Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Medis

1. Definisi Fraktur Femur


Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Norvell, 2017; Keany 2015). Fraktur femur yang
digambarkan sesuai lokasi, dapat dikelompokkan menjadi 3, meliputi
proksimal atau ujung atas dekat panggul, shaft/poros tulang, dan distal
atau ujung bawah dekat lutut (Avruskin, 2013; Romeo, 2018)

2. Etiologi Fraktur Femur


Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa etiologi fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Faktor traumatik
Kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat teradi patah pada
tempat yang terkena, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya..
Fraktur karena trauma ada 2 yaitu:
a) Trauma langsung adalah benturan pada tulang yang berakibat
ditempat tersebut.
b) Trauma tidak langsung adalah titik tumpu benturan dengan
terjadinya fraktur yang berjauhan.
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima
dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan
lari.

3. Manifestasi Klinis
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa manifestasi klinis fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran
fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui
dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c.Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainya.
d. Edema dan ecchymosis lokal
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

4. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter & Bare, 2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah
atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang
tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment
(Smeltzer & Bare, 2012).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer & Bare,
2002). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain: nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2012). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-
fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Wilson, 2006).
5. Komplikasi
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien dengan fraktur adalah:
a. Syok hipovolemik. Kondisi ini terjadi akibat adanya perdarahan
berlebih yang sering ditemukan pada pasien trauma akibat fraktur pada
tulang pelvis, femur, atau fraktur lain dengan jenis fraktur terbuka.
b. Fat embolism syndrome. Kondisi ini terjadi akibat fraktur pada tulang
panjang, atau fraktur lain yang menyebabkan jaringan sekitar hancur,
sehingga emboli lemak dapat terjadi.
c. Compartement syndrome. Kondisi ini merupakan keadaan yang
mengancam ekstremitas yang terjadi ketika tekanan perfusi turun atau
lebih rendah daripada tekanan jaringan. Hal ini disebabkan karena
penurunan ukuran compartment otot karena fasia yang membungkus
otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera
remuk).
d. Osteomyelitis. Kondisi tulang yang mengalami fraktur merupakan
salah satu faktor resiko terjadinya osteomyelitis. Penyakit ini
merupakan infeksi pada tulang yang penatalaksanaannya melalui terapi
medikasi dengan antibiotik, serta pembedahan ketika infeksi bersifat
persisten.

6. Pemeriksaan Penunjang
Belleza (2016) menjelaskan bahwa periksaan yang dapat
dilakukan pada pasien dengan diagnosa fraktur femur adalah:
a. Pemeriksaan X ray, berfungsi untuk menentukan lokasi dan luas
fraktur
b. Bone scans, tomograms, computed tomography (CT) atau Magnetig
Resonance Imaging (MRI), bertujuan untuk memfisualisasi fraktur,
perdarahan, kerusakan jaringan, dan membedakan antara ftaktur
akibat trauma dengan neoplasma tulang
c. Arteriogram, yaitu pemeriksaan yang dapat dilakukan aabila dicurigai
terjadi kerusakan pembuluh darah okuli
d. Complete Blood Cound (CBC). Jika hasil pemeriksaan hitung darah
lengkap menunjukkan bahwa hematokrit mengalami peningkatan atau
penurunan (hemokonsentrasi) menunjukkan adanya perdarahan pada
lokasi fraktur atau organ di sekitar lokasi trauma. Hasil pemeriksaan
hitung darah lengkap yang menunjukkan peningkatan sel darah putih
(WBC) merupakan tanda respon stres normal setelah trauma atau
terjadinya fraktur
e. Urine creatinine (Cr) clearance, untuk mengetahui trauma atau
Fraktur yang terjadi menyebabkan meningkatnya Cr pada ginjal
f. Coagulation profile, bertujuan untuk mengetahui perubahan akibat
kehilangan darah.

7. Penatalaksanaan
Norvell (2017) menjelaskan bahwa penatalaksanaan pada pasien
dengan fraktur adalah melalui metode RICE, yaitu:
a. Rest
Nyeri merupakan sinyal tubuh bahwa telah terjadi suatu masalah. Hal
yang harus dilakukan ketika mengalami nyeri adalah menghentikan
kegiatan fisik dan yang paling penting harus dilakukan 2 hari pertama.
b. Ice
Kompres menggunakan es pada hari pertama hingga hari kedua pasca
terjadinya trauma bertujuan untuk mengurangi nyeri atau rasa sakit,
dan menghentikan perdarahan.
c. Compression
Pemberian tekanan pada tubuh yang mengalami trauma dapat
dilakukan menggunakan elastic medical bandage atau ACE bandage.
d. Elevation
Hal terakhir yang bisa dilakukan untuk menangani fraktur adalah
dengan mengelevasikan bagian yang trauma lebih tinggi dari jantung.
Hal ini bertujuan untuk melancarkan sirkulasi.
Muttaqin (2018) menjelaskan bahwa penatalaksanaan fraktur melalui
pembedahan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragment
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup,
traksi, dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu
yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama.Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur,
pasien harus disiapkan untuk menjalani prosedur dan harus
diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan
sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anesthesia. Ekstremitas
yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup pada banyak
kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual.
b) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal
atau yang biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada
fraktur yang terjadi pada tulang panjang dan fraktur fragmented.
Eksternal dengan fiksasi, pin dimasukkan melalui kulit ke dalam
tulang dan dihubungkan dengan fiksasi yang ada dibagian luar.
Indikasi yang biasa dilakukan penatalaksanaan dengan eksternal
fiksasi adalah fraktur terbuka pada tulang kering yang memerlukan
perawatan untuk dressings.
Clinical Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

Laserasi kulit Nyeri akut


Perubahan jaringan Spasme otot
sekitar

Peningkatan Terputusnya
Pergeseran fragmen tekanan kapiler vena/arteri
tulang Kerusa
kan
integrit
as kulit
Deformitas Pelepasan histamin Perdarahan Kerusakan
integritas
jaringan

Gangguan fungsi Hilangnya protein Kehilangan volume


ekstremitas plasma cairan

Hambatan mobilitas Edema


fisik Resiko syok

Penekanan
pembuluh darah

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Identifikasi adanya nyeri pada lokasi fraktur atau tidak
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
femur, bagaimana mekanisme terjadinya, pertolongan apa yang sudah
di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang femur
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun
ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah,
seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien
yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit.
2) Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB
seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya
program eliminasi dilakukan ditempat tidur.
3) Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami
perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti
timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitalisasi.
4) Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas)
sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan
ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi
anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan
aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya
sendiri.      
5) Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun
harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan
pasien ditempat tidur.
6) Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain
itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, jika
terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak
psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam
perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya
program immobilisasi serta proses penyembuhan yang cukup lama.
7) Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur femur riwayat spiritualnya tidak
mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa
bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa mengartikan
makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya.
8) Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan
sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya
karena merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau ada program
amputasi).
g) Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pre operasi: pada pemeriksaan sistem pernafasan tidak mengalami
gangguan.
Post operasi: biasanya terjadi reflek batu tidak efektif sehingga
terjadi penurunan akumulasi sekret. Bisa terjadi apneu, lidah ke
belakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri.
2) B2 (Blood)
Pre operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka.
Post operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
3) B3 (Brain)
Pre operasi: tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
Post operasi: dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan
anastesi, nyeri akibat pembedahan.
4) B4 (Bladder)
Pre operasi: biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada
sistem ini.
Post operasi: terjadi retensi urin akibat general anastesi.
5) B5 (Bowel)
Pre operasi: pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal,
pola defekasi tidak ada kelainan.
Post operasi: penurunan gerakan peristaltic akibat general anastesi.
6) B6 (Bone)
Pre operasi: adanya deformitas, nyeri tekan pada daerah trauma.
Post operasi: gangguan mobilitas fisik akibat pembedahan.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan
pembedahan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
fungsi muskuloskletal, nyeri/ketidaknyamanan, gangguan
fungsi muskuloskeletal, imobilisasi
4) Resiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi,
paralisis, perubahan tingkat kesadaran
5) Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan
malnutrisi, obesitas, hambatan mobilitas, gangguan psikologis,
diabetes mellitus
6) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan
medis (pemasangan fiksasi eksternal)
8) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
paparan informasi yang ada
3. Intervensi Keperawatan

No Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


. Post Operatif
1. Nyeri akut (00132) NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (1400)
selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dapat berkurang, dengan kriteria hasil: (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
Kontrol nyeri (1605) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Tingkat nyeri (2102) 3. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
Kepuasan klien: manajemen nyeri Terapi relaksasi (6040)
(3016) 4. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam dan acto
5. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
2. Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan (00046) Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka Tekan (3520)
keperawatan selama 3x24 jam 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya
diharapkan integritas kulit tanda kulit pecah-pecah
tetap terjaga dengan kriteria 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Intregitas jaringan: kulit dan kering
membran mukosa (1101) 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
dua jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
daerah yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat
Pengecekan kulit (3590)
10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
adanya kemerahan
11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada ekstremitas
12. Monitor warna dan suhu kulit
13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
14. Monitor infeksi terutama daerah edema
15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat
3. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
(00085) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
jam mobilitas fisik pasien membaik 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
dengan kriteria hasil: mobilisasi sesuai indikasi
Koordinasi pergerakan (0212) 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
penyebab nyeri otot atau sendi
3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
mengembangkan peningkatan mekanika tubuh
sesuai indiksi
Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
fisiologis, dan konsekuensi dari
penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran actor atau
tidaknya actor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
4. Resiko sindrom disuse NOC NIC
(00040) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
jam pasien mnunjukkan perbaikan 1. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
status fungsi motorik dengan kriteria fisiologis, dan konsekuensi dari
hasil: penyalahgunaannya
Status Neurologi: Sensori tulang 2. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
punggung/ fungsi motorik (0914) untuk terlibat dalam latihan otot progresif
3. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran actor atau
tidaknya actor resiko
4. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
5. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
6. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
7. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
8. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
9. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
10. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
11. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
5. Perlambatan pemulihan NIC
pasca bedah (00268) Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam pasien mampu
menunjukkan kemajuan kemampuan
mobilitas fisik dengan kriteria hasil:
Konsekuensi Imobilitas (0204)

4. Resiko infeksi (00004) NOC NIC


Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol infeksi (6540)
selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai
pada pasien dengan kriteria hasil: setiap pasien
Keparahan infeksi (0703) 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai
Kontrol resiko (1902) SOP rumah sakit
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan cara mencuci tangan
Perlindungan infeksi (6550)
5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
6. Berikan perawatan kulit yang tepat
Manajemen nutrisi (1100)
7. Tentukan status gizi pasien
8. Identifikasi adanya alergi
Identifikasi resiko (6610)
9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
10. Identifikasi strategi koping yang digunakan
5. Gangguan citra tubuh NOC NIC
(00118) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan citra tubuh (5220)
selama 3x24 jam,pasien menunjukan 1. Diskusikan mengenai perubahan-perubahan tubuh
dengan kriteria hasil citra tubuh tidak yang disebabkan perubahan kesehatan
terganggu: 2. Bantu pasien untuk mendiskusikan terkait stresor
Citra tubuh (1200) yang mempengaruhi citra diri
3. Monitor frekuensi dari pernyataan mengkritik diri
Peningkatan harga diri (5400)
4. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
5. Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal
penilaian diri
6. Dukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan
7. Dukung pasien untuk memberikan afirmasi positif
8. Jangan mengkritisi pasien secara negatif
9. Bantu pasien untuk mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik
setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan
implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format
SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah
teratasi, teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah
keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan,
ditambah, atau dimodifikasi

C. Discharge Planning
5. Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa discharge planning
untuk pasien fraktur adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan masukan cairan
2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4. Kontrol sesuai jadwal
5. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada
keluhan
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7. Hindari trauma ulang
8. Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan
DAFTAR PUSTAKA

Avruskin, Andra. 2013. Femur Fracture.


https://www.moveforwardpt.com/SymptomsConditionsDetail.aspx?
cid=f85bbe8f-685c-43bf-bb51-9bc43dd8fb01 [Diakses pada Oktober 14,
2018].

Belleza, M. 2016. Fracture. https://nurseslabs.com/fracture/ [Diakses pada


October 6, 2018].

Biology, D. 2011. Bone Anatomy. https://askabiologist.asu.edu/bone-anatomy


[Diakses pada October 6, 2018].

Carpenito, L.J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisis 13. Jakarta:
EGC.

Kaufmann, L. Mike, M. Philip, M.-G. Katie, Q. Devon, dan R. A. Jon. 2018.


Anatomy & Physiology. Oregon, USA: Open Oregon State, Oregon State
University.

Keany, E. James. 2015. Femur Fracture.


https://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#a7 [Diakses pada
Oktober 14, 2018].

Keiler, J., Sidel, R., Wree, A. 2018. The femoral vein diameter and its correlation
with sex, age and body mass index – An anatomical parameter with clinical
relevance. The Journal of Venous Desease. 0(0): 1-12.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan.


Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Norvell, J. G. 2017. Tibia and Fibula Fracture in the ED.


https://emedicine.medscape.com/article/826304-overview#a6 [Diakses pada
October 7, 2018].

Nurafif, A. H. dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bersarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi MediAction. Yogyakarta.

Risnanto dan U. Insani. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Sietem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish.

Romeo, M. Nicholas. 2018. Femur Injuries and Fracture.


https://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#a7 [Diakses pada
October 14, 2018].

Singh, A. P. 2016. Bone Anatomy and Physiology.


https://boneandspine.com/bone-anatomy-and-physiology/ [Diakses pada
October 6, 2018].

Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai