Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Tn. J DENGAN EPIDURAL HEMATOMA


DI RUANG ICU RSUD CENGKARENG
JAKARTA BARAT

Disusun Oleh
Nugroho Adi Wicaksono S.Kep
17.156.03.11.033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MEDISTRA INDONESIA
BEKASI
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA Tn. J DENGAN EPIDURAL HEMATOMA
DI RUANG ICU RSUD CENGKARENG
JAKARTA BARAT

Disusun Oleh
Muhamad Ricky Kosasih
17.156.03.11.030

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MEDISTRA INDONESIA
BEKASI
2018
DEFINISI
Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari sebuah trauma
kepala. Kasus epidural hematoma di Amerika Serikat ditemukan 1-2% dari semua
kasus trauma kepala yang ada dan ditemukan pula sebanyak 10% pada pasien dengan
koma akibat trauma (Price, 2003). Gejala yang sering dialami pasien yaitu pasien
mungkin mengalami kesadaran menurun secara mendadak ataupun tidak, kondisi
lucid interval dapat terjadi, diikuti dengan perkembangan klinis yang cukup cepat
dalam beberapa jam seperti sakit kepala, hemiparesis, dan pada akhirnya dilatasi pupil
yang ipsilateral. Kematian dapat terjadi apablila penanganan tidak segera dilakukan
(Greenberg et al, 2002). 

Beberapa pengertian mengenai epidural hematoma (EDH) sebagai berikut:
 Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari sebuah trauma
kepala (Greenberg et al, 2002). 

 Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter dan
tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus temporal dan
paretal (Smeltzer&Bare, 2001). 

 Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih
besar, sehingga menimbulkan perdarahan (Anderson, 2005). 


ETIOLOGI
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada
diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan fraktur
tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2004). Perdarahan
biasanya bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling sering), vena
diploica (karena fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus duralis
(Bajamal, 1999).

MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural
hematom diantaranya adalah mengalami penurunan kesadaran sampai koma secara
mendadak dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu keadaan
“lucid interval” yaitu diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu terjadinya
koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita adalah baik, tekanan darah yang
semakin bertambah tinggi, nadi semakin bertambah lambat, sakit kepala yang hebat,
hemiparesis, dilatasi pupil yang ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur CSS dari
hidung (rinorea) dan telinga (othorea), susah bicara, mual, pernafasan dangkal dan
cepat kemudian irregular, suhu meningka, funduskopi dapat memperlihatkan papil
edema (setelah 6 jam kejadian), dan foto rontgen menunjukan garis fraktur yang
jalannya melintang dengan jalan arteri meningea media atau salah satu cabangnya
(Greenberg et al, 2002).

PATOFISIOLOGI
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma
atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah arteri,
khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara durameter dan
tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang
memenuhi epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah akan
memotong atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini akan
memperluas hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak
dibawahanya yaitu lobus temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya
hematom maka akan memberikan efek yang cukup berat yakni isi otak akan
mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan penekanan saraf yang ada dibawahnya
seperti medulla oblongata yang menyebabkan terjadinya penurunan hingga hilangnya
kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus okulomotor yang menekan saraf sehingga
menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya terjadi penekanan saraf yang ada diotak
(Japardi, 2004 dan Mcphee et al, 2006).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada kasus
epidural hematom yaitu sebagai berikut:
 CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal
mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang
kasar dan penampakan yang bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan
biasanya merupakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen,
tetapi mingkin juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari
pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak menggumpal. 

 MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas
karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam
pencitraan hematom dan cedera batang otak. 

 Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma. 

 EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis. 

 Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena 
perdarahan/edema), dan
adanya fragmen tulang. 

 BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi 
korteks
dan batang otak. 

 PET (positron emmision topography): untuk menunjukan 
metabolisme otak.

 Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan 
subarachnoid. 

 AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang
meningkatkan TIK.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari:
 Terapi Operatif.
Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu
dengan melakukan kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan
menunjukan volume perdarahan/hematom sudah lebih dari 20 CC atau tebal
lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5
mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom untuk menghentikan
sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dikembalikan. Jika saat operasi
tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan
(Bajamal, 1999). 

 Terapi Medikamentosa.

Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
o
o mengelevasikan kepala pasien 30 setelah memastikan tidak ada
cedera spinal atau posisikan trendelenburg terbalik untuk mengurangi
TIK. 

o Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian
dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam). 

o Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri. 

o Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi. 

PENGKAJIAN
1) Aktivitas istirahat
Lemah, lelah, hilang keseimbangan, kaku, perubahan
kesadaran, letargi, hemiparesis, tetraplegi, dan kehilangan tonus otot. 

2) Sirkulasi
Perubahan tekanan darah (hipertensi), bradikardi. Takilardi yang
diselingi bradikardi. 

3) Integritas ego
Perubahan tingkah laku/kepribadian, cemas, delirium,
bingung, dan depresi. 

4) Eliminasi
Inkontinensia kemih atau usus. 

5) Neurosensori
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia kejadian, vertigo,
sinkop, hilang pendengaran, baal ekstremitas, gangguan penglihatan dan
pengecapan, penciuman, perubahan pupil, refleks tendon lemah dan tak ada.

6) Nutrisi
Mual, muntah (muntah proyektil). 

7) Nyeri
Sakit kepala, gelisah, tak bisa istirahat, dan merntih. 

8) Pernafasan
Mengi (+), ronkhi (+), perubahan pola nafas. 

9) Interaksi sosial
Afasia motorik sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang. 


DIAGNOSA
Menurut Herdman (2011), diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan
epidural hematom sebagai berikut:

1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral. 



2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik. 

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskular. 

4) Pola nafas tidak efektif. 

DAFTAR PUSTAKA

Bajamal. A.H. (1999). Epidural Hematom (EDH = Epidural Hematom).

Doengoes, M.E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.

Japardi. (2002). Cedera Kepala. Jakarta: PT Bhauna Ilmu Populer.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification.
Mosby. Philadelphia.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification. Mosby.


USA.

Smeltzer & Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa :
Agung waluyo. Jakarta. EGC.

Greenberg, D. A., Michael J. A., dan Roger P. S. (2002). Intracranial Hemorrhage,


Clinical Neurology, 5th edition. United States of America: Lange Medical Books,
McGraw-Hill,.

Price, D.D. (2003). Epidural Hematoma. www.emedicine.com

McPhee, S. J., dan William F.G. (2006). Vascular Territories and Clinical Features in
Ischemic Stroke, Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine,
5th edition. United States of America: Lange Medical Books, McGraw-Hill,.

Anda mungkin juga menyukai