POST SECTIO (SC) PRE EKLAMPSI BERAT (PEB) DI RUANG DAHLIA DI RSD
DR. SOEBANDI JEMBER
PERIODE 10 – 15 Oktober 2022
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase Maternitas
Oleh:
Zunanda Handrie Lukman S,Kep
NIM. 2201031021
a. Iskemia miometrium disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus.
b. Autolisis merupakan suatu proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di
dalam otor uterus.
c. Efek oksitosin yang menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya
suplai darah ke uterus.
2) Involusi tempat plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan maka akan terjadi konstriksi
vaskuler dan thrombosis. Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan
suatu tempat permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak
tangan. Luka akan mengecil pada akhir minggu ke 2 sebesar 3-4 cm dan
pada akhir masa nifas 1-2 cm
3) Serviks (mulut rahim)
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan 18 jam setelah post
partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi padat dan kembali
ke bentuk semula.
4) Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basa dan lochea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Komposisi
lochea adalah jaringan endometrial, darah dan lifme. Lochea mengalami
perubahan karena proses involusi, tahap lochea yaitu:
1) Rubra (merah)
Lochea muncul pada hari pertama hingga hari ke tiga masa post partum.
Warnanya merah dan mengandung darah dari luka pada plasenta.
2) Sanguinolenta (merah kuning)
Lochea ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, pengeluaran
pada hari ketiga sampai kelima post partum.
3) Serosa (pink kecoklatan)
Lochea ini muncul pada hari kelima sampai kesembilan. Warnanya
kekuningan atau kecoklatan, terdiri atas sedikit darah dan lebih banyak
serum.
4) Alba (kuning-putih)
Terjadi pada 10-14 hari, warnanya lebih pucat, putih kekuningan, lebih
banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan
yang mati.Lochea terus keluar sampai 3 minggu, bau normal seperti
menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri. Jumlah keluaran rata-rata
240-270 ml.
5) Siklus menstruasi
Siklus mentruasi pad aibu menyusui dimulai 12-18 minggu post partum.
Menstruasi pada ibu post partum tergantung hormon prolaktin. Apabila
ibu tidak menyusui mentruasi mulai pada minggu 5-8 minggu.
6) Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam keadaan hamil mempunyai pembuluh-pembuluh darah yang
besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan bagi peredaran
darah yang banyak, maka arteri tersebut harus mengecil lagi saat nifas.
7) Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan dinding perut menjadi longgar karena teregang begitu
lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu.
8) Nyeri setelah persalinan
Setelah persalinan uterus tetap berkontraksi dengan kuat pada interval
tertentu dan menimbulkan nyeri, yang mirip dengan pada masa
persalinan namul lebih rinan.
9) Laktasi
Keadaan payudara pada dua hari pertama nifas sama dengan keadaan
dalam masa kehamilan yang belum mengandung susu melainkan
colostrum. Colostrum adalah cairan kuning yang mengandung banyak
protein dan garam.
D. Adaptasi Psikologis Ibu
Berdasarkan Bobak (2012) banyak wanita merasa tertekan pada saat setelah
melahirkan. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani.
Tanggung jawab menjadi seorang ibu semakin besar dengan lahirnya bayi yang
baru lahir. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan ibu mengalami fase-fase
sebagai berikut:
1. Fase Taking in (0 – 2 hari) Fase ini merupakan periode ketergantungan yang
berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada
saat ini fokus perhatian pada diri sendiri. Gangguan fisiologis yang mungkin
dirasakan ibu pada fase ini:
a. Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang
bayinya
b. Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik, misalnya rasa mulas
dan payudara bengkak.
c. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
d. Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya
dan cenderung melihat saja tanpa membantu.
2. Taking hold (hari 3 – minggu ke 5)
Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu merasa kawatir atas ketidakmampuannya dan
rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu memiliki perasaan yang
sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Tugas
sebagai tenaga kesehatan adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara
menyusui yang benar, cara merawat luka jahitan, mengajarkan senam nifas,
memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu.
3. Letting go (minggu ke 5 – 8)
Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat
menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya sudah
meningkat. Pendidikan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan
bermanfaat bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan
bayinya. Dukungan dari suami dan keluarga masih sangat diperlukan ibu.
Suami dan keluarga dapat membantu dalam merawat bayi, mengerjakan
urusan rumah tangga sehingga tidak terlalu terbebani.
E. Komplikasi
1. Perdarahan post partum (apabila kehilangan darah lebih dari 500 mL selama
24 jam pertama setelah kelahiran bayi).
2. Infeksi
a. Endometritis (radang edometrium)
b) Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus).
c) Perimetritis (rad ang peritoneum disekitar uterus).
d) Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjadi keras
dan berbenjol-benjol).
e) Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah,
membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada pengobatan
bisa terjadi abses).
f) Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose
superficial yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan
dan nifas, yang ditandai dengan kemerahan atau nyeri.)
g) Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur naik 38,3
°C, nadi < 100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada tepi, pus
atau nanah warna kehijauan, luka kecoklatan atau lembab, lukanya meluas)
3. Gangguan psikologis
a) Depresi post partum
b) Post partum Blues
c) Post partum Psikosa
4. Gangguan involusi uterus
F. Penatalaksanaan
1) Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
2) 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan
kiri
3) Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar
dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas,
pemberian informasi tentang senam nifas.
4) Hari ke- 2 : mulai latihan duduk
5) Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan
4. Konsep Dasar Sectio Caesaria (SC)
A. Pengertian Sectio Caesaria
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2011).
B. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya
jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa,
sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea
dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
C. Etilogi
Berdasarkan Manuaba (2012) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu
diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu. Ketuban
dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric berkaitan
dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khoriokarsinoma
sampai sepsis, yang meningkatkaan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu. Penatalaksanaan sectio cesaria pada pasien yang
mengalami KPD bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor pelvik kurang
dari 5.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah
letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2010).
7. Kelainan Letak lintang
Letak Lintang ialah jika letak anak di dalam rahim sedemikian rupa hingga
paksi tubuh anak melintang terhadap paksi rahim. Sesungguhnya letak lintang
sejati (paksi tubuh anak tegak lurus pada paksi rahim dan menjadikan sudut 90o)
jarang sekali terjadi. (Eni Nur Rahmawati, 2011) Pada letak Lintang, bahu
biasanya berada diatas pintu atas panggul sedangkan kepala terletak pada salah
satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain. Pada keadaan ini, janin
biasa berada pada presentase bahu/ akromion. (Icesmi Sukarni, 2013).
D. Jenis-jenis Sectio Cesaria
1) Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah :
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
2) Sectio caesaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi
memanjang pada segmen atas uterus.
3) Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4) Section cacaria hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat
Aliran darah berkurang Kebutuhan nutrisi janin Kerusakan glomerulus Terjadi mikroemboli
pada hati (kerusakan
Edema
tidak terpenuhi
liver)
Lestari, B. 2019. PENGALAMAN ibu dengan preeklamsia di rumah sakit umum daerah
provinsi nusa tengggara barat. Ejurnal.Binawakya. 14(5):2645–2651.