Anda di halaman 1dari 29

ASKEP KOLESISTITIS

OLEH:

KELOMPOK 4
1. KURNIA B. OROWALA
2. IDIARTI M.L BANUNAEK
3. MANAS M. TOLEU
4. SITI NURBAITI
5. YANE Y. ALEUT
6. RIAN TANONE
7. OKTAVIANUS BUNGALOLON

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2021


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulisan
Asuhan Keperawatan “ Kolesisititis ” dapat selesai tepat waktu. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini. Tanpa adanya bantuan dari semua ini tidak akan selesai pada tepat waktu.
Dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami masih membutuhkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga dengan adanya Asuhan Keperawatan ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Kupang,29 Maret 2021

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  kolesistitis merupakan inflamasi pada kandung empedu yang dapat berupa akut, kronik, atau kronik eksaserbasi
akut. kolesistitis sangat erat kaitannya dengan pembentukan batu empedu (cholecystolithiasis). Sekitar 90% kasus
cholecystitis disertai dengan batu empedu (calculous cholecystitis) dan 10% tidak disertai dengan batu empedu
(acalculous cholecystitis) (Kumar, Abbas, & Aster, 2013; Bloom & Katz, 2016).

Acute calculous cholecystitis merupakan komplikasi dari cholecystolithiasis dan indikasi dilakukannya emergency
cholecystectomy, sedangkan acute acalculous cholecystitis hanya ditemukan pada 5 12% kasus pada pengangkatan
kandung empedu. Sama seperti acute cholecystitis, chronic cholecystitis juga erat kaitannya dengan batu empedu, tetapi
chronic cholecystitis juga dapat disebabkan oleh mikroorganisme. Kultur mikroorganisme E. coli dan Enterococcus
didapatkan pada sepertiga kasus (Kumar, Abbas, & Aster, 2013).

Kolesistitis dapat dipicu oleh tiga faktor: (1) inflamasi mekanik yang disebabkan peningkatan tekanan intraluminal
dan distensi yang menyebabkan iskemik mukosa dan dinding kandung empedu, (2) Inflamasi kimia disebabkan
pengeluaran lysolecithin, (3) inflamasi akibat bakteri (Greenberger & Gustav Paumgartner, 2015).


Di negara maju diperkirakan prevalensi batu empedu sekitar 10 15%, dengan lebih dari 85% batu empedu adalah
batu kolesterol sedangkan sisanya batu pigmen hitam contohnya calcium bilirubinate. Sebanyak 20 25 juta kasus
terdiagnosis batu empedu dan 750.000 cholecystectomy dilakukan tiap tahunnya di Amerika (Stinton & Shaffer, 2012;
Jean Marc Regimbeau, et al., 2014; Zhu, Aili, & Abudureyimu, 2014)

B. Tujuan
Terdiri dari2 (dua) hal yaitu tujuan umum dan tujuan khusus

a. TujuanUmum
1.Setelah diberikan kasus pencetus mahasiswa menyusun asuhan keperawatan pada klien kolesistitis dengan menggunakan
pendekatan keperawatan

b. TujuanKhusus
1.Mahasiswa mampu menjelaskan konsep medis ( definisi, penyebab, , patofisiologi, manifestasiklinis, pathway,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis dan komplikasi )
2.Mahasiswa mampu menuliskan asuhan keperawatan ( pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi , dan
evaluasi )

C. Manfaat
Teoritis :
Mampu menjadi referensi dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien Kolesistitis .kongestive, sesuai
dengan standart keperawatan professional dan menjadi bahan penggembangan dalam memberikan pelayanan
keperawatan professional yang komprehensif.

Praktis :
a. Pembaca
Mampu memberikan informasi mengenai penyakit Kolesistitis secara akurat, mampu menentukan fungsi
preventif / pencegahan dan fungsi perawatan kesehatan sehingga menentukan pengambilan keputusan yang tepat
terhadap penyakit kolesistitis.kongestive.

c. Penulis

Mampu menambah keilmuan keperawatan terutama proses keperawatan pada pasien Kolesistitis ongestive,
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan primer maupun sekunder, menjadi standart dalam memberikan
pelayanan keperawatan guna menjadi perawat professional dan berwawasan.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP MEDIS


2.1.1. DEFINISI

Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
(Sudoyo W. Aru, et al, 2009)
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas
(Isselbacher, K.J, et al, 2009).


Kolesistitis merujul pada inflamasi akut dari kandung empedu. Ini biasanya mengiritasi lapisan kandung empedu. Ini dapat
menjadi padat dalam ductus sistik yang menyebabkan obstruksi dan inflamasi dinding kandung empedu, mecetuskan infeksi
(Barbara,1998) Jadi, kolesistitis adalah peradangan yang terjadi pada kandung empedu yag biasanya terjadi karena sumbatan batu
empedu yang ditandai dengan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.

2.1.2. ETIOLOGI 
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia
dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus
(10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus)
Faktor Resiko Kolesistitis :
a.Usia  
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih
cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 %
wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini
disebabkan: 
I.Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan. 
II.Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan  bertambahnya usia. 
III.Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
b.Jenis Kelamin 
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh
hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.  Hingga dekade ke-6, 20 %
wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya
selalu pada wanita.
c.Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan
dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d.Makanan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis.
Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas
normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.44 Intake rendah klorida, kehilangan berat badan
yang cepat  mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
e.Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

2.1.3. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi kolesistitis sering berhubungan dengan batu empedu atau kolelitiasis. Batu akan menyebabkan obstruksi pada
duktus sistikus yang menghalangi pengosongan cairan empedu. Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan intralumen dan iritasi

pada dinding empedu. Dinding empedu akan mengalami distensi dan edema, diikuti oleh stasis vena serta trombosis arteri
sistikus. Selain itu, batu empedu di dalam kandung empedu juga menimbulkan trauma mekanik yang akan menstimulasi
pengeluaran prostaglandin (PGI2 dan PGE2) dan menginisiasi proses inflamasi. Pada beberapa kasus, kolesistitis dapat diikuti
dengan infeksi sekunder yang dapat menyebabkan gangren dan perforasi kandung empedu. Infeksi paling sering disebabkan
oleh invasi bakteri gram negatif gastrointestinal seperti Escherichia coli dan Klebsiella spp. Fundus merupakan bagian terjauh
yang disuplai oleh arteri sistikus, sehingga paling sering mengalami iskemia dan nekrosis. Kolesistitis yang tidak disebabkan
oleh batu empedu dapat juga terjadi. Hal ini disebabkan oleh hipokinetik dari pengosongan kandung empedu, sehingga terjadi
stasis dari cairan empedu dan menginisiasi respon inflamasi lokal pada dinding kandung empedu.Iskemia juga dapat menjadi
penyebab kolesistitis tanpa batu empedu mengingat arteri sistikus yang menyuplai kandung empedu merupakan arteri terminal
sehingga kondisi yang menyebabkan penurunan perfusi arteri sistikus dapat menginduksi iskemia dan nekrosis dari kandung
empedu. Pasien dapat memiliki penyakit dasar seperti infark miokard, sepsis, atau syok hipovolemik.

Menyebabkan infeksi karna bakteri atau yang menyebabkan peradangan peningkatan kualitas membran terjadi pelepasan
mediator inflamasi distamin bandikinin maka terjadinya rangsangan nyeri ( munculnya nyeri Akut )

2.1.4. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk kolesistitis adalah:
•Gejala dan tanda lokal
1. Tanda Murphy
Tanda khas ini ditemukan dengan cara menekan perut di bagian bawah tulang iga kanan pasien sembari meminta
pasien bernapas dalam.
2. Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
3. Massa di kuadran kanan atas abdomen
•Gejala dan tanda sistemik
1. Demam
2. Leukositosis
3. Peningkatan kadar CRP
•Pemeriksaan pencitraan
1. Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi
(Strasberg SM, 2008)
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri
tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut  dapat memburuk secara progresif. Kadang – kadang rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar
60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan (Sudoyo W. Aru, et al, 2009).
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan.
Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume
vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada
seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu
palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy) (Sudoyo W.
Aru, et al, 2009).
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di
kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda
rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai
pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu
di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien – pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada
tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja (Sudoyo W. Aru, et al, 2009).
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis
akalkulus terjadi pada pasien dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak
terdapat tanda – tanda kolik kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda – tanda
kolesistitis akut yang jelas sebelumnya (Isselbacher, K.J, et al, 2009). 


2.1.5 PATHWAY

Batu Empedu Trauma Abdomen,

Luka Bakar,Sepsis

Obstruksi batu empedu Pecahnya Batu

pada duktus sistikus Empedu

Perluasan
Perlukaan
Tekanan Intralumen Infeksi pada

Kandung Empedu Duktus sistikus

Trauma Epitel

Kandung Empedu

Sistesis Prostaglandin Inflamasi Pada

I2 Dan E2 Kandung Empedu

KOLESISTITIS

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Pernapasan Kardiovaskuler Sistem Perkemihan Pencernaan muskulokoletal
MK : Pola napas MK :- Saraf MK: - MK : Nutrisi MK : -

Tidak Efektif MK: Gangguan kurang dari keb

Sarah nyeri Utuhan

2.1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.Laboratorium 


Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat ditemukan leukositosis dan peningkatan kadar C-
reactive protein (CRP). Pada 15% pasien, ditemukan peningkatan ringan dari kadar aspartate aminotransferase (AST),
alanine aminotransferase (ALT), alkali fosfatase (AP) dan bilirubin jika batu tidak berada di duktus biliaris. ( Takada T,
2007)

2.USG
Adapun gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding
kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis
(Roe J. , 2009) 
3.Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI dilaporkan lebih besar dari 95%. Pada kolesistitis
akut dapat ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm, edema subserosa tanpa
adanya ascites, gas intramural dan lapisan mukosa yang terlepas.  Pemeriksaan dengan CT – scan dapat memperlihatkan
adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. (Kim YK, 2009)
4.Skintigrafi 
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 96n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai
sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah. Normalnya gambaran kandung empedu, duktus biliaris komunis
dan duodenum terlihat dalam 30-45 menit setelah penyuntikan zat warna. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa
adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut
(Sudoyo W. Aru, 2009)
Gambar Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu setelah 45 menit. Kanan: HIDA tidak mengisi
kandung empedu setelah 1 jam 30 menit

2.1.7. PENATALAKSANAAN
1.Terapi konservatif
Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV,
cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus –
kasus yang sudah lanjut dapat diberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV. Bila terdapat mual dan muntah dapat diberikan anti
– emetik atau dipasang nasogastrik tube. Pemberian CCK secara intravena dapat membantu merangsang pengosongan
kandung empedu dan mencegah statis aliran empedu lebih lanjut. Pasien – pasien dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi
yang hendak dipulangkan harus dipastikan tidak demam dengan tanda – tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda – tanda
obstruksi pada hasil laboratorium dan USG, penyakit – penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus) telah
terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotik yang sesuai seperti Levofloxasin 1 x 500 mg PO dan Metronidazol
2 x 500 mg PO, anti-emetik dan analgesik yang sesuai. (Isselbacher, KJ, 2009)

2.Terapi bedah
Kolesistektomi adalah pengangkatan kantung empedu, hal ini merupakan standar untuk terapi pembedahan kolesistitis.
Kolesistektomi laparoskopik adalah standar untuk terapi pembedahan kolesistitis. Penelitian menunjukkan semakin cepat dilakukan
kolesistektomi laparoskopik, waktu perawatan di rumah sakit semakin berkurang.
Kontraindikasi untuk tindakan kolesistektomi laparoskopik meliputi:
•Resiko tinggi untuk anestesi umum
•Obesitas
•Adanya tanda-tanda perforasi kandung empedu seperti abses, peritonitis, atau fistula
•Batu empedu yang besar atau kemungkinan adanya keganasan.
•Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagulopati yang berat.
Pada pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan pembedahan, drainase perkutaneus dengan menempatkan selang (tube)
drainase kolesistostomi transhepatik dengan bantuan ultrasonografi dan memasukkan antibiotik ke kandung empedu melalui selang
tersebut dapat menjadi suatu terapi yang definitif. Hasil penelitian menunjukkan pasien kolesistitis akalkulus cukup diterapi dengan
drainase perkutaneus ini. (Bloom AA, 2011)


2.1.8. KOMPLIKASI
1.Empiema dan hydrops
Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus
persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat tersebut disertai kuman – kuman pembentuk pus. Empiema kandung
empedu memiliki resiko tinggi menjadi sepsis gram negatif dan/atau perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat disertai
perlindungan antibiotik yang memadai segera setelah diagnosis dicurigai (Gruber PJ, et al, 2009).
Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sistikus biasanya oleh
sebuah kalkulus besar. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat secara progresif mengalami peregangan
oleh mukus (mukokel) atau cairan transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel – sel epitel mukosa.(Gruber PJ, et al,
2009).

2.Gangren dan perforasi


Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis jaringan bebercak atau total. Kelainan yang
mendasari antara lain adalah distensi berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi yang
menyebabkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan predisposisi perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga
dapat terjadi pada kolesistitis kronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya abses (Chiu HH, et al, 2009).
Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang ditimbulkan oleh peradangan berulang
kandung empedu. Superinfeksi bakteri pada isi kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan abses. Sebagian
besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi pasien yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi
dan drainase abses (Chiu HH, et al, 2009).
Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian sekitar 30%, Pasien ini mungkin
memperlihatkan hilangnya secara transien nyeri kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami
dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata (Chiu HH, et al, 2009).

3.Pembentukan fistula dan ileus batu empedu


Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung empedu mungkin diakibatkan dari inflamasi
dan pembentukan perlekatan. (Isselbacher, K.J, et al, 2009).
Ileus batu empedu menunjuk pada obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang
besar ke dalam lumen usus. Batu tersebut biasanya memasuki duodenum melalui fistula kolesistoenterik pada tingkat
tersebut. Tempat obstruksi oleh batu empedu yang terjepit biasanya pada katup ileosekal, asalkan usus kecil yang lebih
proksimal berkaliber normal. Sebagian besar pasien tidak memberikan riwayat baik gejala traktus biliaris sebelumnya
maupun keluhan kolesistitis akut yang sugestif atau fistulisasi (Isselbacher, K.J, et al, 2009).
Batu yang berdiameter lebih besar dari 2,5 cm dipikirkan memberi kecenderungan pembentukan fistula oleh erosi
bertahap melalui fundus kandung empedu. Pemastian diagnostik ada kalanya mungkin ditemukan foto polos abdomen
(misalnya obstruksi usus-kecil dengan gas dalam percabangan biliaris dan batu empedu ektopik berkalsifikasi) atau
menyertai rangkaian gastrointestinal atas (fistula kolesistoduodenum dengan obstruksi usus kecil pada katup ileosekal).
Laparotomi dini diindikasikan dengan enterolitotomi dan palpasi usus kecil yang lebih proksimal dan kandung empedu
yang teliti untuk menyingkirkan batu lainnya (Isselbacher, K.J, et al, 2009).

4.Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porselin.


Garam kalsium mungkin disekresi ke dalam lumen kandung empedu dalam konsentrasi yang cukup untuk
menyebabkan pengendapan kalsium dan opasifikasi empedu yang difus dan tidak jelas atau efek pelapis pada rontgenografi
polos abdomen. Apa yang disebut empedu limau atau susu empedu secara klinis biasanya tidak berbahaya, tetapi
kolesistektomi dianjurkan karena empedu limau sering timbul pada kandung empedu yang hidropik. Sedangkan kandung
empedu porselin terjadi karena deposit garam kalsium dalam dinding kandung empedu yang mengalami radang secara
kronik, mungkin dideteksi pada foto polos abdomen. Kolesistektomi dianjurkan pada semua pasien dengan kandung
empedu porselin karena pada kasus presentase tinggi temuan ini tampak terkait dengan perkembangan karsinoma kandung
empedu (Isselbacher, K.J, et al, 2009). 


A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

proses keperawatan adalah proses yang terdiri dari tahap yaitu

 pengkaian, perencanaan dan evaluasi yang didasarkan pada metode ilmiah

 pengamatan, pengukuran, pengumpulan data dan penganalisaan penemuan pengkajian

pengkaian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
 berbagai sumber data untuk menge5aluasi dan mengidentifikasi status klien
a.pengumpulan D ata

1) Biodata Klien

menurut Robet prihariio (1993 : 12) secara umum menguraikan tentang biodata
yang meliputi nama, umur, alamat, enis kelamin, tempat tanggal lahir, atau
kewarganegaraan, status pernikahan,
 pendidikan, agama dan pekeraan.

2) Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama
yaitu apa yang mendorong orang sakit datang berobat, misalnya panas badan,
nyeri dada, sesak, sakit kepala, sakit
 perut tersebut.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang Dahulu

+enurut Carpenito (1994 : 143) riwayat kesehatan sekarang dan dahulu


meliputi keluhan pasien yang dirasakan pada waktu masuk RS yang
menadi keluhan utama dan keluhan saat di data, apakah pernah atau sedang
menderita penyakit tertentu, dalam pembuatan riwayat kesehatan sekarang
ini, menggunakan suatu format.
Pemeriksaan &isik  

a) Fokus dan Persiapan Pemeriksaan Fisik  

➢ Dekati pasien dengan sikap positif dan ramah


➢ Jelaskan prosedur yang akan dilakukan dengan elas

 pada pasien

 Mulai pemeriksaan dengan format yang telah dipilih untuk


mengumpulkan data pencatatan.
➢ Berikan dukungan emosional dan perawatan sesuai indikasi
selama pemeriksaan.
➢ Berikan umpan balik.

 b) Metode Pengkaian

1. Palpasi

Adalah menyentuh atau menekan permukaan tubuh dengan Sentuhan :


Merasakan suatu pembengkakan mencatat suhu deraat

kelembaban, dan tekstur kulit.


Menentukan karakteristik nadi, mengevaluasi edema, mengamati turgor
kulit
Pemeriksaan dalam menentukan tegangan atau tonus otot atau respon nyeri
abnormal.
1. Infeksi
Adalah proses observasi yang sistematis yang nyeri tidak terbatas
penglihatan tetapi Juga meliputi indera penghirup.

2. Perkusi

Adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada


permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang
organ atau aringan yang ada dibawahnya.

 Menggunakan uung ari

 Menggunakan pola perkusi

3. Auskultasi

3
Adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan

 bantuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterprestasikan


bunyi yang ditelinga
A. Analisa Data

Analisa data merupakan proses pemeriksaan dan mengkatagorikan informasi (data)


untuk mendapatkan sebuah kesimpulan tentang kebutuhan klien
Diagnosa keperawatan yang sering muncul :
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu keluarga atau
komunitas (masyarakat) terhadap proses
 pehidupan memberikan dasar bagi pemilihan inter5ensi keperawatan untuk mencapai
hasil dimana perawat mempunyai tanggung gugat ( anda 1993).
1) Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan akibat adanya infeksi yang ditandai
suhu tinggi, menggigil.
2) Potensial gangguan nutrisi : ;ntake yang kurang sehubungan dengan adanya mual,
muntah yang dintandai dengan pasien tidak mau makan.
) gangguan pemenuhan kebutuhan sehari"hari (nutrisi, eliminasi, personal hygiene)
sehubungan dengan pasien harus tirah baring yang ditandai dengan adanya
perdarahan keadaan umum lemah, segala kebutuhan dibantu oleh perawat.
) gangguan istirahat tidur sehubungan dengan nyeri yang hebat, ditandai dengan
pasien mengeluh ngantuk, mata cekung, merah, waah tidak cerah.
3) gangguan rasa nyaman, nyeri pada daerah ulu hati, sehubungan dengan adanya
peradangan yang ditandai dengan keluhan nyeri pada saat di data pasien tampak
kesakitan.
Tujuan k eperawatan

4) Suhu tubuh klien kembali normal

5) 8idak terjjadi gangguan nutrisi


) Kebutuhan sehari"hari (nutrisi, eliminasi, personal hygiene)
terpenuhi.
) Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi

6) Rasa nyaman pasien meningkat

a. Perencanaan

Perencanaan merupakan tahap kedua dari prose keperawatan dimana tuuan atau hasil
ditentukan dan inter5ensi dipilih.
Rencana keperawatan bukti tertulis dari tahap dua tiga proses keperawatan yang
mengindetifikasi masalah atau keluhan, tuuan atau hasil perawatan dan inter5ensi
untuk mencapai hasil yang diharapkan dan menangani masalah atau keluhan pasien.

. Implementasi

;mplementasi merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan dimana rencana perawatan
dilaksanakan. pelaksanakan intervensi atau aktifitas yang telah dilakukan.

. Evaluasi

$5aluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, proses yang kotingue yang
penting untuk menamin kualitas dan kelipatan perawatan yang diberikandan dilakukan
dengan meninau respon pasien untuk menentukan keefektifan rencana perawatan
dalam memenuhi kebutuhan pasien.Dalam penulisan evaluasi digunakan formal

<
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS:

1. Seorang laki-laki usia 39 tahun pendidikan SMP bekerja sebagai pedagang masuk
rumah sakit diagnosa masuk yaitu kolangitis, kolesistitis, kolelitiasis.alasan
kunjungan/ keluhan utama: 1 bulan sebelum masuk rumah sakit klien merasa nyeri
di bagian perut kanan atas, nyeri tidak menjalar ketika menarik napas. Nyeri bila
menarik napas, rasa seperti tertusuk. Panas naik turun hingga menggigil, bila nyeri
kelien menjadi sesak. Selama di rumah diberikan obat promag keluhan hilang tetapi
hanya sementara. Sehari sebelum masuk rumah sakit dirasa nyeri hilang timbul lagi
sehingga klien. Pada usia 12 tahun klien pernah mengalami pembengkakan di
seluruh tubuh dan tidak pernah berobat, sembuh sendiri, belum pernah dioperasi dan
dirawat di RS. Tidak ada alergi terhadap makanan dan obat-obatan. Klien merokok
½ bungkus perhari dan minum kopi 2 kali persehari. Klien terbiasa minum obat
sendiri bila sakit tak pernah berobat ke dokter/ puskesmas. Frekuensi makan 3x
sehari, berat badan waktu masuk RS 50kg. Makanan yang disukai Mie instan.tidak
ada makanan yang dipantang, sedangkan makanan yang tidak disukai adalah
gorengan dan makanan yang mengandung santan. Frekuensi berkemih rata-rata 6x
perhari. Tidak ada keluhan dalam eliminasi.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN SINDROM CUSHING


Tanggal Mrs : 7 juni 2020 Jam Masuk : 09:00
Tanggal Pengkajian : 10 juli 2020 No.RM : 080120
Jam Pengkajian :08:00 Dokter :-
√ Diagnosa Masuk : kolesistitis,
IDENTITAS
1. Nama Pasien : TN.Y Penanggung
Jawab Biaya
2. Umur : 39 tahun Nama : NY. D
3. Suku/Bangsa : indonesia

4. Agama : Budha Alamat : jln merdeka putih


5. Pendidikan : SMP
6. Pekerjaan : Pedagang
7. Alamat : jln merdeka putih

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama
Saat dilakukakan pengkajian pasien mengatakan nyeri diperut kanan atas,
nyeri tidak menjalar ketika menarik napas. Nyeri bila menarik napas, rasa
seperti tertusuk. Panas naik turun hingga menggigil, bila nyeri pasien
menjadi sesak.

Riwayatkesehatansekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode

(P) paliatif/provokatif pasienmerasakannyeridiperutkananatas

(Q) quality/kualitas Nyeri bila menarik napas, rasa seperti tertusuk.


Bila nyeri kelien menjadi sesak.

(R)regional nyeri tidak menjalar ketika menarik napas


(S)safety Selama di rumah diberikan obat promag keluhan hilang
tetapi hanya sementara

(T) Time 1 bulan sebelum masuk rumah sakit klien merasa nyeri
Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan Pada usia 12 tahun klien pernah mengalami pembengkakan di seluruh
tubuh dan tidak pernah berobat, sembuh sendiri, belum pernah dioperasi dan dirawat di RS.

Riwayat penyakit dahulu


Pernah Dirawat: Ya Tidak √ Kapan :...........

Diagnosa :

1. Riwayat Penyakit Kronik Dan Menular : Ya ff Tidak√ Jenis :........

Riwayat Kontrol :-

Riwayat Penggunaan Obat :.-

2. Riwayat Alergi : Ya Tidak √ Jenis :...................


3. Riwayat Operasi : Ya Tidak√ Kapan :.................

Riwayat Penyakit Keluarga

Ya Tidak √ Jenis :..................

Genogram (3 Generasi) : -

Observasi Dan Pemeriksaan Fisik


1. Tanda tanda vital
S: 38⸰C N:60x permeit T:120/80 mmhg RR: 10x permenit
Kesadaran : Compos Mentis √ Apatis Somnolen Sopor Koma
Lain-lain :
2. Sistem Pernapasan
a. Keluhan : Sehat Nyeri Waktu Bernapas√ Batuk Produktif Tidak
Produktif
Sekret : Konsistensi :
Warna : Bau :
b. Irama Nafas Teratur √ Tidak Teratur
c. Jenis √Despnoe Kusmau Cheyne Stokes
d. Suara Nafas Vesikuler Bronko Vesikuler
Ronki Weezing

e. Alat Bantu Nafas √Ya Tidak

Lain-Lain :

Masalah keperawatan :
pola napas tidak efektif

3. Sistem Cardio Vaskuler


a. Keluhan nyeri dada √ya tidak

b. Irama jantung reguler √ ireguler

S1/S2 tunggal ya tidak

c. Suara jantung normal √ murmur

gallop lain-lain.....
Masalah keperawatan :
d. CRT :.......1......detik
Gangguan saraf Nyeri
e. Akral hangat √ panas dingin kering basah

f. JVP normal √ meningkat menurun

Lain-lain : .......................

MK : Pasien Mengalami Keluhan Nyeri Dada

4. Sistem Persyarafan
a. GCS : ……13………..

b. Refleks Fisiologis Patella √Triceps Biceps

C. Refleks Patologis Babinsky √ Budzinsky Kernig

D. Keluhan Pusing Ya √Tidak

E. Pupil Isokor Anisokor Diameter……............


F. Sclera/Konjunctiva Anemis Ikterus

G. Gangguan Pandangan Ya √ Tidak

Jelaskan……...............

H. Gangguan Pendengaran Ya √ Tidak

Jelaskan……..............

I. Gangguan Penciuman Ya √ Tidak

Jelaskan……..............

J. Isitrahat/Tidur :................. Jam/Hari Gangguan Tidur : ...........................

Lain-lain : ...........................

Masalah keperawatan :

5. Sistem perkemihan

a. Kebersihan √ Bersih Kotor

b. Keluhan Kencing √ Nokturi Inkontinensia

√ Gross hematuri Poliuria

√ Disuria Oliguria

√ Retensi Hesistensi

Anuria

c. Produksi urine : 500 ml/hari Warna : kekuningan Bau………..........

d. Kandung kemih : Membesar ya √ tidak

Nyeri tekan √ ya tidak

e. Intake cairan oral : ……….......... cc/hari parenteral :........................ cc/hari

f. Alat bantu kateter ya √ tidak


Jenis :....................... Sejak tanggal : .................................

Lain-lain :

Masalah keperawatan :tidak ada masalah


keperawatan pada system kembang perkemihan

6. Sistem pencernaan

a. Mulut √ bersih kotor berbau


b. Mukosa √ lembab kering stomatitis
c. Tenggorokan sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil √ nyeri tekan
d. Abdomen tegang kembung ascites
Nyeri tekan √ ya tidak
Luka operasi ada √ tidak Tanggal operasi : ........
Jenis operasi :.......................... Lokasi : ................ .....
Keadaan : Drain ada tidak
Jumlah :............ Warna :.............................
Kondisi area sekitar insersi :..................
e. Peristaltik : 20 x/menit
f. BAB : 3x/hari Terakhir tanggal : 13 juni 2020
Konsistensi keras √lunak cair lendir/darah
g. Diet padat √lunak cair
h. Nafsu makan √ baik menurun
Frekuensi:..3.....x/hari
i. Porsi makan √habis tidak Keterangan : ...........

Lain-lain : ........................

Masalah keperawatan : Nutrisi kurang dari


kebutuhan

1. Sistem muskulo skeletal dan integumen


a. Pergerakan sendi bebas √terbatas

b. Kekuatan otot
c. Kelainan ekstremitas ya tidak

d. Kelainan tulang belakang ya tidak

e. Fraktur ya tidak

f. Traksi / spalk /gips ya tidak

g. Kompartemen syndrome ya tidak

h. Kulit ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi

i. Turgor baik kurang jelek

j. Luka jenis :...........luas : ............ bersih kotor

Lain-lain : .................

Masalah keperawatan :
Ganguan system syaraf nyeri

7. Sistem Endokrin

Pembesaran kelenjat tyroid ya tidak

Pembesaran Kelenjar getah bening ya tidak

Hipoglikemia ya tidak

Hiperglikemia ya tidak

Luka gangren ya tidak Lokasi :

Lain-lain : ........

Masalah keperawatan :

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

a. Persepsi klien terhadap penyakitnya

Cobaan Tuhan hukuman √ lainnya

b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya


Murung/diam √ gelisah tegang marah/menangis

c. Reaksi saat interaksi kooperatif √ tidak kooperatif curiga

d. Gangguan konsep diri ya √ tidak

Lain-lain : ..................

Masalah keperawatan :-

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN

a. Mandi : 3 x/hari f. Ganti pakaian : 3x/hari

b. Keramas :1 x/hari g. Sikat gigi : 2x/hari

c. Memotong kuku : 1minggu 1x

d. Merokok : √ ya tidak

e. Alkohol : ya √ tidak

Lain-lain :

Masalah keperawatan : ketergantungan merokok

PENGKAJIAN SPIRITUAL

Kebiasaan beribadah

a. Sebelum sakit sering √kadang- kadang tidak pernah

b. Selama sakit √ sering kadang- kadang tidak pernah

Lain-lain :

Masalah keperawatan :
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, EKG, USG )
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 USG Adanya cairan Perikolestik

2 LAB Peningkatan kadar C-reactive


protein ( CRP ) 0,3

3 CT scan Ditemukan cairan Perikolestik

4 Skintigrafi - -

OBAT YANG DITERIMA

No Dosis Indikasi Kontra Indikasi


1.

2.

3.

4.

5.

FORMAT ANALISA DATA


Nama Pasien : TN.Y No. RM :080120
Umur : 39 THN Diagnosa Masuk:
Jenis Kelamin : LAKI-LAKI Ruang : ANGREK

NO HARI/TGL DATA DS/DO MASALAH ETIOLOGI


1. DS : Pasien mengatakan Nyeri Akut Agen Pencedera
nyeri diperut kanan atas, Fisiologi
nyeri saat menarik napas
rasa seperti tertusuk.
:bd
DO : Panas naik turun
hingga menggigil

2. DS : Pasien mengatakan Difungsi Malnutrisi


Makanan yang disukai motilitas
Mie instan gastrointestinal

DO :,pasien merokok ½
bungkus perhari, dan
minum kopi 2 kali sehari.

FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien :TN.Y No. RM : 080120


Umur :39 THN Diagnosa Masuk:
Jenis Kelamin : LAKI-LAKI Ruang :ANGREK
NO HARI/TGL DIAGNOSA Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
KEPERAWATAN
( SDKI)
1 Senin, 23 Nyeri akut b.d Setelah di lakukan Intervensi utama
november 2020
agen pencedera tindakan keperawatan -Menejemen nyeri
fisiologi selama 1x24 jam di
harapkan nyeri Intervensi pendukung
menurun -Edukasi menenjemen
nyeri
-Tingkat nyeri -Edukasi proses penyakit
menurun -Edukasi teknik napas
-Latihan pernapasan
-Menejemen kenyamanan
lingkungan
-Pemantawan nyeri
-Pemberian obat
-Pemberian obat intarvena
-Pengaturan posisi
-Perawatan kenyamanan
2. Difungsi motilitas Setelah di lakukan Intervensi utama
gastrointestinal tindakan keperawatan -Menejemen nutrisi
b.d Malnutrisi selama 1x24 jam di
harapkan Pasien akan
Intervensi pendukung

-Dukungan kepatuhan
progran pengonbatan

-Edukasi diet

-Edukasi proses penyakit

-Konselin nutrisi

-Menejemen diet

-Menejemen eliminasi
fekal
-Menejemen konstipasi

-Pemantawan nutrisi

-Pemberian enema

-Pemberian makanan
enternal

-Pemberian obat oral

FORMAT IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien :TN.Y No. RM : 080120


Umur :38 THN Diagnosa Masuk:
Jenis Kelamin :LAKI-LAKI Ruang :ANGREK

NO HARI/TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI (SOAP)


KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b.d Menejemen nyeri S : Pasien
agen pencedera mengatakan masih
fisiologi Observasi mengalami nyeri
Nyeri yang di
-Identifikasi lokasi, karakteristik, rasakan ilang timbul
durasi, frekuensi,kualitas, O : Pasien tampak
intensitas nyeri meringis kesakitan
-Identifikasi skala nyeri A : Masalah belum
-Identifikasi respons nyeri non teratasi
verbal P : Lanjutkan
-Identifikasi faktor yg intervensi
memperberat dan memperingan Menejemen nyeri
nyeri
-Identifikasi pengetahuan tentang
keyaninang tentang nyeri
-Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
-Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
-Monitor keberhasilan terapi
komplementer yg sudah di
berikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Trapeutik.

-Berikan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri
-Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
-Pertimbangan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredahkan nyeri
Edukasi
-menjelaskan penyebab periode
dan pemicu nyeri
-jelaskan strategi meredakan nyeri
-anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
-anjurkan mengunakan alganetik
secara tepat
-anjurkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian analgetik
jika perlu
2. Difungsi Menejemen nutrisi S: pasien
motilitas mengatakan akan
Observasi mengurangi
gastrointestinal mengonsumsi mie
-Identifikasi status nutrisi
instan dan lebih
b.d Malnutrisi -Identifikasi alergi dan intoleransi banyak
makanan mengonsumsi makan
yg bergizi
-Identifikasi makanan yang
disukai O: pasien kelihatan
tidak pernah
-Identifikasi kebutuhan kalori dan merokok lagi .
jenis nutrisi
A: masalah sudah
-Identifikasi perlunya penggunaan teratasi
selang nasogastrik P: intervensi di
hentikan
-Monitor asupan makana

-Monitor berat badan

-Monitor hasil pemeriksaan


laboratorium

Trapeutik

-Lakukan oral hygiene sebelum


makan jika perlu

-Fasilitasi menentukan pedoman


diet

-Sajikan makanan secara menarik


dan suhu yang sesuai

-Berikan makanan tinggi serat


untuk mencegah konstipasi

-Berikan makanan tinggi kalori


dan tinggi protein

-Berikan suplemen makanan,jika


perlu

Edukasi

-Anjurkan posisi duduk, jika


mampu

-Anjurkan diet yg diprogramkan

Kolaborasi

-Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan
-Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang dibutuhkan,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Bloom AA, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis. [Diakses pada: 1 Juni 2011]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview.
Chiu HH, Chen CM, Mo LR. Emphysematous cholecystitis. Am J Surg. Sep 2009;188(3):325-
6. 
Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis. Gastroenterol Clin
North Am. Mar 2009;28(1):75-97. 
Gruber PJ, Silverman RA, Gottesfeld S, et al. Presence of fever and leukocytosis in acute
cholecystitis. Ann Emerg Med. Sep 2009;28(3):273-7. 
Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis - a review. Clin Gastroenterol
Hepatol. Sep 9 2009. 
Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison: Prinsip – 
Harrison. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa Indonesia: Prof. Dr. H.
Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.
Kim YK, Kwak HS, Kim CS, Han YM, Jeong TO, Kim IH, et al. CT findings of mild forms or
early manifestations of acute cholecystitis. Clin Imaging. Jul-Aug 2009;33(4):274-80. 
Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 477-478.
Roe J. Evidence-based emergency medicine. Clinical assessment of acute cholecystitis in
adults. Ann Emerg Med. Jul 2009;48(1):101-3. 
Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358 (26); 2008.
Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. EGC.
Jakarta. 2009.
Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et al. Background:
Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary
Pancreat Surgery 14; 2007. p. 1-10

Anda mungkin juga menyukai