Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

HIV/AIDS

OLEH

1. INKA CHRISTIN NGAHU DJAWA


2. IDIARTI BANUNAEK
3. FREDERICO E. KAKE
4. WINDA N. BAHAS
5. SITI NURBAITI
6. TIRSA A. KASSE
7. LENDA MOMIAKE
8. MARLIN F. L. LETTE
9. PRITILIA M. AKOIT
10. MARIA OEMATAN
11. KURNIA OROWALLA
12. JEVERSON E. MAUMUTANG
13. HARYANTO LEONG

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga tugas makalah
dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN AIDS bisa selesai pada waktunya.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III. Kami berharap semoga penyusunan makalah ini bisa menambah
pengetahuan dan pemahaman para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa tugas ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kupang, Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................
B. Tujuan...............................................................................................................
C. Manfaat.............................................................................................................
BAB 2 KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian........................................................................................................
B. Etiologi ............................................................................................................
C. Patofisiologi ....................................................................................................
D. Klasifikasi........................................................................................................
E. Komplikasi .....................................................................................................
F. Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................
BAB 3 KONSEP ASKEP
A. Pengkajian.......................................................................................................
B. Diagnosa...........................................................................................................
C. Intervensi.........................................................................................................
D. Implementasi...................................................................................................
E. Evaluasi............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat
menurunkan kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes RI (2008)
menyatakan bahwa HIV adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang sistem
kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency
Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang didapat akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV. HIV/AIDS adalah suatu kumpulan
kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia &
Wilson, 2009).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala
dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena
virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Penyebab penyakit
AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan
HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2
benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama,
hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah ditularkan dan masa inkubasi sejak mulai
infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek (Martono, 2009). HIV umumnya
ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa)
atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani,
cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta
bentuk kontak lainnya dengan cairancairan tubuh tersebut.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan
Amman pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada
anak di Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika
dilaporkan 1995 maupun pada anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita
HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat 4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 %
dan seluruh jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai
tahun 1988 terdapat 356 anak dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada
orang dewasa maupun pada anak – anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25
juta orang, lebih dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya
karena AIDS. Setiap tahun juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS,
500 000 diantaranya adalah anak usia dibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi
infeksi baru pada 5 juta orang terutama di negara terbelakang atau berkembang,
dengan angka transmisi sebesar ini maka dari 37,8 juta orang pengidap infeksi
HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2,1 juta anak- anak dibawah 15 tahun.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan makalah ini mahasiswa memahami konsep
HIV/AIDS dan dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan
HIV/AIDS
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai penulis setelah pelaksaan asuhan
keperawatan adalah :
1) Mampu Mendefinisikan Apa Itu HIV/AIDS
2) Mengetahui etiologi HIV/AIDS
3) Mengetahui Patofiologi HIV/AIDS
4) Mengetahui Klasifikasi HIV/AIDS
5) Mengetahui Komplikasi HIV/AIDS
6) Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS
7) Mengetahui Pathway HIV/AIDS
8) Mampu Melakukan Pengkajian Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan
Pada Pasien HIV/AIDS
9) Mampu Menerapkan Diagnosa Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS
10) Mampu Merencanakan Asuhan Keperawatan HIV/AIDS
11) Mampu Mengimplementasikan Rencana Asuhan Keperawatan HIV/AIDS
12) Mampu Mengevaluasi Asuhan Keperawatan HIV/AIDS
C. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah kita dapat mempelajari dan
mendemonstrasikan asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS
BAB 2

KONSEP TEORI

A. DEFINISI

HIV adalah virus penyebab Acquired Immuno Deficiensi Syndrom (AIDS).


Virus ini memiliki kemampuan untuk mentransfer informasi genetic, mereka dari
RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut Reverse Transcriptase, yang
merupakan kebalikan dari proses transkripsi dari RNA & DNA dan transflasi dari
RNA ke protein pada umumnya HIV merupakan salah satu penyakit menular seksual
yang berbahaya di dunia (Silalahi, Lampus, dan Akili, 2013). Seseorang yang
terinfeksi HIV dapat diibaratkan sebagai gunung es (Lestary, Sugiharti dan Susyanty,
2016) yang dimana HIV memang tidak tampak tetapi penyebarannya mengakibatkan
banyaknya kasus HIV baik di Indonesia maupun di dunia.
AIDS adalah Suatu kumpulan kondisi tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi oleh HIV ( Virginia Macedolan, 2008 ) AIDS Kependekan dari A: Acquired:
Didapat, Bukan penyakit keturunan I:Immune:Sistem kekebalan tubuh D:Deficiency:
KekuranganSyndrome , Jadi AIDS adalah berarti kumpulan gejala akibat kekurangan
dan kelemahan system tubuh yang dibentuk setelah kita lahir.
B. ETIOLOGI

Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:

 Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi

 Pemakaian obat oleh ibunya

 Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena

 Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency


virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi
nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan
HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flulikes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi HIV.
3. Orang yang ketagian obat intravena
4. Partner seks dari penderita AIDS
5. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
C. MANIFESTASI KLINIS
Pada suatu WHO Workshop yang diadakan di Bangui, Republik Afrika
Tengah, 22–24 Oktober 1985 telah disusun suatu defmisi klinik AIDS untuk
digunakan oleh negara-negara yang tidak mempunyai fasilitas diagnostik
laboratorium. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :
1) AIDS dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan
satu gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui
seperti kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.
a. Gejala mayor :
1) Penurunan berat badan lebih dari 10%
2) Diare kronik lebih dari 1 bulan
3) Demam lebih dari 1 bulan (kontinu atau intermiten).
b. Gejala minor :
1) Batuk lebih dari 1 bulan
2) Dermatitis pruritik umum
3) Herpes zoster rekurens
4) Candidiasis oro-faring
5) Limfadenopati umum
6) Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif
2) AIDS dicurigai pada anak ( bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua
gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui seperti
kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.
a. Gejala mayor :
1) Penurunan berat badan atau pertumbuhan lambat yang abnormal
2) Diare kronik lebih dari 1 bulan
3) Demam lebih dari 1 bulan
b. Gejala minor :
1) Limfadenopati umum
2) Candidiasis oro-faring
3) Infeksi umum yang berulang (otitis, faringitis, dsb).
4) Batuk persisten
5) Dermatitis umum
6) Infeksi HIV maternal
PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT INFEKSI HIVPADA ANAK

Kelas P-O: infeksi intermediate


Bayi <15 bulan yang lahir dari ibu yang terinfeksi tetapi tanpa tanda infeksi HIV
Kelas P-1: infeksi asimtomatik
Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala P-2; mungkin memiliki fungsi
imun normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)
Kelas P-2: infeksi sitomatik
P-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan) gagal berkembang,
limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau diare rekuren atau persistem
yang tidak spesifik.
P-2B: penyakit neurologi yang progresif
P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid
P-2D: infeksi oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren,
kandidiasis oral persisten, stomatitis herpes rekuren, atau zoster multidermatomal.
P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau limforma
otak
P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati, gangguan
hematologi)

Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang
menjadi gangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala
aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita
infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4 mungkin normal saat
terjadinya PCP.

Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat
kegagalan berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan,
adenopati persisten, atau hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan
konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama. Melebihi ulang tahun pertama,
sekitar 8% bayi ini akan
berkembang menjadi AIDS terbatas CDC per tahun. Penunjukan “AIDS” merupakan
kebergunaan yang sangat terbatas pada prognosis atau pada nosologi deskriptif infeksi
HIV, tetapi penyakit indicator AIDS berperang sebagai tanda tingginya perkembangan
penyakit dan sebagai catalog kondisi yang sering terlihat dengan perkembangan
penyakit.

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel
target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih
yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru.
Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan
menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor
protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah
marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama
sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau
limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-
sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T
sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme
asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3
tahap selama beberapa bulan atau tahun.
Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL
darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun
sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada
orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh
berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar
6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang
berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada
orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+
yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi
menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya
menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi
rentan terhadap infeksi. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi
limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan
produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan
HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu
dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS.
Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali
organisme dan sasaran baru yang harus diserang. Setelah virus HIVmasuk ke dalam
tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif.
Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan
berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer
antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun
kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan
sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS
membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah
diketahui HIV positif. (Heri : 2012.)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit
serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
A. Serologis
a) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.
Hasiltes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
b) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
c) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
d) Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200>
e) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada
sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
f) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
g) Kadar Ig Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
h) Reaksi rantai polimerase Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit
pada infeksi sel perifer monoseluler.
i) Tes PHS Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin
positif
B. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
C. Tes Lainnya
a) Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain
b) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d) Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan
paru-paru

2. TesHIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.Kurang
dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani
tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu,
hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan
umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau
menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan
umum pedesaan. Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah
yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa
kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan pengujian Western
blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut,
darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan
berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period)
bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-
6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes
komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA,
yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan
antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak
disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara
rutin di negaranegara maju.
3. USG Abdomen
4. Rongen Thorak

F. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
o Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi
o Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang
ada
o Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim
RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi
DNA
HIV
o Mengatasi dampak psikososial
o Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit,
dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
o Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)

G. Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.
Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan
perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan dengan
menmggunakan tiga parameter : status kekebalan, status infeksi dan status klinik
dalam kategori imun : 1) tanpa tanda supresi, 2) tanda supresi sedang dan 3) tanda
supresi berat. Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa
bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan pada
jumlah CD$ atau persentase CD4 yang tergantung usia anak (Betz dan Sowden,
2002).

Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan terhadap


mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan pneumonia
interstisiel. Azidomitidin ( Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC) adalah obat-
obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah, Videks dan DDC kurang
bermanfaat untuk oenyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin sulfametojsazol (Septra,
Bactrim) dan Pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksi pneumonia
cariini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak,
selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan
infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin
vorus polio yang tidak aktif (IPV) (Betz dan Sowden, 2002).

H. Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan
memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat
diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah target
esensial untuk usaha mengurangi perilaku resiko, terutama diantara remaja. Untuk
dokter spesialis anak, kemampuan member konsultasi pada pasien dan keluarga secara
efektif mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah aliran utama usaha
pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari The American Medical
Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang dapat membantu dokter
pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang lebih besar pada peran ini.

Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan
pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji
serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba
pengobatan mutakhir menunjukkan bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan
obat yang sama selama beberapa minggu secara signifikan mengurangi angka
transmisi dari ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 mengurangi
penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan zidovudin (100 mg lima
kali/24 jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai kelahiran dan
persalinan dan selama 6 minggu pada neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam)
mengurangi penularan pada 26% resipien palasebo sampai 8% pada resipien
zidovudin, suatu perbedaan yang sangat bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah
menghasilkan pedoman untuk penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif
untuk mencegah penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil dengan
masa kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak.

limfosid CD4 + 200/mm atau lebih besar, dan sekarang tidak berada pada terapi
atteretrovirus dianjurkan menggunakan zidovudin. Zidovudin intravena (dosis
beban 1 jam 2 mg/kg/jam diikuti dengan infus terus menerus 1 mg/kg/jam sampai
persalinan) dianjurkan selama proses kelahiran. Pada semua keadaan dimana ibu
mendapat zidovudin untuk mencegah penularan HIV-1, bayi harus mendapat sirup
zidovudin (2 mg/kg setiap 6 jam selama usia 6 minggu pertama yang mulai dan8
jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif dan tidak mendapatkan zidovudin,
zidovudin harus dimulai pada bayi baru lahir sesegera mungkin sesudah lahir, tidak
ada bukti yang mendukung kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi
baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan anak diobati dengan zidovudin harus diamati
dengan ketak untuk kejadian-kejadian yang merugikan dan didaftar pada PPP untuk
menilai kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama. Saat ini, hanya
anemia ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan
pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang
tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.
Penularan seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup penghindaran
pertukaran cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral program yang
mengurangi penyakit yang ditularkan secara seksual. Seks tanpa perlindungan dengan
mitra yang lebih tua atau dengan banyak mitra adalah biasa pada remaja yang
terinfeksi HIV-1.

I. KOMPLIKASI
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian,
kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial. Infark serebral kornea sifilis
meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. Neuropati karena
imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal,
gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
 Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
 Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat,
penanggung jawab, tanggal pengkajian, dan diagnose medis.
b. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit
Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul,
rasa terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di mulut,
pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman penglihatan, kesemutan
pada extremitas, batuk produkti / non.
c. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan
diare,demam berkepanjangan,dan batuk berkepanjangan.
 Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herper simplek, diare yang
hilang timbul, penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas hormonal
(antibody), riwayat kerusakan respon imun seluler (Limfosit T), batuk yang
berdahak yang sudah lama tidak sembuh.
 Riwayat Keluarga
Human Immuno Deficiency Virus dapat ditularkan melalui hubungan
seksual dengan penderita HIV positif, kontak langsung dengan darah penderita
melalui ASI.
d. Pemeriksaan Fisik
a. Aktifitas Istirahat
Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas berkurang, progresi,
kelelahan / malaise, perubahan pola tidur.
b. Gejala subyektif
Demam kronik, demam atau tanpa mengigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
c. Psikososial
Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan poa hidup,
ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
d. Status Mental
Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl,
hilanginterest pada lingkungan sekiar, gangguan proses piker, hilang memori,
gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
e. Neurologis
Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku
kuduk, kejang, paraf legia.
f. Muskuloskletal
Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
g. Kardiovaskuler
Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
h. Pernafasan
Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang – parah), batuk
produktif/non produktif, bendungan atau sesak pada dada.
i. Integument
Kering, gatal, rash dan lesi, turgor jelek, petekie positif.
B. DIAGNOSA
1. Defisit Nutrisi
2. Nyeri Akut
3. Intoleransi Aktivitas
4. Risiko Infeksi
C. INTERVENSI
N DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI
O KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA
(SDKI) INDONESIA ( SLKI ) (SIKI)

1 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (I. 03119)


keperawatan selama 3x24
Observasi:
jam, diharapkan status
nutrisi membaik dengan  Identifikasi status nutrisi
kriteria hasil:  Identifikasi alergi dan
1. Frekuensi makan intoleransi makanan
membaik (5)  Identifikasi makanan yang
2. Nafsu makan disukai
membaik(5)  Identifikasi kebutuhan kalori
3. Bising usus mebaik dan jenis nutrien
(5)  Identifikasi perlunya
4. Membran mukosa penggunaan selang
nasogastrik
membaik (5)
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik:
 Lakukan oral higyene
sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
 Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi:
 Anjurkan posisi duduk,jika
mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan,
jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
diperlukan, jika perlu
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan
Manajemen nyeri
keperawatan selama 1 x 24 1. observasi
jam diharapkan tingkat  monitor pola napas
nyeri menurun dengan  monitor bunyi napas
kriteria hasil: tambahan
1. Penyembuhan luka  monitor sputum
2. terpeutik
membaik  pertahankan kepatenan
2. Tingkat cidera jalan napas
menurun  berikan minum air hangat
 berikan oksigen, jika perlu
3. edukasi
 anjurkan asupan cairan
2000ml/hari
 anjurkan teknik batuk efektif
4. kolaborasi
 kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,mukolitik, jika
perlu
3 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
keperawatan selama 1 x 24
1. Observasi
jam diharapkan toleransi
aktivitas meningkat dengan  Identifikasi gangguan
kriteria hasil: fungsi tubuh yang
1. frekuensi nadi mengakibatkan
meninggkat (5) kelelahan
2. kemudahan dalam  Monitor kelelahan
melakukan aktivitas fisik dan emosional
sehari-hari  Monitor pola dan jam
meningkat (5) tidur
3. kecepatan berjalan
meningkat (5)
4. jarak berjalan 2. Terapeutik
meningkat (5)  Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
 Lakukan latihan
rentang gerak pasif
dan/ aktif
 Berikan aktivitas
distraksi yang
menenagkan
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktifitas secara
bertahap
 Anjurkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

4 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama : pencegahan


keperawatan selama infeksi (I.14539)
1x24 jam diharapkan tingkat
Observasi :
infeksi menurun dengan
kriteria hasil: • Monitor tanda dan gejala

1. kemerahan menurun infeksi local dan sistemik

2. nyeri menurun Terapeutik :


3. bengkak menurun
• Batasi jumlah pengunjung
4. demam menurun
• Berikan perawatan kulit pada
area edema

• Cuci tangan sebelum dan


sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien

• Pertahankan teknik aseptic


pada pasien berisiko tinggi

Edukasi :

• Jelaskan tanda dan gejala


infeksi

• Ajarkan cara mencuci tangan


yang baik dan benar

• Ajarkan etika batuk

• Ajarkan cara memeriksa


kondisi luka atau luka operasi

• Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

• Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian iminisasi jika


perlu

5 Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama : Edukasi kesehatan


keperawatan selama (I.12383)
1x24 jam diharapkan tingkat
Observasi :
pengetahuan meningkat
dengan kriteria hasil: • Identifikasi kesiapan dan

1. perilaku sesuai kemampuan menerima

anjuran meningkat informasi

2. verbalisasi minat • Identifikasi factor-factor yang


dalam belajar dapat menurunkan motifasi
meningkat perilaku hidup bersih dan
3. pertanyaan tentang sehat
masalah yang
Terapeutik :
dihadapi menurun
• Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan

• Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan

• Berikan kesempatan untuk


bertanya

Edukasi :

• Jelaskan factor resiko yang


dapat mempengaruhi
kesehatan

• Ajarkan perilaku hidup bersih


dan sehat

• Ajarkan strategi yang dapat


digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat

D. IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang
merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan
dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu
proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta
untuk pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus
menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam
menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi dengan post
Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan
asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil
yang sesuai dengan kriteria evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas kesehatan kota Bukittinggi 2016.Gambaran kasus HIV dan AIDS di Sumatra
Barat Sampai dengan 2016.
Dirjen. PP & PL. Kemenkes. RI. (2012). Laporan Kasus Hiv-Aids Di Indonesia
Triwulan IV, bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2011
Drew , W. Lawrence . 2001. HIV & AIDS Retrovirus. USA: The McGraw-Hill
Companies. Jakarta, Gramedia
Muma, Richard D. (1997). HIV : Manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC
Nasronudin . 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Mollekuler, Klinis dan Sosial.
Surabaya
Pohan H.T .2009. Infeksi dibalik ancaman HIV . Jakarta. Farmacia
Profil Kesehatan Sumatra Barat 2017, Diakses dari http://id.kesehatan+sumbar pada
11 juni 2008
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV
dan Terap Antiretroviral. Jakarta
KPA. (2010). Pedoman Program Pencegahan HIV melalui Transmisi Seksual.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai