Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM DADI KELUARGA

Untuk Memenuhi Nilai Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:

Sumaizi Indriyani (P1337420216011)

Tingkat 3A

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

2019
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

A. PENDAHULUAN : LATAR BELAKANG


Eritrosit tidak berinti, mengandung Hb (protein yang mengandung senyawa hemin dan
globin yang mempunyai daya ikat terhadap O2 dan CO2), bentuk bikonkav dibuat dalam
susmsum merah tulang pipih sedang pada bayi dibentuk dalam hati. Dalam 1 mm
terkandung± 5 juta eritrosit (laki-laki) dan ±4 juta eritrosit (wanita). Setelah tua sel darah
merah akan dirombak oleh hati dan dijadikan zat warna empedu (bilirubin). Pembentukan
sel darah merah (eritropoesis). Pembentukan darah dimulai dari adanya sel induk plurifoten.
Sel induk plurifoten berdifisiensial menjadi sel induk myeloid dan sel induk lympohoid,
yang selanjutnya melalui proses yang kompleks dan rumit akan berbentuk sel-sel darah. Sel-
sel darah eritroid akan menjadi eritrosit, granulositik, dan monositik akan menjadi granulosit
dan monosit serta megakariositik menjadi trombosit (Wijaya, 2013, p. 126)
Dalam pembentukan darah memrlukan bahan-bahan seperti vitamin B12, asam folat,
zat besi, cobalt magnesium, tembaga, senk( Zn), asam amino, vitamin C dan B kompleks.
Kekurangan salah satu unsur atau bahan pembentukan sel darah merah mengakibatkan
penurunan produksi atau anemia. eritrosit berasal dari sel induk primitive myeloid dalam
sumsum tulang. Proses difisiensiasi dari sel primitif menjadi eritroblast ini distimulasi oleh
sel eritropoietin yang diprosuksi oleh ginjal. Jika terjadi penurunan kadar oksigen dalam
darah atau hipoksia maka produksi hormon ini meningkat dan produksi sel darah merah
meningkat. Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi rata-rata 120 hari. Setelah 120 hari
akan mengalami proses penuaan. Apabila dekstruksi sel darah merah terjadi sebelum
waktunya atau kurang dari 120 hari disebut hemolisis yang biasanya terjadi pada thalasemia
(Wijaya, 2013, p. 126)
KONSEP PENYAKIT

A. Definisi Anemia
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah kadar
hematokrit dibawa normal. Anemia bukan penyakit, melainkan merupakan pencerminan
keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila
terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangut oksigen kejaringan. Anemia
tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik
yang mendasari (Wijaya, 2013, hal. 127).
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit hitung eritrosit (red
cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengungkutan oksigen oleh darah. Tetapi
harus diingat pada keadaan tertentu dimana ketiga parameter akut, dan kehamilan.oleh
karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi
harus dapat ditatapkan penykit dasar anemia tersebut (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 35).

Kriteria anemia menurut WHO

Kelompok Kriteria Anemia (Hb)

Laki-laki dewasa <13 g/dl

Wanita dewasa tidak hamil <12g/dl

Wanita hamil <11g/dl

(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 35)

B. Etiologi Anemia
Anemia pasca pendarahan
Terjadi sebagai akibat pendarahan yang masif seperti kecelakaan, oerasi dan
persalinan dengan pendarahan atau menahun seperti pada penyakit cacingan.
Anemia defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
Anemia hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan

Faktor intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobnopatia (talasemia Hbe, sickle cell anemia),
sferosits, defesiensi enzim eritrosit (G-6PD, piiruvatkinase, glutation reduktase.
Faktor ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan
darah, reaksi hemolitik pad tranfusi darah).
Anemia aplastic
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darh sumsum tulang kerusakan sumsum
tulang (Wijaya, 2013, pp. 129-130)

C. Tanda dan Gejala


Menurut Horison, presentase klinis dari pasien yang anemia tergantung pada
penyakit yang mendasari, demikian juga dengan keparahan serta kronisitisnya anemia.
manisfestasi anemia dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip patofisologik, sebagai besar
tanda dan gejala anemia mewakili penyusuaian kardiovaskular dan ventilasi yang
mengompensasi penurunan massa sel darah merah.
Derajat saat gejala-gejala timbul pada pasien anemia tergantung pada beberapa
faktor pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat, mungkin tidak cukup waktu untuk
berlangsungnya penyesuaian kompensasi. Dan pasien akan mengalami gejala yang lebih
jelas daripada jika anemia dengan derajar kesakitan yang sama, yang timbul secara
tersamar. Lebih lanjut, keluhan pasien tergantung pada adanya penyakit vaskuler
setempat. Misalnya, angina pektoris, klaudikasio intermiten, atau leukemia serebal
sepintas yang tersamar oleh perjalanan anemia (Bararah, 2013, hal. 202-203).
Karena sistem organ dapat terken, makan pada anemia dapat menimbulkan
manisfestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia,
mekanisme kompensasi, tingkat aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasarinya dan
beratnya anemia. secara umum gejala anema adalah:
Hb menurun (<10 g/dl), trombositosis/ trombositopenia, pansitopenia
Penurunan BB, kelemahan

Takikardia, TD menurun, pengisian kapiler lambat, extermitas dingan, palpitasi, kulit


pucat
Mudah lelah: sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk (bayi)
Sakit kepala pusing kunang-kunang, peka rangsang (Wijaya, 2013, pp. 132-134)

Tanda dan gejala berdasarkan jenis anemia

Anemia karena pendarahan

Pendarahan akut akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflex kardovaskuler
yang fisiologis berupa kontraxi arteriola, pengurangan aliran darah atau komponenya
keorgan tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal). Gejala yang timbul tergantung
dari cepat dan banyakknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan
kompensasi. Kehilangan darah sebanyak 12-15% akan memperlihatkan gejala pucat,
transpirasi, takikardia, TD rendah dan normal. Kehilangan darah sebanyak 15-20% akan
mengakibatkan TD menurun dan dapat terjadi shock yang masih reversible.
Anemia defisiensi besi (DB) pucat tanda yang paling sering, pagofagia( keinginan
untuk makan bahan yang tidak biasa seperti es batu atau tanah), bila Hb menurub sampai
5 g/Dl iritabilitas dan anorexia. Takikardia dan bising sistolik. Perubahan kulit dan
mukosa yang progresif seperti lodah yang halus, keilosis, terdapat tanda-tanda mal
nutrisi.

Anemia hemolitik

Terdapat keluhan fatigue dapat terlihat bersama gagal jantung kongestif dan
angina. Biasanya ditemukan ikterus dan spleno megali. Apabila pasein mempunyai
penyakit dasar seperti LES atau leukemia limfositik kronik gambar klinis penyakit
tersebut dapat terlihat. Pada kasus hemolisis berat, penekanan pada sumsum tulang dapat
mengakibatkan SDM yang terpecah-pecah.

Anemia aplastic
Awitan anemia aplastik biasanya khas dan bertahap ditandai oleh kelemahan,
pucat, sesak napas pada saat latihan. Temuan laboratorium biasanya ditmukan
pansitopenia sel darah merah normositik artinya ukuran dan warna norma;, pendarahan
abnormal akibat trombositopenia (Wijaya, 2013, pp. 132-134)

D. Patofisiologis Anemia

Menurut Wiwik dan Hariwibowo, patofisiologis pada klien anemia adalah


timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi.
Pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui pendarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi
dalam sel fagostik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, billirubin terbentuk dalam fagosit akan
memaski aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glumerulus ginjal dan ke
dalam urine. Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal, anoksia organ target
karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan
mekanisme kompensasi terhadap anemia (Bararah, 2013, pp. 201-202).

E. Klasifikasi Anemia

Berdasarkan faktor morfologik SDM dan indeksnya

Anemia makroskopik/ normositik Makrositik

Memiliki SDM lebih besar dari normal (MCV>100) tetapi normokromik karena
konsentrasi hemoglobin normal (MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh
terganggunya atau terhentinya sitesis asam deoksibonukleut (DNA) seperti yang
ditemukan pada defesiensi B12, atau asam folat dan bisa juga terhadi pada pasien yang
mengalami kemoterapi kanker karena agen-agen menggangu sintesis DNA (Wijaya,
2013, pp. 128-129)

Anemia yang Megaloblastic berkaitan dengan kekurangan dari vitamin B12 dan
asam folic (atau kedua-keduanya) tidak cukup atau penyerapan yang tidak cukup.
Kekurangan folate secara normal todak menghasilkan gejala, selagi B12 cukup. Anemia
yang Megaloblastic adalah paling umum penyebab anemia yang macrocytic.

Anemia pernisiosa adalah suatu kondisi autoimmune yang melawan sel pariental
dari perut. Sel pariental menghasilkan faktor intrinsik, yang diperlukan dalam menyerap
vitamin B12 dari makanan. Oleh karena itu penghancuran dari sel pariental menyebabkan
suatu ketidaan faktor intrinsik, mendorong penyerapan yang buruk dari vitamin B12
(Wijaya, 2013, pp. 128-129).

Anemia Mikrositik

Anemia hipokromik mikrositik, mikrositik: sel kecil, hipokkronik: pewarnaan


yang berkurang, karena darah nerasal dari Hb, sel-sel ini mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang kurang dari jumlah normal. Kedaan ini umunya mencerminkan isufisiensi
sintesis heme/ kekurangan zat besi, seperti anemia pada defesiensi besi, keadaan
sideroblastik dan kehilangan darah kronis dan gangguan sintesis globin (Wijaya, 2013,
pp. 128-129)

Anemia kekurangan zat besi adalah jenis anemia paling umum dari keseluruhan
dan yang paling sering adalah microcytic hypochromic. Anemia kekurangan besi
disebabkan karena ketika penyerapan atau masukan dari besi tidak cukup. Besi adalah
suatu bahan penting dari hemoglobin, dan kekurangan besi mengakibatkan berkurangnya
hemoglobin kedalam sel darah merah. Di Amerika Serika, 20% dari semua wanita-wanita
dari umur yang mampu melahirkan mempunyai anemia kekurangan zat besi, bandingkan
dengan hanya 2% dari orang tua. Penyebab dari anemia kekurangan zat besi pada wanita-
wanita premenopausal adalah darah hilang selama haid. Stusi sudah menjukkan bahwa
kekurangan zat besi menyebabkan prestasi sekolah lemah dan menurunnya IQ pada gadis
remaja. Pada pasien yang lebih tua, anemia kekurangan zat besi disebabkan karena
pendarahan saluran pencernaan: tes darah pada BAB, endoskopi atas dan endoskopi
bawah sering dilakukan untuk mengidentifikasi lesi dan pendarahan yang bisa malignan
(Wijaya, 2013, pp. 128-129).

Anemia Normositik

SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin
normal. Kekurangan darah merah yang Normacytic adalah ketika cadangan Hb dikurangi,
tetapi ukuran sel darah yang merah (MCV) sisa yang normal. Penyebab meliputi:
pendarahan yang akut, anemia dari penyakit kronis, anemia yang aplastic kegagalan
sumsum tulang (Wijaya, 2013, pp. 128-129).

F. Komplikasi

Hemoglobin memiliki peran penting dalam mengantar oksigen keseluruh tubuh


untuk konsumsi dan membawa kembalo karbondioksida kembali ke paru
menghembuskan nafas keluar dari tubuh. Jika kadar hemoglobin terlalu rendah, proses ini
dapat terganggu, sehingga tubuh memiliki tingkat oksigen yang rendah (hipoksia).

Anemia umumnya memilki prognosis yang sangat baik dan mungkin dapat
disembuhkan dalam banyak hal. Prognosis keseluruhan tergantung pada penyebab
anemia, tingkat keparahan, dan kesehatan seluruh pasien. Anemia yang paraah akan
menyebabkan rendahnya kadar oksigen pada organ-organ vital seperti jantung, dan dapat
menyebabkan serangan jantung (Proverawati, 2011, p. 36)
G. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium

Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia
tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini:
kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV,MCV, dan MCHC), asupan darah tepi (Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 37).
Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap darah
(LED) dan hitung retikulosit. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology
analizer yang dapat memberikan presisi hasil yang baik (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
37).
Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai
adanya sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan utuk diagnosa difinitif pada
beberapa jenis anemia. pemeriksaan sumsum tulang belakang mutlak diperlukan
diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hemotologik yang
dapat mensupresi sistem eritroid (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 37)
Pemeriksaan atas indeksi khusus: pemeriksaan ini untuk mengomfirmasikan
dugaan diagnosis awal yang memilki komponen berikut ini:
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
Anemia megalobalistik: asam folat darah / eritrosit, vitamin B12
Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coomb, dan elektroforesis Hb.
Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
Pemeriksaan laboratorium non hematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal
hati, biakan kuman.
Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi
Pemeriksaan sitogenik
Pemeriksaan biologi molekul (PCR = polymerase chain raction, FISH= fluorescense in
situ hybridization (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 37).
I. Penatalaksanaan

Anemia karena pendarahan


Pengobatan terbaik adalah tranfusi darah. Pada pendarahan kronik diberikan
tranfusi packed cell. Mengatasi renjatan dan penyebab pendarahan. Dalam keadaan
darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia (Wijaya,
2013, hal. 135-136)

Anemia defisiensi
Anemia defisiensi besi (DB) respon regular DB terhadap sejumah besi cukup
mempunyai arti diagnostik, pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukonat,
fumarat) merupakan terapi yang murah dan memuskan. Preprt besi parental (dekstran
besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila perhitungan dosis tepat,
sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penderita, dan komsumsi susu
harus dibatasi lebih baik 500 Ml/ 24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh
ganda yakni jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah
karena intoleransi protein susu sapi tercegah. Anemia defisiensi asam folat meliputi
terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian/ suplementasi asam
folat oral 1 mg perhari (Wijaya, 2013, hal. 135-136)

Anemia hemolitik
Anemia hemolitik autoimun terapi insial dengan menggunakan prednison 1-2
mg/Kg BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, tranfusi harus diberikan dengan hati-
hati. Apabila predison tidak efektif dalam menanggulangi kelainan ini, atau penyakit
mengalami kekambuhan dalam periode taperingoff dari prednisone maka dilakukan
splenektomi. Apabila kedunya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan
menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena
(500 mg/kg BB/hari selama 1-4 hari). Namun efek pengobatan ini hanya sebentar (1-3
minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan
dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan dengan prednisone merupakan kontra
indikasi (Wijaya, 2013, hal. 135-136)
Anemia hemolitik karena kekurangan enzim pencegahan hemolisi adalah cara terapi yang
paling penting. Tranfusi ukur mungkin terindikasi untuk hiperbillirubinemia pada
neonatus. Tranfusi eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik.
Jika anemia terus menerus berat atau jika diperlukan tranfusi yang sering, splenektomi
haarus dikerjakn setelah umur 5-6 tahun (Wijaya, 2013, hal. 135-136)

Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Identitas pasien dan keluarga


Nama, umur, TTL, nama ayah/ibu, pekerjaan ayah/ibu, agama, pendidikan, pasien yang
sering terserah anemia biasanya pada orang dewasa,produksi sel darah merah terjadi
disumsum tulang. Pada perempuan muda terapat dua kali lebih mungkin untuk
mengalami anemia dibanding laki-laki muda karena pendarahan menstruasi yang teratur.
Anemia dalam kehamilan terjadi hiperplasia erythroid dari sumsum tulang belakangdan
peningkatan massa RBC. Jadi selama kehamilan, anemia didefinisikan sebagai Hb 10
</dL (Ht 30%). alamat (Proverawati, 2011, p. 127)

Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluahan pucat, kelelahan, kelemahan,
pusing. (Wijaya, 2013, p. 137)

Riwayat kehamilan dan persalinan


Prenatal: ibu selama hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan kehamilan
berapa kali, kebiasaan pemakaian obat-obatan dalam jangka waktu lama.
Intranasil: usia kehamilan cukup proses persalinan dan berapa panjang dan berat badan
waktu lahir.
Postnatal: keadaan bayi setelah masa neonatorum,ada trauma post parturn akibat tindakan
misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI (Wijaya, 2013, pp. 137-140)
Riwayat kesehatan dahulu
Adanya penderita anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.
Adanya riwayat trauma, pendarahan.
Adanya riwayat demam tinggi. (Wijaya, 2013, p. 137)
Keadaan kesehatan saat ini
Pasien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah, diaforesis
tachikandia, dan penurunan kesadaran.

Riwayat keluarga
Riwayat anemia dalam keluarga

Riwayat penyakit-penyakit seperti: kanker, jantung hepatitis, DM, asthma, penyakit-


penyakit infeksi saluran pernafasan (Wiyaja, 2013, hal. 137-140)

Pengkajian primer : airway, breathing, circulation, disability dan eksposure


Pengkajian sekunder : keadaan umum, kesadaran, TTV dan pemeriksaan fisik

B. Diagnosa keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan anemia menurut
SDKI adalah sebagai berikut:

1. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer

Penyebab
a. Hiperglikemia
b. Penurunan konsentrasi hemoglobin
c. Peningkatan tekanan darah
d. Kekurangan volume cairan
e. Penurunan aliran arteri dan atau vena
f. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat misalnya merokok, gaya
hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam imobilitas.
Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit misalnya diabetes militus,
hiperlipidemia
Kurang aktivitas fisik (PPNI, 2016, hal. 56)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Penyebab
a. Ketidakmampuan menelan makanan
b. Ketidamapuan mencerna makanan
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi
d. Peningkatan kebutuhan metabolism
e. Faktor ekonomi misalnya finansial tidak mencukupi
f. Faktor psikologis misalnya stres, keengganan untu makan (PPNI, 2016, hal. 56)

3. Nyeri akut

Penyebab
a. Agen pencedera fisiologis misal inflamasi, iskemia, neoplasma
b. Agen pencedera kimiawi misal terbakar, bahan kimia iritasi
c. Agen pencedera fisik misal abses, amputasi, terbakar, terpotong (PPNI, 2016, hal.
172)

4. Defisit perawatan diri makan

Penyebab
a. Gangguan musculoskeletal
b. Gangguan neuromuskuler
c. Kelemahan
d. Gangguan psikologis dan atau psikotik
e. Penurunan motivasi atau minat (PPNI, 2016, hal. 240)

5. Intoleransi aktivitas

Penyebab
a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton (PPNI, 2016, hal. 128)

C. Intervensi

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Tujuan/kriteria hasil

Menunjukkan status sirkulasi yang dibuktikan oleh indikator gangguan ekstrem,


berat, sedang, ringan, atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal:

PaO2 dan PaCO2 atau tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida pada darah arteri.

Nadi karotis, kiri kanan, brakial, radial femoral dan pedal

Tekanan darah sistolik dan diastol, tekanan nadi, tekanan darah terata, CVP, dan
tekanan baji pulmonal (M.Wilkinson, 2016, hal. 446)

Menunjukkan status sirkulasi dibuktikan oleh indikator suara nafas tambahan,


distensi vena eher, edema, atau bising pembuluh besar. Kelelahan dan edema perifer
dan asites (M.Wilkinson, 2016, hal. 446)

Menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membran mukosa yang dibuktikan oleh
indikator berikut suhu, sensasi elastisitas hidrasi, keutuhan dan ketebalan kulit.
Perfusi jaringan (M.Wilkinson, 2016, hal. 446)

Menunjukkan perfusi jaringan: perifer yang dibuktikan oleh indikator berikut


pengisian ulang kapiler (jari tangan dan jari kaki), warna kulit, sensasi, integritas
kulit (M.Wilkinson, 2016, hal. 446)
Perawatan sirkulasi (Insufisiensi Arteri dan Vena) (NIC):
Lakukan penilaian komprehensif sirkulasi perifer misalnya memeriksa nadi perifer,
edema, pengisian kapiler, warna dan suhu
Pantau derajat ketidaknyamanan atau nyeri dengan latihan, dimalam hari, atau ketika
istirahat (arteri) (M.Wilkinson, 2016, hal. 447)

Manajeman sensasi perifer (NIC)


Pantau diskriminasi tajam atau tumpul atau panas atau dingin
Pantau paresterisa baal, kesemutan, hiperesteria, dan hipoestesia
Pantau tromboflebitis dan trombosis vena dalam
Pantau tingkat kecocokan alat bebat, protesis, sepatu, dan pakain (M.Wilkinson,
2016, hal. 447)
Pantau pemeriksaan koagulasi misal waktu protombin (PT) waktu tromboplastin
parsial (PIT) dan hitung trombosit (M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
Pantau nilai elektrolit yang berkaitan dengan disritmia misal kadar kalium dan
magnesium serum (M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
Lakukan pengkajian komprehensif sirkulasi perifer misal nadi perifer, edema,
pengisian, warna kulit, suhu kulit (M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
Kaji integritas kulit perifer
Kaji tonus otot , pergerakan motorik, gaya berjalan, dan propriosepsi (M.Wilkinson,
2016, hal. 447)
Pantau asupan dan haluran (M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
Pantau status hidrasi misal membran mukosa lembab, keadekuatan nadi, dan tekanan
darah ortostatik, jika perlu (M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
Pantau hasil lab yang berkaitan dengan retensi cairan misal peningkatan berat jenis,
peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan peningkatan kadar osmolalitas urine
(M.Wilkinson, 2016, hal. 447)

Pantau indikasi kelebihan beban atau retensi cairan misal crackle¸ peningkatan CVP
atau tekanan baji kapiler pulmonal, edema, distensi vena leher dan asites, jika perlu
(M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuan tubuh

Tujuan/kriteria evaluasi
Memperlihatkan status nutrisi yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut:
Asupan gizi
Asupan makanan
Asupan cairan
Energi
Manajeman nutrisi (NIC):

Mengetahui makanan kesukaan pasien

Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan

Timbang pasien pada interval yang tepat (M.Wilkinson, 2016, hal. 284)

3. Nyeri akut

Tujuan/ kriteria

Memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh indikator mengenli awitan


nyeri, menggunakan tindakan pencegahan, melaporkan nyeri dapat dikendalikan

Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibutuhkan oleh indikator ekspresi nyeri pada
wajah, gelisah tau ketegangan otot, durasi episode nyeri, merintih dan menangis,
gelisah (M.Wilkinson, 2016, hal. 297)

Manajemen nyeri (NIC)

Lakukan pengkajian nyeri yang khomprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan


dan durasi, frekunsi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan faktor presipitasnya
(M.Wilkinson, 2016, hal. 298)

Manajeman nyeri (NIC)


Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih kuat
Laporkan tindakan kepada dokter jika berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu (M.Wilkinson,
2016, hal. 298)

4. Defisit perawatan diri makan

Tujuan

Menunjukkan perawatan diri makan dibuktikan oleh indikator berikut meletakkan


makanan kepiring, mengarahkan makanan kemulut dengan jari, menguyah makanan,
menelan cairan, menghabisakan makanan
Menerima asupan dari pemberi asuhan
Mampu makan secara mandiri
Membuka wadah makanan dan menyiapakan makanan (M.Wilkinson, 2016, hal.
367)
Defisit perawatan diri makan (NIC)
Lakukan tindakan untuk meredakan rasa nyeri sebelum makan, jika diperlukan
(M.Wilkinson, 2016, hal. 367)

5. Intolerasi aktivitas

Tujuan
Menolerasi aktivitas yang biasa digunakanyang dibuktikan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, penghematan energi, tingkat kelelahan, energi psikomotorik, istirahat, dan
perawatan diri
Menunjukkan toleransi aktivitas yang ditunjukkan oleh indikator saturasi oksigen
saat beraktivitas, frekuensi pernapasan saat beraktivitas, kemampuan untuk berbicara
saat berktivitas fisik (M.Wilkinson, 2016, hal. 16)
Manajeman energi (NIC)
Tentukan penyebab keletihan misalnya perawatn nyeri dan pengobatan
(M.Wilkinson, 2016, hal. 17)
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
Penggunaan nafas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
Mengenali tanda atau gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang perlu
dilaporkan kepada dokter, pentingnya nutrisi yang baik, penggunaan peralatan seperti
oksigen, selama aktivitas, dampak intoleransi aktivitas terhadap tanggung jawab peran
dalam keluarga dan tempat kerja (M.Wilkinson, 2016, hal. 17)

D. Implementasi

Pelaksanan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan


melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncankan dalam rencna tindkan keperwatan. Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien,
teknik komuniasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak
dari pasein serta dalam memeahami tingkat perkembangan pasien (Bararah, 2013, hal.
213)

E. Evaluasi

Langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara malakuan indentifikasi


sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan
evaluasi perawat harus memiliki pengetahan dan kemampuan dalam memahami respons
terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang
tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
riteria hasil (Bararah, 2013, hal. 213)
Daftar Pustaka

Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakarya

Handayani, W. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta: Salemba Medika.

M.Wilkinson, J. (2016). Dignosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnois Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Proverawati, A. (2011). Anemia dan Anemia kehamilan . Yogyakrta: Nuha Medika.

Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai