Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

”KONSEP ASKEP HIPERBILIRUBIN”

Dosen Pembimbing :
Andi Yudianto S.kep Ns M.Kes

KELOMPOK I

1. M. Zainul Athoilah (7316021)


2. Lailatul Hikmah (7316036)
3. Rizka (7316008)

PROGRAM SI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Konsep Askep Hiperbilirubin

Konsep Askep Hiperbilirubin ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar Konsep
Askep Hiperbilirubin. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Konsep Askep
Hiperbilirubin.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki Konsep Askep Hiperbilirubin.
Semoga Konsep Askep Hiperbilirubin ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya
para mahasiswa UNIPDU. Kami sadar bahwa Konsep Askep Hiperbilirubin ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen
pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan Konsep
Askep Hiperbilirubin kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.

Jombang, 07 Maret 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah..................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
1.1 DEFINISI ................................................................................................. 3
1.2 Etiologi ..................................................................................................... 3
2.3 Anatomi Fisiologi ..................................................................................... 4
2.4 Patofisologi dan Pathway ......................................................................... 5
2.5 Klasifikasi ................................................................................................. 7
BAB III ................................................................................................................. 11
ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................... 11
3.1 Pengkajian .............................................................................................. 11
3.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 13
3.4 Implementasi dan Evaluasi ..................................................................... 15
3.5 Discharge planning (Huda, amin. 2015)................................................. 17
BAB IV ................................................................................................................. 18
PENUTUP ............................................................................................................. 18
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 18
4.2 Saran ....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian bayi (AKB) dapat didefinisikan sebagai banyaknya yang
meninggal sebelum usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup
pada tahun yang sama. AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk
menentukan derajat kesehatan masyarakat (SDKI, 2011).

Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi, dilihat dari sisi
penyebabnya kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Faktor
yang dapat dikaitkan dengan kematian bayi endogen dan eksogen adalah kematian
endogen atau yang umum disebut kematian neonatal adalah kematian bayi yang
terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan kematian eksogen atau
kematian postnatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia 1 bulan sampai
menjelang usia 1 tahun yang disebabkan faktor-faktor yang bertalian dengan
pengaruh lingkungan luar akibat dari kurangnya pengetahuan orang tua dalam
merawat bayinya (Depkes, 2007).

Menurut WHO 2009 angka kematian bayi di Negara tetangga tahun 2007
seperti singapura 3% per 1.000 kelahiran hidup, Malaysia 6,5% per 1.000
kelahiran hidup, Thailand 17% per 1.000 kelahiran hidup, Vietnam 18% per 1.000
kelahiran hidup dan philipina 26% per 1.000 kelahiran hidup sedangkan angka
kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 46,5% per 1.000 kelahiran hidup
(Depkes, 2011).

Ikterus merupakan salah satu fenomena yang sering ditemukan pada bayi
baru lahir, kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 25-50% pada bayi
cukup bulan 80% pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita
dapat bersifat fisiologis dan sebagian bersifat patologis (hiperbilirubinemia) yang
dapat menimbulkan dampak yang buruk (SDKI, 2011). Dampak buruk yang
diderita bayi seperti : kulit berwarna kuning sampai jingga, klien tampak lemah,
urine menjadi berwarna gelap sampai berwarna coklat dan apabila penyakit ini

1
tidak ditangani dengan segera maka akan menimbulkan dampak yang lebih buruk
lagi yaitu kernicterus (kerusakan pada otak) yang dita6ndai dengan bayi tidak mau
menghisap, letargi, gerakan tidak menentu, kejang, tonus otot kaku, leher kaku
(Suriadi, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Hiperbillirubin?
2. Jelaskan Etiologi dari Hiperbillirubin?
3. Jelaskan Anatomi Fisiologi Hiperbillirubin?
4. Bagaimana Patofisologi dan Pathway?
5. Bagaimana Klasifikasinya?
6. Bagaimana Asuhan keperawatan Hiperbillirubin?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Hiperbillirubin
2. Untuk mengetahui Etiologi dari Hiperbillirubin
3. Untuk mengetahui Anatomi Fisiologi Hiperbillirubin
4. Untuk mengetahui Patofisologi dan Pathway
5. Untuk mengetahui Klasifikasinya
6. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan Hiperbillirubin

2
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 DEFINISI
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah


mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus
kalau tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan
yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai
12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan (Harison, et all,
2000).

Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum


setelah ada hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum
bilirubin (Iyan, 2009).

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai


suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak
ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2005).

1.2 Etiologi
Menurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu :

1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian


golongan darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.
2. Gangguan konjugasi bilirubin.
3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
4. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga icterus hemolitik.
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya
hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.

3
9. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma
atau infeksi.
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel
darah merah seperti : infeksi toxoplasma, shypilis.

2.3 Anatomi Fisiologi


Hati adalah organ yang terbesar yang terletak disebelah kanan atas rongga
perut dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang
dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan
persendian darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang
dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan yang lebih besar dari lobus
kirinya dan mempunyai tiga bagian utama yaitu lobus kanan atas, lobus caudatus
dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2005).

Hati disuplai oleh pembuluh darah,yaitu :

1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan
nutrient Nseperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air
dan mineral.
2. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

Fungsi hati:

1. Mengubah zat makanan yang di absorbsi dari usus dan yang disimpan dari
suatu tempat dalam tubuh dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya.
2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan dalam
empedu dan urine.
3. Menghasilkan enzim glikolik glukosa menjadi glukogen.
4. Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam retikulo
endulium dialirkan ke empedu.
5. Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang
larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K) glikogen dan berbagai racun yang
tidak dapat dikeluarkan dalam tubuh (seperti peptisida).

4
6. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah tua
dan rusak.
7. Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah menjadi
ureum, dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
8. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.

2.4 Patofisologi dan Pathway

Terjadinya hiperbilirubin diantaranya yaitu, hemolysis, rusaknya sel-sel


hepar, gangguan konjugasi bilirubin. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin
tak terkonjugasi akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat
bilirubin dan mengakibatkan peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam darah
yang mengakibatkan warna kuning pucat pada kulit (Haws Paulette S, 2007).

Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim
glukoronil transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi
menjadi bilirubin konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut
dalam lemak dan mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin yang tak
terkonjugasi tidak larut dalam air ini tidak bisa diekskresikan dalam urine dan
tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan
urobilinogen (akibat peningkatan bilirubin terhadap hati dan peningkatan
konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi
dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap (Price, Sylvia Anderson, 2006).

Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam
lemak akan memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna secara
terus menerus melakukan transferase tanpa adanya pembuangan melalui eliminasi,
dan jika berlanjut akan menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan
terjadinya rasa mual muntah, jadi dengan adanya peningkatan bilirubin didalam
darah maka akan menyebabkan terjadinya hiperbilirubin. apabila bilirubin tak
terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut
kernicterus jika tidak dengan segera maka akan dapat mengakibatkan kejang ,
tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap lemah (Price, Sylvia Anderson, 2006).

5
Pathway (Huda, amin. 2015)

Hemoglobin

Hemo Globin

Feco Biliverdin

Peningkatan destruksi Pemecah bilirubin


eritrosit (ggn konjungsi berlebih
bilirubin/ggn transport
bilirubin/peningkatan
Suplai bilirubin melebihi
siklus enterepotik) Hb dan
tampungan hepar
eritrosit abnormal

Hepar tidak mampu melakukan


Ikterik neonatus konjugasi
Peningkatan bilirubin
unjogned dlm darah –
pengeluaran meconium
Ikterus pd sklera leher dan terlambat/obstruksi usus – Sebagian masuk kembali ke siklus
badan, peningkatan bilirubin tinja berwarna pucat emerohepatik
indirect > 12mg/dl

Kerusakan integritas kulit Indikasi fototerapi

Gangguan suhu tubuh Sinar dengan intensitas tinggi Resiko cidera

Ketidakefektifan
termoregulasi Kurangnya volume cairan
tubuh

6
2.5 Klasifikasi
A. Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :

1. Ikterus fisiologi (direks)

a Timbul pada hari ke-2 atau ke 3


b kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl
dan 12 mg/dl pada bayi kurang bulan
c Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari
d Ikterus hilang 10-14 hari
e Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis

2. Ikterus patologis

a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan


b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam
c. Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari
10 mg/dl dan 10 mg/dl pada bayi kurang bulan
d. Ikterus menetap setelah 2 minggu
e. Mempunyai hubungan dengan hemolitik

B. Manifestasi klinis
1 Kulit jaundice (kuning)
2 Sklera ikterik
3 Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonatus yang
cukup bulan dan 15 mg% pada neonatus yang kurang bulan.
4 Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh
rendahnya intake kalori.
5 Asfiksia
6 Hipoksia
7 Sindrom gangguan nafas
8 Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
9 Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat
ditemukan adanya kejang
10 Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)

7
11 Terjadi pembesaran hati
12 Tidak mau minum ASI
13 Letargi

C. Penatalaksanaan
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007),
antara lain :

1. Memenuhi kebutuhan atau nutrisi

a. Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan


berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok.
Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.
b. Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika
bukan ASI) mungkin perlu ganti susu.

2. Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus

a. Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar
pukul 1- 8 selama 30 menit)
b. Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7 mg%
ulang esok harinya.
c. Berikan banyak minum
d. Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segara
hubungi dokter, bayi perlu terapi

3. Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan

a. Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan


b. Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya
c. Mencegah terjadinya infeksi ( memperhatikan cara bekerja aseptik).

8
D. Komplikasi
a. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
b. Kernikterus, kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan
melengking.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan pada bayi hiperbilirubin menurut Marilyn E. Dongoes, 2001
yaitu :
a. Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek
menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah
ibu. Hasil positif dari tes comb direk menandakan adanya sentisisasi (Rh-
positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5
mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam
atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi yang cukup bulan atau 15
mg/dl pada bayi praterm (tergantung BB bayi).
d. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan, terutama pada bayi paterm.
e. Hitung darah lengkap : hemoglobin mungkin rendah (< 14 mg/dl) karena
hemolisis. Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Daya ikat karbondioksida : penurunan kadar menunjukan hemolisis.
g. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
h. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi sel darah merah dalam respons terhadap hemolisis yang
berkenaan dengan penyakit Rh.

9
i. Smear darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau
imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh atau sferositis pada
inkompabilitas ABO.
j. Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih
lanjut.
k. Ultrasonografi, digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra
hepatic dengan ekstrahepatic.
l. Biobsy hati, digunakan untuk memastikan terutama untuk pada kasus
yang sukar seperti diagnosa membedakan obstruksi ekstrahepatic dengan
intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hepatis dan hepatoma.
m. Radioisotop scan, digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan
atresia billiari.
n. Scanning enzim G6PD untuk menunjukan adanya penurunan bilirubin

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas
meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke,
BB/TB, alamat.
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu
tubuh. Reflek hisap menurun, BB turun, pemeriksan tonus otot
(kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan, kulit tampak
kunin, sclera mata kuning, perubahan warna pada feses dan urine
2. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak
yang mengalami neona tal icterus yang dini, kemungkinan adanya
erytrolastosisfetalis (Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah
suspect sph). Ada saudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan
atau icterus
3. Riwayat kehamilan
a. Ketuban pecah dini, kesukaran dengan manipulasi berlebihan
merupakan predisposisi terjadinya infeksi.
b. Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan
mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia), asidosis akan
menghambat konjugasi bilirubin.
c. Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan terjadinya
(hypoksia), asodosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin
d. Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas organ tubuh
hepar.(Haws Paulette , 2007)

11
c. Pemeriksaan Fisik

1. KU : biasanya lesu, biasanya letargi coma

2. TTV

TD : -

N : biasanya 120-160x/i

R : biasanya 40x/i

S : biasanya 36,5 – 37 ºC

3. Kesadaran : biasanya apatis sampai koma.

4. Kepala, mata dan leher

Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau
terdapat caput. Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa
pada mulut. Dapat juga diidentifikasi icterus dengan melakukan tekanan
langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning)
(Haws, Paulette S.Hasws, 2007).

5. Hidung : biasanya tampak bersih

6. Mulut : ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat,
2009). Pada kasus mulut berwarna kuning (Saifuddin, 2002).

7. Telinga : biasanya tidak terdapat serumen.

8. Thorak : Biasanya selain ditemukan tanpak icterus juga dapat


ditemukan peningkatan frekuensi nafas. Biasanya status kardiologi
menunjukan adanya tachycardia, khususnya icterus disebabkan oleh adanya
infeksi.

9. Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah, mencret merupakan akibat


gannguan metabolism bilirubin enterohepatik.

10. Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau kapur akibat
gangguan hepar atau atresia saluran empedu.

12
11. Ekstremitas : Biasanya tonus otot lemah.

12. Integument : Biasanya tampak ikterik, dehidrasi ditunjukan pada turgor


tangan jelek, elastisitas menurun.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Kemungkinan diagnosa yang mungkin muncul pada klien hiperbilirubin yaitu :

a. Hipertermia b/d paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi.


b. Resiko deficit volume cairan b/d kehilangan aktif volume cairan
(evaporasi).
c. Resiko kerusakan integritas kulit b/d pigmentasi (jaundice), hipertermi,
perubahan turgor kulit, eritema.
d. Resiko terjadi cedera b/d fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.

3.3 Intervensi Keperawatan

NO Dx. NOC NIC


. Keperawatan
1. Hipertermia Thermoregulasi - Monitor suhu minimal tiap 2
b/d paparan - Suhu tubuh dalam jam.
lingkungan rentang normal - Recanakan monitoring suhu
panas - nadi , RR dalam secara kontinui
(fototerapi). rentang normal - Monitor warna dan suhu kulit
- Tidak ada - Monitor tanda-tanda
perubahan warna hipertermia & hipotermi.
kulit. - Monitor pola pernafasan
abnormal.
- Berikan anti piretik
- tingkatkan sirkulasi udara
- monitor sianosis perifer
2. Defisit volume Fluid balance - --Timbang popok jika
cairan b/d Hydrarin diperlukan
kehilangan Nutritional status : - -Pertahankn cacatan intake &
aktif volume food and fluid output yang akurat.

13
cairan intake. - -Monitor status hidrasi
(evaporasi). - (kelembaban
Mempertahan membrane mukosa ,nadi
kan urine output adekuat)
sesuai dengan BB, - -Monitor vital sign
BJ urine normal, HT
normal.
3. Resiko Tissue integrity : - -hindari kerutan pada tempat
kerusakan skin and Mucous tidur.
integritas kulit membrance - -jaga kebersihan kulit agar
b/d pigmentasi - Suhu tubuh tetap bersih dan kering.
(jaundice) dalam rentang - -Mobilisasi klien setiap 2 jam
hipertermi, normal 36º C - 37º sekali.
perubahan C. - -Monitor adanya kemerahan.
turgor kulit, - Hidrasi dalam - -Oleskan lotin/baby oil pada
eritemia. batas normal daerah yang tertekan.
- Keutuhan - -Mandikan dengan air hangat.
kulit
- Pigmentasi
dalam batas normal.
4. Resiko terjadi Risk control - -Letakkan bayi dekat cahaya.
cedera b/d - Tidak ada - -Tutup mata dengan kain
fototerapi atau iritas mata yang dapat menyerap cahaya
peningkatan - Tidak ada - -Matikan lampu dan buka
kadar bilirubin. tanda-tanda penutup mata bayi setiap 8 jam,
dehidrasi lakukan inspeksi warna sclera.
- Suhu stabil - -Buk penutup matawaktu
- Tidak terjadi memberi makanan.
kerusakan kulit. - -Ajak bayi bicara selama
perawatan.

14
3.4 Implementasi dan Evaluasi
No. Dx. Implementasi Evaluasi Ttd
Keperawatan
1. Hipertermia - Memonitor suhu S :
b/d paparan minimal tiap 2 jam. -Keluarga mengatakan
lingkungan - Memonitor warna kulit klien tampak
panas dan suhu kulit kering dan memerah.
(fototerapi). - Memonitor tanda- O :
tanda hipertermia & -Kulit bayi tampak
hipotermi. kering dan memerah.
- Memonitor pola A :
pernafasan abnormal. -Masalah belum teratasi
- Memberikan anti P :
piretik -Intervensi dilanjutkan.
- Mentingkatkan
sirkulasi udara
- Memonitor sianosis
perifer
2. Resiko deficit 1.Mempertahankan S : -Ibu mengatakan
volume cacatan intke dan anaknya di fototerapi.
cairan b/d output yang akurat. - ibu mengatakan
kehilangan 2. memonitor status anaknya mulai mau
aktif volume hidrasi (kelembapan menyusu.
cairan membrane mukosa). O:
(evaporasi). 3. Memonitor -Turgor kult bayi
masukan cairan. tampak jelek.
4. Memantau turgor - tampak membrane
kulit mukosa bayi kering.
5. Memonitor BB bayi - Bayi mendapatkan
ASI
A:
-Masalah belum teratasi

15
P:
-Intervensi dilanjutkan
3. Resiko 1.Memakaikan S:
kerusakan pakaian yang longgar -Keluarga pasien
integritas 2. Hindari kerutan mangatakan tubuh
kulit b/d pada tempat tidur. pasien masih
pigmentasi 3. Menjaga kebersihan menguning.
(jaundice), kulit agar tetap bersih. O:
hipertermi, 4. Memonitor kulit -turgor kulit bayi
perubahan adanya kemerahan. tampak jelek
turgor kulit. 5. Mengoleskan baby - Bayi tampak
oil pada daerah yang menguning
tertekan. A:
6. Memandikan bayi -Masalah belum
dengan air hangat. teratasi
P:
-Intervensi
dilanjutkan

4. Resiko 1.Mengkaji S:
terjadinya hiperbilirubin 1x 4 -keluarga mengtakan
cidera b/d jam. bagian tubuh pasien
fototerapi 2. Memberikan bertambah kuning.
(peningkatan fototerapi. O:
kadar 3. Meletakkan bayi -Sclera tampak ikterik
bilirubin). dekat sumber cahaya -Total bilirubin 23,81
4. Menutup mata mg/dl.
dengan kain yang A :
menyerap cahaya. -Masalah
5. Mematikan lampu belum teratasi
dan buka penutup P :
mata bayi setiap 8 jam -Intervensi dilanjutkan.

16
3.5 Discharge planning (Huda, amin. 2015)
1. Pelajari cara merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan daya tahan
tubuh.
2. Berika asi secara terus menerus (2 tahun) apabila sudah tidak ikterik.
Namun bila penyebabnya bukan dari jaundice asi tetap diteruskan
pemberiannya.
3. Kenali komplikasi yang mungkin terjadi dan segera lapor dokter atau
perawat.
4. Berikan imunisasi
5. Tanyakan tentang pengobatan yang diberikan dan tindakan selanjutnya.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Angka kematian bayi (AKB) dapat didefinisikan sebagai banyaknya yang
meninggal sebelum usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran
hidup pada tahun yang sama. AKB merupakan indikator yang biasanya
digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat (SDKI, 2011).

Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit,
mukosa akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus
(Bobak, 2004). Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam
darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah


mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
icterus kalau tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan dangan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin bila kadar
bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang
bulan (Harison, et all, 2000).

4.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan dari pembahasan tersebut adalah dalam


menjalani hidup kita harus berusaha, bukan hanya untuk jasmani kita , tapi
juga untuk kesehatan rohani. Kesehatan rohani dapat dicapai dengan selalu
menjalani hidup dengan penuh usaha, syukur dan ikhlas. Dengan begitu,
mudah-mudahan kita bisa menjalani hidup dan segala cobaan dengan baik.
Sehingga, kita bisa mencapai kebahagiaan baik jasmani maupun rohani.

18
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylynn, E. Dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. ECG,
Jakarta.

Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4,


ECG, Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai