Anda di halaman 1dari 22

\

\\

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE EKLAMPSI BERAT (PEB) DENGAN GAGAL GINJAL DI RSD DR.


SOEBANDI JEMBER PERIODE 11 Oktober – 5 NOVEMBER 2022

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase Maternitas

Oleh:
Zunanda Handrie Lukman S,Kep
NIM. 2201031021

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
1. Definisi Preeklamsia

Preeklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan

oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas (Sofian, 2015). Definisi

preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan, atau dapat timbul lebih awal bila

terdapat perubahan pada hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis

(Mitayani, 2012).

Menurut definisi Manuaba, (1998) mendefinisikan bahwa preeklamsia

(toksemia gravidarum) merupakan tekanan darah tinggi yang disertai dengan

proteinuria (protein dalam air kemih), atau edema (penimbunan cairan), yang

terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah

persalinan (Sukarni, 2013).

Preeklamsia dan eklamsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada

ibu hamil, bersalin, dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias hipertensi,

proteinuria, dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu

hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vaskuler atau

hipertensi sebelumnya (Sofian, 2015).

Risiko cedera pada janin yaitu berisiko mengalami bahaya atau

kerusakan fisik pada janin selama proses kehamilan dan persalinan (Tim Pokja

SIKI DPP PPNI, 2018).

6
2. Klasifikasi Preeklamsia

Menurut Sofian (2015), preeklamsia dibagi menjadi 2 golongan yaitu

preeklamsia ringan dan preeklamsia berat.

a. Preeklamsia ringan

Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi

berbaring terlentang, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan

sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali

pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya dengan selang waktu 6 jam.

Edema umum, kaki, jari tangan, serta wajah, atau kenaikan berat badan 1 kg atau

lebih per minggu. Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1+

atau 2+ pada urin kateter atau midstream.

b. Preeklamsia berat

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, proteinuria 5 gr atau lebih per

liter, Oliguria, adalah jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam. Adanya

gangguan serebral, gangguan visus, serta rasa nyeri di epigastrium. Dan terdapat

edema paru dan sianosis.

3. Etiologi Preeklamsia

Penyebab preeklamsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti,

tetapi Pada umumnya disebabkan oleh (vasopasme arteriola). Faktor – faktor lain

yang dapat diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya preeklamsia yaitu sebagai

berikut (sutrimah, 2015).

a. Usia Ibu

Usia merupakan usia individu terhitung mulai saat individu dilahirkan

sampai saat berulang tahun, semakin cukup usia, tingkat kematangan dan

kekuatan

7
seseorang akan lebih matang dalam proses berfikir. Insiden tertinggi pada kasus

preeklampsia pada usia remaja atau awal usia 20 tahun, namun prevalensinya

meningkat pada wanita dengan usia diatas 35 tahun.

b. Usia Kehamilan

Preeklampsia biasanya akan muncul setelah usia kehamilan minggu ke

20, gejalanya yaitu kenaikan tekanan darah. Jika terjadi di bawah usia kehamilan

20 minggu, masih dikategorikan dalam hipertensi kronik. Sebagian besar kasus

preeklampsia terjadi pada minggu > 37 minggu dan semakin tua usia kehamilan

maka semakin berisiko terjadinya preeklampsia.

c. Paritas

Paritas merupakan keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari

satu. Menurut Manuaba paritas adalah wanita yang pernah melahirkan dan dibagi

menjadi beberapa istilah:

1) Primigravida: seorang wanita yang telah melahirkan janin untuk pertama

kalinya.

2) Multipara: seorang wanita yang telah melahirkan janin lebih dari satu kali.

3) Grande Multipara: wanita yang telah melahirkan janin lebih dari lima kali.

d. Riwayat Hipertensi / preeklamsia

Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya adalah faktor utama.

Kehamilan pada wanita yang memiliki riwayat preeklampsia sebelumnya

berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini,

dan dampak perinatal yang buruk (Lalenoh, 2018).

8
e. Genetik

Riwayat preeklampsia pada keluarga juga dapat meningkatkan risiko

hampir tiga kali lipat adanya riwayat preeklampsia. Pada ibu dapat meningkatkan

risiko sebanyak 3,6 kali lipat (Lalenoh, 2018).

f. Penyakit Terdahulu (Diabetes Militus)

Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes, kemungkinan akan

terkena preeklampsia meningkat 4 kali lipat. Sedangkan untuk kasus hipertensi,

prevalensi preeklampsia pada ibu dengan hipertensi kronik lebih tinggi dari pada

ibu yang tidak menderita hipertensi kronik.

g. Obesitas

Terjadinya peningkatan risiko munculnya preeklampsia pada setiap

peningkatan indeks masa tubuh. Sebuah studi kohort mengemukakan bahwa ibu

dengan indeks masa tubuh >35 akan memiliki risiko mengalami preeklampsia

sebanyak 2 kali lipat.

h. Bad Obstetrik History

Ibu hamil yang pernah mempunyai riwayat preeklampsia, kehamilan

molahidatidosa, dan kehamilan ganda kemungkinan akan mengalami

preeklampsia pada kehamilan selanjutnya, terutama jika diluar kehamilan

menderita tekanan darah tinggi menahun.

4. Patofisiologi

Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan ritensi

garam serta air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteiola glomelurus.

Dalam beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya

dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh

mengalami

9
spasme, maka tekanan darah akan naik, sehingga usaha untuk mengatasi kenaikan

tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi (Sofian, 2015).

Sedangkan kenaikan berat badan serta edema yang disebabkan oleh

penimbunan air yang yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui

penyebabnya, mungkin karena retensi air serta garam. Proteinuria dapat

disebabkan oleh spasme arteliola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus

(Sofian, 2015).

5. Tanda dan Gejala Preeklamsia

Menurut Mitayani (2012), preeklamsia memiliki dua gejala yang sangat

penting yaitu hipertensi dan proteinuria yang biasanya tidak disadari oleh wanita

hamil. Penyebab dari kedua masalah diatas yaitu sebagai berikut:

a. Tekanan darah

Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal yang

penting pada preeklamsia. Tekanan diastolik adalah tanda prognostik yang lebih

andal dibandingkan dengan tekanan sistolik. Pada tekanan diastolik sebesar 90

mmHg atau lebih yang terjadi terus-menerus menunjukkan keadaan abnormal.

b. Kenaikan berat badan

Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului serangan

preeklamsia serta bahkan kenaikan berat badan (BB) yang berlebihan adalah tanda

pertama preeklamsia pada sebagian wanita. Peningkatan berat badan normal ialah

0,5 kg per minggu. Apabila 1 kg dalam seminggu, maka kemungkinan terjadinya

preeklamsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan terutama disebabkan karena

retensi cairan serta selalu dapat ditemukan sebelum timbulnya gejala edema yang

tampak jelas seperti kelopak mata yang bengkak atau jaringan tangan yang

membesar.

10
c. Proteinuria

Pada preeklamsia ringan, proteinuria hanya minimal positif satu, positif

dua, atau tidak sama sekali. Pada kasus berat proteinuria dapat ditemukan serta

dapat mencapai 10 g/dL. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan

hipertensi serta kenaikan berat badan (BB) yang berlebihan.

Adapaun gejala-gejala subyektif yang dirasakan pada preeklamsia yaitu

sebagai berikut.

1) Nyeri kepala

Jarang ditemukan pada kasus ringan, namun akan sering terjadi pada

kasus-kasus berat. Nyeri kepala sering terjadi pada daerah frontal dan oksipital,

dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa.

2) Nyeri epigastrium

Adalah keluhan yang sering ditemukan pada preeklamsia berat. Keluhan

ini disebabkan oleh tekanan pada kapsula hepar akibat edema atau perdarahan.

3) Gangguan penglihatan

Keluhan penglihatan yang tertentu dapat disebabkan oleh spasme

arterial, iskemia, serta edema retina serta pada kasus-kasus yang langka

disebabkan oleh ablasio retina. Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan tanda-

tanda subjektif.

6. Faktor Ibu Hamil Dengan Preeklamsia Dengan Risiko Cedera

Pada Janin

Faktor terjadinya risiko cedera pada janin tarkait dengan kejadian ibu

hamil dengan preeklamsia berat menurut Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia (SDKI) 2017 yaitu sebagai berikut:

a. Usia ibu (<15 tahun atau >35 tahun)


11
b. Paritas banyak

c. Riwayat persalinan sebelumnya

d. Pola makan yang tidak sehat

7. Komplikasi

Menurut Mitayani (2012), komplikasi yang dialami bergantung pada

derajat preeklamsia yaitu antara lain:

1. Komplikasi pada ibu

a. Eklamsia.

b. Solusio plasenta.

c. Perdarahan subkapsula hepar.

d. Kelainan pembekuan darah disseminated intravascular coagulation (DIC).

e. Sindrom HELLP (hemolysis, elevated, liver, enzymes, dan low platelet count).

f. Ablasio retina.

g. Gagal jantung hingga shok dan kematian.

2. Komplikasi pada janin

1. Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus.

2. Premature

3. Asfiksia neonatorum.

4. Kematian janin dalam uterus.

5. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.

8. Pencegahan

Pencegahan preeklamsia atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian

dan menurunkan angka kesakitan serta kematian (Sofian, 2012).

12
1. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-

tanda sedini mungkin (preeklamsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup

agar penyakit tidak menjadi lebih berat.

2. Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklamsia jika ada faktor-

faktor predisposisi.

3. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta

pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi

protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

9. Penanganan Preeklamsia

Tujuan utama penanganan yaitu untuk mencegah terjadinya preeklamsia

dan eklamsia, hendaknya janin lahir hidup serta trauma pada janin seminimal

mungkin (Sofian, 2015).

B. Preeklamsia dengan Gagal Ginjal

A. Preeklamsia dengan Gagal Ginjal

Insiden gagal ginjal akut dalam kehamilan adalah 1: 20.000. Gagal ginjal akut

dengan komplikasi preeklampsia berat merupakan kondisi yang meningkatkan

morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Penyebabnya termasuk

gangguan hipertensi, perdarahan, sepsis, penyakit ginjal intrinsik, dan

gangguan lainnya yang terkait dengan kehamilan. Manajemen pasien dengan

gagal ginjal akut yang disebabkan oleh preeklampsia atau eklampsia secara

geografis berbeda, berdasarkan ketersediaan sumber daya dan persepsi

penyakit yang berbeda (Drakeley et al., 2002). Karakteristik histologis lesi

renal pada preeklampsia adalah adanya endoteliasis glomerulus. Glomerulus

mengalami pembesaran dan membengkak dengan sel-sel endotel bervakuola.

13
Gambaran histologis berupa vasokonstriksi yang meluas menandai

preeklampsia, menyebabkan penurunan sebesar 25-30% dari aliran plasma

ginjal dan glomerular filtrasi dibandingkan dengan kehamilan normal.

Disfungsi endothelial terjadi karena mekanisme angiogenik dan

antiangiogenik faktor. Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan

transforming growth factor β-1 (TGF-β1) berperan sebagai pelindung

endothelial pada jaringan, termasuk jaringan pada ginjal dan plasenta. Pada

kehamilan normal homeostasis vaskular diatur oleh VEGF dan TGF-β1. Pada

preeklampsia, sekresi VEGF dan TGF-β1 dihambat oleh dua protein anti

angiogenik soluble fms like thyrosin kinase (sFlt1) dan soluble endoglin

(sEng). Hal ini menyebabkan kerusakan endotel, yang ditandai dengan

berkurangnya produksi prostasiklin oksida nitrat, dan protein prokuagulan.

Sebagian besar kerusakan fungsional ginjal pada preeklampsia bersifat ringan

dan mengalami perbaikan setelah persalinan. Secara umum AKI didefinisikan

sebagai suatu penurunan yang cepat dan mendadak dari fungsi ginjal. Adapun

definisi yang dikenalkan oleh The Acute Kidney Injury Network (AKIN)

menyebutkan kriteria spesifik untuk diagnosis AKI, yaitu: 1. Terjadi dalam

waktu yang cepat (kurang dari 48 jam). Penurunan fungsi ginjal a.

Peningkatan kreatinin serum ≥0,3 mg/dl (≥26,4 umol/l). b. Peningkatan

persentase kreatinin serum ≥50%. c. Penurunan urine output, didefinisikan

6jam. The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) tahun 2007

memformulasikan suatu klasifikasi Risk, Injury, Failure, Loss dan Endstage

(RIFLE). Untuk diagnosis dan penatalaksanaan, AKI dibagi menjadi tiga

kategori: 1. Penyakit yang dikarakteristikkan dengan hipoperfusi yang tidak

melibatkan jaringan parenkim renal (prerenal) 2. Penyakit yang melibatkan

jaringan parenkim renal (AKI intrarenal atau intrinsik) 3. Penyakit yang


14
dihubungkan dengan obstruksi akut traktus urinarius (AKI obstruktif atau

postrenal).5,6 Kriteria RIFLE sudah diuji dalam berbagai penelitian dan

menunjukkan kegunaaan dalam aspek diagnosis, klasifikasi berat penyakit,

pemantauan perjalanan penyakit dan prediksi mortalitas. Pada tahun 2005,

Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi nefrolog dan

intensivis internasional, memodifikasi Nurul Islamy, Ade Yonata |

Tatalaksana Eklampsia dengan Gagal Ginjal Akut JK Unila | Volume 3 |

Nomor 1 | Maret 2019| 194 kriteria RIFLE. AKIN mengupayakan peningkatan

sensitivitas klasifikasi dengan merekomendasikan (1) kenaikan kadar Cr

serum sebesar >0,3 mg/dL sebagai ambang definisi AKI karena dengan

kenaikan tersebut telah didapatkan peningkatan angka kematian 4 kali lebih

besar (OR=4,1; CI=3,1-5,5); (2) penetapan batasan waktu terjadinya

penurunan fungsi ginjal secara akut, disepakati selama maksimal 48 jam

(bandingkan dengan 1 minggu dalam kriteria RIFLE) untuk melakukan

observasi dan mengulang pemeriksaan kadar Cr serum; (3) semua pasien yang

menjalani terapi pengganti ginjal (TPG) diklasifikasikan dalam AKI tahap 3;

(4) pertimbangan terhadap penggunaan LFG sebagai patokan klasifikasi

karena penggunaannya tidak mudah dilakukan pada pasien dalam keadaan

kritis. Dengan beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F pada kriteria RIFLE

secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2, dan 3.

Kategori LE pada kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis (outcome)

sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan.6,7 Klasifikasi AKI menurut AKIN

dapat dilihat pada Tabel 2. Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama

berdasarkan patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan

hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI

prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan


15
pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait

dengan obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian

penyebab AKI sangat tergantung dari tempat terjadinya AKI.

C. WOC PEB DENGAN GAGAL GINJAL

16
D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil Dengan Preeklamsia

Berat Untuk Mengatasi Masalah Risiko Cedera Pada Janin.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, untuk

mengidentifikasi, mengenal masalah kebutuhan kesehatan, keperawatan pasien

baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Deden Dermawan, 2012). Pengkajian

yang dilakukan pada ibu preeklamsia menurut Mitayani (2012), yaitu sebagai

berikut.

1. Identitas pasien

Melakukan pengkajian pada pasien dengan menanyakan nama, umur,

Pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku, alamat, nomer rekam

17
medis (RM), tanggal masuk rumah sakit, (MRS), dan tanggal pengkajian, dan kaji

identitas penanggung jawab atas pasien.

2. Data riwayat kesehatan

Melakukan pengkajian keluhan utama pada pasien, keluhan yang paling

dirasakan pada pasien saat dilakukan pengkajian.

a. Riwayat kesehatan dahulu

1) Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil.

2) Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada kehamilan terdahulu.

3) Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.

4) Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis.

b. Riwayat kesehatan sekarang

1) Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal.

2) Terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrium.

3) Gangguan virus: penglihatan kabur, scotoma, dan diplopia.

4) Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan.

5) Gangguan serebral lainnya: terhuyung-huyung, reflex tinggi, dan tidak tenang

6) Edema pada ektremitas.

7) Tengkuk terasa berat.

8) Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji riwayat penyakit pada pasien dan keluarganya, apakah pasien

dan keluarga memiliki penyakit keturunan seperti hipertensi, atau dibetes melitus

(DM) serta kemungkinan memiliki riwayat preeklamsia serta eklamsia dalam

keluarga.

18
d. Riwayat obstetrik dan ginekologi

Melakukan pengkajian pada pasien dengan menanyakan riwayat

menstruasi, riwayat pernikahan, riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu,

riwayat kehamilannya saat ini, dan riwayat keluarga berencana.

e. Pola kebutuhan sehari-hari

Melakukan pengkajian pola kebutuhan sehari-hari pada pasien seperti

pengkajian pada pernafasan, nutrisi (makan dan minum), eliminasi (BAB dan

BAK), gerak badan atau aktivitas, istirahat tidur, berpakaian, rasa nyaman (pasien

merasakan adanya dorongan meneran, tekanan ke anus, perinium menonjol).

Kebersihan diri, rasa aman, pola komunikasi atau hubungan pasien dengan orang

lain, ibadah, produktivitas, rekreasi, kebutuhan belajar.

3. Pemeriksaan fisik biologis

a. Keadaan umum: lemah.

b. Kepala: sakit kepala, wajah edema.

c. Mata: konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina.

d. Pencernaan abdomen: nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual, dan muntah.

e. Ektremitas: edema pada kaki, tangan, dan jari-jari.

f. System pernafasan: hiper refleksia, klonus pada kaki.

g. Genitourinaria: oliguria, proteinuria.

h. Pemeriksaan janin: bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin melemah.

4. Pemeriksaan penunjang

Data penunjang dilakukan atas indikasi tertentu yang digunakan untuk

memperoleh keterangan yang lebih jelas. Pemeriksaan yang dilakukan untuk

19
mendapatkan data penunjuang seperti pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan

ultrasonography (USG).

1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah.

2) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk

wanita hamil adalah 12-14 gr%).

3) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).

4) Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3).

a. Pemeriksaan fungsi hati.

1) Bilirubin meningkat

2) LDH (laktat dehydrogenase) meningkat.

3) Serum glutamate oirufat transaminase (SGOT) meningkat.

4) Total protein serum menurun.

c. Tes kimia darah: asam urat meningkat.

d. Radiologi

1) Ultrasonografi

Ditemukannya retardasi pertumbuhan janin intrauterus, pernafasan

intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, serta volume cairan ketuban sedikit.

2) Kardiotografi: diketahui denyut jantung bayi lemah.

3) Data social ekonomi, preeklamsia berat lebih banyak terjadi pada wanita serta

golongan ekonomi rendah, karena mereka kurang mengonsumsi makanan yang

mengandung protein serta kurang melakukan perawatan antenatal yang teratur.

4) Data psikologis, ibu preeklamsia berada dalam kondisi yang labil serta mudah

marah, ibu merasa khawatir dengan keadaan dirinya serta keadaan janin dalam

20
kandungannya, karena ibu akan merasa takut dengan anaknya akan lahir cacat

atau meninggal dan takut untuk melahirkan.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses keperawatan

yaitu suatu penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan

atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun

potensial. Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk mengidentifikasi respon

pasien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan

kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

Tabel 1

Diagnosis Keperawatan

Masalah Keperawatan Faktor Risiko Kondisi klinis terkait


Risiko Cedera pada
Janin
Definisi: 1. Usia ibu (<15 tahun 1. Penyakit penyerta:
Berisiko mengalami atau >35 tahun) Hipertensi
bahaya atau kerusakan 2. Paritas banyak
fisik pada janin selama 3. Riwayat persalinan
proses kehamilan dan sebelumnya
persalinan 4. Pola makan yang
tidak sehat
Sumber : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

Dari tabel diatas dapat dirumuskan diagnosis keperawatan yaitu: Risiko Cedera

pada Janin dibuktikan dengan faktor risiko usia ibu (<15 tahun atau >35 tahun),

paritas banyak, riwayat persalinan sebelumnya, pola makan yang tidak sehat,

dibuktikan dengan hipertensi (preeklamsia).

21
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang meliputi

perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada

pasien. Dan berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan serta

keperawatan pasien dapat diatasi (Bararah, 2013).

Tabel 2

Rencana Intervensi Untuk Pasien Dengan Masalah Keperawatan Risiko Cedera


Pada Janin

Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
(1) (2) (3)
Risiko Cedera SLKI SIKI
pada Janin a. Tingkat cedera: 1. Pemantauan denyut
dibuktikan Setelah diberikan jantung janin
dengan faktor asuhan keperawatan Observasi
risiko usia ibu selama 1 x 30 menit a. Identifikasi status
(<15 tahun atau diharapkan risiko obstetrik
>35 tahun), cedera pada janin tidak b. Identifikasi riwayat
paritas banyak, terjadi dengan kriteria obstetric
riwayat hasil: c. Identifikasi adanya
persalinan 1. Kejadian cedera penggunaan obat,
sebelumnya, pola menurun (DJJ diet dan merokok
makan yang membaik 120- d. Identifikasi pemeriksaan
tidak sehat, 160x/menit) kehamilan sebelumnya
dibuktikan 2. Frekuensi gerak e. Periksa denyut
dengan hipertensi janin membaik jantung janin selama 1
(preeklamsia). 3. Berat badan menit
membaik f. Monitor tanda vital
ibu Terapeutik
a. Atur posisi pasien

22
4. Tanda – tanda b. Lakukan maneuver
vital dalam leopold untuk
rentang normal menentukan posisi janin
b. Status Antepartum Edukasi
setelah diberikan a. Jelaskan tujuan dan
asuhan keperawatan prosedur pemantauan
selama 1 x 30 menit b. Informasikan hasil
diharapkan status pemantauan, jika
antepartum membaik perlu
dengan kriteria hasil: 2. Perawatan kehamilan risiko
1. Berat badan tinggi
membaik Observasi:
1) Tekanan darah a. Identifikasi faktor
dalam rentang risiko kehamilan
normal (100 – b. Identifikasi
140 mmHg) riwayat obstetric
2) Frekuensi nadi c. Identifikasi social
dalam rentang dan demografi
normal (60 – 100 d. Monitor status fisik
kali per menit) dan psikososial selama
2. Suhu tubuh e. kehamilan.
dalam rentang Terapeutik
normal (36,5 ⸰ - a. Damping ibu
37,5 ◦) saat merasa
cemas
b. Diskusikan
ketidaknyamanan
selama hamil
c. Diskusikan persiapan
persalinan dan kelahiran
Edukasi
a. Jelaskan risiko janin
mengalami kelahiran
premature
23
b. Anjurkan melakukan
perawatan diri untuk
meningkatkan kesehatan
c. Anjurkan ibu untuk
beraktivitas dan
beristirahat yang cukup
d. Ajarkan mengenali
tanda bahaya
Kolaborasi
a. Kolaborasikan dengan
spesialis jika ditemukan
tanda dan bahaya
kehamilan
(Sumber : (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019), (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan,

pengolahan dan tahap perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun

pada tahap perencanaan. Implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri,

kolaborasi, dan tindakan rujukan (Bararah, 2013).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.

Evaluasi keperawatan adalah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap

diagnosa keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi

sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respon (jangka

panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain, bagaimana penilaian terhadap

perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan.

Evaluasi formatif atau disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi

terhadap respon

24
yang segera timbul setelah intervensi keperawatan di lakukan. Format evaluasi

yang digunakan adalah SOAP. S: Subjective yaitu pernyataan atau keluhan dari

pasien, O: Objective yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga, A:

Analisys yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif, P: Planning yaitu rencana

tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis (Nurhaeni, 2013)

Tabel 3

Evaluasi asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan preeklamsia berat untuk
mengatasi masalah risiko cedera pada janin

No Diagnosis keperawatan Evaluasi

(1) (2) (3)

1 Risiko cedera pada janin S (Subjektif)


dibuktikan dengan faktor risiko Data dari respon pasien secara verbal
usia ibu (<15 tahun atau >35 a. Pasien tidak mengeluh nyeri
tahun), paritas banyak, riwayat kepala
persalinan sebelumnya, pola O (Objektif)
makan yang tidak sehat, Data yang diperoleh dari respon pasien
dibuktikan dengan hipertensi secara nonverbal atau melalui
(preeklamsia) pengamatan perawat
a. Frekuensi gerak janin baik
b. DJJ membaik
c. Berat badan membaik
d. Tanda – tanda vital
dalam rentang normal
A (Asessment)
Tindak lanjut dan penentuan apakah
implementasi akan dilanjutkan atau
sudah terlaksana dengan baik.

25
a. Tujuan tercapai apabila respon
pasien sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil
b. Tujuan belum tercapai
apabila respon tidak sesuai
dengan tujuan yang telah
ditentukan
P (Planning)
a. Pertahankan kondisi pasien
apabila tujuan tercapai
b. Lanjutkan intervensi apabila
terdapat tujuan yang belum
mampu dicapai oleh pasien
Sumber : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) & (Nurhaeni, 2013)

26

Anda mungkin juga menyukai