A. Konsep Medis
3. Manifestasi Klinis
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa manifestasi klinis fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran
fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui
dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c.Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainya.
d. Edema dan ecchymosis lokal
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
6. Pemeriksaan Penunjang
Belleza (2016) menjelaskan bahwa periksaan yang dapat
dilakukan pada pasien dengan diagnosa fraktur femur adalah:
a. Pemeriksaan X ray, berfungsi untuk menentukan lokasi dan luas
fraktur
b. Bone scans, tomograms, computed tomography (CT) atau Magnetig
Resonance Imaging (MRI), bertujuan untuk memfisualisasi fraktur,
perdarahan, kerusakan jaringan, dan membedakan antara ftaktur
akibat trauma dengan neoplasma tulang
c. Arteriogram, yaitu pemeriksaan yang dapat dilakukan aabila dicurigai
terjadi kerusakan pembuluh darah okuli
d. Complete Blood Cound (CBC). Jika hasil pemeriksaan hitung darah
lengkap menunjukkan bahwa hematokrit mengalami peningkatan atau
penurunan (hemokonsentrasi) menunjukkan adanya perdarahan pada
lokasi fraktur atau organ di sekitar lokasi trauma. Hasil pemeriksaan
hitung darah lengkap yang menunjukkan peningkatan sel darah putih
(WBC) merupakan tanda respon stres normal setelah trauma atau
terjadinya fraktur
e. Urine creatinine (Cr) clearance, untuk mengetahui trauma atau
Fraktur yang terjadi menyebabkan meningkatnya Cr pada ginjal
f. Coagulation profile, bertujuan untuk mengetahui perubahan akibat
kehilangan darah.
7. Penatalaksanaan
Norvell (2017) menjelaskan bahwa penatalaksanaan pada pasien
dengan fraktur adalah melalui metode RICE, yaitu:
a. Rest
Nyeri merupakan sinyal tubuh bahwa telah terjadi suatu masalah. Hal
yang harus dilakukan ketika mengalami nyeri adalah menghentikan
kegiatan fisik dan yang paling penting harus dilakukan 2 hari pertama.
b. Ice
Kompres menggunakan es pada hari pertama hingga hari kedua pasca
terjadinya trauma bertujuan untuk mengurangi nyeri atau rasa sakit,
dan menghentikan perdarahan.
c. Compression
Pemberian tekanan pada tubuh yang mengalami trauma dapat
dilakukan menggunakan elastic medical bandage atau ACE bandage.
d. Elevation
Hal terakhir yang bisa dilakukan untuk menangani fraktur adalah
dengan mengelevasikan bagian yang trauma lebih tinggi dari jantung.
Hal ini bertujuan untuk melancarkan sirkulasi.
Muttaqin (2018) menjelaskan bahwa penatalaksanaan fraktur melalui
pembedahan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragment
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup,
traksi, dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu
yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama.Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur,
pasien harus disiapkan untuk menjalani prosedur dan harus
diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anesthesia. Ekstremitas
yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup pada banyak
kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual.
b) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal
atau yang biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada
fraktur yang terjadi pada tulang panjang dan fraktur fragmented.
Eksternal dengan fiksasi, pin dimasukkan melalui kulit ke dalam
tulang dan dihubungkan dengan fiksasi yang ada dibagian luar.
Indikasi yang biasa dilakukan penatalaksanaan dengan eksternal
fiksasi adalah fraktur terbuka pada tulang kering yang memerlukan
perawatan untuk dressings.
Clinical Pathway
FRAKTUR
Peningkatan Terputusnya
Pergeseran fragmen tekanan kapiler vena/arteri
tulang Kerusa
kan
integrit
as kulit
Deformitas Pelepasan histamin Perdarahan Kerusakan
integritas
jaringan
Penekanan
pembuluh darah
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Identifikasi adanya nyeri pada lokasi fraktur atau tidak
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
femur, bagaimana mekanisme terjadinya, pertolongan apa yang sudah
di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang femur
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun
ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah,
seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien
yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit.
2) Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB
seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya
program eliminasi dilakukan ditempat tidur.
3) Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami
perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti
timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitalisasi.
4) Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas)
sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan
ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi
anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan
aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya
sendiri.
5) Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun
harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan
pasien ditempat tidur.
6) Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain
itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, jika
terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak
psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam
perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya
program immobilisasi serta proses penyembuhan yang cukup lama.
7) Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur femur riwayat spiritualnya tidak
mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa
bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa mengartikan
makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya.
8) Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan
sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya
karena merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau ada program
amputasi).
g) Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pre operasi: pada pemeriksaan sistem pernafasan tidak mengalami
gangguan.
Post operasi: biasanya terjadi reflek batu tidak efektif sehingga
terjadi penurunan akumulasi sekret. Bisa terjadi apneu, lidah ke
belakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri.
2) B2 (Blood)
Pre operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka.
Post operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
3) B3 (Brain)
Pre operasi: tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
Post operasi: dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan
anastesi, nyeri akibat pembedahan.
4) B4 (Bladder)
Pre operasi: biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada
sistem ini.
Post operasi: terjadi retensi urin akibat general anastesi.
5) B5 (Bowel)
Pre operasi: pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal,
pola defekasi tidak ada kelainan.
Post operasi: penurunan gerakan peristaltic akibat general anastesi.
6) B6 (Bone)
Pre operasi: adanya deformitas, nyeri tekan pada daerah trauma.
Post operasi: gangguan mobilitas fisik akibat pembedahan.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan
pembedahan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
fungsi muskuloskletal, nyeri/ketidaknyamanan, gangguan
fungsi muskuloskeletal, imobilisasi
4) Resiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi,
paralisis, perubahan tingkat kesadaran
5) Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan
malnutrisi, obesitas, hambatan mobilitas, gangguan psikologis,
diabetes mellitus
6) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan
medis (pemasangan fiksasi eksternal)
8) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
paparan informasi yang ada
3. Intervensi Keperawatan
C. Discharge Planning
5. Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa discharge planning
untuk pasien fraktur adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan masukan cairan
2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4. Kontrol sesuai jadwal
5. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada
keluhan
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7. Hindari trauma ulang
8. Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisis 13. Jakarta:
EGC.
Keiler, J., Sidel, R., Wree, A. 2018. The femoral vein diameter and its correlation
with sex, age and body mass index – An anatomical parameter with clinical
relevance. The Journal of Venous Desease. 0(0): 1-12.
Risnanto dan U. Insani. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Sietem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish.