Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

Disusun Oleh :
Nama : Uji Restanti
NIM : A11801830

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
TAHUN AJARAN 2020
A. PENGERTIAN
Definisi kejang demam menurut National Institutes of Health Consensus
Conference adalah kejadian kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara usia 3
bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tanpa adanya bukti-bukti infeksi atau
sebab yang jelas di intrakranial.
Kejang demam adalah kelainan neorologis yang paling sering ditemukan pada
anak , terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Wulandari & Erawati,
2016)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38℃
biasanya terjadi pada usia 3 bulan – 5 tahun. Sedangkan usia < 4 minggu dan pernah
kejang tanpa demam tidak termasuk dalam kategori ini (Ridha,2017)
Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah
yang terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam
tinggi dapat menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering terjadi
pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam (Regina Putri, 2017).
Jadi bedasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38℃)
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium terutama pada anak umur 3 bulan sampai 5
tahun.

.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
b. Kejang demam kompleks
Kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau persial, kejang berulang atau
lebih dari 1 kali dalam 24 jam , didapatkan
abnormalitas status neurologi, dan didapatkan riwayat kejang tanpa demam pada
orangtua atau saudara kandungnya.
C. TANDA DAN GEJALA
Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Saat kejang, anak akan
terlihat aneh untuk beberapa saat, hilang kesadaran, tangan dan kaki kaku,
tersentaksentak atau kelojotan, dan mata berputar-putar sehingga hanya putih mata yang
terlihat. Anak tidak responsive untuk beberapa waktu, napas akan terganggu dan kulit
akan tampak lebih gelap dari biasanya. Namun, tidak seberapa lama kemudian, anak
akan segera normal kembali (Sudarmoko, 2017).
D. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam menurut Rishda (2014) yaitu :
Faktor – faktor perinatal, malformasi otak kongenital
a) Faktor genitika
Faktor keturunan dari salah stau penyebab terjadinya kejang demam, 25-50%
anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam.
b) Penyakit infeksi
- Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius , pharyngitis, tonsillitis, otitis
media.
- Virus : Varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab
demam berdarah)
c) Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam tinggi.
d) Gangguan metabolisme
Gangguan metabolism seperti, uremia, hipoglikemia, kadar gula darah kurang dari
30 mg% pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan
berat badan lahir rendah atau hiperglikemia.
e) Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala.
f) Neoplasma, toksin
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun mereka
merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan dan
kemudian ketika insiden penyakit neoplastic meningkat.
g) Gangguan sirkulasi
h) Penyakit degeneratif susunan saraf pusat
E. PATOFISIOLOGI
Patosiologi kejang demam idiopatik. Penyebab terbanyak kejang demam terjadi
pada infeksi luar kranial dari bakteri, seperti tonsillitis, bronchitis dan otitis media akut
akibat bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan menyebar keseluruh tubuh
secara hematogen ataupun limfogen.
Naiknya suhu dihipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan
mengeluarkan mediator kimia berupa epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator
kimia ini merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Pada keadaan kejang
demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh, sehingga reaksi-reaksi oksidasi terjadi
lebih cepat dan menyebabkan oksigen cepat habis sehingga terjadi hipoksia. Pada
kejadian ini transport ATP terganggu sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat
dan menyebabkan potensial membrane cenderung turun dan aktifitas sel saraf meningkat
terjadi fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.
Peningkatan suhu tubuh

Metabolisme basal
Resiko tinggi
meningkat
gangguan kebutuhan
nutrisi

O2 keotak menurun

Kejang demam TIK meningkat

Kejang demam sederhana Kejang demam kompleks Gangguan perfusi jaringan

Resiko injuri Resiko tinggi Resiko tinggi gangguan


berulang tumbuh kembang

F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Wulandari dan Erawati (2016) manifestasi kejang demam yaitu :
a. Kejang demam mempunyai kejadian yang tinggi pada anak 34%.
b. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, banyak dialami oleh anak laki-laki.
c. Kejang timbul dalam 24 jam setelah suhu badan naik diakibatkan infeksi susunan
saraf pusat seperti otitis media dan bronchitis.
d. Bangkitan kejang berbentuyk tonik-klonik.
e. Takikardi : pada bayi , frekuensi sering diatas 150-200 kali permenit.

G. PENATALAKSANAAN DAN KOMPLIKASI


Penatalaksanaan kejang demam menurut NANDA (2015) dan Sukarmin (2012)
dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Penatalaksanaan di Rumah Sakit dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
Pengobatan saat terjadi kejang
1. Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Dosis pemberian:
a) 5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun.
b) 5 mg untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg
c) 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
2. Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5 mg/kgBB.
Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit untuk
menghindari depresi pernafasanan. Bila kejang berhenti sebelum obat habis,
hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila
anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak
diabsorbsi dengan baik.
3. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahan-
lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50 mg IM dan pasang
ventilator bila perlu.
Setelah kejang berhenti
Bila Kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan
pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya
kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
1. Antipiretik
a) Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali atau
tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek samping berupa
hiperdosis.
b) Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali.
2. Antikonvulsan
a) Berikan diazepam oral dosis 0.3-0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang.
b) Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari
Bila kejang berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproat dengan dosis
valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosi, sedangkan fenbobarbital 3-5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan
adalah :
1. Kejang lama 15 menit.
2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang
misalnya hemiparise, cerebral palsy, hidrocefalus.
3. Kejang fokal.
4. Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsi.
b. Penatalaksanaan di Rumah
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan munculnya, maka orang tua
atau pengasuh anak perlu diberi bekal untuk memberikan tindakan awal pada anak
yang mengalami kejang demam. Tindakan awal itu antara lain :
1. Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang aman seperti
dilantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda berbahayas eperti
gelas, pisau.
2. Posisi anak hiperekstensi pakaian dilonggarkan. Masukan sendok yang dibalut
dengan kain bersih kedalam mulut untuk mencegah lidah anak tertekuk atau
tergigit.
3. Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu dibuka supaya terjadi
pertugaran oksigen lingkungan.
4. Kalau memungkinkan sebaiknya orang tua atau pengasuh dirumah menyediakan
diazepam (melalui dokter keluarga) peranus sehingga saat serangan kejang anak
dapat segera diberikan. Dosis peranus 5 mg untuk BB kurang dari 10 kg, kalau
BB lebih dari 10 mg maka dapat diberikan 10 mg. Untuk dosis rat-rata pemberian
peranus adalah 0,4-0,6mg/KgBB.
5. Kalau beberapa kemudian tidak membaik atau tidak tersedianya diazepam maka
segera bawa anak kerumah sakit.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kejang demam :
a. Retardasi Mental
b. Kerusakan jaringan otak
c. Epilepsy
d. Kejang berulang
KASUS
An. G laki-laki usia 2 tahun dengan BB: 10 Kg, dirawat di ruang anak dengan keluhan demam
sejak 7 hari yang lalu dirumah hanya di kompres dengan air hangat di bagian dahi, agak turun
tapi langsung panas lagi. Semalam klien kejang seluruh tubuh 3 kali, kejang sekitar 5 menit.
Di IGD klien kejang sekali sekitar 5 menit. Hasil pemeriksaan Nadi 100 kali per menit, suhu
40 0C, pernafasan 30 kali per menit, kesadaran somnolen. Ibu klien tampak cemas dan
mengatakan khawatir dengan kondisi anaknya, dia mengatakan menyesal mengapa tidak
langsung dibawa ke RS. Klien pernah dirawat di rumah sakit pada usia 8 bulan karena kejang
demam.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN An. G YANG MENGALAMI


KEJANG DEMAM ( KDS ) DIBANGSAL ANAK RSUD SOEDIRMAN KEBUMEN

Tanggal pengkajian : 20 November 2020


Nama pengkaji : Uji Restanti
Ruang : Bangsal Anak
Waktu pengkajian : 14.00 WIB
A. Identitas
1. Identitas klien
Nama : An. G
Tanggal lahir : 05 Oktober 2018
Umur : 2 Tahun 1 Bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
BB : 10 kg
TB/PB : 88 cm
Alamat : Desa Banjarsari rt 02/01, Ambal, Kebumen
Agama : Islam
Pendidikan :-
Suku bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 20 November 2020
No. RM :0141xxx
Diagnosa medik : Kejang demam
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. A
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Banjarsari rt 02/01, Ambal, Kebumen
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan klien : Ibu kandung
B. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama :
Demam sejak 7 hari yang lalu. Semalam klien kejang seluruh tubuh 3 kali, kejang
sekitar 5 menit
2. Riwayat penyakit sekarang :
Ibu klien mengatakan klien demam sejak 7 hari yang lalu dirumah hanya di
kompres dengan air hangat di bagian dahi, agak turun tapi langsung panas lagi.
Semalam klien kejang seluruh tubuh 3 kali, kejang sekitar 5 menit. Hasil pemeriksaan
Nadi 100 kali per menit, suhu 400C, pernafasan 30 kali per menit, kesadaran
somnolen
3. Riwayat penyakit dahulu :
Klien pernah dirawat di rumah sakit pada usia 8 bulan karena kejang
demam.
4. Riwayat penyakit keluarga :
Dalam keluarga korban tidak ada riwayat kejang, hipertermi, dan stroke.
5. Riwayat kehamilan :
Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit yang berarti , selama hamil ibu
memeriksakan kehamilan ke bidan terdekat dan selama mendapat suntikan TT dua
kali, klien merupakan anak pertama.
6. Riwayat persalinan :
Klien dilahirkan di Puskesmas dengan pertolongan bidan pada umur 9 bulan secara
spontan , persalinan berjalan normal, dengan berat badan lahir 3,3 kg, panjang 50 cm.
7. Riwayat imunisasi :
Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi secara lengkap antara
lain : BCG, DPT, I, II, III, Hepatitis B, I,II, III dan Campak.
8. Riwayat tumbuh kembang :
Klien hanya miring kanan dan kiri pada umur 4 bulan, tengkurap umur 6 bulan, gigi
mulai tumbuh umur 7 bulan. Pada umur 10 bulan anak dapat duduk sendiri, tetapi
sebelumnya harus dibantu. Umur 11 bulan anak mulai belajar berjalan dan umur 17
bulan anak sudah dapat mengucapkan beberapa kata dan anak mulai diajarkan toilet
training.
9. Genogram :
p

Keterangan :

= Laki-laki

= Perempuan

= Garis keturunan

= Tinggal serumah

P = Pasien

C. Pola Pengkajian Fungsional Menurut Gordon


1. Pola persepsi kesehatan/ Penanganan kesehatan :
Menurut ibu klien kesehatan sangatlah penting karena merupakan anugerah dari
Tuhan YME yeng perlu dijaga dan disyukuri , bila klien sakit ibu klien selalu
memeriksakan ketempat kesehatan terdekat.
2. Pola nutrisi/ Metabolik :
Sebelum sakit : klien makan 3 kali sehari pagi, siang dan sore , dan minum susu
setiap klien mau tidur.
Sesudah sakit : klien makan 1 kali sehari, minum susunya lebih sering.
3. Pola eliminasi :
Sebelum sakit : ibu klien mengatakan BAB 1 kali sehari berwarna kuning ,
konsistensi lembek, BAK kurang lebih 4-6 kali serhari berwarna kuning jernih.
Sesudah sakit : ibu klien mengatakan BAB 3-4 kali sehari konsistensi cair
bercampur ampas , tidak ada darah. BAK kurang lebih 4-5 kali sehari dengan warna
kuning tidak ada lendir maupun darah.
4. Pola aktivitas/Latihan :
Sebelum sakit : ibu klien mengatakan klien tidak ada batasan beraktivitas.
Sesudah sakit : ibu klien mengatakan klien hanya berbaring ditempat tidur,
sesekali klien digendong oleh ibunya.
5. Pola tidur/Istirahat :
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan biasa tidur jam 20.00 dan bangun jam
05.00, selain itu juga bisa tidur siang kurang lebih 3-4 jam perhari.
Sesudah sakit : ibu klien mengatakan frekwensi tidur pasien tidak mengalami
6. Pola persepsi kognitif :
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien sangat periang
Sesudah sakit : ibu klien mengatakan klien jadi rewel
7. Pola konsep diri :
keluarga Klien berharap klien cepat sembuh.
8. Pola peran/Hubungan :
Ibu klien mengatakan hubungan klien dan keluarga sangat baik
9. Pola seksualitas/Reproduksi :-
10. Pola koping/ Toleransi stress :
Ibu klien sering memutarkan lagu anak-anak dan sholawat.
11. Pola nilai/ Kepercayaan :
Ibu klien sering mengajarkan hafalan doa-doa pendek pada klien.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : Somnolen
2. TTV :
TD :70/110 mmHg
N : 100 x/menit
S : 400C
RR : 30 x/menit
3. Antropometrik :
BB : 10 kg
TB : 88 cm
4. Kepala : Mesochepal
5. Mata : Tidak ada edema pelbra, Konjungtiva tidak anemis, dan seklera
tidak ikterik
6. Hidung : tidak ada polip, terpasang O2 (3 liter) , tidak ada napas cuping
hidung.
7. Mulut : Bibir kering
8. Telinga : Telinga sedikit kotor, tidak ada serumen pendengaran baik.
9. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid , tidak ada nyeri tekan.
10. Paru-paru : Perkusi sonor, bunyi napas vesicular.
11. Jantung : Auskultasi S1 tunggal, S2 split tidak konstan, tidak ada bising
12. Abdomen : Bentuk soepel, tidak ada distensi.
13. Genitalia : terpasang diapers
14. Ekstermitas : pergerakan otot baik tidak ada batasan

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
Tanggal/jam :20 November 2020
 Pemeriksaan Laboratorium
Darah : WIDAL (-)
Urin : -
 Radiologi
 Pemeriksaan lain
Terapi Medis
 Infus kaen 3B 25 tpm mikro
 Injeksi kalfoxime 3 x 250 mg
 PO : pamol syr 3 x ½ cth
 Stesolid sup 5 mg k/p kejang
F. Analisa Data
Nama klien : An. G
Ruang : Bangsal Anak

TGL/JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI


20 DS : Hipertermi Peningkatan
November Ibu klien mengatakan metabolik
2020 klien demam sejak 7 hari
14.00 WIB yang lalu.
DO :
N :100x/menit
RR : 30 x/menit
S : 400C

G. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik.

H. Intervensi Keperawatan
Nama klien : An. G
Ruang : Bangsal Anak
TGL/JAM No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
. (NOC) (NIC)
DP
20 November 1 Setelah dilakukan tindakan - Monitor suhu
2020 keperawatan selama 1 x 24 sesering mungkin
14.00 WIB jam diharapkan hipertermi - Monitor warna
bisa teratasi dengan hasil : dan suhu kulit
1. Suhu tubuh dalam - Monitor nadi dan
rentang normal RR
2. Nadi dan RR dalam - Lakukan Tepid
rentang normal Water Sponge
3. Tidak ada perubahan - Berikan cairan
warna kulit intravena
- Tingkatkan
sirkulasi udara
- Kolaborasikan
pemberian
antipiretik
- Berikan
pengobatan untuk
mengatasi
penyebab demam

I. Implementasi Keperawatan
Nama klien : An.G
Ruang : Bangsal Anak
TGL/JAM No Tindakan Implementasi Evaluasi Formatif TTD
.
DP
20 November 1 - Memonitor TTV klien DS :
2020 S: 400C, N: 100 Klien tampak lebih baik
14.00 x/menit, RR:30
x/menit. DO :
- Memberikan Tepid S : 37,5 0C
Water Sponge N : 100 x/menit
- Mengelola pemberian RR : 30 x/menit
antipiretik
paracetamol ¾ cth
- Memotivasi ibu untuk
tetap memberikan
peroral lainnya
- Memotivasi keluarga
untuk tetap
memberikan Tepid
Water Sponge jika
panas belum turun
- Menganjurkan ibu
untuk memakaikan
pakaian tipis,
menyerap keringat,
dan memudahkan
sirkulasi udara.

J. Evaluasi keperawatan
Nama Klien : An.G
Ruang : Bangsal Anak
TGL/JAM No.DP Evaluasi Sumatif TTD
20 1 S : Ibu klien mengatakan suhu An. G turun dari
November sebelumnya.
2020 O : Suhu 37,5 0C, tidak ada kejang
14.00 WIB A : Hipertermi belum teratasi
P:
 Monitor perubahan tanda vital ekstrim
 Berikan tapid water sponge bila panas
 Tingkatkan hidrasi
DAFTAR PUSTAKA

Regina Putri, D. (2017). Askep dengan Kejang Demam. Journal Nursing, (45), 39

Ridha, H., N. (2017). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Anda mungkin juga menyukai