OLEH:
KELOMPOK 4
1. KURNIA B. OROWALA
2. IDIARTI M.L BANUNAEK
3. MANAS M. TOLEU
4. SITI NURBAITI
5. YANE Y. ALEUT
6. RIAN TANONE
7. OKTAVIANUS BUNGALOLON
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulisan
Asuhan Keperawatan “ Kolesisititis ” dapat selesai tepat waktu. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini. Tanpa adanya bantuan dari semua ini tidak akan selesai pada tepat waktu.
Dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami masih membutuhkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga dengan adanya Asuhan Keperawatan ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kolesistitis merupakan inflamasi pada kandung empedu yang dapat berupa akut, kronik, atau kronik eksaserbasi
akut. kolesistitis sangat erat kaitannya dengan pembentukan batu empedu (cholecystolithiasis). Sekitar 90% kasus
cholecystitis disertai dengan batu empedu (calculous cholecystitis) dan 10% tidak disertai dengan batu empedu
(acalculous cholecystitis) (Kumar, Abbas, & Aster, 2013; Bloom & Katz, 2016).
Acute calculous cholecystitis merupakan komplikasi dari cholecystolithiasis dan indikasi dilakukannya emergency
cholecystectomy, sedangkan acute acalculous cholecystitis hanya ditemukan pada 5 12% kasus pada pengangkatan
kandung empedu. Sama seperti acute cholecystitis, chronic cholecystitis juga erat kaitannya dengan batu empedu, tetapi
chronic cholecystitis juga dapat disebabkan oleh mikroorganisme. Kultur mikroorganisme E. coli dan Enterococcus
didapatkan pada sepertiga kasus (Kumar, Abbas, & Aster, 2013).
Kolesistitis dapat dipicu oleh tiga faktor: (1) inflamasi mekanik yang disebabkan peningkatan tekanan intraluminal
dan distensi yang menyebabkan iskemik mukosa dan dinding kandung empedu, (2) Inflamasi kimia disebabkan
pengeluaran lysolecithin, (3) inflamasi akibat bakteri (Greenberger & Gustav Paumgartner, 2015).
Di negara maju diperkirakan prevalensi batu empedu sekitar 10 15%, dengan lebih dari 85% batu empedu adalah
batu kolesterol sedangkan sisanya batu pigmen hitam contohnya calcium bilirubinate. Sebanyak 20 25 juta kasus
terdiagnosis batu empedu dan 750.000 cholecystectomy dilakukan tiap tahunnya di Amerika (Stinton & Shaffer, 2012;
Jean Marc Regimbeau, et al., 2014; Zhu, Aili, & Abudureyimu, 2014)
B. Tujuan
Terdiri dari2 (dua) hal yaitu tujuan umum dan tujuan khusus
a. TujuanUmum
1.Setelah diberikan kasus pencetus mahasiswa menyusun asuhan keperawatan pada klien kolesistitis dengan menggunakan
pendekatan keperawatan
b. TujuanKhusus
1.Mahasiswa mampu menjelaskan konsep medis ( definisi, penyebab, , patofisiologi, manifestasiklinis, pathway,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis dan komplikasi )
2.Mahasiswa mampu menuliskan asuhan keperawatan ( pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi , dan
evaluasi )
C. Manfaat
Teoritis :
Mampu menjadi referensi dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien Kolesistitis .kongestive, sesuai
dengan standart keperawatan professional dan menjadi bahan penggembangan dalam memberikan pelayanan
keperawatan professional yang komprehensif.
Praktis :
a. Pembaca
Mampu memberikan informasi mengenai penyakit Kolesistitis secara akurat, mampu menentukan fungsi
preventif / pencegahan dan fungsi perawatan kesehatan sehingga menentukan pengambilan keputusan yang tepat
terhadap penyakit kolesistitis.kongestive.
c. Penulis
Mampu menambah keilmuan keperawatan terutama proses keperawatan pada pasien Kolesistitis ongestive,
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan primer maupun sekunder, menjadi standart dalam memberikan
pelayanan keperawatan guna menjadi perawat professional dan berwawasan.
BAB 2
PEMBAHASAN
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
(Sudoyo W. Aru, et al, 2009)
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas
(Isselbacher, K.J, et al, 2009).
Kolesistitis merujul pada inflamasi akut dari kandung empedu. Ini biasanya mengiritasi lapisan kandung empedu. Ini dapat
menjadi padat dalam ductus sistik yang menyebabkan obstruksi dan inflamasi dinding kandung empedu, mecetuskan infeksi
(Barbara,1998) Jadi, kolesistitis adalah peradangan yang terjadi pada kandung empedu yag biasanya terjadi karena sumbatan batu
empedu yang ditandai dengan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
2.1.2. ETIOLOGI
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia
dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus
(10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus)
Faktor Resiko Kolesistitis :
a.Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih
cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 %
wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini
disebabkan:
I.Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
II.Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.
III.Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
b.Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh
hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 %
wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya
selalu pada wanita.
c.Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan
dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d.Makanan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis.
Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas
normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.44 Intake rendah klorida, kehilangan berat badan
yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
e.Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
2.1.3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kolesistitis sering berhubungan dengan batu empedu atau kolelitiasis. Batu akan menyebabkan obstruksi pada
duktus sistikus yang menghalangi pengosongan cairan empedu. Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan intralumen dan iritasi
pada dinding empedu. Dinding empedu akan mengalami distensi dan edema, diikuti oleh stasis vena serta trombosis arteri
sistikus. Selain itu, batu empedu di dalam kandung empedu juga menimbulkan trauma mekanik yang akan menstimulasi
pengeluaran prostaglandin (PGI2 dan PGE2) dan menginisiasi proses inflamasi. Pada beberapa kasus, kolesistitis dapat diikuti
dengan infeksi sekunder yang dapat menyebabkan gangren dan perforasi kandung empedu. Infeksi paling sering disebabkan
oleh invasi bakteri gram negatif gastrointestinal seperti Escherichia coli dan Klebsiella spp. Fundus merupakan bagian terjauh
yang disuplai oleh arteri sistikus, sehingga paling sering mengalami iskemia dan nekrosis. Kolesistitis yang tidak disebabkan
oleh batu empedu dapat juga terjadi. Hal ini disebabkan oleh hipokinetik dari pengosongan kandung empedu, sehingga terjadi
stasis dari cairan empedu dan menginisiasi respon inflamasi lokal pada dinding kandung empedu.Iskemia juga dapat menjadi
penyebab kolesistitis tanpa batu empedu mengingat arteri sistikus yang menyuplai kandung empedu merupakan arteri terminal
sehingga kondisi yang menyebabkan penurunan perfusi arteri sistikus dapat menginduksi iskemia dan nekrosis dari kandung
empedu. Pasien dapat memiliki penyakit dasar seperti infark miokard, sepsis, atau syok hipovolemik.
Menyebabkan infeksi karna bakteri atau yang menyebabkan peradangan peningkatan kualitas membran terjadi pelepasan
mediator inflamasi distamin bandikinin maka terjadinya rangsangan nyeri ( munculnya nyeri Akut )
2.1.4. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk kolesistitis adalah:
•Gejala dan tanda lokal
1. Tanda Murphy
Tanda khas ini ditemukan dengan cara menekan perut di bagian bawah tulang iga kanan pasien sembari meminta
pasien bernapas dalam.
2. Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
3. Massa di kuadran kanan atas abdomen
•Gejala dan tanda sistemik
1. Demam
2. Leukositosis
3. Peningkatan kadar CRP
•Pemeriksaan pencitraan
1. Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi
(Strasberg SM, 2008)
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri
tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang – kadang rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar
60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan (Sudoyo W. Aru, et al, 2009).
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan.
Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume
vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada
seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu
palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy) (Sudoyo W.
Aru, et al, 2009).
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di
kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda
rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai
pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu
di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien – pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada
tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja (Sudoyo W. Aru, et al, 2009).
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis
akalkulus terjadi pada pasien dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak
terdapat tanda – tanda kolik kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda – tanda
kolesistitis akut yang jelas sebelumnya (Isselbacher, K.J, et al, 2009).
2.1.5 PATHWAY
Luka Bakar,Sepsis
Perluasan
Perlukaan
Tekanan Intralumen Infeksi pada
Trauma Epitel
Kandung Empedu
KOLESISTITIS
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Pernapasan Kardiovaskuler Sistem Perkemihan Pencernaan muskulokoletal
MK : Pola napas MK :- Saraf MK: - MK : Nutrisi MK : -
Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat ditemukan leukositosis dan peningkatan kadar C-
reactive protein (CRP). Pada 15% pasien, ditemukan peningkatan ringan dari kadar aspartate aminotransferase (AST),
alanine aminotransferase (ALT), alkali fosfatase (AP) dan bilirubin jika batu tidak berada di duktus biliaris. ( Takada T,
2007)
2.USG
Adapun gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding
kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis
(Roe J. , 2009)
3.Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI dilaporkan lebih besar dari 95%. Pada kolesistitis
akut dapat ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm, edema subserosa tanpa
adanya ascites, gas intramural dan lapisan mukosa yang terlepas. Pemeriksaan dengan CT – scan dapat memperlihatkan
adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. (Kim YK, 2009)
4.Skintigrafi
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 96n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai
sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah. Normalnya gambaran kandung empedu, duktus biliaris komunis
dan duodenum terlihat dalam 30-45 menit setelah penyuntikan zat warna. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa
adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut
(Sudoyo W. Aru, 2009)
Gambar Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu setelah 45 menit. Kanan: HIDA tidak mengisi
kandung empedu setelah 1 jam 30 menit
2.1.7. PENATALAKSANAAN
1.Terapi konservatif
Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV,
cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus –
kasus yang sudah lanjut dapat diberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV. Bila terdapat mual dan muntah dapat diberikan anti
– emetik atau dipasang nasogastrik tube. Pemberian CCK secara intravena dapat membantu merangsang pengosongan
kandung empedu dan mencegah statis aliran empedu lebih lanjut. Pasien – pasien dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi
yang hendak dipulangkan harus dipastikan tidak demam dengan tanda – tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda – tanda
obstruksi pada hasil laboratorium dan USG, penyakit – penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus) telah
terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotik yang sesuai seperti Levofloxasin 1 x 500 mg PO dan Metronidazol
2 x 500 mg PO, anti-emetik dan analgesik yang sesuai. (Isselbacher, KJ, 2009)
2.Terapi bedah
Kolesistektomi adalah pengangkatan kantung empedu, hal ini merupakan standar untuk terapi pembedahan kolesistitis.
Kolesistektomi laparoskopik adalah standar untuk terapi pembedahan kolesistitis. Penelitian menunjukkan semakin cepat dilakukan
kolesistektomi laparoskopik, waktu perawatan di rumah sakit semakin berkurang.
Kontraindikasi untuk tindakan kolesistektomi laparoskopik meliputi:
•Resiko tinggi untuk anestesi umum
•Obesitas
•Adanya tanda-tanda perforasi kandung empedu seperti abses, peritonitis, atau fistula
•Batu empedu yang besar atau kemungkinan adanya keganasan.
•Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagulopati yang berat.
Pada pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan pembedahan, drainase perkutaneus dengan menempatkan selang (tube)
drainase kolesistostomi transhepatik dengan bantuan ultrasonografi dan memasukkan antibiotik ke kandung empedu melalui selang
tersebut dapat menjadi suatu terapi yang definitif. Hasil penelitian menunjukkan pasien kolesistitis akalkulus cukup diterapi dengan
drainase perkutaneus ini. (Bloom AA, 2011)
2.1.8. KOMPLIKASI
1.Empiema dan hydrops
Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus
persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat tersebut disertai kuman – kuman pembentuk pus. Empiema kandung
empedu memiliki resiko tinggi menjadi sepsis gram negatif dan/atau perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat disertai
perlindungan antibiotik yang memadai segera setelah diagnosis dicurigai (Gruber PJ, et al, 2009).
Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sistikus biasanya oleh
sebuah kalkulus besar. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat secara progresif mengalami peregangan
oleh mukus (mukokel) atau cairan transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel – sel epitel mukosa.(Gruber PJ, et al,
2009).
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
pengkaian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk menge5aluasi dan mengidentifikasi status klien
a.pengumpulan D ata
1) Biodata Klien
menurut Robet prihariio (1993 : 12) secara umum menguraikan tentang biodata
yang meliputi nama, umur, alamat, enis kelamin, tempat tanggal lahir, atau
kewarganegaraan, status pernikahan,
pendidikan, agama dan pekeraan.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
yaitu apa yang mendorong orang sakit datang berobat, misalnya panas badan,
nyeri dada, sesak, sakit kepala, sakit
perut tersebut.
➢ Jelaskan prosedur yang akan dilakukan dengan elas
pada pasien
1. Palpasi
2. Perkusi
3. Auskultasi
3
Adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap kedua dari prose keperawatan dimana tuuan atau hasil
ditentukan dan inter5ensi dipilih.
Rencana keperawatan bukti tertulis dari tahap dua tiga proses keperawatan yang
mengindetifikasi masalah atau keluhan, tuuan atau hasil perawatan dan inter5ensi
untuk mencapai hasil yang diharapkan dan menangani masalah atau keluhan pasien.
. Implementasi
;mplementasi merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan dimana rencana perawatan
dilaksanakan. pelaksanakan intervensi atau aktifitas yang telah dilakukan.
. Evaluasi
$5aluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, proses yang kotingue yang
penting untuk menamin kualitas dan kelipatan perawatan yang diberikandan dilakukan
dengan meninau respon pasien untuk menentukan keefektifan rencana perawatan
dalam memenuhi kebutuhan pasien.Dalam penulisan evaluasi digunakan formal
<
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS:
1. Seorang laki-laki usia 39 tahun pendidikan SMP bekerja sebagai pedagang masuk
rumah sakit diagnosa masuk yaitu kolangitis, kolesistitis, kolelitiasis.alasan
kunjungan/ keluhan utama: 1 bulan sebelum masuk rumah sakit klien merasa nyeri
di bagian perut kanan atas, nyeri tidak menjalar ketika menarik napas. Nyeri bila
menarik napas, rasa seperti tertusuk. Panas naik turun hingga menggigil, bila nyeri
kelien menjadi sesak. Selama di rumah diberikan obat promag keluhan hilang tetapi
hanya sementara. Sehari sebelum masuk rumah sakit dirasa nyeri hilang timbul lagi
sehingga klien. Pada usia 12 tahun klien pernah mengalami pembengkakan di
seluruh tubuh dan tidak pernah berobat, sembuh sendiri, belum pernah dioperasi dan
dirawat di RS. Tidak ada alergi terhadap makanan dan obat-obatan. Klien merokok
½ bungkus perhari dan minum kopi 2 kali persehari. Klien terbiasa minum obat
sendiri bila sakit tak pernah berobat ke dokter/ puskesmas. Frekuensi makan 3x
sehari, berat badan waktu masuk RS 50kg. Makanan yang disukai Mie instan.tidak
ada makanan yang dipantang, sedangkan makanan yang tidak disukai adalah
gorengan dan makanan yang mengandung santan. Frekuensi berkemih rata-rata 6x
perhari. Tidak ada keluhan dalam eliminasi.
Riwayatkesehatansekarang
(T) Time 1 bulan sebelum masuk rumah sakit klien merasa nyeri
Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan Pada usia 12 tahun klien pernah mengalami pembengkakan di seluruh
tubuh dan tidak pernah berobat, sembuh sendiri, belum pernah dioperasi dan dirawat di RS.
Diagnosa :
Riwayat Kontrol :-
Genogram (3 Generasi) : -
Lain-Lain :
Masalah keperawatan :
pola napas tidak efektif
gallop lain-lain.....
Masalah keperawatan :
d. CRT :.......1......detik
Gangguan saraf Nyeri
e. Akral hangat √ panas dingin kering basah
Lain-lain : .......................
4. Sistem Persyarafan
a. GCS : ……13………..
Jelaskan……...............
Jelaskan……..............
Jelaskan……..............
Lain-lain : ...........................
Masalah keperawatan :
5. Sistem perkemihan
√ Disuria Oliguria
√ Retensi Hesistensi
Anuria
Lain-lain :
6. Sistem pencernaan
Lain-lain : ........................
b. Kekuatan otot
c. Kelainan ekstremitas ya tidak
e. Fraktur ya tidak
Lain-lain : .................
Masalah keperawatan :
Ganguan system syaraf nyeri
7. Sistem Endokrin
Hipoglikemia ya tidak
Hiperglikemia ya tidak
Lain-lain : ........
Masalah keperawatan :
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Lain-lain : ..................
Masalah keperawatan :-
d. Merokok : √ ya tidak
e. Alkohol : ya √ tidak
Lain-lain :
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah
Lain-lain :
Masalah keperawatan :
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, EKG, USG )
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 USG Adanya cairan Perikolestik
4 Skintigrafi - -
2.
3.
4.
5.
DO :,pasien merokok ½
bungkus perhari, dan
minum kopi 2 kali sehari.
-Dukungan kepatuhan
progran pengonbatan
-Edukasi diet
-Konselin nutrisi
-Menejemen diet
-Menejemen eliminasi
fekal
-Menejemen konstipasi
-Pemantawan nutrisi
-Pemberian enema
-Pemberian makanan
enternal
Trapeutik.
Trapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Bloom AA, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis. [Diakses pada: 1 Juni 2011]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview.
Chiu HH, Chen CM, Mo LR. Emphysematous cholecystitis. Am J Surg. Sep 2009;188(3):325-
6.
Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis. Gastroenterol Clin
North Am. Mar 2009;28(1):75-97.
Gruber PJ, Silverman RA, Gottesfeld S, et al. Presence of fever and leukocytosis in acute
cholecystitis. Ann Emerg Med. Sep 2009;28(3):273-7.
Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis - a review. Clin Gastroenterol
Hepatol. Sep 9 2009.
Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison: Prinsip –
Harrison. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa Indonesia: Prof. Dr. H.
Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.
Kim YK, Kwak HS, Kim CS, Han YM, Jeong TO, Kim IH, et al. CT findings of mild forms or
early manifestations of acute cholecystitis. Clin Imaging. Jul-Aug 2009;33(4):274-80.
Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 477-478.
Roe J. Evidence-based emergency medicine. Clinical assessment of acute cholecystitis in
adults. Ann Emerg Med. Jul 2009;48(1):101-3.
Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358 (26); 2008.
Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. EGC.
Jakarta. 2009.
Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et al. Background:
Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary
Pancreat Surgery 14; 2007. p. 1-10