn. L karena terapi non
farmakologis yang diberikan pada klien adalah berupa massage punggung.
Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi
nonfarmakologi. Ardinata (2017) menyebutkan bahwa intervensi
nonfarmakologis merupakan intervensi yang cocok untuk pasien yang
tidak ingin menggunakan terapi obat dalam mengatasi nyerinya dan pasien
yang merasa cemas karena masih merasakan nyeri setelah menggunakan
terapi farmakologi. Slow strok back massage, distraksi, relaksasi nafas
dalam, imajinasi terbimbing dan hipnosis adalah contoh intervensi
nonfarmakologis yang sering digunakan dalam keperawatan dalam
mengelola nyeri (Rossalinda, 2015). Slow stroke back massage adalah
stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Salah satu
langkah sederhana dalam upaya menurunkan nyeri dengan melakukan
masase dan sentuhan. Massage dan sentuhan merupakan tehnik integrasi
sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom. Sentuhan
sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respon relaksasi.
Relaksasi sangat penting dalam membantu klien untuk meningkatkan
kenyamanan dan membebaskan diri dari ketakutan serta stres akibat
penyakit yang dialami dan nyeri yang tak berkesudahan (Suryani &
Fitriani, 2017)
4.3.2 Risiko perdarahan
Anjurkan pada klien untuk diet makanan tinggi serat dan rutin minum obat
untuk memudahkan defekasi. karena klien mendapatkan diet tinggi kalori
tinggi protein oleh ahli gizi. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)
adalah diet yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal.
Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan
sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging. Diet TKTP memiliki
banyak tujuan salah satunya mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan
tubuh yang baik untuk mencegah risiko perdarahan (Rumah Sakit
Samarinda Medika Citra, 2018).
4.4 Implementasi
Pada tahap ini pengaplikasian intervensi penulis akan melakukan tindakan-
tindakan dalam perencanaan yang telah disusun pada tahap pengumpulan data,
pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan penulis disesuaikan dengan
rencana yang telah disusun. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Namun, dari beberapa intervensi yang dibuat ada beberapa intervensi yang tidak
maksimal dikarenakan pengetahuan dan keterampilan penulis saat melakukan
intervensi tersebut.
Dalam melakukan implementasi tidak didapatkan masalah yang begitu
berarti, klien dan keluarga bersifat terbuka, klien dan keluarga bersifat kooperatif
dan mudah untuk diajak kerja sama, mudah untuk menerima penjelasan dan saran
serta klien berpartisipasi aktif dalam tindakan keperawatan sehingga intervensi
yang dibuat dapat diimplementasikan.
4.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan fase terakhir dari proses keperawatan untuk menilai
asuhan keperawatan yang telah diberikan pada Tn. L dengan diagnosis medis
Post- Op TURP BPH selama 3 hari dimulai tanggal 21 sampai 23 April 2021
berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan pada perencanaan,
penulis dapat menyimpulkan dari lima diagnosis keperawatan, telah teratasi
seluruhnya. Dan seluruh intervensi masih dipertahankan sampai klien keluar
rumah sakit. Adapun intervensi yang dipertahankan yaitu:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
intervensi yang dipertahankan:. Ajarkan dan libatkan keluarga teknik non
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri dengan tujuan membantu
pasien mengatasi saat rasa nyeri muncul dan memudahkan pasien untuk
mengontrol nyeri dengan cara sederhana (Doengoes, 2014).
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi.
intervensi yang dipertahankan: Posisikan semi fowler, berikan minum air
hangat, tambahkan cairan steril pada regulator oksigen, berikan oksigen
sesuai indikasi. Penulis mempertahan intervensi untuk dilanjutkan pada
pasien dengan tujuan masalah yang telah teratasi tidak kembali menjadi
keluhan pasien. Menurut Andarmoyo (2012), suplai oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, tindakan ini juga bisa meningkatkan
ekspansi paru secara maksimal. Memberikan oksigenasi tambahan sesuai
indikasi dapat
memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan napas
serta tindakan untuk penyelamatan hidup. Konsumsi air hangat dapat
membantu mengurangi kekentalan sputum melalui proses induksi yang
akan mengakibatkan arteri di area leher mengalami vasodilatasi
(pelebaran pembuluh darah) serta memudahkan cairan pada pembuluh
darah terikat oleh mukus atau sekret.
3) Defisit nutrisi berhubungan kurangnya asupan makanan.
intervensi yang dipertahankan: berikan makanan tinggi kalori tinggi
protein, anjurkan posisi duduk saat makan, kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan. Ahli
gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih
makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya
(Doengoes, 2014).
4) Risiko perdarahan dibuktikan dengan Klien post-op TURP.
intervensi yang dipertahankan: kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, kolaborasi cairan hipertonik. Pemeriksaan lab seperti
hemoglobin diperiksa 24 jam setelah operasi pada kelompok yang
diberikan asam tranexamat memiliki rata-rata kadar hemoglobin yang
lebih tinggi dari kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa asam
tranexamat dapat memberikan efek menurunkan perdarahan secara
efektif karena perdarahan setelah operasi (Dwikora, 2019).
5) Defisit perawatan diri (mandi) berhubungan dengan kelemahan.
intervensi yang dipertahankan: kebiasaan kebersihan diri. Dipertahankan
Untuk mempercepat proses penyembuhan dan mencegah terjadinya
komplikasi (Doengoes, 2014).
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. L dengan Post-Op TURP


BPH di Ruang Anggrek A Rumah Sakit dr. H. Jusuf SK Tarakan pada tanggal 21
sampai dengan 23 April 2022. Dapat disimpulkan pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Tn. L yang meliputi pengkajian dan menganalisis data,
perumusan diagnosis keperawatan, membuat intervensi keperawatan, melakukan
implementasi dan melakukan evaluasi. Penulis dapat melaksanakan setiap tahap
sesuai dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis
berdasarkan yang telah dipelajari selama proses pembelajaran. Pengkajian pada
Tn. L dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kondisi klien. Penulis
mendapat hasil pengkajian menyeluruh untuk mendapatkan data yang akurat Tn.
L sesuai dengan kondisi klien. Dengan melakukan proses keperawatan penulis
mengemukakan kesenjangan antara tinjauan pustaka dan laporan kasus dengan
diagnosis Post-Op TURP Benign Prostatic Hyperplasia diantaranya, pada
tinjauan pustaka didapatkan 5 diagnosis yang dapat ditegakkan pada pasien Post-
Op TURP Benign Prostatic Hyperplasia, dan di dalam laporan kasus juga terdapat
5 diagnosis keperawatan, tetapi 3 diagnosis diantaranya tidak terdapat pada
tinjauan pustaka.
Faktor pendukung dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
yaitu sikap keluarga klien yang ramah dan berperan aktif pada setiap tindakan
yang dilakukan, serta izin yang diberikan pihak rumah sakit, tersedianya fasilitas
dari institusi yang menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien, dan
peran perawat ruangan yang membantu dalam memperhatikan keadaan klien.
Faktor penghambat dalam melaksanakan asuhan keperawatan ini selain waktu
yang singkat dan keterbatasan waktu penulis dalam melakukan perawatan pada
klien 24 jam sehingga penulis mendelegasikan perawatan selanjutnya pada
perawat ruangan serta klien kurang fasih berbahasa Indonesia dan lebih fasih
berbahasa Bugis, klien juga mengalami penurunan fungsi pendengaran.
Pemecahan masalah yang dilakukan pada Tn. L didapatkan dari pelaksanaan
tindakan keperawatan pada Tn. L yang telah dilakukan dengan baik berdasarkan
rencana yang telah disusun yaitu dengan cara melakukan tindakan mandiri dan
berkolaborasi dengan tim medis
lainnya. Pada tahap evaluasi seluruh masalah keperawatan sudah teratasi dengan
mengacu pada kriteria hasil yang telah ditetapkan pada tujuan saat menyusun
intervensi. Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dapat
didokumentasikan dengan baik.
5.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, maka saran yang dapat penulis kemukakan adalah
sebagai berikut:
5.2.1 Saran Untuk Mahasiswa
Diharapkan mampu meningkatkan atau membuka wawasan dan
keterampilan dasar untuk memperbarui ilmu tentang proses keperawatan
dan teori yang ada dengan yang nyata yang terjadi di lapangan saat
melakukan praktik kerja keperawatan.
5.2.2 Saran Untuk Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit dapat meningkatkan kualitas serta sarana dan
prasarana dan mempertahankan beberapa hal yang menjadi keunggulan
dalam perawatan pasien khususnya pada pasien dengan diagnosis Post-Op
TURP BPH.
5.2.3 Saran Untuk Institusi
Diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran asuhan keperawatan yang
sesuai dengan standar praktik keperawatan pada pasien dengan Post-Op
TURP BPH.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta:


Graha Ilmu.
Ardinata. (2017). Multidimensional Nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah
Sumatera Utara, 77-81.
Ariasti, D. A. (2014). Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada Terhadap Pasien
ISPA Di Desa Pucung Eromoko Wonogiri. Jurnal Keperawatan vol.2
No.2.
Bagus Setyawan, I. S. (2016). hubungan gaya hidup dengan kejadian Benign
Prostate Hyperplasia studi di RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Peminatan
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhamadiyah.
Collins. (2017). Transurethral resection prostate. Diambil kembali dari
Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/449781-overview
Debora. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika.
Dermawan. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Keperawatan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Diana S. Purwanto, D. A. (2018). Mekanisme Kompleks Sepsis dan Syok Septik.
Jurnal Biomedik (JBM), 143-151.
Doenges, M. E. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Dwikora Novembri Utomo, T. H. (2019). The Effect Of Tranexamic Acid
Injection On Hemoglobin Level, Albumin Level, And Pain On Patien
Receiving Total Knee Replacement. Journal Orthopaedi and
Traumatology, 1-11.
Elisa, I. (2021). Etika Keperawatan: Pengertian, Prinsip dan Tujuan. Diambil
kembali dari deepublish Cerdas, Bahagia, Mulia, Lintas Generasi:
https://penerbitbukudeepublish.com/etika-keperawatan/
Enie Novieastari, J. G. (2018). Pelatihan Asuhan Keperawatan Peka Budaya
Efektif Meningkatkan Kompetensi Kultural Perawat. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 27-33.
Fitria, N. C. (2017). Buku Keterampilan Kebutuhan Dasar Manusia (KDM) Skill
Lab II. Sukoharjo: Jasmine.
Haryono, R. (2012). Keperawatan medical bedah system perkemihan.
Yogyakarta: rapha publishing.
Joyce. (2014). Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta: Salemba Medika.
Kapoor, A. (2012). Benign prostatic hyperplasia (BPH) management in the
primary care setting. Can. J. Urol, 8.
Keith L, M. A. (2013). Anatomi berorientasi klinis. Edisi Kelima, Jilid 1. Erlangga.
Khamriana, K. S. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan kejadian
BPH ( Prostat Benigna Hyperplasia) di Ruang Poli Urologi RSUD.
Kusuma, N. &. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction
Jogja.
lingga, B. (2019). peningkatan mutu perawat dan asuhan keperawatan melalui
evaluasi keperawatan.
Mochtar CA, U. R. (2015). Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat
Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH). edisi ke-2. Ikatan Ahli Urologi
Indonesia.
Muttaqin, A. (2012). Pengkajian Keperawaan Aplikasi Pada Praktik Klinik.
Jakarta: Salemba Medika.
Prabowo, E. &. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Presti J, e. a. (2013). Neoplasm of The Prostate Gland. The McGraw Hill
Compaines Inc.
Rahma Marfiani, H. P. (2015). Karakteristik Subjekyif Tidur Klien Rawat Inap
Dewasa Di Rumah Sakit X Depok. Jurnal Keperawatan Indonesia, 149-
156.
Rendy, c. (2012). Asuhan keperawatan medical bedah penyakit dalam. .
Yogyakarta: Nuha Medika.
Rossalinda. (2015). Pemberian slow stroke back massage (ssbm) terhadap
penurunan intensitas nyeri pada asuhan keperawatan tn. S dengan akut low
back pain (lbp) di ruang parang seling rs orthopedi prof. Dr. R. Soeharso. .
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada.
Rosyidin, K. (2013). Prosedur Praktik Keperawatan Jilid 1. Jakarta: CV. Trans
Info Media.
Rumah Sakit Samarinda Medika Citra. (2022, mei 13). diet tinggi kalori tinggi
protein. Diambil kembali dari
rsusmc.com: https://rsusmc.com/2018/03/20/diet-tinggi-
kalori-tinggi-protein/
Sarwat, A. (2018). Shalat Orang Sakit . Jakarta: Rumah Fiqih Publishing.
SEER Training Modules. (2022, mei 20). Surveillance, Epidemiology and End
Results (SEER) Program. Diambil kembali dari U. S. National Institutes of
Health, National Cancer Institute.: https://training.seer.cancer.gov/
Setyawan, B. S. (2016). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Benign Prostate
Hyperplasia.
Sumarno Adi Subrata, T. W. (2014). Penyusunan Turp Syndrome Tool Assessment.
Muhammadiyah Journal of Nursing, 117-127.
Suryani, S. &. (2017). Pengaruh tindakan slow stroke back massage dengan virgin
coconut oil terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post sectio
caesarea di ruang nakula rs. Permata bunda purwodadi. The shine cahaya
dunia d-iii keperawatan.
Suryawan. (2016). Hubungan Usia Dan Kebiasaan Merokok Terhadap Terjadinya
Bph Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2015. Jurnal
Medika Malahayati, bandar lampung.
Tanto. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Tanto C, L. F. (2016). Hiperplasia Prostat Jinak. Kapita Selekta Kedokteran.
edisi ke-4 jilid 1. Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI). Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Wahyu Maryudianto, Y. N. (2016). Pengalaman Perawat Pada Penatalaksanaan
Irigasi Traksi Kateter Three Way Pada Pasien TURP Di Rumah Sakit
khusus Bedah Mojosongo II Karanganyar . STIKes Kusuma Husada
Surakarta, 1-15.
Wijaya, A. S. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Winda Amiar, E. S. (2020). Efektivitas Pemberian Teknik Pernafasan Pursed Lips
Breathing dan Posisi Semi Fowler Terhadap Peningkatan Saturasi 02 Pada
Pasien TB Paru. . Indonesian Journal of Nursing Science and Practice, 7-
13.
Wirdah, H. &. (2016). Penerapan Asuhan Keperawatan Oleh Perawat Pelaksana
di Rumah Sakit Bandar Aceh . Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan.
World Health Organization (WHO). (2013). International Medical Guide for Ships.
182-183.
World Health Organization (WHO). (2018). Deafness and hearing loss.
L
A
M

P
I
R
A
N
78
79
Lampiran 2: Warna urine

Warna urine pada urine bag klien, evaluasi hasil tanggal 23 April 2022 pukul
21.00 WITA

80
Lampiran 3: SOP

Jenis Keterampilan: Manajemen nyeri


Nama Mahasiswa: Sultan rudolf ananta
NPM: 1930702019
Lahan Praktik: Rsud dr. H. Jusuf SK Tarakan
Tanggal: 22 April 2022
Bobot
No. Komponen Bobot Nilai X Ket
Nilai
A. PENGKAJIAN 1
Kaji kemampuan pasien dalam mengikuti
tindakan managemen nyeri.
B. PERENCANAAN
a. Persiapan Alat 1
1. Relaksasi Napas Dalam
1. Alat tulis
2. Masase Punggung
1. Selimut mandi 1 buah
2. Bantalan 1 buah
1
3. Handuk mandi 1 buah
4. Aplikasi kulit (lotion, alcohol, baby oil) 1
botol
5. Waskom berisi air
6. Sabun
7. Lap tangan
C. PELAKSANAAN
1. Relaksasi Napas Dalam 4
• Menciptakan lingkungan yang tenang dan
nyaman.
• Jelaskan tentang prosedur dan tindakan
yang akan dilakukan.
• Atur posisi pasien sedemikian rupa agar
rileks dan upayakan agar tidak ada bagian
tubuh yang menerima beban anggota tubuh

81
lain (posisi dapat duduk atau berbaring) :
• Posisi duduk
• Duduk dengan seluruh punggung bersandar
pada kursi
• Letakkan kaki datar pada lantai
• Letakkan kaki terpisah satu sama lain
• Gantungkan lengan pada sisi/letakkan pada
lengan kursi
• Pertahankan kepala sejajar dengan tulang
belakang
• Posisi berbaring
• Letakkan kaki terpisah satu sama lain
dengan jari-jari kaki agak merenggang
lurus ke arah luar
• Letakkan lengan pada sisi tanpa menyentuh
sisi tubuh
• Pertahankan kepala sejajar dengan tulang
kepala
• Gunakan bantal yang tipis dan kecil
dibawah kepala
• Anjurkan pasien untuk menghirup nafas
dalam sehingga rongga paru berisi udara
yang bersih.
• Anjurkan pasien perlahan – lahan
menghembuskan udara dari setiap bagian
tubuh dan minta pasien untuk memusatkan
perhatian betapa nyamannya hal tersebut.
• Anjurkan pasien untuk bernafas dengan
irama normal beberapa saat yaitu 1 – 2
menit.
• Anjurkan pasien bernafas dalam kemudian
menghembuskannya perlahan–lahan dan
merasakan udara mengalir dari tangan,
kaki
menuju ke paru kemudian udara dibuang

82
keluar. Anjurkan pasien untuk memusatkan
perhatian pada kaki – tangan, udara yang
dikeluarkan, dan merasakan
kehangatannya.
• Bantu pasien menghitung sampai 4,
dimana pada hitungan 1 dan 2 pasien
menarik nafas dan pada hitungan 3 dan 4
pasien menghembuskan nafas.
• Anjurkan pasien untuk mengulangi
langkah diatas dengan memusatkan
perhatian pada kaki, tangan, punggung,
perut dan bagian tubuh yang lain.
• Apabila pasien telah merasakan rileks,
perlahan – lahan irama pernafasan
ditambah dan anjurkan pasien untuk
menggunakan pernafasan dada atau
abdomen.
• Rapikan pasien
• Dokumentasikan hasil implementasi.
2. Masase Punggung
1. Menciptakan lingkungan yang tenang dan
nyaman serta pencahayaan.
2. Jelaskan tentang prosedur dan tindakan
yang akan dilakukan.
3. Siapkan peralatan yang diperlukan
4. Mencuci tangan
5. Jaga privasi pasien
6. Bantu pasien untuk mengatur posisi sesuai
kebutuhan pasien
7. Letakkan sebuah bantal kecil di
bawahperut pasien untuk menjaga posisi
yang tepat
8. Tuangkan sedikit lotion ditangan, usap
dengan kedua tangan sehingga lotion akan
83
menjadi hangat bila mengandung menthol.
9. Lakukan masase pada punggung dengan
menggunakan telapak tangan dan jari-jari,
gunakan tekanan halus yang bersambungan
dan gunakan lotion sesuai kebutuhan.
10. Bantu pasien mengambil posisi yang
nyaman.

a. Selang – seling tangan yaitu masase


punggung dengan tekanan pendek,
cepat, bergantian tangan. Remasan yaitu
usap otot bahu dengan setiap tangan
yang dikerjakan secara bersama.

b. Gesekan yaitu masa sepunggung dengan


ibu jari, dengan gerakan memutar
sepanjang tulang punggung dari sacrum
kebahu. Geser keluar merata kesemua
punggung.

c. Eflurasi yaitu masase punggung dengan


kedua tangan, dengan menggunakan
tekanan lebih halus dengan gerakan
keatas untuk membantu aliran balik
vena.

d. Petriasi yaitu tekan punggung secara


horizontal. Pindah tangan dengan arah
berlawanan dengan menggunakan
gerakan meremas.

e. Tekanan menyikat yaitu secara halus


tekan punggung dengan ujung-ujung jari
untuk mengakhiri masase.

11.Rapikan pasien dan peralatan

12.Mencuci tangan

84
13.Dokumentasikan waktu pelaksanaan dan
kondisi kulit pasien
D. EVALUASI
1. Respon klien selama tindakan
2. Hasil pemeriksaan 1

E. DOKUMENTASI
1. Hasil observasi luka dan respon pasien. 1
2. Waktu, hasil pelaksanaan dan nama
perawat yang melakukan tindakan.

TOTAL NILAI 10

Rekomendasi Penguji :
Keterangan nilai :
1 = Mahasiswa tidak melakukan tindakan
2 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan bimbingan
maksimal 3 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan
bimbingan minimal 4 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan
tepat secara mandiri

85
Jenis Keterampilan: Personal hygiene (memandikan pasien di tempat tidur)
Nama Mahasiswa: Sultan rudolf ananta
NPM: 1930702019
Lahan Praktik: Rsud dr. H. Jusuf SK Tarakan
Tanggal: 22 April 2022
Bobot
No. Komponen Bobot Nilai X Ket
Nilai
A. PENGKAJIAN 1
1. Kaji kebutuhan bantuan eliminasi
2. Kaji keterbatasan kemampuan
gerak/posisi pasien

3. Kaji keinginan untuk mandi air hangat/air


dingin
B. PERENCANAAN
a. Persiapan Alat 1
1. Satu set pakaian bersih
2. Baskom 2 buah, diisi air hangat dan
air dingin
3. Handuk, 1 besar dan 1 kecil
4. Selimut mandi 1
5. Perlak
6. Celemek
7. Handscone
8. Tempat tertutup untuk pakaian kotor
9. Kom berisi kapas sublimat
10. Bak instrument berisi kapas steril
11. Korentang
12. Sabun mandi
13. Waslap 2 buah
14. Nirbekken (bengkok)
15. Pispot
16. Bedak
17. Sampiran / scherem bila diperlukan

86
18. Tempat sampah
b. Persiapan Klien dan Lingkungan
1. Pasien diberi penjelasan dan
dianjurkan untuk buang air kecil
terlebih dahulu bila pasien dalam
keadaan sadar
2. Pintu, jendela atau gorden ditutup dan
gunakan sampiran bila perlu
3. Selimut dan bantal dipindahkan dari
tempat tidur. Bila masih dibutuhkan
bantal, gunakan seperlunya
4. Perawat berdiri di sisi kanan atau kiri
pasien
5. Beritahu pasien bahwa pakaian harus
dibuka. Lalu bagian yang terbuka itu
ditutup dengan selimut mandi atau
kain
penutup.
C. PELAKSANAAN
1. Mencuci muka 4
2. Mencuci lengan
3. Mencuci dada dan perut
4. Mencuci punggung
5. Mencuci kaki
Sebelum dan sesudah tindakan perawat
wajib mencuci tangan
6. Mencuci muka
a. Handuk dibentangkan di bawah
kepala
b. Muka, telinga dan leher
dibersihkan dengan waslap
lembab lalu dikeringkan dengan
handuk
c. Tanyakan apakah pasien biasa
menggunakan sabun atau tidak
87
7. Mencuci lengan

88
a. Selimut mandi atau kain
penutup diturunkan
b. Kedua tangan pasien di keataskan.
Letakkan handuk di atas dada
pasien dan leberkan ke samping
kiri dan kanan
c. Kedua tangan pasien dibasahi dan
disabuni. Pekerjaan ini dimulai dari
bagian yang jauh dari petugas.
Kemudian dibilas sampai bersih.
Selanjutnya, keringkan dengan
handuk. Bila pasien terlalu gemuk,
laksanakan satu per satu
8. Mencuci dada dan perut
a. Kedua tangan pasien di keataskan,
handuk diangkat dan dibentangkan
pada sisi pasien
b. Ketiak, dada dan perut dibasahi,
disabuni, dibilas dan dikeringkan
dengan handuk kemudian
selanjutnya ditutup dengan kain
penutup atau handuk
9. Mencuci punggung
a. Pasien dimiringkan ke kiri
b. Handuk dibentangkan di bawah
punggung sampai bokong
c. Punggung sampai bokong
dibasahi, disabuni, dibilas dan
selanjutnya dikeringkan dengan
handuk
d. Pasien ditelentangkan, pakaian
bagian atas dipasang dengan rapat
10. Mencuci kaki
a. Kaki pasien yang terjauh dari
petugas dikeluarkan dari bawah
kain penutup atau handuk (mulai

89
dari daerah yang terjauh)
b. Handuk dibentangkan di
bawahnya dan lutut ditekuk
c. Kaki disabuni, dibilas dan
selanjutnya dikeringkan.
Demikian juga kaki yang satu lagi
11. Mencuci daerah lipat paha dan
genetalia
a. Handuk dibentangkan di bawah
bokong dan pakaian bagian bawah
perut dibuka
b. Daerah lipatan paha dan genetalia
dibasahi, disabuni, lalu dibilas dan
dikeringkan
c. Pakaian bagian terbawah
dikenakan kembali, kain penutup
atau handuk diangkat dan selimut
pasien dipasangkan kembali
d. Pasien dan tempat tidur dirapikan
kembali
e. Pakaian dan alat tenun kotor serta
peralatan dan dibawa ke
tempatnya
12. Rapikan pasien
D. EVALUASI
1. Keamanan dan kenyamanan pasien di
evaluasi 1

E. DOKUMENTASI
1. Nama perawat 1
2. Waktu dan tindakan yang
dilakukan Respon klien terhadap
tindakan yang diberikan
TOTAL NILAI 10

90
Rekomendasi Penguji :
Keterangan nilai :
1 = Mahasiswa tidak melakukan tindakan
2 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan bimbingan
maksimal 3 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan
bimbingan minimal 4 = Mahasiswa mampu melakukan tindakan dengan
tepat secara mandiri

91
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Sultan Rudolf Ananta adalah penulis laporan tugas akhir


ini. Lahir pada tanggal 03 Juni 2000, di Kota Tarakan
Provinsi Kalimantan Utara. Penulis merupakan anak
sulung dari empat bersaudara, dari pasangan Nasuyiton
Arik Ananta dan Choiriyati. Penulis menyelesaikan
Sekolah Dasar di SD Negeri 008 Tarakan pada tahun
2013.
Melanjutkan pendidikan pada SMP Negeri 3 Tarakan dan
tamat pada tahun 2016. Selanjutnya menempuh pendidikan di SMA Negeri 1
Tarakan dan tamat pada tahun 2019 dan melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi negeri di Universitas Borneo Tarakan jurusan keperawatan.
Dengan ketekunan dan motivasi tinggi untuk terus belajar serta berusaha,
penulis telah menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Penulis berharap laporan
tugas akhir ini mampu memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan
khususnya pendidikan keperawatan.
Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya atas
terselesaikan laporan tugas akhir ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. L
Dengan Post-op TURP Benign Prostatic Hyperplasia Di Ruang Anggrek A
RSUD dr. H. Jusuf SK Tarakan”

Anda mungkin juga menyukai