Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

OLEH :

SERVIA MOKAR

NIM 19180070

AKADEMI KEPERAWATAN TK III MANADO


THN.2022
A Pengertian
BPH (Benign Prostatic Hyperthropy) atau bisa disebut Hipertrofi Prostat Jinak
merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh meningkatnya ukuran zona
dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat. BPH adalah pembesaran prostat yang mengenai
uretra dan menyebabkan gejala uritakaria. Selain itu Hiperplasia Prostat Benigna adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Nuari, 2017).
Selain itu menurut Budaya (2019), BPH dikarakteristikkan sebagai peningkatan jumlah sel-sel
stroma dan epitel prostat di area periuretra yang merupakan suatu hyperplasia dan bukan
hipertrofi, selain itu secara etiologi pada BPH terjadi peningkatan jumlah sel akibat dari
proliferasi sel-sel stroma dan epitel prostat atau terjadi penurunan kematian sel-sel prostat yang
terprogram. Menurut Brunner (2013) kelenjar prostat membesar, meluas ke atas menuju kandung
kemih dan menghambat aliran keluarnya urine. Berkemih yang tidak tuntas dan retensi urine
yang memicu stasis urine dapat menyebabkan hidronefrosis, hidroureter, dan infeksi saluran
kemih. Dimana penyebab gangguan tersebut tidak dipahami dengan baik, tetapi bukti
menunjukkan adanya pengaruh hormonal. BPH sering terjadi pada pria berusia lebih dari 40
tahun

B.Anatomi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli dan membungkus uretra 7 posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini menyumbat
uretra posterior dan buila pembesaran terjadi pada uretra pars prostatika dapat mengakibatkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. Secara anatomis bentuk kelenjar prostat sebesar
buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Menurut beberapa
ahli, kelenjar prostat dibagi dalam beberapa zona antara lain zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra.

Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron. Dalam sel-sel
kelenjar prostat, hormone akan tumbuh menjadi Dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim a-reduktase. DHT inilah yang secara langsung memacu mRNA dalam sel-sel kelenjar
prostat yaitu sejenis hormon yang memacu sintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan
kelenjar prostat. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan
ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80
tahun. Pemebesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga
menimbulkan gangguan miksi.

C.Klasifikasi

Menurut Sjamsuhidajat 2011, derajat BPH dibedakan menjadi empat, yaitu:

1) Stadium I Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.

2) Stadium II Ada retensi urine tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis, masih terasa kira-kira 60- 150 cc, ada rasa tidak enak BAK atau dysuria dan menjadi
nocturia.

3) Staudium III Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

4) Stadium IV Retensi urine total, buli-buli penuh paisen tampak kesakitan, urine menetes secara
periodic ontinen.

D. Etiologi

Menurut Nuari (2017) & Duarsa (2020), penyebab BPH belum diketahui, namun
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat kaitannya dengan kadar
dihidrotestoteron (DHT) dan proses penuaan. Selain faktor tersebut ada beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulmya hyperplasia antara lain:

1. Teori Dihydrotestosterone Dihydrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang


sangat pentng pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel
prostat oleh 5αreduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya
terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Peningkatan
5α-reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat
mengalami hiperplasi. Teori ini didukung pada praktek klinis dengan pemberian 5α-reduktase
inhibitor yang menghambat perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron, dalam waktu 3-6
bulan akan membuat pengurangan volume prostat 20-30%.

2. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron Pada proses penuaan pria terjadi peningkatan


hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. Diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan pada terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan cara meningkatkan sensitiviras sel –sel prostat terhadap rangsangan hormone androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian terprogram sel-sel
prostat (apoptosis). Sehingga meskipun rangsangan terbentuknya selsel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang
sehingga massa prostat menjadi lebih besar.

3. Interaksi stroma-epitel Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.

4. Berkurangnya kematian terprogram (apoptosis) sel prostat Pada jaringan normal terdapat
keseimbangan antara laju proliferasi dengan kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat sampai
dewasa, penambahan jumlah sel prostat seimbang dengan sel yang mengalami apoptosis.
Berkurangnya jumlah sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel prostat
meningkat sehingga terjadi pertambahan massa prostat.

5. Teori sel punca Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-
sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel punca yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Sel punca yang meningkat mengakibatkan proliferasi
sel transit. Kehidupan sel ini sangat bergantung pada keberadaan hormone androgen sehingga
jika hormone ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, akan menyebabkan
apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan
aktivitas sel punca sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel.

6. Teori inflamasi kronis Pada uji klinis oleh Medical Therapy of Prostatic Symptoms (MTOPS)
menunjukkan bahwa volume prostat dengan inflamasi cenderung tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan tanpa inflamasi.

E.Patofisiologi
Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasi, sejalan dengan pertambahan usia. Jika
prostat membesar, maka akan meluas ke atas kandung kemih sehingga pada bagian dalam akan
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan tersebut dapat
meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika,
maka otot detrusor dan kandung kemih berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine
keluar. Kontraksi yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan anatomi dari kandung
kemih berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikel
kandung kemih. Dimana tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Keadaan tersebut jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal (Muttaqin, 2011).

F. Manifestasi Klinis

Menurut Nuari 2017, manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH disebut sebagai syndroma
prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, antara lain:

1) Gejala obstruktif.

a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang
disebabkan oleh karena otot destructor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikel guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika

b. Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh karena


ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intravesikel sampai
berakhirnya miksi

c. Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing

d. Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor memerlukan waktu untuk
dapat melampaui tekanan di uretra e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan
terasa belum puas

2) Gejala iritas.

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
b. Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(nocturia) dan pada siang hari

c. Dysuria yaitu nyeri pada waktu kencin

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH adalah
antara lain:

1. Sedimen urin Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi slauran kemih.

2. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.

3. Foto polos abdomen Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat
dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari
retensi urine.

4. IVP (Intra Vena Pielografi) Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.

5. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal) Untuk mengetahui pembesaran prostat,
volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.

6. Systocopy Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra parsprostatika dan
melihat prostat ke dalam rectum.

H. Komplikasi

dan komplikasi di luar traktus urinarius. Di dalam traktus urinarius komplikasi BPH
meliputi retensi urine berulang atau kronis, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, batu
kandung kemih, perubahan patologi pada kandung kemih (trabekulasi, sakulasi divertikel),
hidroureteronefrosis bilateral dan gagal ginjal. Sedangkan 16 komplikasi di luar traktus urinarius
adalah hernia dan hemoroid (Budaya, 2019). Selain itu menurut Harmilah (2020), komplikasi
pembesaran prostat meliputi:
a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil mendadak (retensi urine). Pasien memerlukan kateter
yang dimasukkan ke kandung kemih untuk menampung urine. Beberapa pria dengan pembesaran
prostat membutuhkan pembedahan untuk meredakan retensi urine.

b. Infeksi saluran kemih (ISK). Ketidakmampuan untuk mengososngkan kandung kemih dapat
meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.

c. Batu empedu. Ini umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk sepenuhnya


mengosongkan kandung kemih. Batu kandung kemih daoat menyebabkan infeksi, iritasi kandung
kemih, adanya darah dalam urine, dan obstruksi saluran urine.

d. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan sepenuhnya dapat
meregang dan melemah seiring waktu. Akibatnya dinidng kandung kemih tidak lagi berkontraksi
dengan baik.

e. Kerusakan ginjal. Tekanan di kandung kemih dari retensi urine langsung dapat merusak ginjal
atau memungkinkan infeksi kandung kemih mencapai ginjal.

I. Pentalaksanaan

Menurut Nuari 2017, penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada penyebab, keparahan
obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa penatalaksanaan BPH antara lain:

a) Observasi (watchfull waiting) Biasa dilakukan untuk pasien dengan keluhan ringan dan
biasanya pasien dianjurkan untuk mengurangi minum, setelah makan malam untuk mengurangi
nokturia, menghindari obat- 17 obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol
keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur.

b) Terapi medikamentosa

a. Penghambat adrenergika (prazosin, tetrazosin): menghambat reseptor pada otot polos di leher
vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika
sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang

b. Penhambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang


membesar akan mengecil
c) Terapi bedah Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi
bedah yaitu:

a. Retensi urine berulang

b. Hematuria

c. Tanda penurunan fungsi ginjal d. Infeksi saluran kemih berulang e. Tanda obstruksi berat
seperti hidrokel

f. Ada batu saluran kemih Menurut Brunner (2013), beberapa tindakan bedah yang dilakukan
antara lain sebagai berikut:

a. Terapi invasif secara minimal yang meliputi terapi panas mikro-gelombang transuretra
(Transurethral Microwave Heat Treatment /TUMT), kompres panas ke jaringan prostat, ablasi
jarum transuretra (Transurethral Needle Ablation/TUNA), melalui jarum tipis yang ditempatkan
di dalam kelenjar prostat, sten prostat (tetapi hanya untuk pasien retensi kemih dan untuk pasien
yang memiliki resiko bedah yang buruk)

b. Reseksi bedah antara lain reseksi prostat transuretra/ TURP (Transurethral Resection of The
Prostate) yang merupakan standar terapi bedah, insisi prostat transuretra/ TUIP (Transurethral
Incision of The Prostate), elektrovaporisasi transuretra, terapi laser, dan prostatektomi terbuka.

d) Kateterisasi urine Tindakan ini digunakan untuk membantu pasien yang mengalami gangguan
perkemihan karena retensi urine. Kateterisasi urine adalah tindakan memasukkan selang karet
atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemih. Pemasangan kateter menyebabkan urine
mengalir secara continue pada pasien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau pasien
yang mengalami obstruksi pada saluran kemih.

Anda mungkin juga menyukai