KONSEP MEDIS
A. CRANIOTOMY
1. Definisi
Bedah kraniotomi merupakan pembedahan dengan pembuatan
lubang di kranium untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.
Kraniotomi berpengaruh pada anatomi tubuh bagian kulit, periosteum, tulang,
dura mater, arachnoid mater, pia mater, subdural, dan cairan serebrospinal
(George dan Charlemen, 2017).
2. Tujuan
Craniotomi adalah jenis operasi otak. operasi ini juga dilakukan untuk otak
pengangkatan tumor, untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk
mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral),
untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh
darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak,
untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak. (Greenberg, 2008)
3. Etiologi
Etiologi dilakukannya craniotomy adalah:
a. Adanya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak,
misalnya pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul.
b. Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak. Misalnya
membentur tanah atau mobil
c. Kombinasi keduanya
4. Komplikasi post op craniotomy
a. Edema cerebral
b. Syok hipovolemik
c. Hydrocephalus
2. Etiologi
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang
ada diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan
fraktur tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2015).
Perdarahan biasanya bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling sering),
vena diploica (karena fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus duralis
(Bajamal, 2017).
3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural
hematom diantaranya adalah mengalami penurunan kesadaran sampai koma secara
mendadak dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu keadaan
“lucid interval” yaitu diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu terjadinya
koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita adalah baik, tekanan darah yang
semakin bertambah tinggi, nadi semakin bertambah lambat, sakit kepala yang
hebat, hemiparesis, dilatasi pupil yang ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur
CSS dari hidung (rinorea) dan telinga (othorea), susah bicara, mual, pernafasan
dangkal dan cepat kemudian irregular, suhu meningkat, funduskopi dapat
memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan foto rontgen menunjukan
garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri meningea media atau salah
satu cabangnya (Greenberg et al, 2013).
4. Patofisilogi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau
trauma atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh
darah arteri, khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara
durameter dan tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan
yang memenuhi epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah
akan memotong atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini akan
memperluas hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak
dibawahanya yaitu lobus temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya
hematom maka akan memberikan efek yang cukup berat yakni isi otak akan
mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan penekanan saraf yang ada dibawahnya
seperti medulla oblongata yang menyebabkan terjadinya penurunan hingga hilangnya
kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus okulomotor yang menekan saraf sehingga
menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya terjadi penekanan saraf yang ada diotak
(Japardi, 2015 dan Mcphee et al, 2014).
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doengoes (2015), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan
pada kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut:
a. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal
mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang kasar
dan penampakan yang bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya
merupakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi mingkin
juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari pencampuran antara
darah yang menggumpal dan tidak menggumpal.
b. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas
karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam
pencitraan hematom dan cedera batang otak.
c. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma.
d. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
e. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya fragmen tulang.
f. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
g. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak.
h. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
i. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.
6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada cedera kepala menurut Wijaya (2013), yaitu:
a. Epilepsy pasca trauma
Epilepsy pasca trauma adalah suatu kelainan dimanakejang beberapa waktu
setelah otak mengalami cedera karena benturan kepala. Kejang ini tejadi sekitar
10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus
dan sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
b. Edema paru
Komplikasi paru-paru yang paling serius pada pasien cedera kepala adalah edema
paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat dari
sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat dari cedera otak
yang menyebabkan adanya refleks chusing. Peningkatan pada tekanan darah
sitemik terjadi sebagai respon dari system saraf simpatis pada peningkatan TIK.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh umum ini menyebabkan lebih banyak darah
dialirkan ke paru-paru. Perubahan permeabilitas prmbuluh darah paru-paru
berperan dalam proses dengan memungkinkan cairan berpindah ke alveolus.
Kerusakan difusi oksigen dan karbondioksida dari darah dapat menimbulkan
peningkatan TIK lebih lanjut (Hudak dan Gallo, 2010)
c. Afiksia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan Bahasa karena terjadi
cedera pada area bahasa dan otak. Penderita tidak mampu memahami atau
mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahsa adalah
lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis sebelahnya.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari:
a. Terapi Operatif.
Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan melakukan
kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan menunjukan volum
perdarahan/hematom sudah lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 cm atau
dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang
dilakukan adalah evakuasi hematom untuk menghentikan sumber
perdarahansedangkan tulang kepala dikembalikan. Jika saat operasi tidak
didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan (Bajamal,
1999).
b. Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau posisikan trendelenburg terbalik untuk mengurangi TIK.
2) Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian
dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam).
3) Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri.
4) Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera
meliputi :
1. Identitas klien meliputi:
a. Nama :
b. Umur: EDH biasanya sering terjadi pada usia produktif dihubungkan dengan
angka kejadian kecelakaan yang rata-rata sering dialami oleh usia produktif
c. Jenis kelamin: EDH dapat terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan
d. Agama
e. Pendidikan
f. Alamat
g. Pekerjaan
h. Status perkawinan
2. Riwayat kesehatan
a. Diagnosa medis,
b. Keluhan utama: keluhan utama biasanya nyeri kepala setelah kecelakaan,
dapat menjadi lucid interval (kehilangan kesadaran secara mendadak) ketika
EDH tidak ditangani dengan segera.
c. Riwayat penyakit sekarang berisi tentang kejadian yang mencetuskan EDH,
kondisi paseien saat ini serta uapaya yang sudah dilakukan pada pasien.
d. Riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi,
imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat
penyakit keluarga
3. Genogram
4. Pengkajian keperawatan (Pola Gordon)
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan
merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-obatan)
b. Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan
kelemahan otot)
c. Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
d. Pola eliminasi
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Persepsi diri dan konsep diri
h. Pola toleransi dan koping stress
i. Pola seksual dan reproduksi
j. Pola hubungan dan peran
k. Pola nilai dan keyakinan
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum, tanda vital
b. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi
maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
c. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi
menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yang diselingi dengan
bradikardia,disritmia).
d. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah
satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Pengkajian system saraf kranial:
Pengkajian saraf kranial yang ditemui pada Epidural Hematom :
1) Saraf I : klien akan mengalami gangguan penciuman/anosmia unilateral
dan bilateral
2) Saraf II : klien yang mengalami hematom palpebra akan mengalami
penurunan lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus
3) Saraf III, IV, dan VI : klien mengalami gangguan anisokoria
4) Saraf V : klien mengalami gangguan koordinasi kemampuan dalam
mengunyah
5) Saraf VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan
6) Saraf VIII ; pendengaran mengalami perubahan
7) Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan dalam
membuka mulut
8) Saraf XI : klien tidak mampu mobilisasi
9) Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan
e. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia urin, ketidakmampuan menahan miksi.
f. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan
menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
g. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang
terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan
refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. D.0005 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (cedera
kepala)
Definisi :
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab:
a. Depresi pUsat pernapasan
b. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
c. Deformitas dinding dada.
d. Deformitas tulang dada.
e. Gangguan neuromuskular.
f. Gangguan neurologis (mis elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala
ganguan kejang).
g. maturitas neurologis.
h. Penurunan energi.
i. Obesitas.
j. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
k. Sindrom hipoventilasi.
l. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf CS ke atas).
m. Cedera pada medula spinalis.
n. Efek agen farmakologis.
o. Kecemasan.
Subjektif Objektif
1. Dyspnea 1. Penggunaan otot bantu pernapasan.
2. Fase ekspirasi memanjang.
2. Pola napas abnormal (mis.
takipnea. bradipnea, hiperventilasi
kussmaul cheyne-stokes).
Tanda dan gejala minor:
Subjektif Objektif
1. Ortopnea 1. Pernapasan pursed-lip.
2. Pernapasan cuping hidung.
3. Diameter thoraks anterior—
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
Kondisi klinis terkait:
a. Depresi system saraf pusat
b. Cedera kepala
c. Trauma thoraks
d. Gullian barre syndrome
e. Multiple sclerosis
f. Myasthenia gravis
g. Stroke
h. Kuadriplegia
i. Intoksikasi alkohol
2. D.0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
Definisi:
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
Penyebab:
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Keterlambatan perkembangan
h. Kekakuan sendi
i. Kontraktur
j. Malnutrisi
k. Gangguan muskuloskeletal
l. Gangguan neuromuskular
m. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
n. Efek agen farmakologis
o. Program pembatasan gerak
p. Nyeri
q. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r. Kecemasan
s. Gangguan kognitif
t. Keengganan melakukan pergerakan
u. Gangguan sensoripersepsi
Tanda dan gejala mayor:
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit menggerakan 1. Kekuatan otot menurun
ekstremitas 2. Rentang gerak (ROM) menurun
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit menggerakan 1. Sendi kaku
ekstremitasNyeri saat 2. Gerakan tidak terkoordinasi
bergerak 3. Gerakan terbatas
2. Enggan melakukan 4. Fisik lemah
pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Kondisi klinis terkait:
a. Stroke
b. Cedera medula spinalis
c. Trauma
d. Fraktur
e. Osteoarthirtis
f. Ostemalasia
g. Keganasan
3. D.0017 Resiko perfusi serebral tidak efektif
Definisi:
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak
Penyebab:
a. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial
b. Penurunan kinerja ventikel kiri
c. Aterosklrosis aorta
d. Diseksi arteri
e. Fibrilasi atrium
f. Tumor otak
g. Stenosis karotis
h. Miksoma atrium
i. Aneurisma serebri
j. Koagulopati (mis. anemia sel sabit)
k. Dilatasi kardiomiopati
l. Koagulasi (mis. anemia sel sabit)
m.Embolisme
n. Cedera kepala
o. Hiperkolesteronemia
p. Hipertensi
q. Endokarditis infektif
r. Katup prostetik mekanis
s. Stenosis mitral
t. Neoplasma otak
u. Infark miokard akut
v. Sindrom sick sinus
w. Penyalahgunaan zat
x. Terapi tombolitik
y. Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi bypass)
Kondisi klinis terkait:
a. Stroke
b. Cedera kepala
c. Aterosklerotik aortik
d. Infark miokard akut
e. Diseksi arteri
f. Embolisme
g. Endokarditis infektif
h. Fibrilasi atrium
i. Hiperkolesterolemia
j. Hipertensi
k. Dilatasi kardiomiopati
l. Koagulasi intravaskular diseminata
m. Miksoma atrium
n. Neoplasma otak
o. Segmen ventrikel kiri akinetik
p. Sindrom sick sinus
q. Stenosis karotid
r. Stenosis mitral
s. Hidrosefalus
t. Infeksi otak (mis. meningitis, ensefalitis, abses serebri)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. D.0005 Pola nafas tidak efektif
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Berdasarkan terminologinya NIC, implementasi terdiri atas melakukan
dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan untuk
intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap
implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
tindakan tersebut. [ CITATION Bar10 \l 1057 ]
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperwatan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Evaluasi keperawatan adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan professional kesehatan menetukan kemajuan klien menuju
pencapaian tujuan/hasil ataukeefektifan rencana asuhan keperawatan (Kozier, erb,
berman, & snyder, 2010).
Evaluasi merupakan evaluasi intervensi keperawatan dan terapi dengan
membandingkan kemajuan klien dengan tujuan dan hasil yang diinginkan(Potter &
Perry, 2010).
Prosedur operasi
Non Trauma Trauma craniotomi
Prosedur anastesi
Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
2. Riwayat kesehatan :
a. Riwayat kesehatan sekarang :
- Alasan MRS :
Kecelakaan lalu lintas
- Keluhan utama :
Penurunan kesadaran
3. Genogram
Keterangan :
G I : Kakek dan nenek pasien masih hidup dan sehat serta tidak memiliki riwayat
penyakit apapun
G II : Ayah dan ibu pasien masih hidup dan sehat serta tidak memiliki riwayat
penyakit apapun
G III : pasien merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara dan pasien tinggal bersama ayah
ibu serta saudranya.
Jantung:
Inspeksi : tidak tampak iktus kordis
Palpasi : teraba iktus kordis tidak bergeser
Perkusi : pekak
Auskultasi : SI dan SII murni reguler
- Abdomen:
Inspeksi : bentuk datar, keadaan bersih, warna sesuai kulit sekitar
Auskultasi : bising usus 7x/menit
Perkusi : thympani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
5 3 + +
5 3 + +
Kesan:
8. Terapi medis
- Asam traneksamat 1 amp/ 8 jam/ IV
- Piracetam 3 gr/ 8 jam/ IV
- Manitol 100cc/ 4 jam/ IV
- Dextofen 1 amp/ 12 jam/ IV
- Fentanyl 2cc / jam /IV
- Milos 3 cc / jam /IV
B. ANALISA DATA
Hipoksia jaringan
Penurunan RR
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. D.0005 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (cedera
kepala)
2. D.0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
3. D.0017 Resiko perfusi serebral tidak efektif
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. D.0005 Pola nafas tidak efektif
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Tn. M
dengan diagnose medis Epidural hematoma (EDH) di ruang ICU RS Labuang Baji
Provinsi Sulawesi Selatan. Pembahasan ini meliputi komponen asuhan keperawatan
yaitu pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Focus
pembahasan ini difokuskan pada masalah (diagnose keperawatan) berikut
penatalaksanaannya dengan membandingkan Antara teori dan kasus nyata.
Diagnosa keperawatan pada Tn. M sesuai dengan teori SDKI, SLKI dan SIKI
(2019), antara lain :
A. D. 0005 Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan gangguan neurologis
(cedera kepala)
Definisi: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang kuat,
dengan penyebab yaitu gangguan neurologis ( seperti elektroensefalogam [EEG] positif,
cedera kepala dan gangguan kejang) Tim Pokja SDKI DPP (2019).
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada
diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan fraktur
tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2015). Pada kasus nyata
yang didapatkan pasien mengalami trauma kepala yang disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang mengakibatkan pasien mengalami gangguan suplay darah yg mengakibatkan
iskemia dan penurunan pernafasan (P: 14x/menit, Spo2 93%)
Tindakan yang dilakukan untuk pasien dengan diagnose tersebut adalah monitor
frekuensi, irama,kedalam dan upaya nafas, monitor pola nafas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmeul, cheyne-stokes, biot, atakstik), auskultasi bunyi nafas,
monitor saturasi oksigen dan pemasangan oksigen.
B. D.0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri. Salah satu penyebab dri terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu adanya agen
farmakologis (Tim Pokja SDKI DPP, 2019).
Diagnose gangguam mobilitas fisik pada pasien post op craniotomy dengan EDH
pada saat pengkajian didapatkan karena adanya prosedur anastesi dan pemasangan ETT
dan OPA yang tidak memungkinkan pasien untuk mobilisasi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk pasien dengan diagnose tersebut
adalah dukungan mobilisasi.
C. D.0017 Resiko perfusi serebral tidak efektif
Definisi: Beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak. Dengan factor
resiko yaitu cedera kepala (Tim Pokja SDKI DPP, 2019).
Diagnose resiko perfusi serebral tidak efektif pada pasien EDH di dapatkan
karena adanya peningkatan tekanan intracranial yang di tandai dengan TD: 141/80
mmHg, CRT > 3 detik, dan akral teraba dingin.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada diagnose tersebut adalah
mengdentifikasi penyebab peningktakan TIK dan Melakukan monitor tanda dan gejala
peningkatan TIK.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Craniotomi adalah jenis operasi otak. operasi ini juga dilakukan untuk otak
pengangkatan tumor, untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk
mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral),
untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh
darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak,
untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak. (Greenberg, 2008)
B. SARAN
Semoga dengan pembuatan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang telah membantu dan memberikan
motivasi dalam pembuatan laporan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan masih banyak kekurangandan
jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini yang nantinya akan memberikan
manfaat kepada kita semua khususnya dikalangan mahasiswa, petugas kesehatan,
ataupun yang bekerja diinstitusi kesehatan khususnya keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Sudart. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.Jakarta: EGC.
George, A. dan Charlemen, J. E. (2017).Surgical Technology Exam Review. St. Louis
Missouri: Elsevier
Greenberg, M.I.; Hendrickson, R.G.; Silvenberg, M., 2008. Greenberg Teks Atlas:
Kedokteran Kedaruratan. Jakarta: Erlangga, pp. 312-3
Herdman, T. H. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (edisi 1).
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
Jakarta: DPP PPNI
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC