Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

CRANIOTOMY
DI OK BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO

DISUSUN OLEH :
DENI NURROHMAN
1510721005

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2016

I.

DEFINISI

Kraniotomi adalah setiap operasi terhadap cranium. (Dorland,1998 )


Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor,
mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan.

(Hinchliff, Sue. 1999).


Kraniotomi mencakup

meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth. 2002)


Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang

pembukaan

tengkorak

melalui

pembedahan

untuk

tengkorak untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan


darah atau menghentikan perdarahan.
II. INDIKASI
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :

Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.


Mengurangi tekanan intrakranial.
Mengevakuasi bekuan darah .
Mengontrol bekuan darah, dan
Pembenahan organ-organ intrakranial.
Tumor otak
Perdarahan (hemorrage)
Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
Peradangan dalam otak
Trauma pada tengkorak.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :
Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya,
ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik.
Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di
potongan lain.
Electroencephalogram (EEG)
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis

Angiografy Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan trauma
Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari
garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang
Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan batang
otak
Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak
Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid
Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
yang akan dapat meningkatkan TIK
Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan TIK/perubahan mental
Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran
Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif untuk mengatasi kejang.
(Doenges, Marilynn.E, 1999)
IV. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. PRAOPERASI
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan
medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi.
Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai
edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik
(furosemid) dapat diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama
pembedahan bila pasien cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang
mengalami disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien
dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama pemberian
diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan

antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk
menghilangkan ansietas.
Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi)
sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.
2. PASCAOPERASI
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk
memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak diintubasi
dan mendapat terapi oksigen tambahan.
Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema
serebral meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan
menarik air bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian
dieksresikan malalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui
intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ; selanjutnya dosisnya dikurangi
secara bertahap.
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya diberikan
selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit
kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan
dan diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam)
diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko
tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau
untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe
drainase, sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa
posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter
diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun
sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK dalam
dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa
sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi
yang tepat untuk menghindari drainase cairan serebrospinal, yang dapat
mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter
diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu
kapanpun kateter tanpak tersumbat.

Pirau ventrikel kadang dilakuakan sebelum prosedur bedah tertentu untuk


mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior
V. KOMPLIKASI PASCABEDAH
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah intrakranial atau
kraniotomi adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Perdarahan dan syok hipovolemik
3. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
4. Infeksi
5. Kejang
(Brunner & Suddarth. 2002).
VI. PENGKAJIAN
a) Primery survey (ABCDE) meliputi :
1. Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.
Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan
adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh
kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit
sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan
yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway
(jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan memperhatikan kontrol
servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak
ada cedera servikal, bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing,
darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi
(orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8, pertimbangan juga
untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90%.
Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi (suara
napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
Feel (raba)
2. Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat

Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang
adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap
pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus
dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera di
evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan
dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu
ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara ke dalam paru.
Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau
tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda akan
adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepattakipneu mungkin menunjukkan kekurangan oksigen
Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi
oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi
yang adekuat.
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
a. Respon

awal

tubuh

terhadap

perdarahan

adalah

takikardi

untuk

mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun


b. Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistoliktekanan diastolik)
c. Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d. Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan
pada daerah tersebut
e. Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE
(Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan
atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK
(Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f. Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya
koagulopati dan gangguan irama jantung.
4. Disability.
a. GCS setelah resusitasi
b. Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c. Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak

5. Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh


penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan.
Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus
menghindari terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ; ATLS)
b) Secondary survey
1. Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut
kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa,
pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa),
tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.
2. Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan
ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada
bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding
dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus
(vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal
selama seseorang berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau dull yang menunjukkan udara
(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapatb pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal
dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna
untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga pleura.
3. Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan untuk
mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi
dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta,
area pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi
dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan

karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
(Priharjo, 1996)
4. Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan,
antara lain yaitu ;
a. Cedera pembuluh darah
b. Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku
c. Crush injury
d. Sindroma kompartemen
e. Dislokasi sendi panggul
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a. Pusasi arteri tidak teraba
b. Pucat (pallor)
c. Dingin (coolness)
d. Hilangnya fungsi sensorik dan motorik
e. Kadang-kadang disertai hematoma, bruit dan thrill
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat
mungkin

dilaksanakan

secepatnya.

Sebab

fiksasi

yang

tertunda

dapat

meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory Disstress Syndrom) sampai 5 kali


lipat. Fiksasi dini pada fraktur tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat
menurunkan insidensi ARDS.

VII.
NO
1.

FOKUS INTERVENSI
Diagnosa
Keperawatan
Gangguan perfusi
jaringan perifer

Tujuan / Kriteria hasil

Meningkatkan
tingkat kesadaran biasa /
perbaikan,

ognisi

dan

fungsi motorik-sensori.

Rencana Intervensi

Mendemonstrasika

Rasional

Mandiri
1. Tentukan

faktor-faktor

berhubungan

dengan

yang

Menentukan

pilihan

intervensi. Penurunan tanda dan gejala

keadaan

tertentu atau yang menyebabkan

neurologis

koma/penurunana

perfusi

pemulihannya setelah serangan awal

potensial

mungkin menunjukkan bahwa pasien

n tanda vital stabil dan

jaringan

otak

dan

tanda-tanda peningkatan

peningkatan TIK.

atau

kegagalan

dalam

itu perlu dipindahkan ke perawatan


intensif untuk memantau tekanan TIK

TIK

dan atau pembedahan


2. Pantau/catat

status

neurologis

Mengkaji

adanya

secara teratur dan bandingkan

kecenderungan pada tingkat kesadaran

dengan nilai standar (misalnya

dan potensial peninkatan TIK dan

skala koma Glascow).

bermanfaat dalam menentukan lokasi,


perluasan dan perkembangan kerusakan
SSP.

3. Evaluasi kemampuan membuka


mata,

seperti

spontan

penuh) membuka hanya

(sadar
jika

diberi rangsangan nyeri, atau


tetap tertutup (koma).

Menentukan
kesadaran.

tingkat

4. Kaji respon verbal ; catat apakah


pasien sadar, orientasi terhadap
orang, tempat dan waktu baik
atau

malah

menggunakan

bingung;

kata-kata/

frase

yang tidak sesuai.

Mengukur kesesuaian dalam

berbicara dan menunjukkan tingkat


kesadaran.

Jika

kerusakan

(dari

pembedahan/insisi) yang terjadi sangat


kecil pada korteks serebral, pasien
mungkin akan bereaksi dengan baik
terhadap

rangsangan

diberikan

tetapi

verbal

yang

mungkin

juga

memperlihatkan seperti ngantuk berat


atau tidak kooperatif. Kerusakan yang
lebih

luas

pada

korteks

serebral

mungkin akan berespon lambat pada


perintah atau tetap tertidur ketika tidak
ada perintah, mengalami disorientasi
dan stupor. Kerusakan pada batang
otak, pons dan medulla ditandai dengan
adanya

respon

terhadap rangsang.
5. Kaji respon motorik terhadap
perintah yang sederhana, gerakan

yang

tidak

sesuai

yang bertujuan (patuh terhadap


perintah,

berusaha

Mengukur kesadaran secara

untuk

keseluruhan dan kemampuan untuk

menghilangkan rangsang nyeri

berespon pada rangsangan eksternal

yang diberikan) dan gerakan

dan

yang tidak bertujuan (kelainan

kesadaran terbaik pada pasien yang

postur tubuh). Catat gerakan

metanya tertutup sebagai akibat dari

anggota tubuh dan catat sisi kiri

trauma atau pasien yang afasia. Pasien

dan kanan secara terpisah.

dikatakan sadar apabila paien dapat

merupakan

meremas

atau

petunjuk

keadaan

melepaskan

tangan

pemeriksa ata dapat menggerakkan


tangan sesuai dengan perintah. Gerakan
yang bertujuan dapat meliputi mimik
kesakitan

atau

menarik/menjauhi
atau

gerakan

rangsangan

gerakan yang

nyeri

disadari paien

(seperti duduk, fleksi abnormal dari


ekstremitas

tubuh).

Tidak

adanya

gerakan spontan pada salah satu sisi


tubuh menandakan kerusakan pada
6. Pantau

TD

catat

adanya

hipertensi sistolik secara menerus


dan tekanan nadi yang semakin

jalan motorik pada himisfes otak yang


berlawanan.

berat.

Peningkatan tekanan darah

sistemik yang diikuti oleh penurunan


tekanan darah diastolik (nadi yang
membesar) merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti oleh
penurunan
7. Frekuensi jantung; catat adanya
bradikardi,

takikardia,

Hipovelemia

atau

tingkat
atau

kesadaran.

hipertensi

dapat

mengakibatkan kerusakan / iskemia

bentuk disritmia lainnya.

serebral.
Perubahan pada ritme (paling

serig bradikardi) dan disritmia dapat


timbul

yang

mencermikan

adanya

depresi atau trauma pada batang otak


8. Pantau pernafasan meliputi pola

pasien (berhubungan dengan luasnya

dan iramanya, seperti adanya

insisi) yang tidak mempunyai kelainan

periode

jantung sebelumnya.

hiperventilasi

apnea
yang

setelah
disebut

pernafasan Cheyne Sroke.

Nafas

o
dapat

yang

menunjukkan

tidak

teratur

lokasi

adanya

gangguan serebral/peningkatan TIK dan


9. Kaji perubahan pada penglihatan,
seperti adanya penglihatan yang
kabur, ganda, lapang pandang

memerlukan

intervensi

yang

lebih

lanjut termasuk kemungkinan dukungan

menyempit

dan

kedalaman

persepsi.

nafas buatan.
Gangguan penglihatan yang

o
dapat

diakibatkan

oleh

kerusakan

10. Catat ada/tidaknya refleks-refleks

mikroskopik pada otak, mempunyai

tertentu seperti menelan, batuk

konsekuensi terhadap keamanan dan

dan babinskidan sebagainya.

juga

akam

mempengaruhi

pilihan

intervensi.
11. Pantau suhudan atur lingkungan
sesuai

indikasi.

penggunaan
kompres

selimut,

menandakan adanya kerusakan pada

berikan

tingkat otak tengah atau batang otak


dan

menggunakan

selimut

hipotermia

sangat

berpengaruh

langsung

terhadap keamanan pasien.

timbul. Tutup ekstremitas dengan


jika

refleks

Batasi

hangat saat demam

selimut

Penurunan

Demam dapat mencerminkan


kerusakan hipothalamus. Peningkatan

(selimut

kebutuhan metabolisme dan konsumsi

dingin).
dan

oksigen terjadi (terutama saat demam

pengeluaran. Ukur berat badan

dan menggigil) yang selanjutnya dapat

sesuai indikasi. Catat turgor kulit

menyebabkan peningkatan TIK.

12. Pantau

pemasukan

dan keadaan membran mukosa.


13. Pertahankan kepala/leher pada
posisi yang benar, sokong dengan

Bermanfaat sebagai indikator

gulungan

handuk

kecil

atau

dari cairan total tubuh terintegrasi

bantal pada kepala.

dengan pefusi jaringan.


Kepala yang miring pada

salah satu sisi akan menekan daerah


insisi dan menekan vena jugularis dan
menghambat aliran darah vena, yang
selanjutnya akan meningkatkan TIK.
2.

Resiko tinggi

Mempertahankan

terhadap infeksi

nonmotermia, bebas

berhubungan

tanda-tanda infeksi

dengan invasi MO

Mandiri
1.
aseptik

Mencapai

perawatan

dan

Cara

pertama

untuk

menghidari infeksi nosokomial.

antiseptik,

pertahankan teknik cuci tangan

penyembuhan luka
(craniotomi) tepat pada

Berikan

2.

waktunya.

yang

Deteksi dini perkembangan

yang baik.
Observasi daerah kulit

infeksi

mengalami

melekukan tindakan dengan segera dan

kerusakan

memungkinkan

jahitan),

pencegahan

daerah yang terpasang alat invasi

selanjutnya.

(seperti

luka,

garis

terhadap

untuk
komplikasi

(terpasang infus dan sebagainya),


catat karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
3.

Pantau suhu tubuh secara


teratur. Catat adanya demam,

Dapat

mengindikasikan

perkembangan sepsis yang selanjutnya

menggigil,

diaforesis

perubahan

fungsi

dan

memerlukan evaluasi atau tindakan

mental

dengan segera.

(penurunan kesadaran).
4.

Batasi pengunjung yang

Menurunkan

pemajanan

dapat menularkan infeksi atau

terhadap pembawa kuman penyebab

cegah

infeksi.

pengunjung

yang

mengalami infeksi saluran napas


bagian atas.

Kolaborasi
1.

Berikan

antibiotik

sesuai

Terapi

profilaktik

dapat

digunakan pada pasien yang mengalami

indikasi.

trauma (luka, kebocoran CSS atau


setelah dilakukan pembedahan untuk
menurunkan risiko terjasdinya infeksi
nasokomial).
2.

Ambil

bahan

pemeriksaan

(spesimen) sesuai indikasi.

Kultur/sensivitas. Pewarnaan

o
Gram

dapat

memastikan

dilakukan
adanya

infeksi

untuk
dan

mengidentifikasi organisme penyebab


dan untuk menentukan obat pilihan

yang sesuai.
3.

Gangguan

rasa o

nyaman Nyeri

Melaporkan nyeri
hilang/terkontrol.

Mandiri
1.

Mengungkapkan

Kaji

intensitas,

sedang

sampai

gambaran dan lokasi/penyebaran

berat dengan penyebaran ke daerah

metode yang

nyeri, atau adanya perubahan

seluruh kepala atau intrakranial, daerah

memberikan

sensasi.

oksipital.

Kesemutan

yang

tidak

nyaman mungkin merupakan cerminan

penghilangan.
o

Mungkin

kembalinya sensasi setelah dekompresi

Mendemontrasika
n penggunaan

saraf

keterampilan relaksasi

perkembangan edema dari penekanan

dan aktivias hiburan.

saraf/daerah operasi.
o
2.

Kaji
manifestasi

atau

sebagai

akibat

dari

Perkembangan/resolusi
edema dan inflamasi pada fase awal

kembali

pascaoperasi

yang

dapat

mempengaruhi

timbul/perubahan dalam intensitas

penekanan pada berbagai saraf dan

nyeri.

menyebabkan perubahan pada derajat


nyeri (terutama 3 hari setelah operasi),
ketika spasme otot/perbaikan sensasi
saraf mengintesifkan nyeri.
o

Posisi disesuaikan dengan


kebutuhan fisiologis tipe operasinya.

3.

Izinkan

pasien

Posisi yang sesuai membantu dalam

untuk mendapatkan posis yang

menghilangkan menurunkan kelemahan

nyaman jika diperlukan. Gunakan

otot dan rasa tidak nyaman (nyeri).

rogroll

selama

melakukan

perubahan posisi.
4.

perhatian

Demonstrasikan
penggunaan

Dengan menfokuskan kepala

menurunkan

ketegangan otot, meningkatkan rasa

keterampilan

memiliki dan kontrol / menurunkan rasa

relaksasi, seperti bernapas dalam


atau visualisasi.

tertentu,

kurang nyaman.
Menurunkan

rasa

tidak

nyaman yang berhubungan dengan


sakit pada daerah kranial dan kesulitan
5.

Berikan
makanan

lunak,

diet

menelan.

pelembab

ruangan, anjurkan untuk tdak

berbicara setelah dilakukan bedah.


6.

Teliti
pasien

mengenai

Sebagai

tanda

adanya

komplikasi kolaps intrakranial.

keluhan
munculnya

kembali nyeri.

Diberikan

untuk

menghilangkan / menurunkan nyeri.

Kolaborasi
1.

Berikan obat analgesik, sesuai


kebutuhan.

Narkotik digunakan selama beberapa


hari pertama pascaoperasi, kemudian
diberikan obat bukan dari jenis narkotik

Narkotik, seperti morfin, kodein,

sesuai dengan penurunan intensitas

meperidin (demerol) :oksikodom

nyeri.

(Tylox :hidrokondon (vieodine):

Dapat digunakan untuk menghilangkan

asetamenofen

spasme otot sebagai akibat iritasi saraf

(tylenol)

dengan

kodein.

intraoperasi.

Relaksan

otot,

siklobenzaprin

seperti
(flexeril):

terhadap

diazepam (valium).
2.

Memberikan

kontrol

pengobatan

(biasanya

narkotik) untuk mendapatkan tingkat

Bantu dengan ADP.

kenyamana yang lebih konstan yang


selanjutnya dapat meningkatkan proses
penyembuhan.
Dapat digunakan untuk nyeri

insisi atau ketika saraf tetap terkena


3.
4.

Syok

hivopolemik Setelah dilakukan

berhubungan
dengan
perdarahan

tindakan asuhan
resiko keperawatan selama 1 X

Pasang

unit

TENS

sesuai

kebutuhan.
1. Auskultasi nadi apical. Awasi

setelah penyembuhan.
Perubahan

disritmia

dan

kecepatan jantung atau irama bila

iskemia dapat terjadi sbagai akibat

EKG kontinue ada.

hipotensi,

hipoksia,

asidosis,

24 jam diharapkan tidak

ketidakseimbangan

terjadi syok

pendinginan dekat area jantung bila


laase
2. Kaji kulit terhadap dingin, pucat,

air

dingin

elektrolit
digunakan

mengontrol perdarahan.

atau
untuk

berkeringat,

pengisian

kapiler

Asokonstriksi adalah respon

lambat dan nadi perifer lemah.

simpatis terhadap penurunan volume


sirkulasi dan atau dapat terjadi sebagai

3. Catat keluaran urin dan berat


jenis.

efek vasopressin.
Penurunan perfusi sistemik

dapat menyebabkan iskemia atau gagal


ginjal

dimanifestasikan

dengan

penurunan keluaran urin, ATN dapat


4. Catat laporan nyeri abdomen
khususnya tiba-tiba, nyeri hebat

terjadi jika hipovolemik memanjang.


Nyeri

menyebar ke bahu.

disebabkan

ulkus

gaster sering hilang setelah perdarahan


akut karena efek buffer darah. Nyeri
berat berlanjut atau tiba-tiba dapat
menunjukkan

iskemia

sehubungan

dengan terapi asokonstriksi, perdarahan


kedalam traktus bilier (hematobilia),
5. Observasi

kulit

untuk

pucat,

atau

kemerahan. Pijat dengan minyak,


ubah posisi dengan sering..
6. Beri oksigen tambahan sesuai
indikasi.
7. Awasi GDA atau nadi oksimetri.

perforasi

atau

timbulnya

peritonitis.
Gangguan

pada

sirkulasi

perifer meningkatkan resiko kerusakan


kulit.

8. Berikan cairan IV sesuai indikasi.

Mengobati

hipoksia

dan

asidosis laktat selama perdarahan akut.


Mengidentifikasi

hipoksemia, keefektifan atau kebutuhan


untuk terapi.
Mempertahankan

volume

sirkulasi dan perfusi.


5.

Gangguan
napas

pola Menunjukkn

perbaikan

ventilasi dan oksigenasi

Mandiri
1.

Pantau frekuensi, irama,

jaringan adekuat dengan

kedalaman

GDA

napas sesuai indikasi.

dalam

rentang

pernafasan.

Perubahan

menandakan

Catat

dapat

awitan

komplikasi

pulmunal (umumnya mengikuti cedera

normal dan bebas gejala

otak postoperasi) atau menandakan

distres pernafasan.

lokasi/luasna

keterlibatan

otak.

Pernapasan lambat, periode apnea dapat


menandakan
2.

menelan

kemampuan

pasien

dan
untuk

ventilasi

mekanis.

Catat kompetensi refleks


gangguan

perlunya

Kemampuan

memobilisasi

atau membersihkan sekresi penting

melindungi jalan napas sendiri.

untuk

Pasang

Kehilangan refleks menelan atau batuk

jalan

napas

sesuai

pemeliharaan

jalan

nafas.

indikasi.
3.

menandakan
Angkat

kepala

tidur sesuai aturannya,

tempat
posisi

perlunya

jalan

napas

buatan atau intubasi.


Untuk memudahkan ekspansi

miring sesuai indikasi.

paru/ventilasi paru dan menurunkan


adanya kemungkinan lidah jatuh yang

4.

Anjurkan pasien untuk


melakuakan napas dalam yang

menyumbat jalan napas.

efektif jika pasien sadar.


5.

Lakukan

Mencegah dan menurunkan

atelektasis.

perhisapan

dengan ekstra hati-hati, jangan


lebih dari 10-15 detik. Catat

Penghisapan

biasanya

karakter, warna dan kekeruhan

dibutuhkan jika pasien koma atau

dari sekret.

dalam keadaan imobilisasi dan tidak


dapat membersihkan jalan napasnya
sendiri. Penghisapan pada trakea yang
lebih dalam harus dilakukan dengan
ekstra hati-hati karena hal tersebut
dapat menyebabkan atau meningkatkan
hipoksia

yang

menimbulkan

vasokonstriksi yang padda akhirnya


akan berpengaruh cukup besar pada
6.

Auskultasi suara napas,

perhatikan daerah hipoventilasi


dan adanya suara-suara tambahan

perfusi serebral.
Untuk

mengidentifikasi

yang tidak normal (seperti adanya

adanya masalah paru seperti atelektasis

suara tambahan yang tidak normal

kongesti atau obstruksi jalan napas

seperti krekels, ronki dan mengi).

yang

membahayakan

oksigenasi

serebral dan menandakan terjadinya


7.

Pantau penggunaan obat-

infeksi paru (umumnya merupakan

obat depresan pernapasn, seperti


sedatif.

koplikasi dari craniotomi postoperasi).


o

Kolaborasi
1.

Dapat

meningkatkan

gangguan/ komplikasi pernapasan.

Pantau atau gambarkan


analisan

gas

darah,

tekanan

oksimetri.

Menentukan

kecukupan

pernapasan, keseimbangan asam-basa


dan kebutuhan akan terapi.
2.

Lakukan rotgen toraks

ulang.

Melihat

kembali

keadaan

ventilasi dan tanda-tanda komplikasi


yang berkembang (seperti atelektasis
atau bronkopneumonia)
o

3.

Berikan oksigen.

Memaksimalkan

oksigen

pada darah arteri dan membantu dalam

pencegahan

hipoksia.

pernapasan

Jika

tertekan

pusat

mungkin

diperlukan ventilasi mekanik.


4.

Lakukan fisioterapi dada

Walaupun

jika ada indikasi.

kontraindikasi

merupakan

pada

pasien

dengan

peningkatan TIK fase akut namun


tindakan ini seringkali berguna pada
fase

akut

rehabilisasi

untuk

memobilisasi dan membersihkan jalan


napas

dan

atelektasis

menurunkan
atau

risiko

komplikasi

paru

lainnya.
6.

Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan


kulit

berhubungan keperawatan selama 1 x

dengan
jaringan

kerusakan 24 jam diharapakan klien


dapat

1. Inspeksi seluruh area kulit, catat


pengisian

kapiler,

adanya

rusak

kemerahan, pembengkakan.

kulit

dengan

kriteria hasil :
1. kulit

klien

kemerahan
iritasi.

biasanya

cenderung

perubahan

ketidakmampuan

sirkulasi
untuk

merasakan tekanan.
2. Lakukan massase dan lubrikasi

pada kulit dengan losion/minyak

Meningkatkan sirkulasi dan


melindungi

tidak

menunjukkan

karena

perifer,

mempertahankan

integritas

Kulit

permukaan

kulit,

mengurangi terjadinya ulserasi.


3. Hindari pakaian ketat

atau

Karena dapat menyebabkan


area tertekan

4. Bersihkan dan bedaki permukaan

Untuk mencegah kerusakan

2. Mengidentifikasi
faktor

kulit beberapa kali per hari

resiko

individual
pemahaman

6. Gunakan

tentang

kebutuhan tindakan.
4. Berpartisipasi
untuk

5. Pisahkan permukaan kulit dengan


kapas halus

3. Mengungkapkan

tingkat

kulit

pada

kemampuan

Untuk mencegah kerusakan

o
penghilang

tekanan

kulit

atau matras atau tempat tidur


penurun

tekanan

sesuai

Untuk mencegah ulkus.

Untuk melindungi kulit dari

kebutuhan.
7. Beri salep seperti seng oksida

mencegah

kerusakan kulit
5. Menunjukkan

8. Hindari

menggunakan

tissue

iritasi (tipe salep dapat bervariasi untuk

perilaku peningkatan

basah yang dijual bebas yang

setiap klien dan memerlukan periode

penyembuhan.

mengandung alkohol.

percobaan.
o

Karena akan menyebabkan


rasa menyengat.

VIII. PATOFISIOLOGI
Pembedahan Craniotomy

Prosedur operasi invasif

Luka insisi buruk


(stimulasi nyeri)

Mengaktivasi
reseptor nyeri
Merangsang
Melalui
sistem
thalamus
&
saraf
ascenden
Muncul
sensasi
Gangguan
koteks
serebri
nyeri
rasa

Kerusakan
neuromuskuler
Trauma
jaringan
Penurunan
kelembaban
luka
Infasi
bakteri
Resiko

Prosedur anestesi

Perdarahan otak

Paralisis

Kelemahan
Gangguan
pergerakan
Kontraktur
mobilisasi
sendi

Aliran darah
ke otak

Penekanan pada
Susunan saraf pusat
(SSP)

Penurunan
Penekanan
Ganguan
Suplay O2 ke
pusat
Penurunan tonus metabolisme
otak
pernafasan
otot sensori
Penurunan kerja
Asam
organ
pernafasan
Hipoksia jaringan
laktat
Ketidakadekuatan
Penurunan
Perubahan
Ganguan
Pola nafas
Oedem
otak Penurunan RR
ekspansi
suplai
paru
2
persepsi
perfusi
tidakO

Penekanan pada
sistem
cardiovaskuler
Penurunan
cardiac
out
put
Suplai
Penurunan
darah
Gangguan
(COP)
aliran
berkurang
darah
perfusi

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 3.EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E., Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999.Rencana Asuhan
Keperawatan. EGC: Jakarta.
Poppy Kumala dkk. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Copy editor,
Indonesia; Dyah Nuswantari. Ed.25. EGC: Jakarta
http://en.wikipedia.org/wiki/Craniotomy
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/criteria.html
health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/3223.html
www.healthopedia.com/craniotomy
http://www.dhs.vic.gov.au/copyright.htm
http://www.cinn.org/treattech/
http://www.neuro-onkologi.com/?page=home

edisi Bahasa

Anda mungkin juga menyukai