Anda di halaman 1dari 14

A.

Definisi Spina Bifida

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang
belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio
(Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan
lokalisasi defek bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu
atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada penyebab yang pasti
tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal menutupnya columna vertebralis
pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba
neural.Gangguan fusi tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah
konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.

Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa tingkatan
protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Spina bifida (Sumbing Tulang Belakang)
adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
2.2 Klasifikasi

Spina bifida digolongkan sebagai berikut :


1. Spina Bifida Okulta
Bentuk ini merupakan spina bifida yang paling ringan. Kelainan seperti ini biasanya terdapat
didaerah lumbosacral, sebagian besar ditutupi oleh kulit dan tidak tampak dari luar kecuali adanya
segumpal kecil rambut diatas daerah yang dihinggapi. Pada keadaan seperti ini medula spinalis dan saraf-
saraf biasanya normal dan gejala-gejala neurologik tidak ditemukan. Spina Bifida Okulta sering didiagnosis
secara tidak sengaja saat seseorang mengalami pemeriksaan X-ray atau MRI untuk alasan yang lain. Pada
neural tube defek (NTD) jenis ini, tidak terjadi herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Lesi yang
terbentuk terselubung atau tersembunyi di bawah kulit. Pada tipe ini juga tidak disertai dengan hidrosefalus
dan malformasi Chiari II.
Seringkali lesi pada kulit berupa hairy patch, sinus dermal, dimple, hemangioma atau lipoma dan
kadang-kadang timbul gangguan neurologik pada regio torakal, lumbal, dan sakral. Pada masa
pertumbuhan anak-anak dapat pula ditemukan paralisis spastik yang ringan.
Deteksi dini pada spina bifida okulta sangatlah penting mengingat bahwa fungsi neurologis hanya
dapat dipertahankan dengan tindakan intervensi bedah secara dini dan tepat.
Kelompok ini mencakup kelainan-kelainan : lipoma spinal, sinus dermal, lipomielomeningokel,
diastematomielia, hipertrofi filum terminale dan meningokel sakral anterior.
a. Lipoma spinal
Perkembangan embriologis lipoma spinal tidak diketahui secara terperinci. Pada kasus–kasus ini,
elemen spinal normal tetap ada namun lokasinya abnormal. Lipoma spinal adalah keadaan di mana
terdapat jaringan lemak yang masuk di dalam jaringan saraf, sehingga terjadi kerusakan dan
mengakibatkan disfungsi neurologis.
Gambar 2. Gambar MRI Lipoma Spinal

Pada umumnya tidak ada kelainan neurologis, tetapi kadang terjadi, karena dengan bertambahnya
usia, lipoma akan membesar dan menekan sistem saraf. Lipoma seperti ini dapat berupa
lipomeningomielokel atau melekat pada meningomielokel. Pemeriksaan radiologik dilakukan seperti pada
meningokel.

b. Sinus dermal
Sinus dermal merupakan lubang terowongan (traktus) di bawah kulit mulai dari epidermis menuju
lapisan dalam, menembus duramater dan sampai ke rongga subarakhnoid. Tampilan luarnya berupa
lesung atau dimpel kulit yang kadang mengandung sejumput rambut di permukaannya dan kebanyakan di
daerah lumbal. Biasanya kelainan ini asimptomatik, namun bila menembus duramater, sering menimbulkan
meningitis rekuren.
c. Lipomielomeningokel
Lipomielomeningokel sering kali terdeteksi sebagai suatu gumpalan lemak pada bagian belakang
tubuh terutama di daerah lumbo-sakral. Kelainan ini kerap dikaitkan sebagai deformitas kosmetik, namun
sebenarnya ia merupakan suatu kompleks anomali kongenital yang bukan hanya terdiri dari infiltrasi
perlemakan jaringan saraf saja, tetapi juga mengandung meningokel atau meningomielokel yang besar. (12)
d. Diastematomielia(
Diastematomielia merupakan salah satu manifestasi disrafisme spinal yang jarang terjadi dan terdiri atas
komponen-komponen :
- Terbelahnya medula spinalis menjadi dua hemikord. Duramater dapat tetap satu atau membentuk septa.
- Ada tulang rawan yang menonjol dari korpus vertebra dan membelah kedua hemikord diatas.
- Lokasi diastematomielia biasanya di daerah toraks atau torako-lumbar, dan juga biasanya ada
abnormalitas vertebra (hemivertebra). Ciri khas dari kelainan ini adalah adanya sejumput rambut dari
daerah yang ada diastematomielia.

2. Spina Bifida Sistika (Aperta)


a. Meningokel
Spina bifida jenis ini mengalami simpel herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Korda
spinalis dan akar saraf tidak ikut mengalami herniasi melalui bagian dorsal dari dural sac. Lesi yang timbul
pada meningokel sangat penting untuk dibedakan dengan mielomeningokel karena penanganan dan
prognosisnya sangat berbeda. Bayi yang lahir dengan meningokel biasanya pada pemeriksaan fisis
memberikan gambaran yang normal. Bayi yang lahir dengan meningokel tidak memiliki malformasi
neurologik seperti hidrosefalus dan Chiari II. Jenis ini merupakan bentuk yang jarang terjadi.

Gambar 3. Meningokel

b. Mielomeningokel
Mielomeningokel adalah keadaan di mana terjadi herniasi korda spinalis dan akar saraf
membentuk kantung yang juga berisi menings. Kantung ini berprotrusi melalui vertebra dan defek
muskulokutaneus. Korda spinalis sering berakhir pada kantung ini dan terbuka keluar disertai ekspose dari
kanalis sentralis. Pembukaan dari struktur saraf tersebut disebut neural placode. Neural tube defek tipe ini
adalah bentuk yang paling sering terjadi.
Gangguan neurologis seperti hidrosefalus dan malformasi Chiari II seringkali menyertai
mielomeningokel. Sebagai tambahan, mielomeningokel memiliki insidens yang tinggi sehubungan dengan
malformasi intestinal, jantung, dan esofagus, dan juga anomali ginjal dan urogenital. Bayi yang lahir
dengan mielomeningokel memiliki orthopedic anomalies pada extremitas bawah dan anomali pada
urogenital melalui keterlibatan akar saraf pada regio sakral.
Tampak benjolan digaris tengah sepanjang tulang belakang. Kebanyakan mielomenigokel
berbentuk oval dengan sumbu panjangnya berorientasi vertikal. Lokasi terbanyak adalah di daerah
torakolumbal dan frekuensi makin berkurang kearah distal. Kadang mielomeningokel disertai defek kulit
atau permukaan yang hanya dilapisi oleh selaput tipis. Kelainan neorologik bergantung pada tingkat,
letak, luas dan isi kelainan tersebut, karena itu dapat berupa paraplegia, paraparesis, monoparesis,
inkotinensia urin dan alvi, gangguan sensorik serta gangguan refleks.

Gambar 4. Mielomeningokel

REFRENSI LAIN

Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Spina Bifida Okulta


Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk
secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Spina bifida
okulta merupakan cacat arkus vertebra dengan kegagalan fusi pascaerior lamina vertebralis dan
seringkali tanpa prosesus spinosus, anomali ini paling sering pada daerah antara L5-S1, tetapi
dapat melibatkan bagian kolumna vertebralis, dapat juga terjadi anomali korpus vertebra misalnya
hemi vertebra. Kulit dan jaringan subkutan diatasnya bisa normal atau dengan seberkas rambut
abnormal, telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina bifida olkuta merupakan temuan terpisah
dan tidak bermakna pada sekitar 20% pemerikasaan radiografis tulang belakang. Sejumlah kecil
penderita bayi mengalami cacat perkembangan medula dan radiks spinalis fungsional yang
bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek yang kecil pada arkus pascaerior.

2. Meningokel
Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab untuk menutup
dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika Meningen mendorong melalui lubang di
tulang belakang (kecil, cincin-seperti tulang yang membentuk tulang belakang), kantung disebut
Meningokel. Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada myelomeningokel karena korda
spinalis tidak keluar dari tulang pelindung, Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui
vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan
ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan cairan serebrospinal.
Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdaoat tonjolan saraf corda spinal.
Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai kemampuan isiklebih baik dan dapat
mengontrol mengontrol saluran kencing atau pun kolon.

3. Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda
spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Penaganan
secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat
tonjolan tesebut. Jika pada tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot atau extremitas,
maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis myelomeningocale
ialah jenis yang paling sering dtemukan pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir
dengan jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di sekitar
otak.

B. Etiologi

Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor seperti
keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat
minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin
maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama
kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum
vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila L. Betz &
Linda A. Sowden.2002] hal-468) Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek
tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat
menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang
kecil dan hanya dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi Umum
Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999.)

1. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat,
terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
2. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.

3. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung
bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi
paling akhir.

4. Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat menyebabkan resiko
melahirkan anak dengan spina bifida. Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat
keluarga dengan defek neural tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih
besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.

Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:

1. Hidrosefalus
2. Siringomielia

3. Dislokasi pinggul.

C. Manifestasi Klinis
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf
yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.

Gejalanya berupa:

1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari,
kantung tersebut tidak tembus cahaya
1. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki

2. Penurunan sensasi.

3. Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja

4. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).

5. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).

6. Lekukan pada daerah sakrum.

7. Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas upper spine
(arnold chiari malformation) yang menyebabkan masalah koordinasi

8. Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans kekuatan otot dan
fungsi

9. Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelakskan secara volunter
otot (sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan feses pada rectum.

10. Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat normal bila hirosefalus
di terapi dengan cepat.

11. Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered spinal cord.
Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan tidak dapat bergerak naik atau turun
secara normal. Keadaan ini menyebabkan deformitas kaki, dislokasi hip atau skoliosis.
Masalah ini akan bertambah buruk seiring pertumbuhan anak dan tethered cord akan
terus teregang.
12. Obesitas oleh karena inaktivitas

13. Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena kelemahan atau
penyakit pada tulang.

14. Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue

15. Learning disorder

16. Masalah psikologis, sosial dan seksual

17. Alergi karet alami (latex)

D. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dapat dilakukan pada
ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat dilakukan pemeriksaan :

1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen
yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik, riwayat medik
keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk
spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada
defisit neurologi, deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar
dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.

3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis, deformitas
hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.

4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra
dan lokasi fraktur patologis.

5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk memberikan
informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.

6. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube, akan memiliki
kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu
yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.
Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:

1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.


2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun vertebra

3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya
kelainan.

E. Komplikasi

Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara lain adalah:

1. Paralisis cerebri

2. Retardasi mental

3. Atrofi optic

4. Epilepsi

5. Osteo porosis

6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)

7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.

Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme campuran lazim
ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa kasus, filum terminale medulla spinalis
tertambat atau terbelah oleh spur tulang (diastematomielia), yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai
progresif pada pertumbuhan. Sendi charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut atau
coxae yang tak nyeri. Hidrosefalus karena malformasi Arnold-chiari sering ditemukan.
F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari spesialis anak,
saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi,
psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.

1. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal sampai
sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
- Mengontrol inkotinensia
- Mencegah dan mengontrol infeksi
- Mempertahankan fungsi ginjal

Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak umur 5 - 6
tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi
konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk
mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation, atau suprapubic
vesicostomy.

2. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik dan
mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi hip dan pelvic
obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian
ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan
untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan
adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan
acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness
digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer dan
plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion,
epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
3. Rehabilitasi Medik
- Sistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan
seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan
pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
- Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit
neurologis.
- Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan. Spinal brace
diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO) atau
Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi
dengan aktif. HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan
aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak.
Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak
dapat diharapkan melakukan ambulasi.
- Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk
sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan
dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di
toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital
atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal
softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.
4. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya
dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi
hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada strukturnya
setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus,
kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini
sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi;
terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP disertai
rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini,
bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan pemberian
makanan menjadi masalah. Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga
temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang
rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan
karena efek pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum pembedahan, kantung
dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas
defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti
dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap
kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan
sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan
dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan
meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya pada
kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor
pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini.
Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan kelompok
remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih
berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang
sebenarnya ada pada remaja itu.
Daftar Pustaka

Corwin, Elizabeth J.2009.Buku saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.

Donna dan Shannon.1999.Maternal Child Nursing Care.USA: Mosby.

Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan .Jakarta: Salemba
Medika.

Zaa23. 2009. Spina Bifida. Diakses dari: http://zaa23.fikes.USU.com/2009/05/13/spina-bifida/. Pada : 9


maret 2014. Jam : 10.00 WIB.

Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3. EGC: Jakarta.

Sacharin, Rosa M.1986.Prinsip Kepeawatan Pediatrik.Jakarta:EGC

Wong , Donna L. 2004. Pedoman klinis keperawatan Pediatrik Edisi 4 . Jakarta:EGC

Rizqi Hajar Dewi. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Spina Bifida Dengan

Meningokel.http://www.scribd.com/doc/30381861/Asuhan-Keperawatan-Spina-Bifida-Dengan-Meningokel?
secret_password=&autodown=docx. 08 maret 2014

Anda mungkin juga menyukai