DISUSUN OLEH:
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Tujuan................................................................................................1
BAB II KAJIAN PUSTAKA.............................................................................2
A. Definisi Penyakit.............................................................................................. 2
B. Etiologi.............................................................................................................. 10
C. Patofisiologi..................................................................................................... 11
D. Manifestasi Klinis.......................................................................................... 14
E. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................. 16
F. Informasi Tambahan.................................................................................... 21
G. Penatalaksanaan Medis.............................................................................. 23
H. Asuhan Keperawatan.................................................................................. 24
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................34
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................53
DAFTAR PUSTAK..........................................................................................54
FORMAT PENILAIAN...................................................................................55
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita semua mungkin sudah banyak mendengar cerita-cerita yang
menyeramkan tentang HIV/AIDS. Penyebrangan AIDS itu berlangsung secara
cepat dan mungkin sekrang sudah ada disekitar kita. Sampai sekarang belum ada
obat yang bisa menyembuhkan AIDS, bahkan penyakit yang saat ini belum bisa
dicegah dengan vaksin. Tapi kita semua tidak perlu takut. Jika kita berprilaku
sehat dan bertanggung jawab serta senantiasa memegang teguh ajaran agama,
maka kita akan terbebas dari HIV/AIDS.
B. Tujuan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang
diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan.
Secara terperinci tujuan dari penelitian dan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian HIV AIDS.
2. Mengetahui penyebab HIV AIDS serta bahaya yang ditimbulkan.
3. Mengetahui faktor resiko HIV AIDS.
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Klasifikasi Virus :
2
pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan kekurangan
imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
Perkenalan
Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 (Coffin et al., 1986) sebagai nama untuk
retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc
Montagnier dari Perancis, yang awalnya menamakannya LAV (lymphadenopathy-
associated virus) (Barre-Sinoussi et al., 1983) dan oleh Robert Gallo dari Amerika
Serikat, yang awalnya menamakannya HTLV-III (human T lymphotropic virus
type III) (Popovic et al., 1984).
HIV adalah anggota dari genus lentivirus, bagian dari keluarga retroviridae yang
ditandai dengan periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dari sel-host
awal yang mengelilingi sebuah pusat protein/RNA. Dua spesies HIV menginfeksi
manusia: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah yang lebih "virulent" dan lebih mudah
menular, dan merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia;
HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat (Reeves and Doms, 2002).
Kedua spesies berawal di Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke
manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.
3
HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang
ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte (Gao et al.,
1999).HIV-2 melompat spesies dari sebuah strain SIV yang berbeda, ditemukan
dalam sooty mangabeys, monyet dunia lama Guinea-Bissau (Reeves and Doms,
2002).
4
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Pita Merah terlipat adalah simbol solidaritas orang-orang yang positif terinfeksi
virus HIV dan AIDS.
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom)
yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV,
FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat
HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung
antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan
tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan
preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim
(vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi,
5
antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-
Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah
menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja
sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian
lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981.
Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan
dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga
3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah
anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara,
sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan
sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat
mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap
pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila
dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Terkadang hukuman
sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan,
yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
6
FAKTOR RESIKO HIV AIDS
AIDS disebabkan oleh HIV dan virus ini ditularkan melalui pertukaran cairan
tubuh dari pasien HIV, termasuk darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu.
Untuk itu, berbagai hal yang bisa meningkatkan risiko Anda terkena HIV/AIDS,
yaitu:
1. Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak
antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum,
alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual
reseptif tanpa pelindung lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif tanpa
pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan
seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat
masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara
umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak
digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang
memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena
dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya
borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi
HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian
epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan
bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar resiko terinfeksi AIDS akibat
adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau
chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil,
oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia,
dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan
makrofag.
7
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap
dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan
bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban
virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus
kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah
RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.
Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi
serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap
penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi
jenis virus lain yang lebih mematikan.
2. Kontaminasi patogen melalui darah
Poster CDC tahun 1989, yang mengetengahkan bahaya AIDS
sehubungan dengan pemakaian narkoba. Jalur penularan ini terutama
berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien
transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum
suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme
biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama atas
infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum
suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50%
infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur.
Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan
orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure
prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu.[40]
Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain)
juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi
pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan
universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia
karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO
8
memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara
ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.
Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh
opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia
menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui
fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara
maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV
dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak
memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV
dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".[43]
3. Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero)
selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat
persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama
kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu
memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah
caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat
memengaruhi resiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan
(semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya). Menyusui
meningkatkan resiko penularan sebesar 4%.
4. Melakukan tato tubuh di tempat yang alatnya tidak disterilkan.
B. ETIOLOGI
HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-
bulatan kecil (diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel
tersebut; dilihat dengan mikroskop elektron.
9
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah
retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia,
seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T
CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar
sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T
CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL)
darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang
disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis,
kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi
dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi
tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV
menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup
setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju
perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua
minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah
kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari
orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah
daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih beresiko mengalami
perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan
kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat
perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga
memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa
varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang
berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang
berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat
memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu
kemampuan penderita bertahan hidup.
10
C. PATOFISIOLOGI
Karena peran penting sel T dalam “menyalakan” semua kekuatan limfosit dan
makrofag, sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun.
Virus AIDS secara selektif menginvasi sel T penolong, menghancurkan atau
melumpuhkan sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus ini
juga menyerang makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan kadang-
kadang juga masuk ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia (gangguan kapasitas
intelektual yang parah) yang dijumpai pada sebagian pasien AIDS (Sherwood,
2001).
Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga
satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari
semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3
ahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13
tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan
11
kemudian meninggal. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut,
dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini
umumnya berlangsung selama 8-10 tahun (Djoerban 2008).
Gambar 2.6.
PHATWAY
12
13
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala dari infeksi akut HIV tidak spesifik, meliputi kelelahan, ruam
kulit, nyeri kepala, mual dan berkeringat di malam hari. AIDS ditandai dengan
supresi yang nyata pada sitem imun dan perkembangan infeksioportunistik berat
yang sangat bervariasi atau neoplasma yang tidak umum (terutama sarcoma
Kaposi). Gejala yang lebih serius pada orang dewasa seringkali didahului oleh
gejala prodormal (diare dan penurunan berat badan) meliputi kelelahan, malaise,
demam, napas pendek, diare kronis, bercak putih pada lidah (kandidiasis oral) dan
limfadenopati. Gejala-gejala penyakit pada saluran pencernaan , dari esophagus
sampai kolon merupakan penyebab utama kelemahan. Tanpa pengobatan interval
antara infeksi primer oleh HIV dan timbulnya penyakit klinis pertama kali pada
orang dewasa biasanya panjang, rata-rata sekitar 10 tahun (Jawet, 2005).
WHO menetapkan empat stadium klinik pada pasien yang terinfeksi HIV/AIDS,
sebagai berikut :
1. Stadium 1 Asimtomatik
a. Tidak ada penurunan berat badan
b. Tidak ada gejala atau hanya Limfadenopati Generalisata Persisten
2. Stadium 2 Sakit ringan
a. Penurunan berat badan 5-10%
b. ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
c. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
d. Luka disekitar bibir (keilitis angularis)
e. Ulkus mulut berulang
f. Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo-PPE (Pruritic papular
eruption))
g. Dermatitis seboroik
h. Infeksi jamur kuku
14
3. Stadium 3 Sakit sedang
a. Penurunan berat badan > 10%
b. Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
c. Kandidosis oral atau vaginal
d. Oral hairy leukoplakia
e. TB Paru dalam 1 tahun terakhir
f. Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
g. TB limfadenopati Gingivitis/ Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
h. Anemia (HB < 8 g%), netropenia (< 5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)
4. Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
a. Sindroma wasting HIV
b. Pneumonia pnemosistis, pnemoni bacterial yang berat berulang
c. Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan
d. Kandidosis esophageal
e. TB Extraparu
f. Sarcoma Kaposi
g. Retinitis CMV (Cytomegalovirus)
h. Abses otak Toksoplasmosis
i. Encefalopati HIV
j. Meningitis Kriptokokus
k. Infeksi mikobakteria non-TB meluas
l. Lekoensefalopati multifocal progresif (PML)
m. Peniciliosis, kriptosporidosis kronis, isosporiasis kronis, mikosis meluas,
histoplasmosis ekstra paru, cocidiodomikosis)
n. Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin (gangguan fungsi neurologis
dan tidak sebab lain seringkali membaik dengan terapi ARV)
o. Kanker serviks invasive
15
p. Leismaniasis atipik meluas
q. Gejala neuropati atau kardiomiopati terkait HIV
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis pada infeksi HIV dilakukan dengan dua metode yaitu metode
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium
meliputi uji imunologi dan uji virologi.
a. Diagnosis klinik
Sejak tahun 1980 WHO telah berhasil mendefinisikan kasus klinik dan sistem
stadium klinik untuk infeksi HIV. WHO telah mengeluarkan batasan kasus
infeksi HIV untuk tujuan pengawasan dan merubah klasifikasi stadium klinik
yang berhubungan dengan infeksi HIV pada dewasa dan anak. Pedoman ini
meliputi kriteria diagnosa klinik yang patut diduga pada penyakit berat HIV
untuk mempertimbangkan memulai terapi antiretroviral lebih cepat (Read,
2007).
Keadaan Umum
1. Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
2. Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral > 37,50 C)
lebih dari satu bulan
3. Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan
4. Limfadenofati meluas
5. Kulit
6. PPE* dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV.
Beberapa kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan
psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV
16
Infeksi
1. Infeksi jamur
a. Kandidosis oral*
b. Dermatitis seboroik
c. Kandidosis vagina kambuhan
2. Infeksi viral
a. Herpes zoster (berulang/melibatkan lebih dari satu dermatom)*
b. Herpes genital (kambuhan)
c. Moluskum kontagiosum
d. Kondiloma
3. Gangguan pernafasan
a. Batuk lebih dari satu bulan
b. Sesak nafas
c. TB Pnemoni kambuhan
d. Sinusitis kronis atau berulang
4. Gejala neurologis
a. Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelas
penyebabnya)
b. Kejang demam
c. Menurunnya fungsi kognitif
b. Diagnosis Laboratorium
1. Uji Imunologi
17
Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan
digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau
enzyme – linked immunosorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat
(rapid test). Uji Western blot atau indirect immunofluorescence assay (IFA)
digunakan untuk memperkuat hasil reaktif dari test krining. Uji yang
menentukan perkiraan abnormalitas sistem imun meliputi jumlah dan
persentase CD4+ dan CD8+ T-limfosit absolute. Uji ini sekarang tidak
digunakan untuk diagnose HIV tetapi digunakan untuk evaluasi.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV.
ELISA dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah
yang sama, dan hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot atau IFA
(Indirect Immunofluorescence Assays). Sedangkan hasil yang negatif tidak
memerlukan tes konfirmasi lanjutan, walaupun pada pasien yang terinfeksi
pada masa jendela (window period), tetapi harus ditindak lanjuti dengan
dilakukan uji virologi pada tanggal berikutnya. Hasil negatif palsu dapat
terjadi pada orang-orang yang terinfeksi HIV-1 tetapi belum mengeluarkan
antibodi melawan HIV-1 (yaitu, dalam 6 (enam) minggu pertama dari
infeksi, termasuk semua tanda-tanda klinik dan gejala dari sindrom
retroviral yang akut. Positif palsu dapat terjadi pada individu yang telah
diimunisasi atau kelainan autoimune, wanita hamil, dan transfer maternal
imunoglobulin G (IgG) antibodi anak baru lahir dari ibu yang terinfeksi
HIV-1. Oleh karena itu hasil positif ELISA pada seorang anak usia kurang
dari 18 bulan harus di konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum
anak dianggap mengidap HIV-1.
Rapid test
18
Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi
terhadap HIV-1. Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot
(dipstik), imunofiltrasi atau imunokromatografi. ELISA tidak dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi hasil rapid tes dan semua hasil rapid tes
reaktif harus dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA.
Western blot
Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid
tes sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan
keberadaan antibodi yang melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan
enzimatik). Western blot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil
skrining berulang (ELISA atau rapid tes). Hasil negative Western blot
menunjukkan bahwa hasil positif ELISA atau rapid tes dinyatakan sebagai
hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV-1. Hasil
Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada individu
dengan usia lebih dari 18 bulan.
Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit
dan sedikit lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig dilabel dengan
penambahan fluorokrom dan akan berikatan pada antibodi HIV jika berada
pada sampel. Jika slide menunjukkan fluoresen sitoplasma dianggap hasil
positif (reaktif), yang menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1.
19
Penurunan sistem imun
2. Uji Virologi
Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes
amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test
untuk menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan
test untuk komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen
p24)).
Kultur HIV
HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam
plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi
dengan menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas
reverse transcriptase virus atau untuk antigen spesifik virus.
Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan untuk
diagnosis pada anak usia kurang dari 18 bulan. Karena asam nuklet virus
mungkin berada dalam jumlah yang sangat banyak dalam sampel. Pengujian
RNA dan DNA virus dengan amplifikasi PCR, menggunakan metode
enzimatik untuk mengamplifikasi RNA HIV-1. Level RNA HIV merupakan
20
petanda prediktif penting dari progresi penyakit dan menjadi alat bantu yang
bernilai untuk memantau efektivitas terapi antivirus.
Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24 atau
dalam keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1.
Pada umumnya uji antigen p24 jarang digunakan dibanding teknik
amplifikasi RNA atau DNA HIV karena kurang sensitif. Sensitivitas
pengujian meningkat dengan peningkatan teknik yang digunakan untuk
memisahkan antigen p24 dari antibodi anti-p24 (Read, 2007).
F. INFORMASI TAMBAHAN
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu
kepada pasien dengan:
a. Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b. Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan
menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
c. Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
d. Infeksi HIV dengan TBC.
e. Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya
21
dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan
enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III. Yaitu :
1. Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala
panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut,
kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan
berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan
keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan,
makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi
makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau
menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan
ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak
energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).
2. Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap
akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3
jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi
kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
3. Diet AIDS III
Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau
kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau
biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein,
vitamin dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan
masih terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan
sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.
22
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
23
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan
keberhasilan terapi AIDS
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
(Nama, Umur, Jenis kelamin, Suku/bangsa, Agama, Status perkawinan,
Pendidikan, Pekerjaan, Bahasa yang digunakan, Alamat)
b. Riwayat kesehatan
a) Keluhan Utama
Diare, Demam
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, depresi, nyeri panggul,
rasa terbakar saat miksi, diare intermitten, terus-menerus yang
disertai/tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa
sakit/tidak nyaman pada bagian oral, nyeri retrosternal saat menelan,
pusing, sakit kepala, tidak mampu mengingat sesuatu, konsentrasi
menurun, tidak merasakan perubahan posisi/getaran, kekuatan otot
menurun, ketajaman penglihatan menurun, kesemutan pada
ekstremitas, nyeri, sakit, dan rasa terbakar pada kaki, nyeri dada
pleuritis, nafas pendek, sering batuk berulang, sering demam berulang,
berkeringat malam, takut mengungkapkan pada orang lain dan takut
24
ditolak lingkungan, merasa kesepian/isolasi, menurunnya libido dan
terlalu sakit untuk melakukan hubungan seksual.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual dengan
pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan seksual
multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks anal,
homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten,
menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan
terhadap virus pada wanita yang terpajan karena peningkatan
kekeringan/friabilitas vagina), pemakai obat-obatan IV dengan jarum
suntik yang bergantian, riwayat menjalani transfusi darah berulang,
dan mengidap penyakit defesiensi imun.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan HIV/AIDS,
keluarga pengguna obatobatan terlarang.
d. Pengkajian Fisik
1) Aktivitas dan istirahat:
Massa otot menurun, terjadi respon fisiologis terhadap aktivitas seperti
perubahan pada tekanan darah, frekuensi denyut jantung, dan
pernafasan.
2) Sirkulasi:
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan volume nadi
perifer, pucat/sianosis, kapillary refill time meningkat.
3) Integritas ego:
Perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut, perilaku
marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata kurang, gagal
menepati janji atau banyak janji.
25
4) Eliminasi:
Diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan abdomen,
lesi/abses rektal/perianal, feses encer dan/tanpa disertai mukus atau
darah, diare pekat, perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine.
5) Makanan/cairan:
Adanya bising usus hiperaktif; penurunan berat badan: parawakan
kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot; turgor kulit buruk; lesi
pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna;
kurangnya kebersihan gigi, adanya gigi yang tanggal; edema.
6) Higiene
Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan diri.
7) Neurosensori
Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai
dimensia, lupa, konsentrasi buruk, kesadaran menurun, apatis,
retardasi psikomotor/respon melambat. Ide paranoid, ansietas
berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul refleks tidak
normal, menurunnya kekuatan otot, gaya berjalan ataksia. Tremor
pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis, hemiparase,
kejang Hemoragi retina dan eksudat (renitis CMV).
8) Nyeri/kenyamanan:
Pembengkakan sendi, nyeri tekan, penurunan rentang gerak,
perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit.
9) Pernapasan:
Takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi nafas
adventisius, batuk (mulai sedang sampai parah)
produktif/nonproduktif, sputum kuning (pada pneumonia yang
menghasilkan sputum).
10) Keamanan:
26
Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, mis. Ekzema, eksantem,
psoriasis, perubahan warna, ukuran/warna mola, mudah terjadi memar
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Rektum luka, luka-luka perianal
atau abses. Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada
dua/lebih area tubuh (leher, ketiak, paha) Penurunan kekuatan umum,
tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
11) Seksualitas
Herpes, kutil atau rabas pada kulit genitalia
12) Interaksi sosial
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang tak
terorganisasi, perobahan penyusunan tujuan.
2. Analisa Data
Data Penyebab Masalah
Ds : Immunocompromised Resiko Infeksi
Pasien mengatakan
kadang demam
Do :
Keadaan umum :
Pasien tampak
lemah, kurus,
dan pucat
Kesadaran :
Compos Mentis
TD : 110/70
mmHg
N : 120 x/ mnt
27
R : 22 x/ mnt
SB : 38,oC
Ds :
Pasien
mengatakan
diare sejak 1
bulan yang lalu,
mengatakan
menceret 5-7
kali/hari, kadang
demam dan Resiko tinggi terhadap
minum 2-3
gelas/hari.
Do :
Turgor masih baik,
inkontinensia alvi, BAB
encer, membran mukosa
kering, bising usus
meningkat 20 X/menit
Ds : Intake yang Perubahan nutrisi
Pasien tidak adekuat kurang dari kebutuhan
mengatakan tubuh
tidak ada nafsu
makan, saat
menelan sakit,
mengatakan
28
tidak bisa
menghabiskan
porsi yang
disiapkan.
Do :
Lemah, 4 hari tidak
makan, mulut kotor,
lemah, holitosis, lidah
ada bercak-bercak
keputihan, Hb 8,7g/dl,
pucat, konjungtiva
anemis
Ds :
Klien merasa
diasingkan oleh
keluarga dan teman-
temannya, klien tidak
punya uang lagi, klien
merasa frustasi karena
tidak punya teman dan
Harga diri
merasa terisolasi. Minta Resiko bunuh diri
rendah
dipanggilkan Pastur.
Do :
Mencoba melakukan
percobaan bunuh diri
tanggal 14-1-2016,
dengan berusaha
menceburkan diri dari
lantai II.
29
3. Diagnosa keperawatan menurut prioritas
I. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan yang
berlebihan, diare berat
II. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak
adekuat
III. Resiko infeksi b/d immunocompromised
IV. Resiko bunuh diri b/d harga diri rendah
30
4. Intervensi keperawatan
Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
Resiko tinggi terhadap Keseimbangan cairan Monitor tanda-tanda Volume cairan deplesi
kekurangan volume cairan dan elektrolit dehidrasi. merupakan komplikasi
b/d kehilangan yang dipertahankan dengan dan dapat dikoreksi.
berlebihan, diare berat, kriteria intake Melihat kebutuhan
ditandai dengan : seimbang output,
Monitor intake dan
cairan yang masuk dan
Ds : turgor normal, ouput
keluar.
Pasien mengatakan diare membran mukosa
sejak 1 bulan yang lalu, lembab, kadar urine
Anjurkan untuk Sebagai kompensasi
mengatakan menceret 5-7 normal, tidak diare
minum peroral akibat peningkatan
kali/hari, kadang demam setelh 3 hari
output.
dan keringat pada malam perawatan. Atur pemberian infus
hari, minum 2-3 gelas/hari. dan eletrolit : RL 20
Do : tetes/menit. Memenuhi kebutuhan
Turgor masih baik, inkontinensia
intake yang peroral
alvi, BAB encer, membran
Kolaborasi pemberian yang tidak terpenuhi.
mukosa kering, bising usus
antidiare antimikroba
meningkat 20 X/menit Mencegah kehilangan
31
cairan tubuh lewat diare
(BAB).
Perubahan nutrisi kurang Setelah satu 4 hari Monitor kemampuan Mengetahui jenis
dari kebutuhan tubuh b/d perawatan pasien mengunyah dan makanan yang lebih
intake yang tidak adekuat mempunyai intake menelan. cocok
ditandai dengan : kalori dan protein Monitor intake dan Untuk membandingkan
Ds : yang adekuat untuk ouput. kebutuhan dengan
Pasien mengatakan tidak memenuhi kebutuhan suplai sehingga
ada nafsu makan, saat metaboliknya dengan diharapkan tidak terjadi
menelan sakit, mengatakan kriteria pasien makan, kurang nutrisi
tidak bisa menghabiskan serum albumin dan
porsi yang disiapkan. protein dalam batas Rencanakan diet
Untuk mengurangi
Do : normal, menghabiskan dengan pasien dan
kotoran dalam mulut
Lemah, 4 hari tidak porsi yang disiapkan, orang penting
yang dapat menurunkan
makan, mulut kotor, tidak nyeri saat lainnya.Anjurkan oral
nafsu makan.
lemah, holitosis, lidah ada menelan, mulut bersih. hygiene sebelum
bercak-bercak keputihan, makan.
Hb 8,7g/dl, pucat,
konjungtiva anemis Untuk mengatasi
32
Anjurkan untuk beri penurunan keluhan
sedikit tapi
sering.Timbang
TB/BB
Resiko infeksi b/d Pasien akan bebas Monitor tanda-tanda Untuk pengobatan dini
immunocompromised infeksi oportunistik infeksi baru.
ditandai dengan : dan komplikasinya
Ds : dengan kriteria tak ada gunakan teknik Mencegah pasien
Pasien mengatakan kadang aseptik pada setiap terpapar oleh kuman
tanda-tanda infeksi
demam tindakan invasif. Cuci patogen yang diperoleh
baru, lab tidak ada
Do :
infeksi oportunis, tangan sebelum di rumah sakit.
Keadaan umum : Pasien
tanda vital dalam batas meberikan tindakan.
tampak lemah, kurus, dan Mencegah
normal, tidak ada luka Anjurkan pasien
pucat bertambahnya infeksi
atau eksudat. metoda mencegah
Kesadaran : Compos
terpapar terhadap
Mentis
lingkungan yang
TD : 110/70 mmHg
patogen. Mempertahankan kadar
N : 120 x/ mnt Atur pemberian darah yang terapeutik.
33
R : 22 x/ mnt antiinfeksi sesuai
SB : 37,8oC order
Resiko bunuh diri b/d Setelah 4 hari klien . Waspada pada Karena tanda
harga diri rendah ditandai tidak membahayakan setiap ancaman bunuh tersebut sebagai
dengan : dirinya sendiri secara diri tanda permintaan
Ds : fisik. tolong
Klien merasa diasingkan oleh Jauhkan semua benda Untuk mencegah
keluarga dan teman-temannya, berbahaya dari penggunaan benda
klien tidak punya uang lagi, klien lingkungan klien tersebut untuk
merasa frustasi karena tidak
tindakan bunuh diri
punya teman dan merasa
terisolasi. Minta dipanggilkan Observasi secara ketat
Pastur. Untuk mencegah
Do :
jika ditemukan
Mencoba melakukan
gejala perilaku
percobaan bunuh diri
Observasi jika klien bunuh diri
tanggal 14-1-2016, dengan
minum obat
berusaha menceburkan diri
dari lantai II. Obat mengandung
antidepresan dapat
34
Komunikasikan mengurangi perilaku
kepada klien.
Untuk
meningkatkan harga
diri klien
Waspada jika tiba-tiba
menjadi tenang dan
Karena hal tersebut
tampak tentram
merupakan suatu
Meningkatkan harga
diri klien
35
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
36
pasien mengalami immunodefisiensi. Satu hati SMRS pasien mengalami
penurunan kesadaran. Lalu pasien dibawa ke RS.
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran pasien menurun, tingkat
kesadaran sopor, dengan GCS 9. Keadaan umum pasien sakit berat, baju dan
tempat tidur kotor, bau, area sekitar perineal tampak kemerahan karena lecet
akibat diare. Pasien terpasang NGT untuk jalur nutrisi parenteral. Terpasang
juga infus NaCl 0,9 %,di tangan kiri yang tampak bengkan dan membiru. Hasil
foto ronsen yang sudah dilakukan seminggu yang lalu ditemukan adanya proses
spesifik di kedua lapang paru.
Tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 107 x/mnt, frekuesi nafas
32 x/menit, suhu 39,5 oC. Suara nafas terdengar ronchi basah di kedua lapang
paru. Turgor kulit kering, mukosa bibir kering. Lidah dan mukosa mulut tampak
ada bercak-bercak putih karena candidiasis.
Hasil pemeriksaan ELISA dan Westen Blot positif.
37
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. Identitas
II. RIWAYAT KESEHATAN PASIEN
1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
2. Riwayat kesehatan sekarang
Dua minggu sebelum masuk RS suami pasien mengatakan
pasien sering mengeluh sakit kepala. Untuk mengurangi keluhan
tersebut pasien mengatasinya hanya dengan minum obat sakit kepala
dari warung. Namun hal itu tidak membantu. Satu minggu sebelum
masuk RS pasien mengeluh demam. Semakin hari demam semakin
tinggi. Pasien sudah berobat ke dokter, namun dokter hanya memberi
obat antipiretik dan antibiotik. Doter mendiagnosa pasien mengalami
immunodefisiensi. Satu hati sebelum masuk rumah sakit pasien
mengalami penurunan kesadaran. Lalu pasien dibawa ke RS.
Didapatkan data tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 107x/m, RR
32x/m, suhu 39,5 oC.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Batuk, pilek, diare, demam, tetapi tidak pernah dirawat dirumah sakit.
1. GENOGRAM
38
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: laki meninggal
: Perempuan
meninggal
: Tinggal serumah
: Garis
hubungankeluarga
: Tinggal satu
rumah
39
No Pola kehidupan sehari-hari Saat Saat sakit
sehat
1. Pola Nutrisi
a. Makan
1. Keluhan
- Tidak
nafsu
makan
2. Pola eliminasi
a. BAB
1. Frekuensi
- 5-6 x/hari
2. Konsistensi
- Cair
dengan
sedikit
ampas
V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Kesehatan
a. Keadaan umum : Menurun
b. Penampilan : Kotor
c. Kesadaran : Sopor GCS :9
d. Orientasi : Buruk
e. Vital Sign
TD : 100/60 MmHg
Nadi : 107x/menit
RR : 32x/menit
Suhu : 39,5 oC
f. BB : Saat Sakit : 40 kg Sebelum Sakit : 65 kg
2. Sistem Pernapasan
40
Suara pernapasan terdengar ronchi basah di kedua lapang paru
3. Sistem Kardiovaskuler
4. Sistem Pencernaan
Lidah dan mukosa mulut tampak ada bercak puti karena candidiasis area sekitar
parienal tampak kemerahan karena lecet akibat diare. Pasien terpasang NGT jalur
nutrisi parentaral
5. Sistem Muskuloskeletal
Tugor kulit kering, terpasang cairan infus NACL 0,9% di tangan kiri yang tampak
bengkak.
2. Elisa +
41
3. Westen Blot +
1. NaCl 0,9%
42
IX. ANALISA DATA
43
dubur, TD : 100/60 mmHg
Nadi : 107x/menit, RR :
32x/menit, Suhu : 39,5 C
44
X. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN MENURUT PRIORITAS
45
XI. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Perencanaan
T
.
a
Di
n
ag
g
no
g Rencana
sa Rasio
a Tujuan (NOC) Tindakan
Ke nal
l, (NIC)
per
J
aw
a
ata
m
n
46
K 3 5 dan keluarga pasien dan
e bagaimana cara keluarga
m menghindari mengetahu
er infeksi. i cara
a menghinda
h ri
a terjadinya
n infeksi.
D 2 5
e
m
a
m
H 3 5
il
a
n
g
n
af
s
u
m
a
k
a
n
47
Hi Setelah 1. Monitor suhu 1. untuk
per dilakukan paling tidak 2 mengetahu
ter tindakan jam sesuai i suhu
mi keperawatan kebutuhan. tubuh
(00 selama 1x24 pasien
00 jam pasien sekitar 2
7) sudah tidak jam 1x
demam, 2. Monitor tekanan 2. untuk
dengan criteria darah, nadi, dan mengetahu
hasil: respirasi sesuai i tekanan
kebutuhan. darah,
In Ir Er
nadi,
di
respirasi
k
yg seesuai.
at
3. Berikan 3. untuk
or
pengibatan menurunka
S 2 5
antipiresik sesuai n suhu
u
kebutuan tubuh pada
h
pasien
u
yang
tu
sesuai.
b
4. Intruksikan 4. agar pasien
u
pasien dan dan
h
keluarga keluarga
T 3 5 bagaimana dapat
e mencegah mencegah
k keluarnya panas keluarnya
a dan serangan panas dan
n
48
a panas. serangan
n panas.
n
a
di
Ti 3 5
n
g
k
at
p
er
n
af
as
a
n
49
kur hasil: dengan tepat.
an 2. Monitor tanda - 2. Untuk
In Ir Er
g tanda (tanda- mengetahu
di
dar tanda vital, i tanda-
k
i elektrolit, jika tanda vital
at
ke diperlukan. pasien.
or
but 3. Beri dukungan 3. Untuk
A 2 5
uh (misalnya, terapi mendukun
s
an relaksasi, latihan g perilaku
u
tub desensitisasi, perilaku
p
uh kesempatan makan
a
(00 untuk yang baru
n
00 membicarakan bagi
m
2) perasaa) sembari pasien.
a
klien juga
k
berusaha
a
mengintegrasika
n
n perilaku
se
makan yang
c
baru, perubahan
ar
citra tubuhdan
a
perilaku gaya
tu
hidup.
b
4. Ajarkan dan 4. Agar
e
dukung konsep pasien
fe
nutrisi yang baik mengerti
e
dengan klien dan konsep
di
orang terdekat nutrisi
n
50
g klien dengan yang baik
A 2 5 tepat.
s
u
p
a
n
m
a
k
a
n
p
ar
e
nt
er
al
A 2 5
s
u
p
a
n
c
ai
ra
n
51
in
tr
a
v
e
n
a
N T Implementasi T Evaluasi
o a keperawatan a
. n n
D g g
x g g
a a
l, l,
w w
a a
52
k k
t t
u u
53
keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi.
Respon
S: keluarga pasien tidak
mengerti
O: keluarga pasien
mengikuti apa yang di
ajarkan.
2 1. Monitor suhu paling tidak S : keluarga pasien
2 jam sesuai kebutuhan. mengatakan
Respon bahwa tubuh
S: keluarga pasien pasien masih
mengatakan bahwa pasien panas.
masih demam O : suhu : 38 oC,
O: pasien dan keluarga pasien terlihat
terlihat mengerti lemas
2. Monitor tekanan darah, A : Masalah belum
nadi, dan respirasi sesuai teratasi
kebutuhan. P : Lanjutkan
Respon intervensi
S: keluarga pasien
menanyakan hasilnya
O: keluarga dan pasien
tampak mengerti
3. Berikan pengibatan
antipiresik sesuai
kebutuan
Repon
S: keluarga pasien
54
menanyakan fungsi obat
yang diberikan
O: keluarga pasien tampak
sudah mengerti
4. Intruksikan pasien dan
keluarga bagaimana
mencegah keluarnya panas
dan serangan panas.
Repon
S: pasien dan keluarga
tidak mengerti intruksi
perawat
O: pasien dan keluarga
tampak mengerti
3 1. Kalaborasi dengan tim S : Keluarga pasien
kesehatan lain untuk mengatakan
mengembangkan rencana bahwa pasien
keperawatan dengan belum bisa
melibatkan klien dan makan, dan pada
orang-orang terdekatnya saat menelan sakit
dengan tepat. O : Pasien terlihat
Respon lemas, pucat,
S: keluarga pasien dan penurunan
pasien tidak mengerti kesadaran, RR :
O: keluarga pasien dan 32 x/m, Nadi :
pasien tampak mulai 107 x/m TD :
mengerti 100/60 mmHg,
2. Monitor tanda - tanda Suhu : 39,5 oC,
(tanda-tanda vital, BB menurun,
55
elektrolit) jika diperlukan. Sebelum sakit
Repon 65kg, Saat sakit
S: keluarga pasien 40kg
menanyakan hasilnya A : Masalah belum
O: keluarga pasien terlihat teratasi
mengerti P : Lanjutkan
3. Beri dukungan (misalnya, intervensi
terapi relaksasi, latihan
desensitisasi, kesempatan
untuk membicarakan
perasaa) sembari klien
juga berusaha
mengintegrasikan perilaku
makan yang baru,
perubahan citra tubuhdan
perilaku gaya hidup.
Repon
S: keluarga pasien
menerima dukungan itu
O: keluarga pasien sangat
menegerti
4. Ajarkan dan dukung
konsep nutrisi yang baik
dengan klien dan orang
terdekat klien dengan
tepat.
Repon
S: keluarga pasien tidak
56
menegerti
O: keluarga pasien sedikit
mengerti
57
BAB V
KESIMPULAN
SARAN
Untuk penderita diharapkan untuk selalu kontrol dengan teratur, selalu konsultasi bila
ada keluhan dan ketidaktahuan tentang penyakitnya.
58
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/58971/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=236BEF12DD3643A636A53235D6B5343B?
sequence=4
https://hellosehat.com/penyakit/hiv-aids/
https://www.academia.edu/37628336/Penatalaksanaan_HIV_AIDS
59
FORMAT PENILAIAN SEMINAR KELOMPOK/PRESENTASI JURNAL
KELOMPOK : ...................................................
ANGGOTA : ...................................................
KASUS : ...................................................
SKOR
PARAMETER
ASPEK PENILAIAN 1 2 3 4
A. PERSIAPAN 1. Mengenaka a. Pakaian yang dikenakan
n pakaian sesuai dengan almamater
dengan rapi instansi pendidikan
Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Indramayu
b. Pakaian yang digunakan
rapi dan bersih
60
SKOR
PARAMETER
ASPEK PENILAIAN 1 2 3 4
2. Menggunak a. Penggunaan komputer
an dan merupakan hal yang
menguasai standar meskipun ada
media program-program lain
yang juga dapat
digunakan. Presentasi
dilakukan dengan
menggunakan program
Microsoft Power Point
b. Utamakan menggunakan
point form
c. Menampilkan pointnya
saja
d. Font tidak terlalu kecil
e. Menggunakan clip art,
atau gambar-gambar yang
berhubungan dengan
materi yang ditampilkan
B. MAKALAH 1. Isi Makalah a. Latar belakang :
Sesuai dengan kasus
pada kasus pemicu
Mencakup 5W dan 1H
Terdapat justifikasi
61
SKOR
PARAMETER
ASPEK PENILAIAN 1 2 3 4
b. Pembahasan :
Konsep dasar sesuai
dengan kasus
pemicu/jurnal
Analisis kasus atau
hasil penelitian
berdasarkan teori atau
evidence based
Konsep asuhan
keperawatan/Analsis
pembahasan
62
SKOR
PARAMETER
ASPEK PENILAIAN 1 2 3 4
c. Asuhan keperawatan :
1) Pengkajian
Terdapat data yang
sesuai dengan kasus
Data
diklasifikasikan
dengan tepat sesuai
dengan DO DS
dengan tepat
Menambahkan data-
data tambahan
sesuai dengan kasus
2) Analisa Data
Data dikelompokkan
sesuai dengan
masalah
keperawatan
Etiologi ditetapkan
sesuai dengan kasus
3) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan sesuai
dengan masalah
Rumusan diagnosa
sesuai dengan
kondisi pasien ;
aktual (PES), resiko
(PE)
4) Intervensi
Keperawatan
Intervensi disusun
63
SKOR
PARAMETER
ASPEK PENILAIAN 1 2 3 4
2. Pengetikan a. Menggunakan bahasa
huruf dan Indonesia yang baku, jelas,
tanda baca tepat, formal, lugas, baik
sesuai dalam struktur kalimat,
dengan istilah, ejaan, maupun tata
kaidah bahasa
b. Penulisan tanda baca, kata
penulisan
dan huruf mengikuti
Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, Pedoman
Pembentukan Istilah, dan
Kamus (Keputusan
Mendikbud, Nomor
0543a/U/487, tanggal 9
September 1987)
c. Istilah-istilah keilmuan
sedapat mungkin
menggunakan bahasa
Indonesia apabila telah
tersedia. Bila istilah
tersebut belum popular,
dapat diberikan istilah
asingnya pada saat
pertama kali istilah
tersebut disebutkan
64
SKOR
PARAMETER
ASPEK PENILAIAN 1 2 3 4
C. PELAKSANA 1. Kemampuan a. Menepatkan diri dengan
AN dalam waktu yang diberikan
menggunaka
n waktu yang
disediakan
2. Kemampuan b. Kemampuan menyajikan
menyajikan secara singkat, tepat, dan
secara tepat jelas
dan jelas
D. PERFORMA 1. Mempunyai a. Penguasaan materi yang
NCE kepercayaan dimiliki sesuai dengan
yang tinggi materi yang diberikan
2. Kemampuan a. Mampu memberikan
menjawab keyakinan kepada
pertanyaan penanya
b. Memberikan jawaban
secara tepat
secara lugas dan tidak
berbelit-belit
3. Kemampuan a. Mampu menjelaskan
mempertaha alasan yang logis dan
nkan rasional
b. Konsistensi
makalah
4. Ketepatan a. Kelugasan dan
pemakaian keformalan gaya bahasa
variasi diwujudkan dengan
bahasa lisan menggunakan kalimat
pasif
65
52
Indramayu, .................................2019
Penilai
(.........................................)
Keterangan :
1 = Kurang
2 = Cukup
3 = Baik
4 = Sangat Baik
66