Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

1. DEFINISI
1.1 Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi, 2012). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl,
bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
1.2 Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2014).

2. Etilogi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai
berikut (Ngastiyah, 2014):
2.1 Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis
yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2.2 Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab
lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake”
bilirubin ke sel hepar.
2.3 Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.Ikatan
bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole.Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek
yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
2.4 Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia
biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroidjaundice ASI

1
Rumus Kramer
Daerah Luas ikterus Kadar bilirubin
1 Kepala dan leher 5 mg%
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9mg%
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai 11mg%
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki dibawah lutut 12mg%
5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16mg%

3. TANDA DAN GEJALA


Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan
menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin
direk) memperlihatkan warna kuningkehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya
dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2012).
2.1 Ikterik fisiologis
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut:
2.1.1 Timbul pada hari kedua - ketiga.
2.1.2 Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
2.1.3 Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
2.1.4 Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
2.1.5 Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
2.1.6 Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologis tertentu.
2.1.7 Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan
karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2015) bila
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.

2
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis).
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia,
hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

2.2 Ikterus Patologis


Menurut Tarigan, (2013) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin
mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

2.3 Kern Ikterus


Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama
pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan
nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus
cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit
hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus
secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.(Ngastiyah,
2014).

Menurut Surasmi (2013) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi:


2.3.1 Gejala akut: gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.3.2 Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus
dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian
otot mata dan displasia dentalis)

3
Sedangkan menurut Handoko (2013) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada
kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

4. PATHWAY

Hemoglobin

Hemo Fe. Co

Bailverdin Pengambilan
bilirubin

Lathergi Bilirubin indirek Bilirubin indirek

Refleks Hisap lemah Urobilinogen Warna kulit


kuning

Ketidakefektifan Tinja Ikterik


pola makan bayi Neonatus

Resiko kekurangan Fototerapi Resiko


volume cairan gangguan
integritas kulit
Resiko mata kering
5. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak.
Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements),
kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4.1 Laboratorium (Pemeriksan Darah)
4.1.1 Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14
mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang
tidak fisiologis.

4
4.1.2 Hb, Hitung Darah Lengkap.
4.1.3 Protein serum total.
4.1.4 USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
4.1.5 Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan
atresia billiari.
4.2 Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan
pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
4.3 Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
(Sacher,et al 2015.)

7. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi, Pengganti, Infus


Albumin dan Therapi Obat.
a. Pemberian ASI
b. Fototerapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti
untuk menurunkan Bilirubin.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi
tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan
Anemia.
c. Tranfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor
1. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

5
2. Tes Coombs Positif
3. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
4. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
5. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Menghilangkan Serum Bilirubin
2. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin
d. Terapi obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi Bilirubin dan mengekresinya

8. Rencana asuhan klien dengan gangguan hiperbilirubin


No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan intervensi 1x2 1. Monitor kemampuan bayi
makan bayi diharapkan pola makan bayi untuk menghisap.
berhubungan dengan dapat efektif dengan kriteria
hasil:
prematuritas
 Bayi dapat menunjukkan 2. Berikan ASI eksklusif
kemampuan menghisap yang sesering mungkin melalui
Batasan karakteristik: kuat. OGT.
1. Ketidakmampuan  Bayi dapat menunjukkan
mempertahankan kepuasaan menyusu (tidak
mengisap yang menangis dan dapat tertidur 3. Dorong ibu untuk selalu
nyenyak). memberikan ASI ekslusif.
efektif.
2. Ketidakmampuan
(Buku NOC, elseiver tahun
memulai mengisap 4. Anjurkan ibu untuk
2016, hal. 657).
yang efektif. melakukan tehnik
3. Ketidakmampuan kangaroo mother care.
mengoordinasi
mengisap, menelan
dan bernafas.
2 Ikterik Neonatus b/d Setelah dilakukan intervensi Fototerapi Neonatus :
usia neunatus <7 hari. diharapkan pola makan bayi dapat
efektif dengan kriteria hasil : Monitor warna kulit,
Batasan karakteristik: - Kulit tidak kuning membran mukosa, dan mata
1. Kulit kuning - membran mukosa dan sclera pasien.
2. Memar kulit yang tidak kuning
abnormal. Monitor Tanda-tanda vital.
3. Membran mukosa (Buku NOC, elseiver tahun
kuning 2016, hal. 613)
4. Sclera kuning
(Buku NIC, elseiver tahun
2016, hal. 520)

6
3 Resiko kekurangan Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen berat badan
volume cairan diharapkan tidak ada resiko 2. Resusitasi cairan
Faktor resiko kekurangan volume cairan kriteria 3. Pemasangan infus
1. Usia ekstrem hasil : 4. Terapi intravena
2. Berat badan ekstrem 1. Keberhasilan menyusui bayi 5. Memonitor tanda-tanda
3. Gangguan 2. Mempertahankan pemberian vital
mekanisme regulasi ASI 6. Manajemen nutrisi
4. Kehilangan volume 3. Keparahan mual dan muntah 7. Manajemen muntah
cairan aktif 4. Berat badan normal 8. Manajemen elektrolit
5. Kehilangan cairan 5. Kontrol resiko 9. Manajemen cairan
melalui rute normal 6. Hipertermi terkontrol 10. Manajemen syok
7. Deteksi resiko 11. Pencegahan syok
8. Termoregulasi dengan batas
normal

(Buku NOC, elseiver tahun (Buku NOC, elseiver tahun


2016, hal. 684) 2016, hal. 595)
4 Resiko gangguan Setelah dilakukan intervensi 1. .kontrol warna kulit
integritas kulit diharapkan tidak ada resiko 2. Terapi nutrisi
Faktor resiko kerusakan integritas kulit kriteria 3. Manajemen nutrisi
1. Usia ekstrem hasil : 4. Kontrol otot
2. Terapi radiasi 1. Kontrol resiko hipertermi 5. Kontol sendi
3. Lembap 2. Kontrol resiko hipotermi 6. Pengaturan posisi setiap 4
4. Hipotermia 3. Kontrol resiko terjadi proses jam sekali
5. hipertermia infeksi 7. Manajemen eliktrolit
4. Keparahan infeksi 8. Memandikan/menyeka
5. Keparahan cairan berlebih kulit
6. Kontrol hidrasi atau dehidrasi
7. Keseimbangan cairn
8. Respon pengobatan
9. Status nutrisi
10.Keseimbangan cairan
terkontrol
11.Pengaturan posisi tubuh

(Buku NOC, elseiver tahun (Buku NOC, elseiver tahun


2016, hal. 675) 2016, hal. 525)

5 Resiko mata kering Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor tanda-tanda mata


Faktor resiko diharapkan tidak ada resiko kering
1. Defisiensi vitamin A kerusakan integritas kulit kriteria 2. Monitor refleks kedipan
2. Penggunaan lensa hasil : 3. Identifikasi kelopak mata
kontak 1. Mendeteksi resiko 4. Monitor banyaknya air
3. Penuaan 2. Resiko gangguan penglihatan mata
4. Penyakit autoimun terkontrol 5. Berikan perawatan mata
5. Perubahan hormon 3. Resiko mata kering terkontrol setidaknya 2 kali sehari
6. Riwayat alergi 4. Resiko terpapar matahari dengan tepat
7. Program pengobatan terkontrol 6. Gunakan pelumas dengan
8. Ventilasi mekanis 5. Respon pengobatan tepat (salep, tetes mata)
7. Pastikan kelopak mata di
(Buku NOC, elseiver tahun tutup
2016, hal. 688) 8. Periksa permukaan mata
dan kornea terkait efek
dari perawatan

7
9. Laporkan tanda abnormal
10. dan gejala mata kering

Buku NIC, elseiver tahun


2016, hal. 277)

9. DAFTAR PUSTAKA
Ngastiah. 2014. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Suriadi, dan Rita Y. 2012.Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta.

Nelson, (2015)Neonatal Hyperbilirubinemia in Manual of Neonatal Care.


Philadelphia: Lippincort Williams and Wilkins

Haws, Paulette S.Hasws (2007) Hiperbilirubinemia pada neonatus. Continuing


education Ilmu kesehatan anak..

Sacher, Ronald, A., Richard A., McPherson. (2015). Tinjaun Klinis Hasil
Pemeriksaan Laborotorium. 11th ed. Editor bahasa Indonesia: Hartonto,
Huriawati. Jakarta: EGC.

8
Banjarmasin, Desember 2017

Preseptor Akdemik, Preseptor Klinik

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai