Oleh :
NIM : A1C1231030
CI INSTITUSI CI LAHAN
( ) ( )
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
A. Sistem Perkemihan
System perkemihan merupakan system yang penting untuk membuang
sisa- sisa metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama
senyawaan nitrogen seperti urea dan kreatinin bahan asing dan produk sisanya.
Sampah metabolisme ini dikeluarkan (disekresikan) oleh ginjal dalam bentuk
urin. Urin kemudian akan turun melewati ureter menuju kandung kemih untuk
disimpan sementara dan akhirnya secara periodic akan dikeluarkan malalui
ureter. System perkemihan merupakan bagian dari anatomi fisiologi tubuh
manusia, yang sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia.
System perkemihan berfungsi untuk mengolah zat-zat yang tidak diperlukan
dalam tubuh dan memiliki beberapa proses. Sehingga dengan keluarnya zat
yang tidak baik bagi tubuh maka tubuh akan terhindar dari beberapa penyakit
yang menyangkut system perkemihan (Lisna, dkk, 2021).
B. Konsep Dasar
a) Definisi
Benigna prostat hyperlasia (BPH) merupakan suatu penyakit
pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan jumlah sel pada
prostat. Pembesaran atau hipertrofi kelenjar prostat, disebabkan karena
hyperlansia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar atau jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan
urtera pars prostatika (himawan 2019). Beningna prostat hiperlansia
adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria
berusia tua lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Nuari,2017).
Benigna prostat hyperlasia merupakan pembesaran kelenjar prostat,
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter
(hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan
Bare, 2016). Benigna Prostate Hiperplasia merupakan suatu keadaan yang
sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai dengan
terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan
menjadi nodular,
pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan
obstruksi urine (Bradero et al,. 2017).
b) Anatomi Fisiologi
Prostat adalah salah satu bagian dari sistem urinaria yang berdasarkan
anatomisnya terletak di dalam rongga pelvis serta ditembus oleh dua buah
saluran, uretra dan ductus ejaculatorius, berbentuk seperti piramida
terbalik dengan ukuran 4x3x2. Fungsi prostat adalah sebagai penghasil
cairan tipis seperti susu yang mengandung asam sitrat dan asam fosfatase,
cairan tersebutlah yang akan ditambahkan pada semen saat ejakulasi
(Setyawan, 2016). Kelenjar prostat mengalami peningkatan ukuran seiring
dengan pertambahan umur, peningkatan itu berjalan lambat ketika lahir
sampai dengan pubertas, dan mengalami percepatan perubahan ukuran
yang konstan sampai berumur 30-an. Dalam pertambahan ukuran tersebut
prostat bisa mengalami hiperplasia yang beriringan dengan proses
perubahan dari hormonal, perubahan rasio androgen terhadap estrogen
yang diketahui perubahan tersebut beriringan dengan proses penuaan
(Suryawan, 2016).
1) Teori DHT
2) Faktor Usia
d) Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan modul-modul
fibroadenomatosa mejemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai
dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik
terutama terdiri dari
kelenjar dengan stroma fibroa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-
beda. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada
tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-
buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau vertikel. Fase penebalan
destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu
lagi untuk berkontraksi atau terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi
urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna,
maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Budaya,2019).
e) Klasifikasi/tipe/jenis
Jenis penanganan pada pasien dengan tumor prostat tergantung pada
berat gejala kliniknya. Berat derajat klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Seperti
yang tercantum dalam bagan berikut ini, menurut R. Sjamsuhidayat dan
wim de jong. 2002: (Amin Huda Nurarif, 2016).
Keterangan:
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang
diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alcohol supaya tidak selalu sering miksi, setiap
3 bulan dilakukan control keluhan, sisa kencing dn pemeriksaan colok
dubur.
b. Terapi Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk:
1. Mengurangi retensio otot polos prastat sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi infravesica dengan obat-obatan penghambat
adrenalgenik alfa.
2. Mengurangi volume prostate sebagai komponen static dengancara
menurunkan kadar hormone testosterone atau dihidrotetosteron
(DHT) melalui penghambat 5 a-redukstase.
a) Penghambat enzim
Obat yang dipakai adalah Finasteride dengan dosis 1x5 mg/hari,
obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehate
sehingga prostate dapat membesar akan mengecil. Tetapi obat ini
bekerja lebih lambat daripada golongan Bloker dan manfaatnya
hanya jelas pada prostate yang sangat besar. Salah satu efek
samping obat ini adalah melemahkan libido, ginekomastio, dan
dapat menurunkan nilai PSA.
b) Filoterapi
Pengobatan fisioterapi di Indonesia yaitu Eviprostat. Efeknya
diharapkan terjadi setelah pemberian 1-2 bulan.
c) Terapi Bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung beratnya
gejala dan komplikasi, indikasi untuk terapi bedah yaitu retensio
urine berulang, hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, infeksi
saluran kemih berulang, ada batu saluran kemih. Karena
pembedahan tidak mengobati penyebab Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH), maka biasanya penyakit ini akan timbul
kembali 8-10 tahun kemudian.
d) Terapi Invasive Minimal
1) Trans Uretra Microlowave Termoterapi (TUMT) Jenis
pengobatan ini hanya dapat dilakukan dibeberapa rumah sakit
besar. Dilakukan pemanasan prostate dengan gelombang micro
yang disalurkan ke
kelenjar prostate melalui suatu trans duser yang diletakkan di
uretra pars prostatika.
2) Hight Intensity Focused Ultrasound (HIFU) Energi panas yang
ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostate berasal dari
gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik yang
mempunyai frekuenzi 0,5-10 MHz. Energi yang dipancarkan
melalui alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan kekelenjar
prostate. Teknik ini memerlukan anestesi umum. Data klinis
menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis 50-60% dan Q max
rata-rata meningkat 40-50%. Efek lebih lanjut dari tindakan belum
diketahui, dan sementara tercatat bahwa kegagalan terapi
sebanyak 10% setiap tahun. Meskipun sudah banyak modalitas
yang telah ditemukan untuk mengobati pembesaran prostate,
sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling memuaskan
adalah TUR prostate. Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah
operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di lengkapi dengan
alat pemotong dan counter yang di sambungkan dengan arus
listrik.
3) Transurethral Needle Ablation of The Prostate (TUNA) Ablasi
jarum Trans Suretra memakai energi dari frekuensi radio yang
menimbulkan panas sampai 1000 C sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan prostate. System ini terdiri atas kateter tuna yang
dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energy
pada frekuensi radio 490kHz. Kateter dimasukkan kedalam uretra
melalui sistoskopi dengan peberian anestesi topical xylocaine
sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada
kelenjar prostate.
4) Stent Prostate Stent Prostate dipasang pada uretra prostatika untuk
mengatasi obstruksi karena pembesaran prostate. Stent dipasang
intraluminal diantara leher buli-buli dan disebelah proksimal
verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen
uretra prostatika. Sten dapat dipasang secara temporal atau
permanen. Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi karena risiko pembedahan yang
cukup tinggi
j) Pathway
BPH
Kurangnya
perawatan Terjadi pengosongan
(retensi)
Masuknya kuman,
virus, dll Produksi urine meningkat
RISIKO
Vesika urinaria tidak
INFEKSI
mampu menampung urine
Mengeluh nyeri
GANGGUAN
ELIMINASI
Nyeri yang URINE
NYERI AKUT
dirasakan skala 4
C. Konsep Keperawatan
a) Pengkajian
Pengkajian Fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
Benigna Prosate Hiperplasia merujuk pada teori menurut Smeltzer dan
Bare 2016, ada berbagai macam, meliputi:
1. Demografi
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras kulit
hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kuliat putih.
status sosial ekonomi memilih peranan penting dalam terbentuknya
fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang
penyakit ini, orang yang pekerjaannya mengangkat barang-barang berat
memiliki resiko lebih tinggi.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien BPH keluhan yang ada adalah frekuensi, nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miski,
hesistensi (sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan
waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine.
3. Riwayat Penyakit dahulu
Kaji apakah memiliki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah
riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani
pembedahan prostat sebelumnya.
4. Riwayat Kesehatan keluarga
Kaji apakah keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit BPH.
5. Pola kesehatan Fungsional
a) Eliminasi pola eliminasi
Kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu-ragu, menetes,
jumlah pasien harus bangun pada maam hari untukn berkemih
(nokturia), kekuatan sistem perkemihan. tanyakan pada pasien apakah
mengedang untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. pasien
ditanya tentang
defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi
prostat kedalam rectum.
b) Pola Nutrisi dan metabolisme
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
c) Pola tidur dan istirahat
Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkuranf karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari (nkturia).
d) Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri punggung
bawah.
e) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obatobatan,
penggunaan alcohol.
f) Pola aktifitas
Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari-hari, aktifitas penggunaan
waktu senggang, kebiasaan beroalahraga. pekerjaan mengangkat beban
berat. apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. pada
umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengaami gangguan, dimana
pasien masih mampu memenuhi kebutuhan sehati-hari sendiri.
g) Seklualitas
Kaji apakah ada maslaah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan
skesual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh
pembesaran dan nyeri tekan pada prostat.
h) Pola persepsi dan Konsep diri
Meiputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau
dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan pasien
bisa cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap perawatan luka
operasi.
b. Diagnosa dan Intervensi
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan/KriteriaHasil Intervensi Keperawatan
d. Evaluasi
S : data subjektif
O : data objektif
klien.
Budaya, Taufiq Nur dan Besut Daryanto. (2019). A to Z BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia). Malang : UB Press. Benson & Proctor, 2017. “ Pengaruh
Terapi Relaksasi
Dewi Sintya Indah Putu, Astriani Yunica Dwi Made Ni 2018 Pengaruh Terapi
Relaksasi Benson Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Benigna
Prostat Hyperlansia, program studi S1 Ilmu keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu kesehatan Buleleng, Vol. 3 No 1, Maret Jurnal kesehatan
MIDWINERSLION.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI