Disusun oleh:
Tingkat 3A
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA
A. Definisi Anemia
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah kadar
hematokrit dibawa normal. Anemia bukan penyakit, melainkan merupakan pencerminan
keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila
terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangut oksigen kejaringan. Anemia
tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik
yang mendasari (Wijaya, 2013, hal. 127).
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit hitung eritrosit (red
cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengungkutan oksigen oleh darah. Tetapi
harus diingat pada keadaan tertentu dimana ketiga parameter akut, dan kehamilan.oleh
karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi
harus dapat ditatapkan penykit dasar anemia tersebut (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 35).
B. Etiologi Anemia
Anemia pasca pendarahan
Terjadi sebagai akibat pendarahan yang masif seperti kecelakaan, oerasi dan
persalinan dengan pendarahan atau menahun seperti pada penyakit cacingan.
Anemia defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
Anemia hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan
Faktor intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobnopatia (talasemia Hbe, sickle cell anemia),
sferosits, defesiensi enzim eritrosit (G-6PD, piiruvatkinase, glutation reduktase.
Faktor ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan
darah, reaksi hemolitik pad tranfusi darah).
Anemia aplastic
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darh sumsum tulang kerusakan sumsum
tulang (Wijaya, 2013, pp. 129-130)
Pendarahan akut akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflex kardovaskuler
yang fisiologis berupa kontraxi arteriola, pengurangan aliran darah atau komponenya
keorgan tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal). Gejala yang timbul tergantung
dari cepat dan banyakknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan
kompensasi. Kehilangan darah sebanyak 12-15% akan memperlihatkan gejala pucat,
transpirasi, takikardia, TD rendah dan normal. Kehilangan darah sebanyak 15-20% akan
mengakibatkan TD menurun dan dapat terjadi shock yang masih reversible.
Anemia defisiensi besi (DB) pucat tanda yang paling sering, pagofagia( keinginan
untuk makan bahan yang tidak biasa seperti es batu atau tanah), bila Hb menurub sampai
5 g/Dl iritabilitas dan anorexia. Takikardia dan bising sistolik. Perubahan kulit dan
mukosa yang progresif seperti lodah yang halus, keilosis, terdapat tanda-tanda mal
nutrisi.
Anemia hemolitik
Terdapat keluhan fatigue dapat terlihat bersama gagal jantung kongestif dan
angina. Biasanya ditemukan ikterus dan spleno megali. Apabila pasein mempunyai
penyakit dasar seperti LES atau leukemia limfositik kronik gambar klinis penyakit
tersebut dapat terlihat. Pada kasus hemolisis berat, penekanan pada sumsum tulang dapat
mengakibatkan SDM yang terpecah-pecah.
Anemia aplastic
Awitan anemia aplastik biasanya khas dan bertahap ditandai oleh kelemahan,
pucat, sesak napas pada saat latihan. Temuan laboratorium biasanya ditmukan
pansitopenia sel darah merah normositik artinya ukuran dan warna norma;, pendarahan
abnormal akibat trombositopenia (Wijaya, 2013, pp. 132-134)
D. Patofisiologis Anemia
E. Klasifikasi Anemia
Memiliki SDM lebih besar dari normal (MCV>100) tetapi normokromik karena
konsentrasi hemoglobin normal (MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh
terganggunya atau terhentinya sitesis asam deoksibonukleut (DNA) seperti yang
ditemukan pada defesiensi B12, atau asam folat dan bisa juga terhadi pada pasien yang
mengalami kemoterapi kanker karena agen-agen menggangu sintesis DNA (Wijaya,
2013, pp. 128-129)
Anemia yang Megaloblastic berkaitan dengan kekurangan dari vitamin B12 dan
asam folic (atau kedua-keduanya) tidak cukup atau penyerapan yang tidak cukup.
Kekurangan folate secara normal todak menghasilkan gejala, selagi B12 cukup. Anemia
yang Megaloblastic adalah paling umum penyebab anemia yang macrocytic.
Anemia pernisiosa adalah suatu kondisi autoimmune yang melawan sel pariental
dari perut. Sel pariental menghasilkan faktor intrinsik, yang diperlukan dalam menyerap
vitamin B12 dari makanan. Oleh karena itu penghancuran dari sel pariental menyebabkan
suatu ketidaan faktor intrinsik, mendorong penyerapan yang buruk dari vitamin B12
(Wijaya, 2013, pp. 128-129).
Anemia Mikrositik
Anemia kekurangan zat besi adalah jenis anemia paling umum dari keseluruhan
dan yang paling sering adalah microcytic hypochromic. Anemia kekurangan besi
disebabkan karena ketika penyerapan atau masukan dari besi tidak cukup. Besi adalah
suatu bahan penting dari hemoglobin, dan kekurangan besi mengakibatkan berkurangnya
hemoglobin kedalam sel darah merah. Di Amerika Serika, 20% dari semua wanita-wanita
dari umur yang mampu melahirkan mempunyai anemia kekurangan zat besi, bandingkan
dengan hanya 2% dari orang tua. Penyebab dari anemia kekurangan zat besi pada wanita-
wanita premenopausal adalah darah hilang selama haid. Stusi sudah menjukkan bahwa
kekurangan zat besi menyebabkan prestasi sekolah lemah dan menurunnya IQ pada gadis
remaja. Pada pasien yang lebih tua, anemia kekurangan zat besi disebabkan karena
pendarahan saluran pencernaan: tes darah pada BAB, endoskopi atas dan endoskopi
bawah sering dilakukan untuk mengidentifikasi lesi dan pendarahan yang bisa malignan
(Wijaya, 2013, pp. 128-129).
Anemia Normositik
SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin
normal. Kekurangan darah merah yang Normacytic adalah ketika cadangan Hb dikurangi,
tetapi ukuran sel darah yang merah (MCV) sisa yang normal. Penyebab meliputi:
pendarahan yang akut, anemia dari penyakit kronis, anemia yang aplastic kegagalan
sumsum tulang (Wijaya, 2013, pp. 128-129).
F. Komplikasi
Anemia umumnya memilki prognosis yang sangat baik dan mungkin dapat
disembuhkan dalam banyak hal. Prognosis keseluruhan tergantung pada penyebab
anemia, tingkat keparahan, dan kesehatan seluruh pasien. Anemia yang paraah akan
menyebabkan rendahnya kadar oksigen pada organ-organ vital seperti jantung, dan dapat
menyebabkan serangan jantung (Proverawati, 2011, p. 36)
G. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia
tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini:
kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV,MCV, dan MCHC), asupan darah tepi (Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 37).
Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap darah
(LED) dan hitung retikulosit. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology
analizer yang dapat memberikan presisi hasil yang baik (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
37).
Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai
adanya sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan utuk diagnosa difinitif pada
beberapa jenis anemia. pemeriksaan sumsum tulang belakang mutlak diperlukan
diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hemotologik yang
dapat mensupresi sistem eritroid (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 37)
Pemeriksaan atas indeksi khusus: pemeriksaan ini untuk mengomfirmasikan
dugaan diagnosis awal yang memilki komponen berikut ini:
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
Anemia megalobalistik: asam folat darah / eritrosit, vitamin B12
Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coomb, dan elektroforesis Hb.
Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
Pemeriksaan laboratorium non hematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal
hati, biakan kuman.
Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi
Pemeriksaan sitogenik
Pemeriksaan biologi molekul (PCR = polymerase chain raction, FISH= fluorescense in
situ hybridization (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 37).
I. Penatalaksanaan
Anemia defisiensi
Anemia defisiensi besi (DB) respon regular DB terhadap sejumah besi cukup
mempunyai arti diagnostik, pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukonat,
fumarat) merupakan terapi yang murah dan memuskan. Preprt besi parental (dekstran
besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila perhitungan dosis tepat,
sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penderita, dan komsumsi susu
harus dibatasi lebih baik 500 Ml/ 24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh
ganda yakni jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah
karena intoleransi protein susu sapi tercegah. Anemia defisiensi asam folat meliputi
terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian/ suplementasi asam
folat oral 1 mg perhari (Wijaya, 2013, hal. 135-136)
Anemia hemolitik
Anemia hemolitik autoimun terapi insial dengan menggunakan prednison 1-2
mg/Kg BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, tranfusi harus diberikan dengan hati-
hati. Apabila predison tidak efektif dalam menanggulangi kelainan ini, atau penyakit
mengalami kekambuhan dalam periode taperingoff dari prednisone maka dilakukan
splenektomi. Apabila kedunya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan
menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena
(500 mg/kg BB/hari selama 1-4 hari). Namun efek pengobatan ini hanya sebentar (1-3
minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan
dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan dengan prednisone merupakan kontra
indikasi (Wijaya, 2013, hal. 135-136)
Anemia hemolitik karena kekurangan enzim pencegahan hemolisi adalah cara terapi yang
paling penting. Tranfusi ukur mungkin terindikasi untuk hiperbillirubinemia pada
neonatus. Tranfusi eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik.
Jika anemia terus menerus berat atau jika diperlukan tranfusi yang sering, splenektomi
haarus dikerjakn setelah umur 5-6 tahun (Wijaya, 2013, hal. 135-136)
A. Pengkajian
Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluahan pucat, kelelahan, kelemahan,
pusing. (Wijaya, 2013, p. 137)
Riwayat keluarga
Riwayat anemia dalam keluarga
B. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan anemia menurut
SDKI adalah sebagai berikut:
Penyebab
a. Hiperglikemia
b. Penurunan konsentrasi hemoglobin
c. Peningkatan tekanan darah
d. Kekurangan volume cairan
e. Penurunan aliran arteri dan atau vena
f. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat misalnya merokok, gaya
hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam imobilitas.
Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit misalnya diabetes militus,
hiperlipidemia
Kurang aktivitas fisik (PPNI, 2016, hal. 56)
Penyebab
a. Ketidakmampuan menelan makanan
b. Ketidamapuan mencerna makanan
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi
d. Peningkatan kebutuhan metabolism
e. Faktor ekonomi misalnya finansial tidak mencukupi
f. Faktor psikologis misalnya stres, keengganan untu makan (PPNI, 2016, hal. 56)
3. Nyeri akut
Penyebab
a. Agen pencedera fisiologis misal inflamasi, iskemia, neoplasma
b. Agen pencedera kimiawi misal terbakar, bahan kimia iritasi
c. Agen pencedera fisik misal abses, amputasi, terbakar, terpotong (PPNI, 2016, hal.
172)
Penyebab
a. Gangguan musculoskeletal
b. Gangguan neuromuskuler
c. Kelemahan
d. Gangguan psikologis dan atau psikotik
e. Penurunan motivasi atau minat (PPNI, 2016, hal. 240)
5. Intoleransi aktivitas
Penyebab
a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton (PPNI, 2016, hal. 128)
C. Intervensi
Tujuan/kriteria hasil
PaO2 dan PaCO2 atau tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida pada darah arteri.
Tekanan darah sistolik dan diastol, tekanan nadi, tekanan darah terata, CVP, dan
tekanan baji pulmonal (M.Wilkinson, 2016, hal. 446)
Menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membran mukosa yang dibuktikan oleh
indikator berikut suhu, sensasi elastisitas hidrasi, keutuhan dan ketebalan kulit.
Perfusi jaringan (M.Wilkinson, 2016, hal. 446)
Pantau indikasi kelebihan beban atau retensi cairan misal crackle¸ peningkatan CVP
atau tekanan baji kapiler pulmonal, edema, distensi vena leher dan asites, jika perlu
(M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuan tubuh
Tujuan/kriteria evaluasi
Memperlihatkan status nutrisi yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut:
Asupan gizi
Asupan makanan
Asupan cairan
Energi
Manajeman nutrisi (NIC):
Timbang pasien pada interval yang tepat (M.Wilkinson, 2016, hal. 284)
3. Nyeri akut
Tujuan/ kriteria
Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibutuhkan oleh indikator ekspresi nyeri pada
wajah, gelisah tau ketegangan otot, durasi episode nyeri, merintih dan menangis,
gelisah (M.Wilkinson, 2016, hal. 297)
Tujuan
5. Intolerasi aktivitas
Tujuan
Menolerasi aktivitas yang biasa digunakanyang dibuktikan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, penghematan energi, tingkat kelelahan, energi psikomotorik, istirahat, dan
perawatan diri
Menunjukkan toleransi aktivitas yang ditunjukkan oleh indikator saturasi oksigen
saat beraktivitas, frekuensi pernapasan saat beraktivitas, kemampuan untuk berbicara
saat berktivitas fisik (M.Wilkinson, 2016, hal. 16)
Manajeman energi (NIC)
Tentukan penyebab keletihan misalnya perawatn nyeri dan pengobatan
(M.Wilkinson, 2016, hal. 17)
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
Penggunaan nafas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
Mengenali tanda atau gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang perlu
dilaporkan kepada dokter, pentingnya nutrisi yang baik, penggunaan peralatan seperti
oksigen, selama aktivitas, dampak intoleransi aktivitas terhadap tanggung jawab peran
dalam keluarga dan tempat kerja (M.Wilkinson, 2016, hal. 17)
D. Implementasi
E. Evaluasi
Handayani, W. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnois Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.