Anda di halaman 1dari 36

BAB I

KONSEP MEDIS

A. CRANIOTOMY
1. Definisi
Bedah kraniotomi merupakan pembedahan dengan pembuatan
lubang di kranium untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.
Kraniotomi berpengaruh pada anatomi tubuh bagian kulit, periosteum, tulang,
dura mater, arachnoid mater, pia mater, subdural, dan cairan serebrospinal
(George dan Charlemen, 2017).
2. Tujuan
Craniotomi adalah jenis operasi otak. operasi ini juga dilakukan untuk otak
pengangkatan tumor, untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk
mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral),
untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh
darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak,
untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak. (Greenberg, 2008)
3. Etiologi
Etiologi dilakukannya craniotomy adalah:
a. Adanya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak,
misalnya pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul.
b. Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak. Misalnya
membentur tanah atau mobil
c. Kombinasi keduanya
4. Komplikasi post op craniotomy
a. Edema cerebral
b. Syok hipovolemik
c. Hydrocephalus

B. EPIDURAL HEMATOMA (EDH)


1. Definisi
Beberapa pengertian mengenai epidural hematoma (EDH) sebagai berikut:
a. Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari sebuah trauma
kepala (Greenberg et al , 2013).
b. Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter
dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus
temporal dan pareteral. Kadang-kadang, hematoma epidural mungkin akibat
robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior
(Smeltzer&Bare, 2014).
c. Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih
besar,sehingga menimbulkan perdarahan (Anderson, 2015).

2. Etiologi
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang
ada diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan
fraktur tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2015).
Perdarahan biasanya bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling sering),
vena diploica (karena fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus duralis
(Bajamal, 2017).
3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural
hematom diantaranya adalah mengalami penurunan kesadaran sampai koma secara
mendadak dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu keadaan
“lucid interval” yaitu diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu terjadinya
koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita adalah baik, tekanan darah yang
semakin bertambah tinggi, nadi semakin bertambah lambat, sakit kepala yang
hebat, hemiparesis, dilatasi pupil yang ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur
CSS dari hidung (rinorea) dan telinga (othorea), susah bicara, mual, pernafasan
dangkal dan cepat kemudian irregular, suhu meningkat, funduskopi dapat
memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan foto rontgen menunjukan
garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri meningea media atau salah
satu cabangnya (Greenberg et al, 2013).
4. Patofisilogi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau
trauma atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh
darah arteri, khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara
durameter dan tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan
yang memenuhi epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah
akan memotong atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini akan
memperluas hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak
dibawahanya yaitu lobus temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya
hematom maka akan memberikan efek yang cukup berat yakni isi otak akan
mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan penekanan saraf yang ada dibawahnya
seperti medulla oblongata yang menyebabkan terjadinya penurunan hingga hilangnya
kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus okulomotor yang menekan saraf sehingga
menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya terjadi penekanan saraf yang ada diotak
(Japardi, 2015 dan Mcphee et al, 2014).
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doengoes (2015), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan
pada kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut:
a. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal
mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang kasar
dan penampakan yang bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya
merupakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi mingkin
juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari pencampuran antara
darah yang menggumpal dan tidak menggumpal.
b. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas
karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam
pencitraan hematom dan cedera batang otak.
c. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma.
d. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
e. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya fragmen tulang.
f. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
g. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak.
h. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
i. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.
6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada cedera kepala menurut Wijaya (2013), yaitu:
a. Epilepsy pasca trauma
Epilepsy pasca trauma adalah suatu kelainan dimanakejang beberapa waktu
setelah otak mengalami cedera karena benturan kepala. Kejang ini tejadi sekitar
10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus
dan sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
b. Edema paru
Komplikasi paru-paru yang paling serius pada pasien cedera kepala adalah edema
paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat dari
sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat dari cedera otak
yang menyebabkan adanya refleks chusing. Peningkatan pada tekanan darah
sitemik terjadi sebagai respon dari system saraf simpatis pada peningkatan TIK.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh umum ini menyebabkan lebih banyak darah
dialirkan ke paru-paru. Perubahan permeabilitas prmbuluh darah paru-paru
berperan dalam proses dengan memungkinkan cairan berpindah ke alveolus.
Kerusakan difusi oksigen dan karbondioksida dari darah dapat menimbulkan
peningkatan TIK lebih lanjut (Hudak dan Gallo, 2010)
c. Afiksia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan Bahasa karena terjadi
cedera pada area bahasa dan otak. Penderita tidak mampu memahami atau
mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahsa adalah
lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis sebelahnya.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari:
a. Terapi Operatif.
Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan melakukan
kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan menunjukan volum
perdarahan/hematom sudah lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 cm atau
dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang
dilakukan adalah evakuasi hematom untuk menghentikan sumber
perdarahansedangkan tulang kepala dikembalikan. Jika saat operasi tidak
didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan (Bajamal,
1999).
b. Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau posisikan trendelenburg terbalik untuk mengurangi TIK.
2) Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian
dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam).
3) Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri.
4) Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera
meliputi :
1. Identitas klien meliputi:
a. Nama :
b. Umur: EDH biasanya sering terjadi pada usia produktif dihubungkan dengan
angka kejadian kecelakaan yang rata-rata sering dialami oleh usia produktif
c. Jenis kelamin: EDH dapat terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan
d. Agama
e. Pendidikan
f. Alamat
g. Pekerjaan
h. Status perkawinan
2. Riwayat kesehatan
a. Diagnosa medis,
b. Keluhan utama: keluhan utama biasanya nyeri kepala setelah kecelakaan,
dapat menjadi lucid interval (kehilangan kesadaran secara mendadak) ketika
EDH tidak ditangani dengan segera.
c. Riwayat penyakit sekarang berisi tentang kejadian yang mencetuskan EDH,
kondisi paseien saat ini serta uapaya yang sudah dilakukan pada pasien.
d. Riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi,
imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat
penyakit keluarga
3. Genogram
4. Pengkajian keperawatan (Pola Gordon)
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan
merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-obatan)
b. Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan
kelemahan otot)
c. Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
d. Pola eliminasi
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Persepsi diri dan konsep diri
h. Pola toleransi dan koping stress
i. Pola seksual dan reproduksi
j. Pola hubungan dan peran
k. Pola nilai dan keyakinan
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum, tanda vital
b. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi
maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
c. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi
menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yang diselingi dengan
bradikardia,disritmia).
d. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah
satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Pengkajian system saraf kranial:
Pengkajian saraf kranial yang ditemui pada Epidural Hematom :
1) Saraf I : klien akan mengalami gangguan penciuman/anosmia unilateral
dan bilateral
2) Saraf II : klien yang mengalami hematom palpebra akan mengalami
penurunan lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus
3) Saraf III, IV, dan VI : klien mengalami gangguan anisokoria
4) Saraf V : klien mengalami gangguan koordinasi kemampuan dalam
mengunyah
5) Saraf VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan
6) Saraf VIII ; pendengaran mengalami perubahan
7) Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan dalam
membuka mulut
8) Saraf XI : klien tidak mampu mobilisasi
9) Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan
e. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia urin, ketidakmampuan menahan miksi.
f. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan
menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
g. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang
terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan
refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. D.0005 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (cedera
kepala)
Definisi :
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab:
a. Depresi pUsat pernapasan
b. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
c. Deformitas dinding dada.
d. Deformitas tulang dada.
e. Gangguan neuromuskular.
f. Gangguan neurologis (mis elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala
ganguan kejang).
g. maturitas neurologis.
h. Penurunan energi.
i. Obesitas.
j. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
k. Sindrom hipoventilasi.
l. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf CS ke atas).
m. Cedera pada medula spinalis.
n. Efek agen farmakologis.
o. Kecemasan.

Tanda dan gejala mayor:

Subjektif Objektif
1. Dyspnea 1. Penggunaan otot bantu pernapasan.
2. Fase ekspirasi memanjang.
2. Pola napas abnormal (mis.
takipnea. bradipnea, hiperventilasi
kussmaul cheyne-stokes).
Tanda dan gejala minor:

Subjektif Objektif
1. Ortopnea 1. Pernapasan pursed-lip.
2. Pernapasan cuping hidung.
3. Diameter thoraks anterior—
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
Kondisi klinis terkait:
a. Depresi system saraf pusat
b. Cedera kepala
c. Trauma thoraks
d. Gullian barre syndrome
e. Multiple sclerosis
f. Myasthenia gravis
g. Stroke
h. Kuadriplegia
i. Intoksikasi alkohol
2. D.0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
Definisi:
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
Penyebab:
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Keterlambatan perkembangan
h. Kekakuan sendi
i. Kontraktur
j. Malnutrisi
k. Gangguan muskuloskeletal
l. Gangguan neuromuskular
m. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
n. Efek agen farmakologis
o. Program pembatasan gerak
p. Nyeri
q. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r. Kecemasan
s. Gangguan kognitif
t. Keengganan melakukan pergerakan
u. Gangguan sensoripersepsi
Tanda dan gejala mayor:

Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit menggerakan 1. Kekuatan otot menurun
ekstremitas 2. Rentang gerak (ROM) menurun

Tanda dan gejala minor:

Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit menggerakan 1. Sendi kaku
ekstremitasNyeri saat 2. Gerakan tidak terkoordinasi
bergerak 3. Gerakan terbatas
2. Enggan melakukan 4. Fisik lemah
pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Kondisi klinis terkait:
a. Stroke
b. Cedera medula spinalis
c. Trauma
d. Fraktur
e. Osteoarthirtis
f. Ostemalasia
g. Keganasan
3. D.0017 Resiko perfusi serebral tidak efektif
Definisi:
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak
Penyebab:
a. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial
b. Penurunan kinerja ventikel kiri
c. Aterosklrosis aorta
d. Diseksi arteri
e. Fibrilasi atrium
f. Tumor otak
g. Stenosis karotis
h. Miksoma atrium
i. Aneurisma serebri
j. Koagulopati (mis. anemia sel sabit)
k. Dilatasi kardiomiopati
l. Koagulasi (mis. anemia sel sabit)
m.Embolisme
n. Cedera kepala
o. Hiperkolesteronemia
p. Hipertensi
q. Endokarditis infektif
r. Katup prostetik mekanis
s. Stenosis mitral
t. Neoplasma otak
u. Infark miokard akut
v. Sindrom sick sinus
w. Penyalahgunaan zat
x. Terapi tombolitik
y. Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi bypass)
Kondisi klinis terkait:
a. Stroke
b. Cedera kepala
c. Aterosklerotik aortik
d. Infark miokard akut
e. Diseksi arteri
f. Embolisme
g. Endokarditis infektif
h. Fibrilasi atrium
i. Hiperkolesterolemia
j. Hipertensi
k. Dilatasi kardiomiopati
l. Koagulasi intravaskular diseminata
m. Miksoma atrium
n. Neoplasma otak
o. Segmen ventrikel kiri akinetik
p. Sindrom sick sinus
q. Stenosis karotid
r. Stenosis mitral
s. Hidrosefalus
t. Infeksi otak (mis. meningitis, ensefalitis, abses serebri)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. D.0005 Pola nafas tidak efektif

Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi keperawatan


Indonesia indonesia
SLKI: SIKI:
Setelah dilakukan tindakan Pemantauan jalan nafas (01014)
keperawatan diharapakan pola nafas Observasi:
kembali normal dengan kriteria hasil: 1. Monitor frekuensi, irama,kedalam
1. Dyspnea menurun dan upaya nafas
2. Pemanjangan fasen ekspirasi 2. Monitor pola nafas (seperti
menurun bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
3. Frekuensi nafas membaik kussmeul, cheyne-stokes, biot,
4. Kedalaman nafas membaik atakstik)
3. Auskultasi bunyi nafas
4. Monitor saturasi oksigen
5. Monitor AGD
6. Monito hasil x-ray thoraks
Terapeutik:
1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Dukungan ventilasi (I.01002)
Observasi:
1. Monitor status respirasi dan
oksigenasi (mis, frekuensi dan
kedalaman nafas, penggunaan otot
bantu napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen).
Terapeutik:
1. Berikan oksigen sesuai kebutuhan

2. D.0054 Gangguan mobilitas fisik

Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi keperawatan


Indonesia indonesia
SLKI: SIKI:
Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi (I.05173)
keperawatan diharapakan gangguan Observasi:
mobilitas fisik menurun dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
kriteria hasil: keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan ektremitas meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik
2. Kekuatan otot meningkat melakuakan pergerakan
3. Rentang gerak (ROM) meningkat 3. Monitor tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
4. Monitor keadaan umum sebelum
melakukan mobilisasi
Terapeutik:
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis: pagar
tempat tidur)
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien untuk
meningkatkan pergerakan.
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur.

3. D.0017 Resiko perfusi serebral tidak efektif

Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi keperawatan


Indonesia indonesia
SLKI: SIKI:
Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan TIK
keperawatan diharapakan tidak terjadi (I.06198)
perfusi serebral dengan kriteria hasil: Observasi:
1. Nilai rata-rata tekanan darah 1. Identifikasi penyebab peningktakan
meningkat TIK
2. Kesadaran membaik 2. Monitor tanda dan gejala
peningkatan TIK
3. Monitor status pernafasan
4. Monitor intake dan outout cairan
Terapeutik:
1. Berikan posisi semi fowler
2. Pertahankan suhu tubuh normal

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Berdasarkan terminologinya NIC, implementasi terdiri atas melakukan
dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan untuk
intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap
implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
tindakan tersebut. [ CITATION Bar10 \l 1057 ]

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperwatan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Evaluasi keperawatan adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan professional kesehatan menetukan kemajuan klien menuju
pencapaian tujuan/hasil ataukeefektifan rencana asuhan keperawatan (Kozier, erb,
berman, & snyder, 2010).
Evaluasi merupakan evaluasi intervensi keperawatan dan terapi dengan
membandingkan kemajuan klien dengan tujuan dan hasil yang diinginkan(Potter &
Perry, 2010).
Prosedur operasi
 Non Trauma Trauma craniotomi

Prosedur anastesi
Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot, Jaringan otak rusak Kelemahan


dan vaskuler (kontusio laserasi)

Perdarahan Gangguan suplai Port de entry kuman Meningkatkan - Perubahann autoregulasi


- Oedem serebral Gangguan mobilitas
darah mediator nyeri
fisik
Risiko Peruba Risiko infeksi
syok han Nyeri akut Kejang
Iskemia
sirkulas i
CSS Pnurunan RR
Inflamasi
Hipoksia Jaringan Gangguan
Risiko Pola
neurologis vokal
-  Perfusi serebral tidak Nafas
Peningkatan TIK Mual Pelepasan mediator kimia
-  efektif Tidak
Papilodema Efektif
-  Pandangan Defisit neurologis
Gilus medialis kabur Penurunan Eksudat purulen
lobus temporalis -  fungsi Risiko
tergeser  pendengaran Gangguan
kekurangan volume
persepsi sensori Akumulasi sekret
 Nyeri kepala cairan
Herniasi unkus - 
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Mesenfalon Risiko cidera Tonsil cerebrum Kompresi medula oblongata

Gangguan Imobilisasi Gangguan mobilitas Supine terlalu lama Kerusakan


fisik integritas kulit
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Nama/ umur : Tn. M Agama : Kristen


Pendidikan : SMA Bahasa : Indonesia
Pekerjaan : -
Status perkawinan : Belum menikah
Taanggal MRS : 27/12/2021
Tanggal dan jam pengambilan data: 28/12/2021 (08.00)
Diagnose medis : Post op craniotomy
dengan EDH

2. Riwayat kesehatan :
a. Riwayat kesehatan sekarang :
- Alasan MRS :
Kecelakaan lalu lintas

- Keluhan utama :
Penurunan kesadaran

- Riwayat keluhan utama :


Pasien di rujuk dari RSUD Lakipadada ke RSUD Labuang baji pada tanggal
26/12/2021 dengan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas pada tanggal 24/12/2021. Pasien mual dan muntah sebanyak 2x, muntah
berwarna kecoklatan, tidak ada kejang. Keluarga pasien mengatakan pasien
lebih banyak tertidur. Pasien dipindahkan dari UGD ke ICU pada tanggal
27/12/2021 pada pukul 00.30 wita

b. Riwayat kesehatan yang lalu dan riwayat kesehatan keluarga :


Menurut keterangan keluarga Tn.M. pasien dan anggota keluarga lainnya tidak
memiliki riwatar penyakit seperti DM, Hipertensi dan TB

3. Genogram
Keterangan :

G I : Kakek dan nenek pasien masih hidup dan sehat serta tidak memiliki riwayat
penyakit apapun
G II : Ayah dan ibu pasien masih hidup dan sehat serta tidak memiliki riwayat
penyakit apapun
G III : pasien merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara dan pasien tinggal bersama ayah
ibu serta saudranya.

4. Pemeriksaan fisik / biologis:


- TD: 141/80 mmHg, Suhu: 38,5 0C
- Nadi :105 x/menit, Pernafasan :14 x/menit
- BB : 64 kg, TB: 160 cm
- Kesadaran : Apatis
- GCS : 13 (E 3 M 6 V 4)
- Kepala : Bentuk kepala mesochepal, tampak ada luka bekas operasi pada kepala
sebelah kanan dan memar di sekitar wajah
- Mata: Tampak memar pada mata sebelah kanan, konjungtiva anemis, sklera tidk
ikterik, tidak tampak rakun eyes
- Hidung: Bentuk hidung simetris, tidak terdapat sekret dan terpasang ventilator
- Telinga : simetris kiri dan kanan, kedua telinga bersih, tidak tampak perdarahan,
fungsi pendengaran baik
- Mulut: Bibir simetris, warna bibir pucat, terpasang ETT dan OPA
- Leher: Tidak terdapat memar, tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid
- Dada:
Terpasang elektrokardiogram
Paru-paru :
Inspeksi: dada tampak datar, simetris, warna sesuai disekitar
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : terpasang ETT dan OPa

Jantung:
Inspeksi : tidak tampak iktus kordis
Palpasi : teraba iktus kordis tidak bergeser
Perkusi : pekak
Auskultasi : SI dan SII murni reguler

- Abdomen:
Inspeksi : bentuk datar, keadaan bersih, warna sesuai kulit sekitar
Auskultasi : bising usus 7x/menit
Perkusi : thympani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan

- Genital : terpasang kateter urin


- Ekstremitas :
Terpasang syring pump fentanyl dan milos pada tangan kiri
Terpasang infus manitol pada kaki kiri
Akral teraba dingin
ROM

5 3 + +
5 3 + +

5. Pemeriksaan status neurologis:


a. GCS : 13
b. Saraf kranial I-XII
N I : klien mengalami gangguan penciuman
N II : klien mengalami penurunan lapang pandang
N III, IV, VI : gerakan bola mata klien baik
N V : klien mengalami gangguan koordinasi dalam mengunyah
N VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan
N VIII : pendengaran baik
N IX, X :kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan dalam membuka mulut
N XI : klien tidak mampu mobilisasi
N XII : indra pengecapan klien mengalami perubahan
6. Pola kebiasaan pasien :
- Nutrisi : ☒ t.a.k ☐ anoreksia ☐ nausea ☐ vomitus
Jenis diet: ☐ sonde/NGT ☐ infuse/ TPN/PPN ☐ lain-lain_________
- Eliminasi urin : ☒ t.a.k ☐ inkontinensia ☐ retensi ☐ nokturia ☐ polyuria
☐ anuria ☐ dysuria ☐ hematuria ☐ lain-lain_________
- Eliminasi fecal : ☐ t.a.k ☐ kostipasi ☐ diare ☐ perdarahan/melena ☐ ostomy
☐ lain-lain_________
- Aktivitas : ☐ mandiri ☐ ketergantungan sebagian (partial) ☒ ketergantungan
penuh (total) ☐ lain-lain__________
- Istirahat dan tidur : ☐ t.a.k ☐ insomnia ☐ hypersomnia ☐ lain-lain : klien lebih
sering tertidur
- Kebiasaan lain: ☐ merokok ☐ kafein ☒ alcohol ☐ lain-lain_________
7. Data penunjang (EKG, EEG, Laboratorium, pemeriksaan radiologi dan lain-lain)
a. CT Scan ( tanggal 26/12/2021)
- Lesi hiperdens biconvex di region temporal dexter, ukuran 1.15 x 5, 28 x 5,
48cm
- Tampak pula lesi hiperdens di ruang subarachnoid region oksipital sinistra
- Pons dan cerebellum baik
- Sella, suprasella, dan parasella baik
- Cerebello pontin angle baik, tidak tampak sol
- System ventrikel baik, simetris, tidak tampak lesi patologik
- Darah di sinus maksila dexter dan sinus ethmoid bilateral
- Air cells mastoid baik
- Softtissue awelling region parietal dexter
- Garis fracture calvaria cranii region temporal dexter

Kesan:

- Perdarahan epidural regiom temporal dexter (D), volume darah 17,40 cc


- Perdarahan subarachoid
- Hematosinus maksila et ethmoid
- Fraktur calvaria cranii region temporal dexter (D)
- Softtissue awelling region parietal dexter

b. Laboratorium (tanggal 28/12/2021)

Jenis pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


Kimia klinik
Natrium (Na) 134 133-145 mEq/L
Kalium (K) 4.1 3.5-5.0 mEq/L
Klorida (Cl) 98 96-106

Jenis pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


Kimia darah
SGOT 33 6-30 IU/dL
SGPT 23 7-32 IU/dL
Albumin 3.53 3.3-5.0 g/dL
Ureum 42 <50 mg/dL
Kreatinin 0.84 L: 0.7-1.1 P: 0.6-0.9 mg/dL

Jenis pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


Analisa gas darah
pH 7.415 7.35-7.45
SO2 98 95-98 %
PO2 103 80.0-100.0 mmHg
ctO2 - 15.8-22.3 ml/dl
PCO2 34.5 35.0-45.0 mmHg
ctCO2 23 23-27 mmol/l
HCO3 21.4 22-26 mmol/l
BEecf -2 -2 s/d +2 mmol/l
LAC 0.9 0.5 – 1.6 mmol/l

8. Terapi medis
- Asam traneksamat 1 amp/ 8 jam/ IV
- Piracetam 3 gr/ 8 jam/ IV
- Manitol 100cc/ 4 jam/ IV
- Dextofen 1 amp/ 12 jam/ IV
- Fentanyl 2cc / jam /IV
- Milos 3 cc / jam /IV
B. ANALISA DATA

Simptom Etiologi Problem


Ds: - Trauma Pola nafas tidak efektif
Do:
- Pernafasan : 14x/ Tulang kranial
menit
- Tampak terpasang Gangguan neurologis
ETT dan OAT
- PCO2 : 34.5 (35.0 – Gangguan suplay darah
45.0) mmHg
Iskemia

Hipoksia jaringan

Penurunan RR

Pola nafas tidak efektif


Ds:- Trauma Gangguan mobilitas fisik
Do:
- Kesadaran menurun Tulang kranial
- Klien tampak lemah
- Klien tidak dapat Perdarahan
berpindah dari tempat
tidur Peningkatan TIK
- Tingkat kebutuhan
klien dalam pemenuhan Imobilisasi
ADL butuh bantuan
total Gangguan mobilitas fisik
- Terpasang ETT dan
OPA sehingga tidak
memungkinkan
ambulasi
Ds: - Trauma Resiko perfusi serebral
Do: tidak efektif
- CRT > 3 detik Tulang kranial
- Akral teraba dingin
- TD: 141/80 mmHg Gangguan neurologis
- Pada CT scan
diketahui: adanya Gangguan suplay darah
perdarahan epidural
region temporal dexter, Iskemia
adanya perdarahn
subarachnoid Hipoksia jaringan

Resiko perfusi serebral tidak


efektif

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. D.0005 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (cedera
kepala)
2. D.0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
3. D.0017 Resiko perfusi serebral tidak efektif

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. D.0005 Pola nafas tidak efektif

Standar Luaran Standar Intervensi keperawatan


Keperawatan Indonesia indonesia
SLKI: SIKI:
Setelah dilakukan tindakan Pemantauan jalan nafas (01014)
keperawatan diharapakan Observasi:
pola nafas kembali normal 1. Monitor frekuensi, irama,kedalam
dengan kriteria hasil: dan upaya nafas
1. Dyspnea menurun 2. Monitor pola nafas (seperti
2. Pemanjangan fasen bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
ekspirasi menurun kussmeul, cheyne-stokes, biot,
3. Frekuensi nafas membaik atakstik)
4. Kedalaman nafas 3. Auskultasi bunyi nafas
membaik 4. Monitor saturasi oksigen
5. Monitor AGD
Terapeutik:
1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Dukungan ventilasi (I.01002)
Observasi:
1. Monitor status respirasi dan
oksigenasi (mis, frekuensi dan
kedalaman nafas, penggunaan otot
bantu napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen).
Terapeutik:
1. Berikan oksigen sesuai kebutuhan

2. D.0054 Gangguan mobilitas fisik

Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi keperawatan


Indonesia indonesia
SLKI: SIKI:
Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi (I.05173)
keperawatan diharapakan gangguan Observasi:
mobilitas fisik menurun dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
kriteria hasil: keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan ektremitas meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik
2. Kekuatan otot meningkat melakuakan pergerakan
3. Rentang gerak (ROM) meningkat 3. Monitor tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
4. Monitor keadaan umum sebelum
melakukan mobilisasi
Terapeutik:
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis: pagar
tempat tidur)
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien untuk
meningkatkan pergerakan.
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur.

3. D.0017 Resiko perfusi serebral tidak efektif

Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi keperawatan


Indonesia indonesia
SLKI: SIKI:
Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan TIK
keperawatan diharapakan tidak terjadi (I.06198)
perfusi serebral dengan kriteria hasil: Observasi:
1. Nilai rata-rata tekanan darah 1. Identifikasi penyebab peningktakan
meningkat TIK
2. Kesadaran membaik 2. Monitor tanda dan gejala
peningkatan TIK
3. Monitor status pernafasan
4. Monitor intake dan outout cairan
Terapeutik:
1. Berikan posisi semi fowler
2. Pertahankan suhu tubuh normal

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tanggal No Dx Jam Implementasi


27/12/21 I 08.15 1. Melakukan monitor frekuensi, irama,kedalam S: -
dan upaya nafas
Hasil: Pola nafas :14x/ menit O:
08.15 2. Melakukan monitor pola nafas - Pernafasa
Hasil: Terpasang ventilator - Tampak
08.15 3. Melakukan monitor saturasi oksigen - Cek AGD
Hasil: 93% A:
09.00 4. Melakukan monitor AGD Masalah belum
Hasil : PCO2 = 34.5 mmHg P:
09.00 5. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan Intervensi dilan
Hasil : Terpasang ETT dan OPA
27/12/21 II 09.15 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik S: -
lainnya
2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakuakan O:
pergerakan - Kesadara
Hasil: Klien terpasang ETT dan OPA - Klien tam
3. Melakukan monitor tekanan darah sebelum - Klien tid
memulai mobilisasi - Tingkat
4. Melakukan monitor keadaan umum sebelum ADL but
melakukan mobilisasi - Terpasan
5. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat memungk
bantu A:
6. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien Masalah belum
untuk meningkatkan pergerakan. P:
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi Intervensi dilan
8. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
27/12/21 III 09.15 1. Mengdentifikasi penyebab peningktakan TIK S: -
Hasil: klien merupakan post op craniotomy
09.15 2. Melakukan monitor tanda dan gejala peningkatan O:
TIK - CRT > 3
Hasil : TD: 141/80 mmHg - Akral ter
09.15 3. Melakukan monitor status pernafasan - TD: 141/
Hasil: P : 14x/menit - Pada CT
09.15 4. Melakukan monitor intake dan outout cairan epidural
Hasil : urin : 500cc perdarahn
09.15 5. Pertahankan suhu tubuh normal A:
Hasil: suhu 38.5 0C Masalah belum
P:
Intervensi dilan

28/12/21 I 22.00 1. Melakukan monitor frekuensi, irama, kedalam S: -


dan upaya nafas
Hasil: Pola nafas :20x/ menit O:
22.00 2. Melakukan monitor pola nafas - Pernafasa
Hasil: Terpasang ventilator - Tampak
22.00 3. Melakukan monitor saturasi oksigen A:
Hasil: 99% Masalah teratas
22.00 4. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan P:
Hasil : Terpasang ETT dan OPA Pertahankan int
28/12/21 II 22.05 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik S: -
lainnya
2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakuakan O:
pergerakan - GCS : E
Hasil: klien terpasang ETT dan OPA - Klien tam
3. Melakukan monitor tekanan darah sebelum - Klien tid
memulai mobilisasi - Tingkat
4. Melakukan monitor keadaan umum sebelum ADL but
melakukan mobilisasi - Terpasan
5. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat memungk
bantu A:
6. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien Masalah teratas
untuk meningkatkan pergerakan. P:
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi Intervensi dilan
8. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
28/12/21 III 23.00 1. Mengdentifikasi penyebab peningktakan TIK S: -
Hasil: klien merupakan post op craniotomy
23.00 2. Melakukan monitor tanda dan gejala peningkatan O:
TIK - CRT <
Hasil : TD: 115/80 mmHg - Akral
23.00 3. Melakukan monitor status pernafasan - TD: 11
Hasil: P : 20x/menit A:
23.00 4. Melakukan monitor intake dan outout cairan Masalah terata
Hasil : urin : 200cc P:
23.00 5. Pertahankan suhu tubuh normal Pertahankan in
Hasil: suhu 37.0 0C
29/12/21 I 07.00 1. Melakukan monitor frekuensi, irama, kedalam S: -
dan upaya nafas
Hasil: Pola nafas :24x/ menit O:
07.00 2. Melakukan monitor pola nafas - Pernafasa
Hasil: Suara napas vesikuler - Tampak
07.00 3. Melakukan monitor saturasi oksigen A:
Hasil: 99% Masalah teratas
07.00 4. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan P:
Hasil : Terpasang O2 NRM Pertahankan int
29/12/21 II 07.10 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik S: -
lainnya
2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakuakan O:
pergerakan - GCS : E
3. Melakukan monitor tekanan darah sebelum - Klien tam
memulai mobilisasi - Klien dap
Hasil : TD : 120/80 mmHg - Tingkat
4. Melakukan monitor keadaan umum sebelum ADL but
melakukan mobilisasi A:
Hasil: kedaan klien masih lemah Masalah teratas
5. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat P:
bantu Pertahankan int
6. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien
untuk meningkatkan pergerakan.
Hasil : Keluarga kooperatif dan membantu klien
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Hasil : Keluarga mengerti dengan apa yang
dijelaskan
8. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
Hasil: Keluarga dank lien kooperatif
29/12/21 III 07.15 1. Mengdentifikasi penyebab peningktakan TIK S: -
Hasil: klien merupakan post op craniotomy
07.15 2. Melakukan monitor tanda dan gejala peningkatan O:
TIK - CRT < 2
Hasil : TD: 120/80 mmHg - Akral te
07.15 3. Melakukan monitor status pernafasan - TD: 120
Hasil: P : 24x/menit A:
07.15 4. Melakukan monitor intake dan outout cairan Masalah teratas
Hasil : urin : 600cc P:
07.15 5. Pertahankan suhu tubuh normal Pertahankan in
Hasil: suhu 36.5 0C
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Tn. M
dengan diagnose medis Epidural hematoma (EDH) di ruang ICU RS Labuang Baji
Provinsi Sulawesi Selatan. Pembahasan ini meliputi komponen asuhan keperawatan
yaitu pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Focus
pembahasan ini difokuskan pada masalah (diagnose keperawatan) berikut
penatalaksanaannya dengan membandingkan Antara teori dan kasus nyata.

Diagnosa keperawatan pada Tn. M sesuai dengan teori SDKI, SLKI dan SIKI
(2019), antara lain :

A. D. 0005 Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan gangguan neurologis
(cedera kepala)
Definisi: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang kuat,
dengan penyebab yaitu gangguan neurologis ( seperti elektroensefalogam [EEG] positif,
cedera kepala dan gangguan kejang) Tim Pokja SDKI DPP (2019).
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada
diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan fraktur
tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2015). Pada kasus nyata
yang didapatkan pasien mengalami trauma kepala yang disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang mengakibatkan pasien mengalami gangguan suplay darah yg mengakibatkan
iskemia dan penurunan pernafasan (P: 14x/menit, Spo2 93%)
Tindakan yang dilakukan untuk pasien dengan diagnose tersebut adalah monitor
frekuensi, irama,kedalam dan upaya nafas, monitor pola nafas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmeul, cheyne-stokes, biot, atakstik), auskultasi bunyi nafas,
monitor saturasi oksigen dan pemasangan oksigen.
B. D.0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri. Salah satu penyebab dri terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu adanya agen
farmakologis (Tim Pokja SDKI DPP, 2019).
Diagnose gangguam mobilitas fisik pada pasien post op craniotomy dengan EDH
pada saat pengkajian didapatkan karena adanya prosedur anastesi dan pemasangan ETT
dan OPA yang tidak memungkinkan pasien untuk mobilisasi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk pasien dengan diagnose tersebut
adalah dukungan mobilisasi.
C. D.0017 Resiko perfusi serebral tidak efektif
Definisi: Beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak. Dengan factor
resiko yaitu cedera kepala (Tim Pokja SDKI DPP, 2019).
Diagnose resiko perfusi serebral tidak efektif pada pasien EDH di dapatkan
karena adanya peningkatan tekanan intracranial yang di tandai dengan TD: 141/80
mmHg, CRT > 3 detik, dan akral teraba dingin.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada diagnose tersebut adalah
mengdentifikasi penyebab peningktakan TIK dan Melakukan monitor tanda dan gejala
peningkatan TIK.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Craniotomi adalah jenis operasi otak. operasi ini juga dilakukan untuk otak
pengangkatan tumor, untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk
mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral),
untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh
darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak,
untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak. (Greenberg, 2008)

Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara


durameter dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus
temporal dan pareteral. Kadang-kadang, hematoma epidural mungkin akibat robeknya
sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior (Smeltzer&Bare,
2014).

Pasien dengan EDH akan mengalami peningkatan TIK karena perdarahan


pada otak. Peningkatan TIK iniakan menyebabkan suplai oksigen ke serebal
mengalami gangguan, sehingga terjadi hipoksia otak yang nantinya berakibat
terjadinya iskemik jaringan. Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan
kejadian tersebut yaitu mengalami penurunan kesadaran, nyeri hebat pada kepala dan
bahkan akan menyebabkan terganggunya motorik bicara. Diagnose yang muncul pada
pasien dengan kasus EDH inisial Tn. M di ruang ICU RS Labuang baji yaitu pola
nafas tidak efektif, gangguan mobilitas fisik dan resiko perfusi serebral tidak efektif.
Saat dilakukan pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran,, tampak sedikit
“meracau” dan gelisah. Saat diajak komunikasi, bahasa pasien tidak jelas dan sulit
dimengerti.

B. SARAN

Semoga dengan pembuatan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang telah membantu dan memberikan
motivasi dalam pembuatan laporan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan masih banyak kekurangandan
jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini yang nantinya akan memberikan
manfaat kepada kita semua khususnya dikalangan mahasiswa, petugas kesehatan,
ataupun yang bekerja diinstitusi kesehatan khususnya keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Sudart. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.Jakarta: EGC.
George, A. dan Charlemen, J. E. (2017).Surgical Technology Exam Review. St. Louis
Missouri: Elsevier
Greenberg, M.I.; Hendrickson, R.G.; Silvenberg, M., 2008. Greenberg Teks Atlas:
Kedokteran Kedaruratan. Jakarta: Erlangga, pp. 312-3
Herdman, T. H. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (edisi 1).
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
Jakarta: DPP PPNI
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai