Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PERITONITIS

DI RUANGAN MAWAR RSUD dr. SOEBANDI JEMBER

PERIODE 21-26 NOVEMBER 2022

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase Keperawatan Medikal
Bedah

OLEH:
Zunanda Handrie Lukman S.Kep
NIM. 2201031021

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
LEMBAR KONSULTASI

NO MATERI YANG DIKONSULATASIKAN DAN NAMA & TANDA


. URAIAN PEMBIMBING TANGAN PEMBIMBING
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi

Peritoneum berasal dari bahasa yunani yaitu “peri” yang berarti sekitar dan
tonos yang berarti peregangan yang ketika digabungkan keduanya memiliki arti
membentang di sekitar. Peritoneum adalah sebuah membran yang dilapisi oleh selapis
sel mesotelial, luasnya sebesar 1,7m² hampir sama dengan luas total permukaan tubuh.
Rongga peritoneal mengandung beberapa mililiter cairan peritoneal yang steril dan
berperan sebagai pertahanaN lokal terhadap bakteri. Lapisan peritoneum parietal dan
visceral memiliki ruangan diantara keduanya, ruangan tersebut disebut kantong
piretoneum. Pada laki-laki kantong peritoneum tertutup sedangkan pada perempuan
kantong piretonium terbuka yaitu pada saluran telur atau tuba fallopi yang membuka
masuk ke adama rongga peritoneum. Di dalam kantong tersebut memiliki banyak
lipatan atau kantong yang terdapat dalam peritoneum sebuah lipatan besar yaitu
omentum. Omentum dibagi menjadi dua yaitu omentum minus dan majus. Omentum
majus atau mayor kaya akan lemak bergantungan di sebelah depan lambung. Omentum
minus atau mayor berjalan dari porta hepatis setelah menyelaputi hati ke bawah. Kolon
juga terbungkus peritoneum ini, kedua omentum mayor dan minor ini mesentrium usus
halus dan meso kolon memmuat penyaluran darah vaskuler dan limfe dari organ-organ
yang diselimutinya (Simbiring 2018).

Peritotenum terdiri atas dua bagian utama yaitu :


1. Peritoneum parietal
Peritoneum parietal adalah peritoneum yang melapisi bagian anterior, lateral dan
posterior dinding abdominal yaitu permukaan inferior diafragma dan juga pelvis.
Peritoneum parietal ini sensitif terhadap nyeri, temperatur dan tekanan. Iritasi pada
peretoneum parietal memberikan rasa nyeri lokal
2. Peritoneum visceral
Peritoneum visceral adalah peritoneum yang melapisi permukaan dari organ
intraperitoneal (lambung, jejunum, ileum, kolon transversum, hati dan limpa).
Peritoneum visceral ini sensitif terhadap regangan dan sobekan, peritoneum visceral
ini tidak memberikan rasa nyeri.

Fungsi peritoneum adalah menutupi sebaian besar organ-organ abdomen dan pelvis,
membenruk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada
penggasakan. Kelenjar limfe dan pembuluh darah ada di dalam peritoneum, maka
peritoneum ini berfungsi untuk melindungi terhadap infeksi. Fungsi lain peritoneum
adalah setengah bagiannya memiliki membran basal semipermiabel yang berguna untuk
difusi air, elektrolit, makro maupun mikro sel. Oleh karena itu peritoneum digunakan
sebagai media cuci darah yaitu peritoneal dialisis (Pearcce, 2009).

1.2 Definisi Peritonitis


Peritonitis merupakan suatu proses inflamasi pada membran serosa yang
membatasi rongga abdomen dan organ-organ di dalam abdomen. Peritonitis bisa
menyebabkan penyakit berbahaya baik penyakit akut ataupun penyakit kronis.
Peritonitis biasanya disebabkan oleh infeksi dari organ abdomen, perofrasi saluran
cerna, dan luka tembus abdomen. Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan
abdomen yang biasanya ditandai dengan adanya bakteri atau adanya sepsis yang terjadi
karena masalah bedah dan non bedah. Peritonitis akut biasanya sering dikaitkan dengan
perfusi viskus,(Hidayati dkk, 2018).
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ
perut atau peritoneum. Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ dan dinding perut bagian dalam. Lokasi terjadinya peritonitis bisa terlokalisir atau
difuse yaitu pada lokasi tertentu di abdomen atau bisa terjadi di semua area abdomen.
Peritonitis bisa ditandai dengan riwayat nyeri akut atau kronik dan lokasi nyeri pada
pasien yang bisa diakibatkan dari dalam atau luar abdomen. Semua umur bisa terkena
penyakit peritonitis baik anak-anak, remaja, wanita dan laki-laki hingga lanjut usia.
Peritonitis terbanyak pada anak-anak biasanya adalah perforasi apendiks, pada orang tua
biasanya terjadi komplikasi divertikulitis atau perforasi ulkus peptikum. Komplikasi
peritonitis berupa gangguan pembekuan darah dan sepsis yang dapat mengakibatkan
syok pada penderitanya. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang
biasanya hidup di usus besar atau kolon yaitu eschericia coli.Reaksi awal peritoneum
terhadap invasi bakteri adalahkeluarnya eksudat fibrosa dari peritoneum yang kemudian
terbentuk kantong-kantong nanah (abses) antara perlekatan fibrosa yang menempel.
Perlekatan biasanya menghilang apabila infeksi menghilang, tetapi bisa menetap dan
menjasi pita-pita fibrosa yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus (Japanesa
dkk, 2016).

1.3 Epidemiologi
Prevalensi kasus peritonitis di dunia masih sangat tinggi, peritonitis akut terjadi
pada 9,3 pasien per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit .Peritonitis adalah
kegawatdaruratan bedah yang paling sering terjadi di dunia. Peritonitis banyak terjadi
pada negara-negara dengan pendapatan menengah kebawah seperti pada negara afrika
sub-sahara dengan tingkat prevalensi 915 kematian. Kasus baru ditemukan sebanyak
305 kasus yaitu kasus ulkus gastrointestinal, perforasi apendisitis dan perforasi ileum
thypoid. Tingkat kematian setelah dilakukan operasi peritonitis akut bervariasi antara
(8,4%) dan (34%) yang disebabkan oleh perforasi ileum thypoid sebanyak (34,7%),
setelah operasi peritonitis sebanyak (19,5%), perforasi ulkus peptikum sebanyak
(15,2%), perforasi apendisitis sebanyak (8,7%), dan perforasi kolon sigmoid sebanyak
(8,7%) (Touchie dkk, 2020).
Penelitian di India mendapatkan hasil selama 3 tahun terdapat 545 pasien yang
menderita peritonitis sekunder yang sedang menjalani pengobatan, (48,44%)
diakibatkan oleh perforasi gastroduenal, (36,1%) diakiabtkan oleh infeksi luka. Di
dalam penelitian ini pasien yang menderita peritonitis sekunder di dominasi oleh laki-
laki yaitu sebanyak 461 pasien (84,58%) dengan angka kematian (8,4%) (Sarathi gosh
dkk, 2016). Peritonitis tuberkolosis merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi
paling banyak dengan angka kejasian 0,4-2% dari semua kasus tuberkolosis yang ada
terutama pada negara-negara maju. Di indonesia khususnya padang terdapat 144 kasus
peritonisis tuberkolosis dalam satu tahun pada tahun 2013 yang sedang rawat inap
(Japanesa dkk, 2016).

1.4 Etiologi
Penyebab terjadinya peritonitis adalah bakteri, bakteri ini masuk ke rongga
peritoneum yang mengakibatkan terjadinya peradangan. Peritonitis ini juga bisa
disebabkan oleh kalinan di dalam abdomen berupa inflamasi seperti perforasi
apendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi thypoid abnominalis, ileus obstruktif dan
perdarahan. Menurut Hidayati dkk. (2018) peritonitis berdasarkan penyebabnyadibagi
menjadi dua yaitu disebabkan dari dalam tubuh dan dari luar tubuh yaitu :
a. Dari dalam tubuh :
1) infeksi bakteri : Peritonitis yang disebabkan oleh infkesi yang menyebar dari
saluran pencernaan seperti adanya bakteri atau jamur seperti eschericia coli dan
stafilokokus,
2) Apendisitis : Apendisitis yang meradang dan adanya perforasi yaitu bakteri masuk
ke peritoneum melalui lubang pada saluran pencernaan,
3) Pankreatitis : adanya peradangan pada pankreas yang mengakibatkan infeksi dan
dapat menyebabkan peritonitis apabila bakteri menyebar secara luas
4) Divertikulisis : yaitu infeksi kantong kecil yang menonjol pada saluran
pencernaan, hal tersebut bisa mengakibatkan peritonitis apabila saah satu kantong
pecah ke dalam rongga abdomen
b. Dari luar tubuh :
1) pembedahan medis : ketika dilakukan pembedahan medis yang tidak steril dapat
menyebabkan infeksi dikarenakan dikarenakan lingkungan yang kotor, kurang
terjaganya kebersihan, peralatan yang terkontaminasi, komplikasi dari operasi
pencernaan dan komplikasi kolonoskopi atau endoskopi.
2) Trauma pada kecelakaan : dapat menyebabkan peritonitis apabila bakteri atau
bahan kimia dari bagian organ tubuh lain memasuki peritoneum

1.5 Klasifikasi
Menurut Wyers & Matthews (2016) Klasifikasi peritonitis menurut penyebabnya dibagi
menjadi 3 yaitu primer, sekunder dan tersier:
1. Peritonitis primer
Peritonitis primer merupakan infeksi pada peritoneum yang tidak berhubungan
dengan abnormalitas organ dan biasanya terjadi secara spontan. Peritonitis primer
bisa juga disebabkan karena penyebaran infeksi melalui darah dan kelenjar getah
bening di peritoneum. Peritonisis primer biasanya sering dikaitkan dengan penyakit
sirosis hepatis yang biasanya dikenal dengan spontaneounus bacterial peritonitis
(SBP). Pasien sirosis hepatis yang mengalami asites biasanya akan rentan terhadap
infeksi bakteri, hal ini disebabkan karena mekanisme pertahanan tubuh yang tidak
adekuat. Peritonitis juga bisa disebakan karena penggunaan atau pemasangan kateter
peritoneum dimana terdapat akses untuk masuknya benda asing ke dalam rongga
peritoneum yang bisa menyebabkan peritonitis

2. Peritonitis sekunder
Peritonitis sekunder terjadi disebabkan arena adanya proses inflamasi pada rongga
perinoteum yang bisa disebabkan karena adanya inflamasi, perforasi, san gangren
dari stukrut intraabdominal. Contoh dari peritonitis sekunder yang paling sering
ditemui adalah perforasi apendisistis, ulkus peptikum, divertikulisis dan komplikasi
pasca operasi merupakan beberapa penyebab yang sering ditemui pada peritonitis
sekunder. Penyebab lain terjadinya peritonitis sekunder adalah bocornya darah
kedalam rongga peritoneal yang disebabkan robekan pada kehamilan di tuba fallopi
dan kista
3. Peritonitis tersier
Peritonitis tersier yaitu peritonitis berulang dari rongga peritoneum setelah
dilakukannya terapi peritonitis sekunder. Peritonitis tersier biasanya timbul setelah
48 jam pengobatan peritonitis sekunder. Peritonitis ini terjadi ketika imunitas pasien
tidak adekuat sehingga terjadi disfungsi pada organ abdomen.

1.6 Patofisiologi
Peritonitis disebabkan dari berbagai penyebab baik infeksius ataupun non-
infeksius yang menyebabkan terjadinya peradangan pada peritoneum viseral dan
parietal. Ketika ada inflamasi respon awal peritoneum terhadap infeksi adalah adanya
vasodilatasim edema pada jaringan, transudasi cairan dan masuknya makorofag dan
keukosit sebagai tanda inflamasi. Invasi oleh bakteri pada peritoneum mengakibatkan
keluarnya eksudat fibrinosa terhadap invasi bakteri adalahkeluarnya eksudat fibrosa dari
peritoneum yang kemudian terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara
perlekatan fibrosa yang menempel. Perlekatan biasanya menghilang apabila infeksi
menghilang, tetapi bisa menetap dan menjasi pita-pita fibrosa yang dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi usus. Apabila abses menyebar kepada semua permukaan pertoneum
dapat memnimbulkan peritonitis generalisata yang menyebabkan aktivitas peristaltik
usus berkurang sehingga mengakibatkan ileus paralitik yang kemudian usus menjadi
meregang. Cairan dan elektrolit akan menurun dikarenakan caira masuk ke dalam lumen
usus yang mengakibatkan dehidrasi syok (Sembiring 2018).

1.7 Manifestasi Klinis


Menurut Hidayati dkk. (2018) Tanda geajala yang muncul pada pasien yang menderita
peritonitis adalah :
1. Seluruh atau sebagian abdomen terasa sakit dan terasa nyeri. Nyeri dapat dirasakan
secara terus mnerus selema beberapa jam dan nyeri semakin dirasakan ketika pasien
bergerak melakukan aktivitas sehari hari
2. Terdapat distensi abdomen : biasanya ditandai dengan penurunan bising usus atau
bisis usus tidak terdengar sama sekali
3. Kehilangan selera makan
4. Mual dan muntah : mual dan muntah dirasakan akibat dari iritasi peritoneum
5. Deman dan menggigil : biasanya temperatur demamnya lebih dari 38 °C, pada
kondisi sepsis berat pasien bisa mengalami hipertermia
6. Leukosit atau sel darah putih lebih dari batas normal
7. Diare
8. Buang air kecil sedikit
9. Perasaan haus yang terus menerus
10. Ketidakmampuan atau kesulitan buang air besar

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada pasien peritonitis menurut Wyers & Matthews (2016)
adalah:
1. Pemeriksaan laboratorium :
Yaitu untuk mengtahui hasil leukosit dan hematrokit apakah ada peningkatan atau
tidak, apabila ada peningkatan leukosit lebih dari 11.000 sel/ml maka diduga
peritonitis
2. Pemeriksaan X-Ray :
Pemeriksaan X-ray dilakukan untuk mendapatkan foto abdomen dari 3 posisi yaitu
posisi anteriorm posterior atau lateral. Pemeriksaan x-ray ini bertujuan untuk
mengetahui keadaan abdomen apakah ada abses atau tidak di dalam rongga
peretoneum
3. CT scan abdomen :
CT scan dilakukan untuk melihat tempat pastinya terjadi perforasi. Pemeriksaan CT
scan akan bisa mendeteksi adanya lesi. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan
tidak selalu diperlukan
berkaitandenganbiayayangtinggidanefekradiasinya.CTscandapatmemberi ketepatan
sampai95%.
4. USG :
PemeriksaanUSGdapat menggambarkan adanya abses, dilatasi saluran empedu, dan
adanya penumpukan cairan.
5. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
DPL dilakukan dengan cara memasukkan 1 liter saline normal ke dalam peritoneal
melalui keteter. Cairan keluar akan diperiksa jika mengandung leukosit lebih dari
500 sel/ml dan kabar enzim amilase atau bilirubin meningkat maka kemungkinan
terjadi peritonitis sekunder
6. Laparoskopi
Pemeriksaan laparaskopi dilakukan untuk menentukan jenis perotonitis dan
penyebab penyakitnya, laparoskopi sangat akurat untuk melihat hasil peritonitis pada
pasien dan bisa diatasi menggunakan laparoskopi

1. 9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan peritonitis bisa dilakukan dalam dua hal yaitu pre operatif dan pos
operatif. Menurut Japanesa dkk. (2016) penatalaksanaan peritonitis adalah :
1. Penanganan preoperatif
a) Resusitasi Cairan
Pengembalian volume cairan melalui intravaskular yang diperlukan untuk
menjaga produksi urin tetap baik dan menjaga keseimbangan status hemodinamik
tubuh. Cairan yang diberikan adalah cairan lartan kristaloid dan koloid, cairan
koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan cairan akan tetapi cairan koloid
harganya lebih mahal sehingga biasanya tenaga kesehatan medis menggunkan
cairan kristaloid dengan jumlah yang lebih besar.
b) Antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk melawan kuman aerob atau anaerob yang
menginfeksi peritoneum. Terapi antibiotik ini biasanya digunakan sebelum dan
setelah pasien dilakukan pembedahan. Banyak jenis antibiotik yang bisa
digunakan secara tunggal atau bisa dikombinasikan antara lain sefalosporin,
betalaktam, metronidazil dan aminoglikosida
c) Oksigen dan ventilator
Pemberian oksigen pada peritonitis biasanya diberikan kepada pasien peritonitis
dengan hipoksemia. Oksigen perlu diberikan dikarenakan ketika mengalami
peritonitis biasanya terjadi peningkatan metabolisme tubuh akibat adanya infeksi
sehingga menimbulkan gangguan ventilasi pada paru-paru.
d) Pemasangan kateter urin dan monitor hemodinamik
Pemasangan keteter urin digunakan untik mengetahui fungsi dari kandung kemih
dan pengeluaran urin. Memonitor tanda tana vital setiap 4 jam sekali.
2. Operatif (Pembedahan)
Terapi yang dilakukan untuk peritonitis adalah tindakan operasi (pembedahan).
Operasi ini bertujuan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi pertoneum.
Tindakan pembedahan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus. Beberapa
tindakan pembedahan yang bisa dilakukan untuk mengatasi peritonitis adalah :
a) Kontrol sepsis
Tujuan pembedahan pada peritonitis adalah untuk menghilangkan sepsis dan
mencegah kompilkasi lebih lanjut. Kontrol sespis ini dilakukan dengan insisi.
Insisi merupakan teknik operasi yang terbaik, insisi dilakukan dengan
membuang jaringan yang terkontaminasi yang sudah menjadi abses atau
nekrosis
b) Peritoneal Drainage
Peritoneal drainage ini efektif digunakan pada peritonitis ditempat yang
terlokalisir dan melekat pada dinding yang biasanya gagal untuk masuk ke
rongga peritoneum. Pembedahan ini dilakukan dengan cara mencuci atau
mengirigasi semua rongga pertoneum untuk mengeluarkan semua bakteri akan
keluar setelah irigasi. Cairan yang digunakan yaiyu 3 liter cairan fisiologis saline
atau ringer laktat untuk membersihkan ous, feses, bahan nekrotik dan kemudian
cairan tersebut akan dibuang. Prosedur drainage ini dilakukan berulang sampai
semua rongga peritoneum bersih dari semua bakteri
c) Pembedahan Laparotomi
Laparotomi merupakan pilihan utama untuk menemukan infeksi peritoneal
dengan ditemukannya pus yang kemudian dilakukan piihan antibiotik sebagai
terapi.
d) Pembedahan Laparoskopi
Laparoskopi ekftif untuk peritoitis dengan apendisitis akut, perofrasi ulkus
duodenum dan perforasi kolon
3. Penanganan pos operatif
Monitor tanda-tanda vital secara intensif, pemberian cairan dan elektrolit, dan
bantuan ventilator pada klien yang tidak stabil untuk mencapai stabilitas pembedahan
odinamikdanperfusiorgan-organvital.Antibiotikdiberikanselama10-14hari bergantung
pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan
produksiurinyangnormal,penurunandemamdanleukositosis,ileusmenurun,dan
keadaan umum membaik. Tingkat kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan
keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric)lebih awal
dapat menurunkan resiko infeksi sekunder
1.10. Pathway

Bakteri Perforasi saluran Luka/ Trauma Divertikulisis Pembedahan medis


cerna : penetrasi yang tidak steril
Apendisitis

Inflamasi pada
rongga
peritoneum

Peritonitis

Aktivitas Keluarnya eksudat Mengaktifkan Inflamasi


peraltastik Usus Fibrinosa neutrofil dan
menurun makrofag
Gangguan
Ileus paralitik Membentuk ventilasi paru
Resiko Infeksi Pelepasan pirogen
Abses endogen
Penurunan
Peregangan usus Terjadi perlekatan Merangsang ekspansi paru
fibrinosa prostalgandin

Merangsang Sesak ketika


Absorbsi makanan Pelapasan (Lekukotrin, nosiseptor nyeri Meningkatkan Hipertermia bernafas
terganggu proetalgandin E kerja hipotalamus
histamin)
Nyeri Akut Pola nafas tidak
Meningkatkan Suhu tubuh efektif
Mual dan muntah Defisit nutrisi
titik patok suhu meningkat

Hambatan Rasa
Nyaman
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
I. Identitas
1. Identitas klien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Tanggal MRS :
2. Identitas penangggung jawab
II. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama :
Apa yang dirasakan pasien saat ini, tanya keadaan pasien apakah ada
gangguan rasa nyeri : keluhan nyeri ada atau tidak ada, hal-hal yang
menyebabkan nyeri, kualitas nyeri, kapan neyri timbul (terus menerus atau
berulang) gali semua secara rinci apa yang dikatakan oleh pasien tentang
keadaanya
2. Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan dan kronologi kenapa pasien datang ke pelayanan kesehatan
3. Riwayat penyakit terdahulu :
Gali atau kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya,
riwayat alergi, riwayat imunisasi, kebiasaan dan pola hidup, dan obat-obatan
yang pernah digunakan sebelumnya
4. Riwayat penyakit keluarga :
Kaji riawayat penyait yang dialami oleh kelurga baik penyakit menular atau
penyakit tidak menular
III. Pengkajian Keperawatan
1. Presepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Kaji bagaimana kesiapan dan kesediaan pasien untuk meningkatkan
pengetahuan terkait dengan keadaaan kesehatannya sekarang dan perawatan
yang harus dilakukan
2. Pola nutrisi/metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat dirumah sakit)
Kaji apakah ada gangguan nutrisi : seperti kaji bagaimana nafsu makan
pasien, cek berat badan, kaji kebiasaan makan pasien, kaji makanan yang
dapat menyebabkan diare dan konstipasi
3. Pola eliminasi (saat sebelum sakit dan saat dirumah sakit)
Kaji apakah ada perubahan eliminasi tinja : seperti kaji konsistensi, bau,
waran feces, kaji apakah ada konstipasi atau diare, kaji apakah feses
tetrampung dengan baik, kaji apakah keluarga dan pasien bisa mengurus feces
sendiri
4. Pola Aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat dirumah sakit)
Kaji bagaimana aktivitas pasien, kaji apakah terjadi perubahan dari sebelum
dan sesudah sakit, kaji apakah pasien mempunyai hambatan dalam
melakukan aktivitas setelah keadaan sakit yang dialami
5. Pola tidur & istirahat pasien (saat sebelum sakit dan saat dirumah sakit)
Kaji apakah kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi seperti tidur
nyenyak atau tidak, kaji kialitas tidur, lama durasi tidur, keadaan saat bangun
tidur. Apakah penyakit yang dialami yaitu peritonitis menganggu kondisi
tidur atau tidak, kaji adakah faktor lingkungan yang mempersuliy tidur, kaji
apakah ada faktor psikologis yang membuat gangguan tidur
6. Pola kognitif dan perceptual
Kaji apakah pasien mengetahui terkait hal-hal yang berhubungan dengan
penyakit atau prosedur yang dilakukan, apakah pasien mengetahui tatalaksana
yang harus dilakukan prosedur tersebut
7. Pola presepsi diri
Kaji bagaimana pasien memandang dirinya dalam kondisi sakit saat ini, kaji
apakah pasien bisa menerima dan mudah adaptasi dengan penyakit yang do
deritanya
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah pasien mengalami gangguan seksualitas dan reproduksi setelah
keadaan sakit
9. Pola peran & hubungan
Kaji ada atau tidaknya dukungan untuk meningkatkan motivasi klien dalam
hal kesembuhan, kaji hubungan dengan pasangan, anak, cucu, keluarga dan
kerabat
10. Pola manajemen Koping Stres
Kaji apakah ketika ada masalah pasien terbuka untuk menceritakan masalah
yang dialami, kaji apakah pasien bisa beradaptasi dengan lingkungan setelah
mengetahui kondisi penyakitnya
11. Sistem nilai & keyakinan
Kaji apakah pasien mengalami ganggun dalam keyakinan melakukan
ibdanhnya saat pada kondisi sakit
IV. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi, palpasi,auskultasi dan perkusi
1. Keadaan umum :
Pada pasien dengan peritonitis keadaan umum pasien tidak baik, biasanya pasien
akan mengeluh demam sampai 38°C, pasien dengam sepsis hebat biasanya akan
muncul gejala hiptermia. Pada pasien peritonitis bisa jertadi takikardi karena
dilepasnya mediatir inflamasi dan hipovolemia yang disebabkan karena mual
dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari abdomen. Dehidrasi
pada pasien peritonitis akan menyebabkan hipotensi yang mengakibatkan
produksi uri berkurang. Pasien dengan peritonitis akut bisa mengalami syok
sepsis, kaji apakah kesadaran pasien comps mentis (GCS : E=4, V=5, E=6)
2. Tanda-Tanda Vital :
Tekanan darah :
Nadi :
Suhu :
RR :
3. Kepala dan leher
Inspeksi : kaji apalah persebaran rambut normal, bentuk kepala apakah simetris,
apakah terdapat luka, apaah terdapat benjolan
Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan
4. Thorax/dada
Paru-paru :
Inspeksi : kaji apakah ada pengembangan dada simetris, kaji apakah ada
pembangkakan pada paru abnomal
Palpasi : kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi :Kaji suara paru apakah terdengar sonor atau tidak
Auskultasi : Kaji apakah bunyi vaskuler dan teratur atau da kelainan pada patu-
paru
Jantung :
Inspeksi : Kaji apakah adda pengembangan pada jantung, kaji apakah ictus
cordis telihat atau tidak
Palpasi : kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi : Kaji bunyi jantung apakah ada suara pekak di jantung
Auskultasi : Kaji bunyi jantung S1 dan S2 apakah tunggal
5. Abdomen
Inspeksi : Kaji apakah ada jaringan parut bekas operasi yang menunjukkan
adanya adesi, kaji apakah ada pembuncitan pada perut, tegang perut atau
distended
Palpasi : Palpasi abdomen apakah ada nyeri tekan, jika ada kaji sejak kapan,
bagaiaman rasanya, kualitas nyeri, kaji tingkat nyeri diluar abdomen untuk
membandingkan antara bagian yang nyeri dan tidak nyeri.
Perkusi : Kaji adanya iritasi pada peritoneum, kaji adanya udara bebas ataau
cairan bebas, pada pasien peritonitis pekak hepat akan menghilang dan perkusi
abdomen akan hipertimpani karena adanya udara bebas
Auskultasi : Kaji apakah ada suara bising usus, pada pasien peritonitis
biasanyya suara bising usus akan menghilang hal ini disebkan karena peritoneal
yang lumpuh sehingga meneyebabkan usus ileus pralatik
6. Genetalia dan anus
Inspeksi :Kaji apakah ada kelainan pada genetalia dan anus, kaji apakah ada lesi,
kaji apakah ada masalah peradangan pada genetalia dan anus
Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan
7. Ekstermitas
Ekstermitas atas
Inspeksi : kaji apakah bentuk simestris, kaji apakah ada edema, kaji kekuatan
otot
Palpasi : Kaji apakah akral hangat, kaji apakah CRT < 2 detik, kaji apakah
terdapat nyeri tekan
Ekstermitas bawah
Inspeksi : Kaji apalah bentuk simetrism kahi apakah ada edema, kaji kekuatan
otot
Palpasi : kaji apakah hangat, kaji apakah CRT < 2 detik, kaji apakah terdapat
nyeri tekan
8. Kulit dan kuku
Inspeksi : Kaji warna kulit, kaji apakah ada nyeri tekan
Palpasi : kaji turgor kulit < 2 detik

B. Diagnosia Keperawatan

Diganosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan peritontis menurut
SDKI (2017) antara lain :

1. Pola nafas tidak efektif D.005berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


2. Nyeri Akut D. 077 berhubungan dengan cedera pada organ peritoneum (peritonitis)
3. Hipertermia D. 0130 berhubungan dengan prsoses inflamasi
4. Resiko Infeksi D.0142 berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer
5. Defisit nutrisi D.0032 berhubungn dengan terganggunya absorbsi makanan
6. Resiko ketidakseimbangan cairan D,0036 berhubungan dengan kehilangan banyak
cairan pada membran kapiler dikarenakan dehidrasi
C. Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Paraf &


Nama

1 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x Manajemen jalan napas I.01011 Ns. Tita
D.0005 24 jam diharapkan pola nafas tidak efektif 1. Monitor pola napas
pasien dapat teratasi dengan kriteri hasil : 2. Monitor bunyi napas tambahan
Pola Napas L. 601004 : 3. Monitor sputum
No Indikator Awal Tujuan 4. Memposisikan pasien semi fowler atau
1 2 3 4 5 fowler

1 Frekuensi 2 √ 5. Berikan minum hangat

nafas 6. Berikan oksigen jika perlu

2 Kedalaman 2 √ 7. Ajarkan teknik batuk efektif kepada

nafas pasien

3 Pemanjangan 3 √ 8. Kolaborasikan pemberian bronkodilator

ekspirasi jika perlu

Keterangan : 1. Memburuk, 2. Cukup Terapi relaksasi otot progresif I. 05187


memburuk, 3. Sedang, 4. Cukup membaik, 1. Identifikasi tempat yang tenang dan
5. membaik
nyaman
2. Monitor secara berkala untuk
memastikan otot rileks
3. Atur lingkungan agar tidak ada gangguan
saat terapi
4. Berikan posisi bersandar atau duduk
sesuai dengan posisi yang nyaman untuk
pasien
5. Anjurkan bernafas dalam secara perlahan
6. Hentikan sesi relaksasi secara bertahap
7. Beri waktu mengungkapkan perasaan
tentang terapi
2 Nyeri Akut D.0077 Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x Manajemen nyeri I. 08238 Ns. Tita
24 jam diharapkan nyeri akut pasien dapat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
teratasi dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Tingkat Nyeri L. 2102 2. Identifikasi skala nyeri
No Indikator Awal Tujuan 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
1 2 3 4 5 meringankan nyeri

1 Keluhan 5 √ 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk

Nyeri mengurangi nyeri

2 Meringis 4 √ 5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu


3 Mual 4 √ nyeri
Keterangan : 1. Menurun, 2. Cukup 6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun 3. Sedang, 4. Cukup meningkat 5. 7. Anjurkan memonitor nyeri secara
Meningkat
mandiri
8. Kolaborasi pemberian analgesik jika
perlu
Pemberian Analgesik I. 08243
1. Identifikasi riwayat alergi obat
2. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
3. Monitor tanda tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
4. Monitor efektivitas analgesik
5. Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respon pasien
6. Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
3 Hipertermia D. 0130 Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x Manajemen Hipertermia I. 15506 Ns. Tita
24 jam diharapkan hipertermia pada pasien 1. Identifikasi penyebab hipertermia
dapat teratasi dengan kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh
Termoregulasi L. 14134 3. Monitor kadar elektrolit
No Indikator Awal Tujuan 4. Sediakan lingkungan yang dingin
1 2 3 4 5 5. Longgarkan pakaian

1 Menggigil 4 √ 6. Berikan cairan oral

2 Suhu tubuh 4 √ 7. Anjurkan tirah baring

3 Pucat 2 √ 8. Kolaborasi pemberian cariran elektrolit

Keterangan : 1. Menurun, 2. Cukup intravena

menurun 3. Sedang, 4. Cukup meningkat 5. Regulasi Temperatur I. 14578


Meningkat 1. Monitor tekanan darah, frekuensi
pernafasan dan nadi
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor dan catat tanda gejala
hipertermia
4. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat
5. Gunakan matras penghangat jika
diperlukan
6. Kolaborasi pemberian antipiretik jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati Afif Nurul, Ikbar M. Ilham Adika dan Rosyid Nur A. 2018. Gawat Darurat
Medis dan Bedah. Airlangga University Press : Surabaya

Japanesa A., Zahari Asril dan Rusjdi Renita Selfi. 2016. Pola Kasus dan
Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal bedah RSUP Dr. M. Djamil padang.
Journal Kesehatan anadalas : Vol 5 (1).

Pearce Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia

Sarathi Ghosh., Mukherjee R, Sarkar S, Halder dan Dhar Debasis. 2016. Epidemiology
of Secondary Peritonitis : Analysis of 545 cases. International Journal of
Scientific study : Vol (3) issue (12)

Sembiring Octavia Azriana. 2018. Prevalensi Peritonitis pada Pasien Apendisitis di


RSUP Haji Adam Malik Periode 2017. Skripsi. Repository Institusi Usu :
Universitas Sumatera Utara.

SDKI DPP PPNI 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tochie J.N., Agboor V.N, Leonel, Mbonda dan Darwang. 2020. Global Epidemiology
of Acute Generalised peritonitis : A Protocol For a Systematic review an Meta
Analysis. BMJ Open.

Wyers, S. G & Matthews. 2016. Surgical peritonitis and Other Disease of The
Peritoneum, Mesentry, Omentum and Diaphragm’in Slesenger and Fordtran’s
Gastrointentinal and Liver Disease. United Stase of Amerika 634-641

Anda mungkin juga menyukai