Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN HIPERTROPI PROSTAT

Oleh :

RATU RAHMA S. IBRAHIM

NIM : A1C1231030

CI INSTITUSI CI LAHAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR
A. Sistem Perkemihan
System perkemihan merupakan system yang penting untuk membuang
sisa- sisa metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama
senyawaan nitrogen seperti urea dan kreatinin bahan asing dan produk sisanya.
Sampah metabolisme ini dikeluarkan (disekresikan) oleh ginjal dalam bentuk
urin. Urin kemudian akan turun melewati ureter menuju kandung kemih untuk
disimpan sementara dan akhirnya secara periodic akan dikeluarkan malalui
ureter. System perkemihan merupakan bagian dari anatomi fisiologi tubuh
manusia, yang sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia.
System perkemihan berfungsi untuk mengolah zat-zat yang tidak diperlukan
dalam tubuh dan memiliki beberapa proses. Sehingga dengan keluarnya zat
yang tidak baik bagi tubuh maka tubuh akan terhindar dari beberapa penyakit
yang menyangkut system perkemihan (Lisna, dkk, 2021).
B. Konsep Dasar
a) Definisi
Benigna prostat hyperlasia (BPH) merupakan suatu penyakit
pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan jumlah sel pada
prostat. Pembesaran atau hipertrofi kelenjar prostat, disebabkan karena
hyperlansia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar atau jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan
urtera pars prostatika (himawan 2019). Beningna prostat hiperlansia
adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria
berusia tua lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Nuari,2017).
Benigna prostat hyperlasia merupakan pembesaran kelenjar prostat,
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter
(hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan
Bare, 2016). Benigna Prostate Hiperplasia merupakan suatu keadaan yang
sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai dengan
terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan
menjadi nodular,
pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan
obstruksi urine (Bradero et al,. 2017).
b) Anatomi Fisiologi
Prostat adalah salah satu bagian dari sistem urinaria yang berdasarkan
anatomisnya terletak di dalam rongga pelvis serta ditembus oleh dua buah
saluran, uretra dan ductus ejaculatorius, berbentuk seperti piramida
terbalik dengan ukuran 4x3x2. Fungsi prostat adalah sebagai penghasil
cairan tipis seperti susu yang mengandung asam sitrat dan asam fosfatase,
cairan tersebutlah yang akan ditambahkan pada semen saat ejakulasi
(Setyawan, 2016). Kelenjar prostat mengalami peningkatan ukuran seiring
dengan pertambahan umur, peningkatan itu berjalan lambat ketika lahir
sampai dengan pubertas, dan mengalami percepatan perubahan ukuran
yang konstan sampai berumur 30-an. Dalam pertambahan ukuran tersebut
prostat bisa mengalami hiperplasia yang beriringan dengan proses
perubahan dari hormonal, perubahan rasio androgen terhadap estrogen
yang diketahui perubahan tersebut beriringan dengan proses penuaan
(Suryawan, 2016).

BPH keadaan dimana lobus medius yang membesar ke atas dan


merusak spincter vesicae yang terletak pada collum vesicae. Urine yang
bocor ke urethra prostatica menyebabkan refleks miksi yang terus
menerus. Pembesaran lobus medius dan lateral menimbulkan pemanjangan
kompresi lateral dan distorsi urethra sehingga pasien mengalami kesulitan
berkemih
dan pancarannya lemah. Penyulit yang sering terjadi adalah tekanan balik
pada ureter dan kedua ginjal. Pembesaran uvula vesicae (akibat
pembesaran lobus medius) mengakibatkan terbentuknya kantong timbunan
urine di belakang ostium urethra internum di dalam vesica urinaria. Urine
yang tertimbun menjadi terinfeksi dan vesica urinaria yang meradang
(sistitis) (Setyawan, 2016).

c) Etiologi atau Faktor Resiko


Ada beberapa penyebab terjadinya Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
menurut (Putri, 2017) namun secara pasti penyebab prostat hiperplasia
belum diketahui. Tetapi ada beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hyperplasia prostate erat kaitannya dengan peningkatan akar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses menjadi tua (aging). Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostate
adalah:

1) Teori DHT

Pembesaran prostat diaktifkan oleh testosterone dan dihidrotestosteron


(DHT). Testosteron dikonversikan menjadi dihydrostestosteron oleh
enzim 5-alpha reduktase yang dihasilkan oleh prostat.
Dihidrotestosteron (DHT) jauh lebih aktif dibandingkan dengan
testosterone dalam menstimulus pertumbuhan proliferasi prostat.

2) Faktor Usia

Peningkatan usiaakan membuat ketidakseimbangan rasio antara


estrogen dan testosterone. Dengan meningkatnya kadar estrogen
diduga berkaiatan dengan terjadinya hyperplasia stroma, sehingga
timbul dugaan bahwa testosterone diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogen lah yang berperan untuk
perkembangan stroma.
3) Faktor Growth

Cuncha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel


epitel prostate secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma
melalui mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari HT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-
sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan atuokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

4) Meningkatnya Masa Hidup Sel-sel Prostate Program kematian sel


(apaoptosisi) pada sel prostate adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homestasis kelenjar prostate. Pada apoptosisi terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutkanya sel-sel yan
mengalami apoptosisi akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya
kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel


dengan kematian sel. Pada saat terjadinya pertumbuhan prostate pada
prostate dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostate baru dengan yang
mati dengan keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel secara
keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan
masa prostate. Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti
faktor-faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormone
androgen berperan menghambat proses kematian sel prostate. Estrogen
diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostate (Putri, 2017).

d) Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan modul-modul
fibroadenomatosa mejemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai
dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik
terutama terdiri dari
kelenjar dengan stroma fibroa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-
beda. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada
tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-
buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau vertikel. Fase penebalan
destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu
lagi untuk berkontraksi atau terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi
urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna,
maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Budaya,2019).

Obstruksi urin yang berkembang secara perlhan-lahan dapat


mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada
urin yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya
obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih
(hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya
mengalami iritasi dari urin yang tertahan di dalamnya sehinggga pasien
merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih
yang mengakibatkan unterval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia
dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan
ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih/ disuria
(Budaya,2019).

Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan


obstruksi, akan menjadi inkontinensia paradox. Retensi kronik 16
menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal
ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu
meski penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan
hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan
terbentuknya batu empedu di dalam kandungan kemih. Batu ini dapat
menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut
dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan
mengakibatkan pielonefristis (Budaya,2019).

e) Klasifikasi/tipe/jenis
Jenis penanganan pada pasien dengan tumor prostat tergantung pada
berat gejala kliniknya. Berat derajat klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Seperti
yang tercantum dalam bagan berikut ini, menurut R. Sjamsuhidayat dan
wim de jong. 2002: (Amin Huda Nurarif, 2016).

Keterangan:

1. Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi


pengobatan konservatif.
2. Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral
resection/tur).
3. Derajat tiga reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan
prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya
dengan pembedahan terbuka, melalui trans vesikal
retropublik/perianal.
4. Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien
dari retensi urine total dengan pemasangan kateter.
f) Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis yang menimbulkan oleh BPH disebut sebagai
sidroma prostatisme (Budaya, 2019).
a. Gejala Obstruksi, yaitu
1) Hesistansi, yaitu memulai kecing yang lama dan sering kali diserta
dengan mengejang yang menyebabkan oleh otot detrusor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama untuk meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi tekanan dalam uretra prostatika.
2) Intermintensi yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
oleh tidak mampuan otot destrusor dalam mempertahankan tekanan
intravesikal sampai berakhirnya miski.
3) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
4) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan caliber pancaran
detrusor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil.
b. Gejala iritasi
1) Uregnsi yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit diatahan.
2) Frekuensi yaitu penderita miski lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (nokturia) dan pada siang hari.
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing (Budaya, 2019).
g) Komplikasi
Komplikasi yang terdapat pada hipertropi prostat adalah (Putri, 2017) :

1. Retensi kronik dapat menyebabkan rufluk vesiko-ureter, hidroureter,


hidronefrosis, gagal ginjal.
2. Process kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksi.
3. Hernia/hemoroid.
4. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya
batu.
5. Hematuria.
6. Sistitis atau pielonefritis.
h) Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Putri, 2017) Pemeriksaan penunjang pasien Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH) yaitu:
1) Pemeriksaan colok dubur (Recta Toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah
diberi pelicin kedalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur
dinilai, tonus sfringter ani dan reflek bulbo-kavernosus (BCR), mencari
kemungkinan adanya masa didalam lumen rectum, menilai keadaan prostate
2) Laboratorium
Unilalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria, ureum, creatinine,
elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
3) Pengukuran derajat berat obstruksi, menentukan jumlah sisa urin setelah
penderita miksi spontan (normal sisa urine kosong dan batas intervensi
sisa urine lebih dari 100 cc), pancaran urine (uroflowmetri) Syarat,
jumalah urine dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-rata 10 s/d
12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.
4) Pemeriksaan lain
1. BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder
2. USG dengan Transuretral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk
menentuka volume prostate.
3. Trans-abdominal USG: untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol
ke buli-buli yang dapat untuk meramalkan derajat obstruksi apabila
ada batu dalam vesika.
4. Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada didinding bladder.
i) Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan menurut (Putri, 2017) yaitu:

a. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang
diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alcohol supaya tidak selalu sering miksi, setiap
3 bulan dilakukan control keluhan, sisa kencing dn pemeriksaan colok
dubur.
b. Terapi Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk:
1. Mengurangi retensio otot polos prastat sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi infravesica dengan obat-obatan penghambat
adrenalgenik alfa.
2. Mengurangi volume prostate sebagai komponen static dengancara
menurunkan kadar hormone testosterone atau dihidrotetosteron
(DHT) melalui penghambat 5 a-redukstase.
a) Penghambat enzim
Obat yang dipakai adalah Finasteride dengan dosis 1x5 mg/hari,
obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehate
sehingga prostate dapat membesar akan mengecil. Tetapi obat ini
bekerja lebih lambat daripada golongan Bloker dan manfaatnya
hanya jelas pada prostate yang sangat besar. Salah satu efek
samping obat ini adalah melemahkan libido, ginekomastio, dan
dapat menurunkan nilai PSA.
b) Filoterapi
Pengobatan fisioterapi di Indonesia yaitu Eviprostat. Efeknya
diharapkan terjadi setelah pemberian 1-2 bulan.
c) Terapi Bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung beratnya
gejala dan komplikasi, indikasi untuk terapi bedah yaitu retensio
urine berulang, hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, infeksi
saluran kemih berulang, ada batu saluran kemih. Karena
pembedahan tidak mengobati penyebab Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH), maka biasanya penyakit ini akan timbul
kembali 8-10 tahun kemudian.
d) Terapi Invasive Minimal
1) Trans Uretra Microlowave Termoterapi (TUMT) Jenis
pengobatan ini hanya dapat dilakukan dibeberapa rumah sakit
besar. Dilakukan pemanasan prostate dengan gelombang micro
yang disalurkan ke
kelenjar prostate melalui suatu trans duser yang diletakkan di
uretra pars prostatika.
2) Hight Intensity Focused Ultrasound (HIFU) Energi panas yang
ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostate berasal dari
gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik yang
mempunyai frekuenzi 0,5-10 MHz. Energi yang dipancarkan
melalui alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan kekelenjar
prostate. Teknik ini memerlukan anestesi umum. Data klinis
menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis 50-60% dan Q max
rata-rata meningkat 40-50%. Efek lebih lanjut dari tindakan belum
diketahui, dan sementara tercatat bahwa kegagalan terapi
sebanyak 10% setiap tahun. Meskipun sudah banyak modalitas
yang telah ditemukan untuk mengobati pembesaran prostate,
sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling memuaskan
adalah TUR prostate. Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah
operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di lengkapi dengan
alat pemotong dan counter yang di sambungkan dengan arus
listrik.
3) Transurethral Needle Ablation of The Prostate (TUNA) Ablasi
jarum Trans Suretra memakai energi dari frekuensi radio yang
menimbulkan panas sampai 1000 C sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan prostate. System ini terdiri atas kateter tuna yang
dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energy
pada frekuensi radio 490kHz. Kateter dimasukkan kedalam uretra
melalui sistoskopi dengan peberian anestesi topical xylocaine
sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada
kelenjar prostate.
4) Stent Prostate Stent Prostate dipasang pada uretra prostatika untuk
mengatasi obstruksi karena pembesaran prostate. Stent dipasang
intraluminal diantara leher buli-buli dan disebelah proksimal
verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen
uretra prostatika. Sten dapat dipasang secara temporal atau
permanen. Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi karena risiko pembedahan yang
cukup tinggi

j) Pathway

Sumber: (Budaya, 2019).


k) WOC

BPH

Tindakan sisostosmi Pembesaran prostat

Luka sayatan Terjadi obstruksi


saluran kemih

Kurangnya
perawatan Terjadi pengosongan
(retensi)

Masuknya kuman,
virus, dll Produksi urine meningkat

RISIKO
Vesika urinaria tidak
INFEKSI
mampu menampung urine

Vesika urinaria penuh

Distensi kandung kemih

Menyebabkan kontraksi Otot-otot distruksor


otot suprapubik menebal

Merangsang nosiseptor & Terbentuknya


mengirimkan dimedula spinalis sakula/trebekula

Di hipotalamus Upaya berkemih

Persepsi nyeri Urin menetes


(dribbling)

Mengeluh nyeri
GANGGUAN
ELIMINASI
Nyeri yang URINE
NYERI AKUT
dirasakan skala 4
C. Konsep Keperawatan
a) Pengkajian
Pengkajian Fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
Benigna Prosate Hiperplasia merujuk pada teori menurut Smeltzer dan
Bare 2016, ada berbagai macam, meliputi:
1. Demografi
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras kulit
hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kuliat putih.
status sosial ekonomi memilih peranan penting dalam terbentuknya
fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang
penyakit ini, orang yang pekerjaannya mengangkat barang-barang berat
memiliki resiko lebih tinggi.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien BPH keluhan yang ada adalah frekuensi, nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miski,
hesistensi (sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan
waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine.
3. Riwayat Penyakit dahulu
Kaji apakah memiliki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah
riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani
pembedahan prostat sebelumnya.
4. Riwayat Kesehatan keluarga
Kaji apakah keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit BPH.
5. Pola kesehatan Fungsional
a) Eliminasi pola eliminasi
Kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu-ragu, menetes,
jumlah pasien harus bangun pada maam hari untukn berkemih
(nokturia), kekuatan sistem perkemihan. tanyakan pada pasien apakah
mengedang untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. pasien
ditanya tentang
defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi
prostat kedalam rectum.
b) Pola Nutrisi dan metabolisme
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
c) Pola tidur dan istirahat
Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkuranf karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari (nkturia).
d) Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri punggung
bawah.
e) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obatobatan,
penggunaan alcohol.
f) Pola aktifitas
Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari-hari, aktifitas penggunaan
waktu senggang, kebiasaan beroalahraga. pekerjaan mengangkat beban
berat. apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. pada
umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengaami gangguan, dimana
pasien masih mampu memenuhi kebutuhan sehati-hari sendiri.
g) Seklualitas
Kaji apakah ada maslaah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan
skesual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi dikarenakan oleh
pembesaran dan nyeri tekan pada prostat.
h) Pola persepsi dan Konsep diri
Meiputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau
dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan pasien
bisa cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap perawatan luka
operasi.
b. Diagnosa dan Intervensi

Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan/KriteriaHasil Intervensi Keperawatan

Gangguan Eliminasi Setelah dilakukan Manajemen eliminasi


Urine (D.0040) b.d tindakan selama 3 x 24 urine (l.04152)
iritasi kandung jam maka eliminasi urine Tindakan :
kemih membaik dengan kriteria Observasi :
Hasil: - Identifikasi tanda
- Sensasi berkemih dan gejala retensi
meningkat (5) inkontinensia urine
- Distensi kandung - Identifikasi faktor yang
kemih menurun (5) menyebabkan retensi
- Berkemih tidak tuntas inkontinensia urine
menurun (5) Edukasi :
- Urine menetes
menurun (5) - Ajarkan tanda dari
- Frekuensi BAK gejala infeksi saluran
membaik (5) kemih
- Karakteristik urine - Anjurkan minum yang
membaik (5) cukup, jika tidak ada
kontraindikasi

Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen nyeri


b.d agen pencedera tindakan selama 3x24 (l.08238)
fisologis jam maka tingkat nyeri Tindakan :
menurun dengan kriteria Observasi :
Hasil: - Identifikasi lokasi,
- Keluhan nyeri menurun karakteristik, durasi,
(5) frekuensi, kualitas,
- Sikap protektif intensitas nyeri
menurun (5) - Identifikasi skala nyeri
- Gelisah menurun (5) Terapeutik :
- Kesulitan tidur
- Berikan teknik
menurun (5)
- Tekanan darah nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
membaik (5)
Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
(D.0142) b.d tindakan selama 3x24 (l.14539)
kerusakan integritas jam maka tingkat infeksi Tindakan :
kulit menurun dengan kriteria Observasi :
Hasil: - monitor tanda dan gejala
- kemerahan menurun (5) infeksi
- nyeri menurun (5) Terapeutik :
- kultur area luka
- cuci tangan sebelum
membaik (5)
dan sesudah kontak
dengan pasien
Edukasi :

- ajarkan cara mencuci


tangan dengan benar
- anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan
cairan
Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan integritas
Kulit (D.0192) b.d tindakan selama 3x24 kulit (l.11353)
perubahan status jam maka integritas kulit
nutrisi dan jaringan meningkat Tindakan :
dengan kriteria Hasil: Observasi :
- kerusakan
lapisan kulit - identifikasi penyebab
menurun (5) gangguan integritas
- kemerahan kulit
menurun (5) Edukasi :
- sensasi gatal
- anjurkan menggunakan
membaik (5)
produk berbahan
- tekstur
ringan
membaik (5)
- anjurkan menggunakan
pelembab
c. Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang


telah ditetapkan, kegiatannya meliputi mengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan (Purnomo,
2016).

d. Evaluasi

Evaluasi merupakan penilian dengan cara membandingkan perubahan keadaan


klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kreteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Untuk lebih mudah melakukan pemantauan dalam kegiatan evaluasi
keperawatan maka kita menggunakan komponen SOAP/SOAPIER yaitu,
(Purnomo, 2016) :

S : data subjektif

O : data objektif

A : analisis , interpretasi dari data subyektif dan data objektif. Analsisis

merupakan suatu masalah atau diagnosis yang masih terjadi, masalah

atau diagnosis yang baru akibat adanya perubahan status kesehatan

klien.

P : planning, yaitu perencanaan yang akan dilakukan, apakah dilanjutkan,

ditambah atau dimodifikasi .


DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo Sulistyo, 2017. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Ar-Ruzz


Media. Jakarta

Arifianto et al, 2019. “The Effect of Benson Relaxation Technique on a Scale Of


Post operative Pain in Patients with Benign Prostat Hyperplasia at RSUD
dr. H Soewondo Kendal. Media Keperawatan Indonesia, Vol 2 No 1,
February 2019/ page 1-9

Asmandi, 2018. “Relaksasi Benson Dapat Menurunkan Nyeri Paska


TransUrethral Resection Of The Prostate (Turp) pada pasien yang
mengalami Benign Prostate Hiperplasia” Jurnal Keperawatan Soedirman,
Vol 11 No 2 Juli 2018.

Benson Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Benigna Prostate


Hiperplasia. “MIDWINERSLION” Jurnal Kesehatan Stikes Beleleng Hal :
46-50 Vol 4 Tahun 2018

Bradero et al., 2017. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta :


Nuha Medika

Budaya, Taufiq Nur dan Besut Daryanto. (2019). A to Z BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia). Malang : UB Press. Benson & Proctor, 2017. “ Pengaruh
Terapi Relaksasi

Dewi Sintya Indah Putu, Astriani Yunica Dwi Made Ni 2018 Pengaruh Terapi
Relaksasi Benson Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Benigna
Prostat Hyperlansia, program studi S1 Ilmu keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu kesehatan Buleleng, Vol. 3 No 1, Maret Jurnal kesehatan
MIDWINERSLION.

Purnomo, 2016. Dasar- dasar Sistem Perkemihan Edisi 3. Bandung : Refika


Aditama.
Sutanto Larope Reynardi 2021, Hiperplasia Prostat Jinak: Manajemen
Tatalaksana Dan Pencegahan, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia, JakartA ISSN: 23026391 Volume 8
No. 3. JIMKI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai