Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS PENYAKIT KOLELITIASIS

Diajukan guna memenuhi tugas akademik dalam Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah ( KMB )

Dosen Pembimbing :
Kusniawati, S. Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :

Penni Widjayanti
P27906120028

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI PROFESI NERS
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan bahwa terdapat 400 juta penduduk di dunia
mengalami Cholelithiasis dan mencapai 700 juta penduduk pada tahun 2016. Cholelithiasis atau batu empedu terbentuk
akibat ketidak seimbangan kandungan kimia dalam cairan empedu yang menyebabkan pengendapan satu atau lebih komponen
empedu. Cholelithiasis merupakan masalah kesehatan umum dan sering terjadi di seluruh dunia, walaupun memiliki prevalensi
yang berbeda beda di setiap daerah (Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).
Gaya hidup adalah pola hidup setiap orang diseluruh dunia yang di ekspresikan dalam bentuk aktivitas, minat, dan
opininya. Secara umum gaya hidup dapat diartikan sabagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan cara bagaimana seseorang
menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting bagi orang untuk menjadikan pertimbangan pada lingkungan (minat),
dan apa yang orang selalu pikirkan tentang dirinya sendiri dan dunia disekitarnya (opini), serta faktor-faktor tertentu yang
mempengaruhi gaya hidup sehat diantaranya adalah makanan dan olahraga. Gaya hidup dapat disimpulkan sebagai pola hidup
setiap orang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana
mengalokasikan waktunya untuk kehidupan sehari-harinya. Saat ini dengan semakin meningkatnya tuntutan pekerjaan dan
kebutuhan hidup setiap orang, membuat masyarakat Indonesia melakukan gaya hidup yang tidak sehat. Mereka banyak
mengkonsumsi makanan yang cepat saji (yang tinggi kalori dan tinggi lemak), waktu untuk melakukan latihan fisik yang
sangat terbatas, serta kemajuan teknologi yang membuat gaya hidup masyarakat yang santai karena dapat melakukan pekerjaan
dengan lebih mudah sehingga kurang aktifitas fisik dan adanya stress akibat dari pekerjaan serta permasalaahan hidup yang
mereka alami menjadi permasalahan yang sulit mereka hindari. Semua kondisi tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya
penyakit cholelitiasis dan jumlah penderita cholelitiasis meningkat karena perubahan gaya hidup, seperti misalnya banyaknya
makanan cepat saji yang dapat menyebabkan kegemukan dan kegemukan merupakan faktor terjadinya batu empedu karena
ketika makan, kandung empedu akan berkontraksi dan mengeluarkan cairan empedu ke di dalam usus halus dan cairan empedu
tersebut berguna untuk menyerap lemak dan beberapa vitamin diantaranya vitamin A, D, E, K (Tjokropawiro, 2015).
Cholelitiasis saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena frekuensi kejadiannya tinggi yang menyebabkan
beban finansial maupun beban sosial bagi masyarakat. Sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat,
Angka kejadian lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan bertambahnya usia. Cholelitiasis sangat banyak
ditemukan pada populasi umum dan laporan menunjukkan bahwa dari 11.840 yang dilakukan otopsi ditemukan 13,1% adalah
pria dan 33,7% adalah wanita yang menderita batu empedu. Di negara barat penderita cholelitiasis banyak ditemukan pada usia
30 tahun, tetapi rata-rata usia tersering adalah 40–50 tahun dan meningkat saat usia 60 tahun seiring bertambahnya usia, dari
20 juta orang di negara barat 20% perempuan dan 8% laki-laki menderita cholelitiasis dengan usia lebih dari 40 tahun
(Cahyono, 2015). Cholelitiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan, kondisi ini menyebabkan 90% penyakit
empedu, dan merupakan penyebab nomor lima perawatan di rumah sakit pada usia muda. Choleltiaisis biasanya timbul pada
orang dewasa, antara usia 20-50 tahun dan sekitar 20% dialami oleh pasien yang berumur diatas 40 tahun. Wanita berusia
muda memiliki resiko 2-6 kali lebih besar mengalami cholelitiasis. Cholelitiasis mengalami peningkatan seiring meningkatnya
usia seseorang. Sedangkan kejadian cholelitiasis di negara Asia 3%-15% lebih rendah dibandingan negara barat. Di Indonesia,
cholelitiasis kurang mendapat perhatian karena sering sekali asimtomatik sehingga sulit di deteksi atau sering terjadi kesalahan
diagnosis.
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih dari 50%, atau bentuk campuran 20-50%
berunsurkan kolesterol dan predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40 tahun, wanita,
obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu cepat (Cahyono, 2015). Cholelitiasis merupakan endapan satu
atau lebih komponen diantaranya empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid.
Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu
empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak lazim dijumpai pada anak-
anak dan dewasa muda tetapi insidenya semakin sering pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun. setelah itu
insiden cholelitiasis atau batu empedu semakin meningkat hingga sampai pada suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada
usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya belum diketahuiakan tetapi ada
faktor predisposisi yang penting diantaranya gangguan metabolisme, yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, adanya statis empedu, dan infeksi atau radang pada empedu. Perubahan yang terjadi pada komposisi empedu sangat
mungkin menjadi faktor terpenting dalam terjadinya pembentukan batu empedu karena hati penderita cholelitiasis kolesterol
mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam kandung
empedu (dengan cara yang belum diketahui secara pasti) untuk membentuk batu empedu, gangguan kontraksi kandung
empedu, atau mungkin keduanya dapat menyebabkan statis empedu dalam kandung empedu. Faktor hormon (hormon
kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu, infeksi bakteri atau radang
empedu dapat menjadi penyebab terbentuknya batu empedu. Mukus dapat meningkatkan viskositas empedu dan unsur selatau
bakteri dapat berperan sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab
terbentuknya cholelitiasis (Haryono, 2013)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Demam Thypoid
2. Tujuan Khusus
a. Mengobservasi data mayor dan data minor pada pasien dengan kolelitiasis
b. Mengobservasi diagnosa keperawatan pada pasien dengan kolelitiasis
c. Mengobservasi intervensi keperawatan pada pasien dengan kolelitiasis
d. Mengobservasi implementasi keperawatan pada pasien dengan kolelitiasis
e. Mengobservasi evaluasi keperawatan pada pasien dengan kolelitiasis
C. Metode Penulisan
Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-
sumber yang relevan dan pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data dari buku, skripsi,
media elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:
1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi pustaka yang menjadi bahan pertimbangan dan
tambahan wawasan untuk penulis mengenai lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan.
2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh, diperlukan data referensi yang digunakan
sebagai acuan, dimana data tersebut dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh suatu
solusi dan kesimpulan.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan untuk menghasilkan makalah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Agar
penulisannya lebih terarah dan lebih mudah untuk dipahami, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur secara
sistematis. Adapun sistematika penulisan pada makalah ini sebagai berikut :
1. Cover
2. Bab I Pendahuluan berisi : Latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan
3. Bab II Tinjauan Pustaka berisi : Pengertian, patofisiologi, pathway, etiologi, manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi
4. Bab III Tinjauan Kasus berisi : pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan.
5. Bab IV penutup berisi : kesimpulan dan saran
6. Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Kolelitiasis
1. Definisi
Kolelitiasis atau koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu
yang apda umumnya komposiis utamanya adalah kolesterol (Williams, 2003 dalam Nurarif A., dan Kusuma H., 2015)
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus.  Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk
pembentukan batu di dalam kandung empedu.  Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu
di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung
empedu (Wibowo, 2010).
2. Patofisiologi
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai
kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol
yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu
sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Kolesterol bersifat tidak larut air dan
dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam
keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita
batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena
tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh
sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap
dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya. Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada
adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium.
Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah. Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di
klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90%
batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-
50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang
tidak sempurna dan konsentrasi kaslium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada
keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi
bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan
membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal
tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung 16 empedu, billiary statis,
dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu kandung empedu.
Pathway

v Proses degenerasi penyakit hati Penurunan fungsi hati Gangguan metabolisme Peningkatan sintesis kolestrol

Intervensi pembedahan Cholelitiasis Pengendapan kolestrol Peradangan dalam, peningkatan


sekresi kolestrol kandung
empedu

Terdapat luka insisi Proses peradangan/inflamasi Adanya luka insisi

Terputusnya kontinuitas Termostat di hipotalamus Masuknya mikroorganisme


jaringan

Merangsang pengeluaran Peningkatan suhu tubuh Agen pencidera fisik


histamin dan prostaglandin

Perlambatan pemulihan
Nyeri akut Hipertermi pasca bedah
3. Etiologi
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu
dan jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu
empedu masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa
kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung
empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami
supersaturasi menjadi mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan
tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan
metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Berbagai faktor
yang mempengaruhi pembentukan batu empedu, diantaranya:
a. Eksresi garam empedu.
Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam
empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi
atau dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam
trihidroksi. Jadi dengan bertambahnya kadar asam empedu
dihidroksi mungkin menyebabkan terbentuknya batu empedu.
b. Kolesterol empedu
Apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol,
sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi,
dapatlah terjadi batu empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan
kolestreol empedu dapat di jumpai pada orang gemuk, dan diet
kaya lemak.
c. Substansia mukus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus
dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan
batuempedu.
d. Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu
dapat terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin
adalah berupa larutan bilirubin glukorunid.
e. Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan
demikian menaikan pembentukan batu
4. Manifestasi klinik
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis
adalah :
a. Sebagian bersifat asimtomatik
b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang
menjalar ke punggung atau region bahu kanan
c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten
d. Mual dan muntah serta demam
e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum
akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang
tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah
dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejala gatal-gatal pada kulit
f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh
ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang disebut “clay colored”
g. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu
absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien
dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika
obstruksi atau sumbatan bilier berlangsumg lama. Penurunan
jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.
5. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun, 2010) adalah
sebagai berikut:
a. Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau
oval, berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium
dan pigmen. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk
empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung
pada asam-asam empedu dan lesitin (fosofolipid) dalam empedu.
Pada klien yang cenderung menderita batu empedu akan
terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis
kolesterol dalam hati.
b. Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion
(bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang).
Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna
hitam kecoklatan, batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan
infeksi empedu kronis (batu semacam inilebih jarang di jumpai).
Batu pigmen akan berbentuk bila pigmen tidak
terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses presipitasi
(pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu
semacam ini semakin besar pada klien sirosis, hemolisis, dan
infeksi percabangan bilier.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kolelitiasis
menurut (Sandra Amelia,2013) adalah:
a. Pemeriksan sinar-X abdomen, dapat dilakukan jika terdapat
kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk
menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-20%
batu empedu yang mengalami cukup klasifikasi untuk dapat
tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
b. Ultrasinografi, pemeriksaan USG telah menggantikan
pemeriksaan kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara
cepat dan akurat, dan dapat dilakukam pada penderita disfungsi
hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli
dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami
dilatasi.
c. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi.
Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang
disuntikkan secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh
hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier.
Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk
mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography),
pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optim yang
fleksibel ke dalam eksofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus
serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke
dalam duktus tersebut untuk memingkinkan visualisasi langsung
struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus
bagian distal untuk mengambil empedu.
e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara
menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan
bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu
relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus
hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung
empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography),
merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa
menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada
MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang
karena mempunyai intensitassinyal tinggi, sedangkan batu saluran
empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang
dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga
metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.
7. Penatalaksanaan
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) penatalaksanaan pada kolelitiasis
meliputi :
a. Penanganan Non bedah
1) Disolusi Medis
Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran batu
dengan pemberian obat-obatan oral. Disolusi medis
sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolestrol diameternya <20mm dan batu <4
batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
2) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket
kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar
menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama
tinja. Untuk batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu
atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit
diperlukan prosedur endoskopik tambahan sesudah
sfingerotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi
mekanik dan litotripsi laser.
3) ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah
pemecahan batu dengan gelombang suara.
b. Penanganan bedah
1) Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut,
atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih
dari 2cm. kelebihan yang diperoleh klien luka operasi kecil
(210mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
2) Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan
cara mengangkat kandung empedu dan salurannya dengan
cara membuka dinding perut (Sahputra, 2016). Operasi ini
merupakan standar terbaik untuk penanganan klien dengan
kolelitiasis sitomatik.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat
tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya
ditemukan pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan
pada dibanding anak laki – laki (Cahyono, 2015).
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama
keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri
dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana,
Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi
nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri tersebut.
2) Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena
penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola
makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan
riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum :
a) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien.
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas
keadaan klien.
c) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan
respirasi.
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.
Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan
teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung
empedu.
e. Pola aktivtas
- Aktifitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan

Tanda : Gelisah

-   Sirkulasi

Tanda : Takikardia, berkeringat


- Eliminasi

Gejala : Perubahan warna urine dan feses

Tanda : Distensi abdomen teraba masa pada kuadran kanan atas


urine gelap, pekat. Feses waran tanah liat,steatorea.
- Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia,mual.

Tanda : adanya penurunan berat badan.

- Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau

bahu kanan.Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.

Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.

Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan

atas

- Keamanan

Tanda : Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).

Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).

- Penyuluhan/Pembelejaran

Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.

Adanya kehamilan / melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi

usus, diskrasias darah.

Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.

Rencana pemulangan: Memerlukan dukungan dalam perubahan

diet/penurunan berat badan.


2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas
mengenai status kesehatan atau masalah aktual, atau risiko dalam
mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien
yang ada pada tanggung jawabnya,(Tarwoto dan Wartonah, 2015).
Diagnosis Keperawatan adalah suatu penilaian klinis tentang respons dari
klien terhadap masalah keperawatan atau proses kehidupan yang
didalamnya baik yang berlangsung actual maupun potensial,(Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :
a. Nyeri akut (D.0077)
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab : Agen pencedera fisiologis (mis : inflamasi, iskemia,
neoplasma)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Mengeluh nyeri
2) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, (mis : waspada,
posisi meghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat,
sulit tidur.

Kriteria minor :

1) Subjektif : -
2) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.
Kondisi klinis terkait : Infeksi
b. Hipertermia (D.0130)
Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
Penyebab : Proses penyakit (infeksi)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : -
2) Objektif : Suhu tubuh diatas nilai normal
Kriteria minor
1) Subjektif : -
2) Objektif : Kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa
hangat
Kondisi klinis terkait : Proses infeksi
c. Perlambatan pemulihan pasca bedah (D.0133)
Definisi : pemanjangan jumlah hari pascabedah untuk memulai dan
melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab : edema pada lokasi pembedahan, gangguan mobilitas,
kontaminasi beah, trauma pada luka operasi, efek agen farmakologis
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : mengeluh tidak nyaman
2) Objektif : area luka operasi terbuka, waktu penyembuhan yang
memanjang
3) Kriteria minor :
1) Subjektif : selera makan hilang
2) Objektif : gangguan mobilitas, tidak mampu melanjutkan
pekerjaan, memulai pekerjaan tertunda, membutuhkan bantuan
untuk perawatan diri,
Kondisi klinis terkait : tindakan operasi besar, trauma yang
memerlukan intervensi bedah
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Kode : (D.0077) L.01001 Manajemen nyeri :
Setelah dilakukan 108238
Nyeri akut tindakan Observasi : Observasi :
keperawatan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk
berhubungan selama karakteristik, durasi, mengetahui
dengan adanya diharapkan skala frekuensi, kualitas, karakteristik
nyeri dapat intensitas nyeri nyeri
proses berkurang dengan 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk
peradangan, kriteria hasil: mengetahui
- Keluhan nyeri skala nyeri yang
agen cidera menurun (5) dirasakan
biologis proses - Meringis Terapeutik : Terapeutik :
menurun (5) 1. Berikan teknik non 1. Tindakan ini
inflamasi farmakologis untuk memungkinkan
kandung mengurangi nyeri klien untuk
( relaksasi nafas dala mendapatkan rasa
empedu, kontrol terhadap
obstruksi/spasme nyeri.
Kolaborasi : Kolaborasi :
duktus, iskemia 1. Kolaborasi pemberian 1. Agen-agen ini
jaringan analgetik, jika perlu secara sistematik
menghasilkan
(nekrosis). relaksasi umum dan
menurunkan
inflamasi sehingga
mengurangi rasa
nyeri
Kode : (D.0130) Termoregulasi : Manajemen
L14134 hipertermia : I.15506
Hipertermi Setelah dilakukan Observasi : Observasi :
berhubungan tindakan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui
keperawatan hipertermia sumber hipertermi
dengan respon selama 2. Monitor suhu tubuh 2. Mengetahui suhu
sistemik dari diharapkan suhu tubuh pasien
tubuh dalam Terapeutik : Terapeutik :
inflamasi rentang normal 1. Longgarkan atau 1. Proses konveksi
gastrointestinal dengan kriteria lepaskan pakaian akan terhalang
hasil : oleh pakaian ketat
- Suhu tubuh dan tidak
membaik (5) menyerap keringat
- Suhu kulit 2. Anjurkan pasien 2. Mengurangi
membaik (5) gunakan selimut kedinginan yang
- Tekanan darah dirasakan pasien
dalam batas 3. Lakukan kompres 3. Perpindahan
normal hangat pada dahi, panas secara
leher, dada, abdomen, konduksi
aksila)
Edukasi : Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring 1. Aktivitas dapat
meningkatkan
metabolisme,
sehingga
meningkatkan
suhu tubuh
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Menurunkan
cairan dan elektrolit panas pada pusat
intravena, jika perlu hipotalamus dan
sebagai
propilaksis
Kode : (D.0133) Pemulihan Manajemen nyeri :
pascabedah 108238
Perlambatan (L.14129) Observasi : Observasi :
Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui
pemulihan pasca tindakan karakteristik, durasi, karakteristik nyeri
bedah keperawatan frekuensi, kualitas, 2. Untuk mengetahui
selama 3x 24 jam intensitas nyeri skala nyeri yang
berhubungan diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri dirasakan
dengan agen pemulihan pasca Terapeutik : Terapeutik :
bedah membaik 1. Berikan teknik non 1. Tindakan ini
pencidera fisik Dengan kriteria farmakologis untuk memungkinkan
hasil : mengurangi nyeri klien untuk
- kemampuan ( relaksasi nafas dala mendapatkan rasa
melanjutkan kontrol terhadap
pekerjaan nyeri.
- kemampuan Kolaborasi : Kolaborasi :
bekerja 1. Kolaborasi pemberian 1. Agen-agen ini
- kemampuan analgetik, jika perlu secara sistematik
perawatan diri menghasilkan
relaksasi umum
dan menurunkan
inflamasi sehingga
mengurangi rasa
nyeri
4. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan
keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria
hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi
dan mendokumentasikan rencana perawatan (Lestari et al., 2019).
5. Implementasi keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di
mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana
strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh
sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping
(Harahap, 2019)

6. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan
dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. BIODATA

Identitas pasien
Initial pasien : ny. S
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Usia : 49 tahun
No. RM : 070336
Jenis kelamin : perempuan
Tgl pengkajian : 20 Januari 2020
Agama : Islam
Status pernikahan: Menikah

Penanggung jawab
Initial : Tn. R
Usia : 50 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : karyawan swasta
Hub dg pasien : suami

II. KELUHAN UTAMA


Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi di perut kanan atas
III. RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan dua bulan sebelum masuk rumah sakit mengeluh
mual, dan nyeri pada perut kanan atas dan keluhan dirasakan pasien secara
berulang. Kemudian, keluarga membawa pasien berobat ke UGD RSUD
Blora pada tanggal 18 januari 2020. Saat tiba di UGD pasien dilakukan
pemeriksaan oleh dokter dan dilakukan pemeriksaan USG kemudian
terdapat multiple cholelitiasis. Sehingga pasien dianjurkan untuk dirawat
dan direncanakan tindakan operasi. Selanjutnya pasien dilakukan tindakan
operasi CITO pada tanggal 18 januari 2020, saat selesai operasi pasien
dipindahkan keruang perawatan post op.
Setelah dua hari dilakukan perawatan post op pasien mengeluh nyeri pada
luka operasi di perut kanan atas, nyeri dirasakan seperti disayat, skala
nyeri 5, nyeri bertambah jika bergerak dan berkurang jika tidur dalam
posisi terlentang, dan nyeri dirasakan hilang timbul.
Selain mengeluh nyeri pasien juga mengatakan merasa demam, dan pasien
juga mengeluh merasa tidak nyaman pada luka operasi, pasien mengatakan
dokter menganjurkan untuk membatasi aktifitas dan harus lebih banyak
berbaring diatas tempat tidur
Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan ini merupakan pertama kalinya di rawat di RS dan
dilakukan tindakan operasi, selama ini pasien sakitnya hanya sakit biasa
yang sembuh dengan obat yang dibeli di warung.
Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan ayahnya meninggal akibat penyakit stroke komplikasi
sedangkan ibunya meninggal akibat penyakit jantung.

Genogram

X x x x

x x
Keterangan :
= laki-laki

= perempuan

= pasien
X = meninggal

IV. AKTIVITAS/ ISTIRAHAT


Gejala (Subjektif)
Pekerjaan : pasien merupakan seorang Ibu Rumah Tangga
Aktivitas/ hobi : sebelum sakit pasien mengatakan senang melakukan
pekerjaan rumah tangga, namun selama di RS pasien hanya berbaring
ditempat tidur
Aktivitas waktu luang : sebelum sakit pasien menghabiskan waktu luang
dengan berbincang-bincang dengan keluarga sedangkan selama dirawat
pasien mengisi waktu luang dengan membaca buku
Perasaan bosan/ tidak puas : tidak ada
Keterbatasan karena kondisi : tidak ada
Tidur Jam : saat dirumah jam tidur pasien baik dan teratur, tidur siang dari
jam 13.00 sampai jam 15.00 dan jam tidur malam mulai dari 21.30 WIB
malam sampai 05.00 pagi. Saat dirumah sakit pasien tidur siang dari 11.00
sampai 13.00 dan jam tidur malam 20.00 sampai jam 05.00 pagi.
Kebiasaan tidur: tidak ada
Insomnia : tidak ada
Tanda (Objektif)

Respons terhadap aktivitas yang teramati : baik


Kardiovaskular : tidak ada kelainan
Pernapasan : normal
Status mental (mis.,menarik diri/ letargi) : baik
Pengkajian neuromuskular : tidak ada kelainan
Massa/ tonus otot : tonus otot baik
Postur : baik
Tremor : tidak ada
Rentang gerak : aktif
Kekuatan :4/5
Deformitas : tidak ada
V. SIRKULASI
Gejala (Subjektif)

Riwayat tentang :
Hipertensi: tidak ada
Masalah jantung : tidak ada
Demam rematik : tidak ada
Edema mata kaki/ kaki : tidak ada edema
Flebitis: tidak ada
Penyembuhan lambat : tidak
Klaudikasi : tidak ada
Ekstremitas : Kesemutan tidak ada, Kebas tidak ada
Batuk/ hemoptisis : batuk berdahak
Perubahan frekuensi/ jumlah urine : tidak ada

Tanda (Objektif)

TD : kanan dengan posisi berbaring : 130/90mmHg


Tekanan nadi : baik Gap auskultator : -
Nadi (palpasi) : Karotis teraba kuat 82x/menit
Jantung (palpasi) : tidak teraba adanya massa
Getaran : tidak teraba getaran atau dorongan yang terlalu kuat
Bunyi jantung : S1 S2 lup dup Frekuensi : 82x/menit, Irama : teratur,
Kualitas : baik
Friksi gesek : tidak ada , Murmur : tidak ada
Bunyi napas : vesikuler
Distensi vena jugularis : tidak ada
Ekstremitas : suhu : 38.4 0 C Warna : merah muda
Pengisian kapiler : < 3 detik
Tanda Homan’s : tidak ada
Varises : tidak ada
Abnormalitas kuku : tidak ada
Penyebaran/ kualitas rambut : merata
Warna : hitam
membran mukosa : kering
Bibir : simetris
Punggung kuku : normal
Konjungiva : tidak ada anemis
Sklera : tidak ada ikterik
Diaforesis : berkeringat normal
VI. INTEGRITAS EGO

Gejala (Subjektif)
Faktor stres : tidak ada
Cara menangani stres : pasien mengatakan berdoa kepada tuhan agar
diberikan kesembuhan
Masalah-masalah finansial : pasien mengatakan finansialnya cukup dan
tidak ada masalah
Status hubungan : pasien mengatakan berhubungan baik dengan keluarga
dan tetangga disekitar rumah
Faktor-faktor budaya : tidak ada budaya tertentu yang dianut dalam
penyembuhan penyakitnya, pasien percaya kepada pengobatan medis
Agama : islam
Kegiatan keagamaan : pasien rutin menjalankan sholat 5 waktu
Gaya hidup : pasien mengatakan tidak pernah merokok ataupun minum-
minuman beralkohol, kadang melakukan olahraga jalan santai saat hari
libur bersama suami dan anak-anaknya
Perubahan terakhir : selama di rawat di RS pasien hanya berbaring dan
melakukan aktifitas ditempat tidur
Perasaan-perasaan : Ketidak berdayaan pasien mengatakan selama ini
tidak bisa menjalankan perannya sebagai IRT
Keputusasaan : pasien mengatakan menyesal selama sehat tidak menjaga
kesehatannya
Ketidak berdayaan : -

Tanda (Obyektif)
Status emosional (beri tanda cek untuk yang sesuai) :Tenang
Cemas : -
Marah :-
Menarik diri :-
Takut:-
Mudah tersinggung :-
Tidak sabar :-
Euforik :-
Respons-respons fisiologis yang terobservasi:-

VII. ELIMINASI
Gejala (Subjektif)
Pola BAB : saat dirumah pasien mengatakan BAB 1 kali sampai 2 kali
sehari , saat dirumah sakit pasien belum ada BAB setelah post operasi
Penggunaan laksatif : tidak ada
Karakter fases : lunak , BAB terakhir : sebelum masuk rumah sakit
Riwayat perdarahan : tidak ada, Hemoroid : tidak ada
Konstipasi : pasien mengatakan tidak ada konstipasi saat BAB , Diare:
pasien mengatakan tidak ada diare
Pola BAK : pasien mengatakan saat dirumah pasien BAK 4-5 kali/hari
selama di rumah sakit pasien terpaang kateter dengan jumlah urine (500cc)
,Inkontimensia/ kapan : tidak ada
Karakter urine: kuning pekat
Nyeri/ rasa terbakar/ kesulitan BAK : tidak ada
Riwayat penyakit ginjal/ kandung kemih : tidak ada
Penggunaan diuretik : tidak ada

Tanda (Objektif)
Abdomen : Nyeri tekan : tidak terdapat nyeri tekan , Lunak/ keras: lunak
Massa : tidak terdapat masa , Ukuran/ lingkar abdomen:-
Bising usus : 14x/menit , Hemoroid : tidak terdapat hemoroid
Perubahan kandungan kemih : tidak terdapat perubahan kandung kemih ,
BAK terlalu sering : tidak ada

VIII. MAKANAN/ CAIRAN


Gejala (Subjektif)
Diit biasa (tipe) : pasien mengatakan saat dirumah makan 3 kali sehari
dengan nasi, sayur dan ikan. Sedangkan saat dirumah sakit pola makan
pasien menurun, pasien makan bubur tiga kali sehari habis setengah porsi.
makanan per hari : makan 3 kali/hari
Makan terakhir/ masukan : Pola diit : bubur 3 kali/hari
Kehilangan selera makan : ya , Mual/ muntah : tidak ada
Nyeri ulu hati/ salah cerna: tidak ada nyeri ulu hati ,
Disembuhkan oleh : tidak ada
Alergi/ intoleransi makanan : pasien mengatakan tidak ada alergi terhadap
makanan tertentu
Masalah-masalah mengunyah/ menelan : tidak ada
Gigi : jumlah gigi 32buah, tidak ada ompong
Berat badan biasa : pasien mengatakan sebelum sakit BB 67kg
Penggunaan diuretik : tidak ada
Tanda (Objektif)
Berat badan sekarang : 65 kg Tinggi badan : 155cm , Bentuk tubuh
:normal
Turgor kulit : elastis Kelembaban/ kering membran mukosa : kulit tampak
lembab
Edema : Umum : tidak ada edema, Dependen:-
Periorbital : tidak ada , Asites : tidak ada
Distensi vena jugularis : tidak terdapat peningkatan vena jugularis
Pembesaran tiroid : tidak ada , hernia/ massa : tidak ada , Halitosis : tidak
ada
Kondisi gigi/ gusi : gusi berwarna merah muda, tidak terdapat perdarahan
Penampilan lidah : lidah terdapat bercak bercak putih
Membran mukosa : mukosa tampak kering
Bising usus : terdengar 14x/menit
Bunyi napas : vesikuler
Urin S/ A atau Kemstiks : kuning pekat
IX. HIGIENE
Gejala (Subjektif)
Aktivitas sehari-hari :
Tergantung/ Mandiri : tergantung
Mobilitas : sebelum sakit pasien mengatakan setiap hari selalu melakukan
pekerjaan rumah tangga , selamadirumah sakit mobilitasnya dibatasi
Hegiene : saat dirumsh pasien mengatakan mandi dua kali/hari ,
Berpakaian : pasien mengatakan lebih suka mengenakan pakaian daster
bila dirumah
Toileting : saat dirumah pasien BAK 4-5 kali/hari sedangkan selama di
RS pasien terpasang kateter
Waktu mandi yang diinginkan : pagi dan sore
Pemakaian alat bantu/ prostetik : tidak ada
Bantu diberikan oleh : -
Tanda (Objektif)
Penampilan umum : pasien tampak rapih
Cara berpakaian : rapih , Kebiasaan pribadi : tidak ada
Bau badan : tidak ada , Kondisi kulit kepala : kulit kepala tampak bersih
Adanya kutu : tidak terdapat kutu

X. NEUROSENSORI
Gejala (Subjektif)
Rasa ingin pingsan/ pusing : pasien mengatakan tidak pusing atau ingin
pingsan
Sakit kepala : Lokasi nyeri : tidak ada , Frekuensi : tidak ada
Kesemutan/ kebas/ kelemahan (lokasi) : tidak ada
Stroke (gejala sisa) : tidak ada
Kejang : tidak ada , Tipe : - .Frekuensi : -
Status postikal : tidak ada , Cara mengontrol : -
Mata : tidak tampak adanya lesi pada kelopak mata, lapang pandang klien
baik
Kehilangan penglihatan : tidak ada , Pemeriksaan terakhir : tidak ada
Glaukoma : tidak ada , Katarak : tidak ada
Telinga : daun telinga dan kanal auditorius klien tampak bersih
Kehilangan pendengaran : tidak ada , Pemeriksaan terakhir: tidak ada
Epistaksis: tidak ada

Tanda (Objektif)
Status mental : baik
Terorientasi/ disorientasi : terorientasi waktu, tempat, dan Orang baik
Kesadaran : compos mentis , GCS = 15 E4M6V5
Mengantuk :- tidak ada
Letargi : tidak ada
Stupor : tidak ada
Koma : tidak ada
Kooperatif : ya
Menyerang : tidak ada
Delusi :tidak ada
Halusinasi : tidak ada
Afek (gambarkan) : -
Memori : Saat ini baik , Yang lalu: baik
Kaca mata : tidak ada , Kontak lensa : - Alat bantu dengar : -
Ukuran/ rekasi pupil : Ka/ Ki : mengecil saat terkena cahaya
Facial drop :tidak ada , Menelan ; baik
Genggaman tangan/ lepas : Ka/ Ki : baik, Postur : seimbang
Refleks tendom dalam : normal , Paralisis : tidak ada
XI. NYERI/ KETIDAKNYAMANAN
Gejala (Subjektif)
Lokasi : nyeri pada luka post operasi
intensitas : skala nyeri 5
Frekuensi : saat bergerak
Kualitas : seperti disayat
Durasi : tidak menentu
Penjalaran : tidak ada
Faktor-faktor pencetus : luka post operasi
Cara menghilangkan, faktor-faktor yang berhubungan: berkurang jika tidur
dalam posisi terlentang

Tanda (Objektif)
Mengkerutkan muka : tidak ada
Menjaga area yang sakit : ada
Respons emosional : baik
Penyempitan fokus : tidak ada
XII. PERNAPASAN
Gejala (Subjektif)
Dispnea yang berhubungan dengan batuk/ sputum : pasien mengatakan
tidak ada batuk atau dahak
Riwayat bronkitis : tidak ada
Asma : tidak ada
Tuberkulosis : tidak ada
Emifisema : tidak ada
Pneumonia kambuhan : tidak ada
Pemanjanan terhadap udara berbahaya :tidak ada
Perokok : pasien mengatakan tidak merokok
Penggunaan alat bantu pernapasan : tidak ada , Oksigen : tidak ada

Tanda (Objektif)
Pernapasan :
Frekuensi : 22x/menit
Kedalaman : cukup dalam , Simetris : ya
Penggunaan otot-otot asesori : tidak ada , Napas cuping hidung : tidak ada
Fremitus : tidak ada
Bunyi napas : vesikuler
Egofoni : tidak ada
Sianosis : tidak ada , Jari tubuh : tidak ada
Karakteristik sputum : tidak ada
Fungsi mental/ gelisah : fungsi mental baik

XIII. KEAMANAN
Gejala (Subjektif)
Alergi/ sensitivitas : tidak ada alergi Reaksi : tidak ada
Perubahan sistem imun sebelumnya :tidak ada , Penyebab : -
Riwayat penyakit hubungan seksual (tanggal/ tipe) : tidak ada
Perilaku resiko tinggi : tidak ada , Periksaan :tidak ada
Tranfusi darah/ jumlah : belum pernah Kapan :tidak ada
Gambaran reaksi :tidak ada
Riwayat cedera kecelakaan : tidak ada
Fraktur/ dislokasi :tidak ada
Artritis/ sendi tak stabil :tidak ada
Masalah punggung : tidak ada
Perubahan pada tahi lalat : tidak ada, Pembesaran nodus : tidak ada
Kerusakan penglihatan, pendengaran : tidak ada
Protese : tidak ada , Alat ambulatori : tidak ada

Tanda (Objektif)
Suhu tubuh : 38.4 0 C Diaforesis : ada
Integritas kulit : baik
Jaringan parut : tidak ada , Kemerahan : tidak ada

Laserasi : tidak ada , Ulserasi :tidak ada

Ekimosis : tidak ada , Lepuh : tidak ada

Luka bakar : (derajat/ persen) : tidak ada ,Drainase : tidak ada

Tandai lokasi pada diagram di bawah ini :

Kekuatan Umum : sedang Tonus otot : cukup kuat

Cara berjalan : normal , ROM : normal

Parestesia/ paralisis : tidak ada


Hasil kultur, Pemeriksaan sistem imun : tidak ada

XIV. SEKSUALITAS (Komponen dari Interaksi sosial)

Aktif melakukan hubungan seksual : aktif

Penggunaan Kondom : tidak ada

Masalah-masalah/ kesulitan seksual ; Tidak ada masalah

Perubahan terakhir dalam frekuensi/ minat : tidak ada

Wanita

Gejala (Subjektif)

Usia menarke :12 tahun Lamanya siklus :28 hari


Durasi :7 hari

Periode mentruasi terakhir : 19 desember 2020 ,

Menopouse : tidak ada

Rabas vaginal : tidak ada , Berdarah antara periode :tidak ada

Melakukan pemeriksaan payudara sendiri/ mammogram : tidak ada

PAP smear terakhir :tidak ada

XV. INTERAKSI SOSIAL

Gejala (Subjektif)

Status perkawinan menikah , Lama : 25 tahun

Hidup dengan : suami dan anak-anaknya

Masalah-masalah/ stress : tidak ada

Keluarga besar : ya

Orang pendukung lain : suami dan anak-anak

Peran dalam struktur keluarga : seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya

Masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit/ kondisi : tidak ada


Perubahan bicara : penggunaan alat bantu komunikasi : tidak ada

Adanya laringektomi : tidak ada

Tanda (Objektif)

Bicara : jelas , Tak jelas : -

Tidak dapat dimengerti :- Afasia : tidak ada

Pola bicara tak biasa/ kerusakan : tidak ada

Pengunaan alat bantu bicara : tidak ada penggunaan alat bantu

Komunikasi verbal/ nonverbal dengan keluarga/ orang terdekat lain : baik

Pola interaksi keluarga (perilaku) : baik

XVI. PENYULUHAN/ PEMBELAJARAN

Gejala (Subjektif)

Bahasa dominan (khusus) : tidak ada , Melek huruf : pasien tidak buta
huruf

Tingkat pendidikan : SMA


Ketidakmampuan belajar (khusus) : pasien mampu belajar
Keterbatasan kognitif : tidak ada
Keyakinan kesehatan/ yang dilakukan :
Orientasi spesifik terhadap perawatan kesehatan (spt, dampak dari agama/
kultural yang di anut) : tidak ada
Faktor resiko keluarga (tandai hubungan) : tidak ada
Diabetes : tidak ada
Tuberkulosis ; tidak ada
Penyakit jantung : tidak ada
Stroke : tidak ada
TD tinggi : tidka ada
Epilepsi : tidak ada
Penyakit ginjal : tidak ada, Kanker : tidak ada
Penyakit jiwa : tidak ada Lain-lain ; tidak ada
Obat tanpa resep : Obat-obat bebas : tidak ada
Obat-obat jalanan : tidak ada , Tembakau : tidak ada

Perokok tembakau : pasien tidak merokok

Penggunaan alkohol (jumlah/ rekuensi) : tidak


Diagnosa saat masuk perdokter : asma
Alasan di rawat per pasien : pasien sesak
Riwayat keluhan terakhir : masih sesak dan batuk berdahak
Harapan pasien terhadap perawatan/ pembedahan sebelumnya : pasien
mengatakan ingin cepat sembuh
Bukti kegagalan untuk perbaikan : tidak ada
Pemeriksaan fisik lengkap terakhir : normal
XVII. Pertimbangan Rencana Pulang
DRG yang menunjukkan lama dirawat rata-rata : 7 hari jika ada perbaikan
Tanggal informasi di dapatkan : 23 januari 2020
1. Tanggal pulang yang diantisipasi 30 maret 2020
2. Sumber-sumber yang tersedia : orang : anak kandung
Keuangan : istri dan anak kandung
3. Perubahan-perubahan yang diantisipasi dalam situasi kehidupan setelah
pulang : menghindari faktor pencetus mencegah asma kambuh
4. Area yang mungkin membutuhkan perubahan/ bantuan: lingkungan sekitar
rumah
Penyiapan makanan : keluarga pasien , Berbelanja : keluarga pasien
Transportasi : dijemput oleh keluarga , Ambulasi :-
Obat/ trapi IV : belum ada , Pengobatan : -
Perawatan luka : tidak ada , Peralatan : tidak ada
Bantuan perawatan diri (khusus) : tidak ada
Gambaran fisik rumah (khusus) : rumah permanen, ventilasi baik
Bantuan merapihkan/ pemeliharaan rumah : keluarga
Fasilitas kehidupan selain rumah (khusus) : tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 18 januari 2020
Jenis pemeriksaan Nilai Satuan Hasil
Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.1-15.1 g/dl 11.9
Leukosit 3.80-10.60 x10^3/ul 14.6
Eritrosit 3,9-5,1 x10^6/ul 4,34
Hematokrit 40-52 % 37,4
Trombosit 140-440 x10^3/ul 440
MCV 80-100 fL 86,2
MCH 27-31 Pg 27,4
MCHC 30-35 g/dl 31,8
RDW-CV 11,5-14,5 % 11,5
RDW-SD 39-47 fL 38,6
PLT 140-440 x10^3/ul 198
MPV 6,5-11,0 fL 10,3
PDW 8,7-15,7 % 16,0
PCT 0,15-0,4 % 0,204
P-LCC x10^3/ul 58
P-LCR % 29,1

KIMA
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah <180 mg/dl 92
Sewaktu
Tanggal 18 januari 2020
Jenis pemeriksaan Hasil
USG Multiple cholelitiasis

TERAPI MEDIS
Jenis Terapi Dosis Fungsi
Obat oral :
Alprazolam 1x1 tab Mengatasi gangguan kecemasan

Ulsidex 3x1 Melindungi lapisan asam lambung


agar tidak memperparah luka

B6 3x1 Mengatasi kekurangan B6

Ursodeoxy 3x1 Melarutkan batu empedu yang


disebabkan oleh kelebihan kolestrol
pada kantung empedu
Obat intravena :

Sebagai antagonis reseptor H2


Ranitidine 2x50mg (histamine) mengurangi  produksi
asam HCL

santagestic 3x100 mg
Untuk mengatasi nyeri akut atau
kronik
ondansentron 3x8mg
Obat antiemetik untuk meredakan
mual dan muntah
ambacyn 2x500mg
Menghambat dan menghentikan
pertumbuhan bakteri

cairan intravena
22 tetes/menit
Ringer Laktat
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa data
No Data senjang Interpretasi Data Masalah
.
1. DS : Kolelitiasis Nyeri akut
Pasien mengeluh nyeri pada
luka operasi di perut kanan Tindakan kolesistektomi
atas, nyeri dirasakan seperti
disayat, skala nyeri 5, nyeri Terdapat luka insisi
bertambah jika bergerak dan
berkurang jika tidur dalam Terputusnya kontinuitas
posisi terlentang, dan nyeri jaringan
dirasakan hilang timbul.
DO : merangsang pengeluaran
- Wajah tampak meringis histamin dan prostaglandin
- Pasien tampak
memegangi perut nyeri akut
- TD : 130/90mmHg
- Nadi : 82x/menit

2. DS : Kolelitiasis Hipertermi
Pasien mengatakan merasa
demam Tindakan kolesistektomi
DO :
- Suhu : 38,4 ºC Proses inflamasi
- Nadi 82x/menit
- Kulit tampak merah Termostat di hipotalamus
- Kulit teraba hangat
- Peningkatan suhu tubuh
Hipertermi

3. DS : Kolelitiasis Perlambatan
Pasien mengatakan merasa dalam
tidak nyaman pada area luka Tindakan kolesistektomi pemulihan
operasi pasca bedah
DO : Adanya luka insisi
- Tampak gangguan
mobilitas Agen pencidera fisik
- pasien tampak tidak
mampu melanjutkan Perlambatan pemulihan
pekerjaan pasca bedah
- pasien tampak
membutuhkan bantuan
untuk perawatan diri,
1. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik prosedur
operasi
b. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
c. Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan agen
pencidera fisik

PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Kode : D. 0077 L.01001 Manajemen nyeri
Nyeri akut Setelah dilakukan : 108238
berhubungan tindakan Observasi : Observasi :
dengan agen keperawatan 1. Identifikasi 1. Untuk
pencidera fisik selama 3x24 jam lokasi, mengetahui
prosedur operasi diharapkan skala karakteristik, karakteristik
nyeri dapat durasi, nyeri
berkurang dengan frekuensi,
kriteria hasil: kualitas,
- Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun (5) 2. Identifikasi 2. Untuk
- Meringis skala nyeri mengetahui skala
menurun (5) nyeri yang
- Tekanan darah dirasakan
membaik (5) Terapeutik : Terapeutik :
- Frekuensi nadi 1. Berikan teknik 1. Tindakan ini
membaik (5) non memungkinkan
farmakologis klien untuk
untuk mendapatkan rasa
mengurangi kontrol terhadap
nyeri nyeri.
( relaksasi
nafas dalam)
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi 1. Mencegah
pemberian terjadinya
analgetik, jika dehidrasi
perlu

Pemberian obat :
I. 02062
Observasi : Observasi :
1. identifikasi 1. mencegah
kemungkinan terjadinya alergi
alergi, interaksi, pada pasien
dan kontraindikasi
obat
2. periksa tanggal 2. mengetahui
kadaluwarsa obat keamanan batas
3. monitor tanda- penggunaan obat
tanda vital
Terapeutik : Terapeutik :
1. lakukan prinsip 1. menghindari
6 benar terjadinya kesalahan
dalam pemberian
obat
Edukasi : Edukasi :
1. jelaskan jenis 1. agar pasien
obat, alasan mengetahui tentang
pemberian, jenis, kegunaan dan
tindakan yang efek samping obat
diharapkan, dan
efek samping
sebelum
pemberian

Kode : D. 0130 Termoregulasi : Manajemen


Hipertermi L14134 hipertermia :
berhubungan Setelah dilakukan I.15506
dengan proses tindakan Observasi : Observasi :
inflamasi keperawatan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
selama 3x24 jam penyebab sumber
diharapkan suhu hipertermia hipertermi
tubuh dalam 2. Monitor suhu 2. Mengetahui suhu
rentang normal tubuh tubuh pasien
dengan kriteria Terapeutik : Terapeutik :
hasil : 1. Longgarkan 1. Proses konveksi
- Suhu tubuh atau lepaskan akan terhalang
membaik (5) pakaian oleh pakaian
- Suhu kulit ketat dan tidak
membaik (5) menyerap
- Frekuensi nadi keringat
membaik (5) 2. Anjurkan 2. Mengurangi
pasien gunakan kedinginan yang
selimut dirasakan pasien
3. Lakukan 3. Perpindahan
kompres panas secara
hangat pada konduksi
dahi, leher,
dada,
abdomen,
aksila)
Edukasi : Edukasi :
1. Anjurkan tirah 1. Aktivitas dapat
baring meningkatkan
metabolisme,
sehingga
meningkatkan
suhu tubuh
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi 1. Menurunkan
pemberian panas pada pusat
cairan dan hipotalamus dan
elektrolit, jika sebagai
perlu propilaksis
Kode : D.0056 Pemulihan Manajemen nyeri
Perlambatan pascabedah : 108238
(L.14129) Observasi : Observasi :
pemulihan pasca
Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk
bedah tindakan lokasi, mengetahui
keperawatan karakteristik, karakteristik
berhubungan
selama 3x 24 jam durasi, nyeri
dengan agen diharapkan frekuensi,
pemulihan pasca kualitas,
pencidera fisik
bedah membaik intensitas
Dengan kriteria nyeri
hasil : 2. Identifikasi 2. Untuk
- kemampuan skala nyeri mengetahui
melanjutkan skala nyeri yang
pekerjaan dirasakan
- kemampuan Terapeutik : Terapeutik :
bekerja 1. Berikan teknik 1. Tindakan ini
- kemampuan non memungkinkan
perawatan diri farmakologis klien untuk
untuk mendapatkan
mengurangi rasa kontrol
nyeri terhadap nyeri.
( relaksasi
nafas dala
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi 1. Agen-agen ini
pemberian secara
analgetik, jika sistematik
perlu menghasilkan
relaksasi umum
dan
menurunkan
inflamasi
sehingga
mengurangi rasa
nyeri

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/ Diagnosa Tindakan keperawatan Paraf
tanggal Keperawata
n
20 januari I,II 1. Mengidentifikasi lokasi, Penni
karakteristik, durasi, frekuensi,
2020/08.00
kualitas, intensitas nyeri
Hasil : nyeri pada perut kanan atas,
skala nyeri 5, seperti tersayat dan
hilang timbul
08.20 I,III 2. mengidentifikasi skala nyeri
Hasil : skala nyeri 5

08.30 I,III 3. memberikan teknik non


farmakologis untuk mengurangi
nyeri ( relaksasi nafas dalam)
Hasil : pasien diberikan teknik
relaksasi nafas dalam

09.00 I,III 4. melakukan kolaborasi pemberian


analgetik
Hasil : pasien diberikan terpai obat
sangestik 3x100mg
I,III
5. mengidentifikasi kemungkinan
09.20 alergi, interaksi, dan kontraindikasi
obat
Hasil : tidak ada alergi obat

6. periksa tanggal kadaluwarsa obat


09.10 I,III
Hasil : kadaluwarsa obat pada 2024

7. monitor tanda-tanda vital


09.20 I,III
Hasil : TD = 130/90 mmHg, nadi :
82x/menit, RR = 22x/menit, suhu =
38.40 C

09.30 I,III 8. melakukan prinsip 6 benar


Hasil : obat sudah ssuai dengan
prinsip 6 benar
09.45 I,III
9. menjelaskan jenis obat, alasan
pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
Hasil : pasien mengerti apa yang
10.25 II disampaikan perawat

10. mengidentifikasi penyebab


hipertermia
Hasil : karena luka post operasi
10.35 II
11. Memonitor suhu tubuh
10.40 II Hasil : suhu tubuh 38.4 0 C
12.melonggarkan atau lepaskan
pakaian
10.50 II Hasil : pakaian sudah dilonggarkan

13. menganjurkan pasien gunakan


11.00 selimut
Hasil : pasien sudah memakai selimut
II
14. melakukan kompres hangat pada
dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
11.20
Hasil : pasien dilakukan kompres
II hangat pada dahi

15. melakukan kolaborasi pemberian


cairan
Hasil : pasien terpasang ringer laktat
22 tpm
21 januari 1. Mengidentifikasi lokasi, Penni
I,II karakteristik, durasi, frekuensi,
2020/08.00
kualitas, intensitas nyeri
Hasil : nyeri pada perut kanan atas,
skala nyeri 4, seperti tersayat dan
hilang timbul
I,III
08.15 2. mengidentifikasi skala nyeri
Hasil : skala nyeri 4
I,III
08.30 3. memberikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
nyeri ( relaksasi nafas dalam)
Hasil : pasien diberikan teknik
relaksasi nafas dalam
08.40
I,III
4. melakukan kolaborasi pemberian
analgetik
Hasil : pasien diberikan terpai obat
sangestik 3x100mg
08. 20
5. mengidentifikasi kemungkinan
I,III
alergi, interaksi, dan kontraindikasi
obat
Hasil : tidak ada alergi obat
08.45
I,III 6. periksa tanggal kadaluwarsa obat
Hasil : kadaluwarsa obat pada 2024
08.50 I,III 7. monitor tanda-tanda vital
Hasil : TD = 123/85 mmHg, nadi :
80x/menit, RR = 21x/menit, suhu =
38.00 C
09.00 I,III
8. melakukan prinsip 6 benar
Hasil : obat sudah ssuai dengan
prinsip 6 benar

09.10 I,III 9. menjelaskan jenis obat, alasan


pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
Hasil : pasien mengerti apa yang
disampaikan perawat
09.20 II
10. mengidentifikasi penyebab
hipertermia
Hasil : karena luka post operasi
09.30 II
11. Memonitor suhu tubuh
Hasil : suhu tubuh 38.4 0 C
12.melonggarkan atau lepaskan
10.00 II
pakaian
Hasil : pakaian sudah dilonggarkan
10.25 II
13. menganjurkan pasien gunakan
selimut
Hasil : pasien sudah memakai selimut

10.40 II 14. melakukan kompres hangat pada


dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Hasil : pasien dilakukan kompres
hangat pada dahi
10.50 II
15. melakukan kolaborasi pemberian
cairan
Hasil : pasien terpasang ringer laktat
22 tpm
22 januari I,II 1. Mengidentifikasi lokasi, Penni
karakteristik, durasi, frekuensi,
2020/ 08.00
kualitas, intensitas nyeri
08.05 Hasil : nyeri pada perut kanan atas,
skala nyeri 4, seperti tersayat dan
hilang timbul
2. mengidentifikasi skala nyeri
Hasil : skala nyeri 4
08.15 I,III
3. memberikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
08.20 I,III
nyeri ( relaksasi nafas dalam)
Hasil : pasien diberikan teknik
relaksasi nafas dalam

4. melakukan kolaborasi pemberian


analgetik
08.30 I,III
Hasil : pasien diberikan terpai obat
sangestik 3x100mg

5. mengidentifikasi kemungkinan
08.35 I,III alergi, interaksi, dan kontraindikasi
obat
Hasil : tidak ada alergi obat

6. periksa tanggal kadaluwarsa obat


09.45 I,III
Hasil : kadaluwarsa obat pada 2024

7. monitor tanda-tanda vital


09.50 I,III
Hasil : TD = 123/85 mmHg, nadi :
80x/menit, RR = 21x/menit, suhu =
38.00 C

8. melakukan prinsip 6 benar


Hasil : obat sudah ssuai dengan
10.00 I,III
prinsip 6 benar

9. menjelaskan jenis obat, alasan


10.15
pemberian, tindakan yang
I,III diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
Hasil : pasien mengerti apa yang
disampaikan perawat
10.25 II
10. mengidentifikasi penyebab
hipertermia
Hasil : karena luka post operasi

10.35 II 11. Memonitor suhu tubuh


Hasil : suhu tubuh 38.4 0 C
12.melonggarkan atau lepaskan
10.40 II pakaian
Hasil : pakaian sudah dilonggarkan
10.50 II
13. menganjurkan pasien gunakan
selimut
Hasil : pasien sudah memakai selimut

11.00 II 14. melakukan kompres hangat pada


dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Hasil : pasien dilakukan kompres
hangat pada dahi
11.20 II
15. melakukan kolaborasi pemberian
cairan
Hasil : pasien terpasang ringer laktat
22 tpm

EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal/ Diagnosis SOAP Paraf
jam Keperawatan
23 januari Nyeri akut S : Penni
2020/ 14.00 berhubungan Pasien mengatakan nyeri yang
dengan agen dirasakan berkurang
pencidera fisik O :
prosedur - Wajah tidak tampak
operasi meringis
- Skala nyeri 3
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 80x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P : hentikan intervensi
23 januari Hipertermi S: Penni
2020/ 15.00 berhubungan Pasien mengatakan panas
dengan proses badannya berkurang
inflamasi O:
- Suhu : 37.5 0 C
- Kulit teraba hangat
- Nadi : 80x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
23 januari Perlambatan S: Penni
2020/ 16.00 pemulihan Pasien mengatakan masih merasa
pasca bedah tidak nyaman pada luka post
berhubungan operasi
dengan agen O :
pencidera fisik - pasien tampak belum mampu
melanjutkan
- kemampuan perawatan diri
pasien tampak dibantu keluarga
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung
empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya
komposisi utamanya adalah kolesterol. Batu kandung empedu merupakan
gabungan beberapa unsure yang membentuk suatu material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu. Penyebab terjadinya
kolelitiasis/batu empedu belum diketahui secara pasti. Penatalaksanaan
dari kolelitiasis ini dapat dilakukan dengan pembedahan (kolesistektomi)
maupun non pembedahan serta menjalani diet rendah lemak, tinggi
protein, dan tinggi kalori agar tidak terbentuk batu empedu di dalam
kandung empedu. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang baik
diperlukan dalam penatalaksanaan kolelitiasis ini sehingga dapat
membantu klien untuk dapat memaksimalkan fungsi hidupnya kembali
serta dapat memandirikan klien untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia.
B. Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat
pada umumnya dan mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui
lebih dalam tentang penyakit kolelitiasis. Kepada para perawat, kami
sarankan untuk lebih aktif dalam memberikan penyuluhan untuk
mengurangi angka kesakitan penyakit kolelitiasis. Dengan tindakan
preventif yang dapat dilakukan bersama oleh semua pihak, maka
komplikasi dari kolelitiasis akan berkurang.

DAFTAR PUSTAKA
Harahap.(2016). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Penyakit Cholelitiasis
Di Ruang Rawat Inap Rsi Surakarta. Naskah Publikasi, 1-18

Haryono,2012. (2013). Karakteristik Pasien Koleliatis Di Rsup Dr. Wahidin


Sudirohusodo Makassar. Fernando Sipayung (2018). Asuhan
Keperawatan Tn.R : Kurang Pengetahuan Dengan Pemberian Edukasi
Penanganan Kolelitiasis Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Advent
Bandung https://www.academia.edu/41597680/Grandcase_Colelitiasis
Diakses tanggal 19 januari 2021

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Ratmiani (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.J Yang Mengalami Post
Op Cholelitiasis Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Di Ruang
Perawatan Garuda Rumah Sakit Bhayangkara Makassar
https://www.google.com/search?safe=strict&q=Ratmiati+(2019).
+Asuhan+Keperawatan+Pada+Klien+Ny.J+Yang+Mengalami+Post+O
p+Cholelitiasis+Dengan+Masalah+Keperawatan+Nyeri+Di+Ruang+Pe
rawatan+Garuda+Rumah+Sakit+Bhayangkara+Makassar&spell=1&sa=
X&ved=2ahUKEwi7wcT37OfpAhXu6nMBHWfrBNEQBSgAegQIDB
Ap&biw=1242&bih=524 Diakses tanggal 18 januari 2021

Anda mungkin juga menyukai