Anda di halaman 1dari 19

TUGAS PRA STASE KEPERAWATAN ANAK

PENGELOLAAN KASUS DENGAN PENDEKATAN MANAJEMEN


TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)

Disusun oleh :
ENDANG JUNAELA
P1337420919114

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
POGRAM STUDI PROFESI NERS
2019

1
A. KONSEP DASAR MTBS
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas
rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif
terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga,
malnutrisi, dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi,
pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang bertujuan
untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita serta menekan
morbiditas karena penyakit tersebut (Pedoman Penerapan Manajemen
Terpadu Balita Sakit di Puskesmas, Modul-7. 2004). Balita (bawah lima
tahun) yaitu anak umur 0-5 tahun (tidak termasuk umur 5 tahun) (MTBS,
Modul 1, 2004).
Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) adalah sot modul yang
menjelaskan secara rinci cara menerapkan proses keterpaduan pelayanan
dalam menangani balita sakit yang datang ke fasilitas rawat jalan.
Keterpaduan pelayanan tidak hanya kuratif, tapi promotif dan preventif.
Sekitar 70% kematian anak dibawah 5 tanhun disebabkan oleh pneumonia,
diare, malaria, campak, dan malnutrisi. Di Indonesia, angka kematian bayi
(AKB) 50/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian anak balita
(AKABA) 64/1000 kelahiran hidup (Surkesnas, 2001)
B. PENILAIAN
MTBS Umur ≥ 2 bulan sampai ≤ 5 tahun
Pada penilaian tanda dan gejala pada bayi umur 2 bulan sampai
dengan 5 tahun ini yang dinilai adalah ada tidaknya tanda bahaya umum
(tidak bisa minum atau menetek, muntah, kejang, letargis atau tidak sadar)
dan keluhan seperti batuk atau kesukaran bernafas, adanya diare, demam,
masalah telinga, malnutrisi, anemia dan lain-lain.
1. Penilaian pertama, keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya
umum, tarikan dinding dada ke dalam, stridor, nafas cepat.

2
2. Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis, mata
cekung, tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek, gelisah,
rewel, haus atau banyak minum.
3. Penilaian ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya
umum, kaku kuduk dan adanya infeksi lokal.
4. Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga,
adanya pembengkakkan.
5. Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah
kurus, bengkak pada kedua kaki, telapak tangan pucat dan sebagainya.

C. KLASIFIKASI
MTBS
Klasifikasi pneumonia
Pada klasifikasi pneumonia ini dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
1. Diklasifikasi pneumonia berat apabila adanya tanda bahaya umum,
tarikan dinding dada ke dalam, adanya stridor
2. Adanya pneumonia apabila ditemukan tanda frekuensi napas yang
sangat cepat
3. Klasifikasi batuk bukan pneumonia apabilah tidak ada pneumonia ada
hanya keluhan batuk
Klasifikasi dehidrasi
Pada klasifikasi ini termasuk klasifikasi diare dengan dihindari yang
terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Dehidrasi berat apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak
sadar, mata cekung, turgor kulit jelek sekali,
2. Klasifikasi dehidrasi ringan sedang dengan tanda seperti
gelisah,rewet,mata cekung,haus,turgor jelek
3. Klasifikasi diare tanpa dehidrasi apabila tidak cukup tanda adanya
dehidrasi
Klasifikasi diare persisten

3
Untuk klasifikasi diare ini ditemukan apabila diarenya sudah lebih dari 14
hari dengan dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu diare persisten berat
ditemukan adanya tanda dehidrasi dan diare persisten apabila tidak
ditemukan adanya tanda dehidrasi.
Klasifikasi disentri
Pada klasifikasi disentri ini juga termasuk klasifikasi diare secara umum
akan tetapi apabilah diarenya disertai dengan darah dalam tinja atau
diarenya bercampur dengan darah
Klasifikasi resiko malaria
Pada klasifikasi resiko malaria ini dikelompokkan menjadi resiko tinggi
rendah atau tampak resiko malaria dengan mengidentifikasi apabila
darahnya merupakan resiko terhadap malaria ataukah pernah kedaerah
yang beresiko, maka apabila terdapat hasil klasifikasi maka dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Klasifikasi dengan resiko tinggi terhadap malaria yang
dikelompokkan lagi menjadi dua bagian yaitu klasifikasi penyakit
berat dengan demam apabila ditemukan tanda bahaya umum disertai
dengan kaku kuduk dan klasifikasi malaria apabila hanya demam
ditemukan suhu 37,5 derajat celcius atau lebih.
2. Klasifikasi rendah terhadap malaria yang dikelompokkan lagi menjadi
3 yaitu penyakit berat dengan demam apabila ada tanda bahaya umum
atau kaku kuduk dan kalsifikasi malaria apabila tidak ditemukan tanda
demam atau campak dan klasifikasi demam mungkin bukan malaria
apabila hanya ditemukan flek atau adanya campak atau juga adanya
penyebab lain dari demam. Klasifikasi tanpa resiko malaria
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu penyakit berat dengan demam apabila
ditemukan tanda bahaya umum dan kaku kuduk serta klasifikasi
demam bukan malaria apabila tidak ditemukan tanda bahaya umum
dan tidak ada kaku kuduk.
Klasifikasi Campak
Pada klasifikasi campak ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

4
1. Campak dengan komplikasi berat apabila ditemukan adanya tanda
bahaya umum terjadi kekeruhan pada kornea mata, adanya luka pad
daerah mulut yang dalam & luas serta adanya tanda umum campak
seperti adanya ruang kemerahan dikulit yang menyeluruh, adanya
batuk, pilek, atau mata merah.
2. Campak dengan komplikasi pada mata atau mulut apabila ditemukan
tanda mata bernanah serta luka dimulut dan ketiga klasifikasi campak
apabila hanya khas campak yang tidak disertai tanda klasifikasi diatas.
Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Pada klasifikasi ini apabila terdapat demam yang kurang dri 7 hari, yaitu :
1. DBD apabila ditemukan tanda seperti adanya tanda bintik perdarahan
dikulit (ptekie) adanya tanda syok seperti extermitas peraba dingin,
nadi lemah, atau tidak teraba, muntah bercampur darah, perdarahan
hidung atau gusi, adanya tourniquet positif.
2. Klasifikasi mungkin DBD apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau
gelisah, bintik perdarahan bawah kulit dan uji tourniquet negatif jika
ada sedikit ptekie
3. Klasifikasi terakhir adalah klasifikasi demam mungkin bukan DBD
apabila tidak ada tanda seperti diatas hanya ada demam.
Klasifikasi Masalah Telinga
Pada klasifikasi masalah telinga ini dikelompokkan menjadi 4 bagian,
yaitu :
1. Klasifikasi mastoiditis apabila ditemukan adanya pembengkakan &
nyeri di belakang telinga
2. Klasifikasi infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang
keluar dari telinga dan telah terjadi kurang dari 14 hari serta adanya
nyeri telinga
3. Klasifikasi infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau
nanah yang keluar dari telinga dan terjadi 14 hari lebih
4. Klasifikasi tidak ada infeksi telinga apabila tidak ditemukan gejala
seperti di atas

5
Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi status gizi pada penentuan klasifikasi ini dibagi menjadi 3
bagian yaitu :
1. Klasifikasi gizi buruk dan atau anemia berat apabila adanya bengkak
pada kedua kaki serta pada telapak tangan ditemukan adanya
kepucatan.
2. Klasifikasi bawah garis merah dan atau anemia apabila ditemukan
tanda sebagai berikut: apabila lapak tangan agak pucat, berat badan
menurut umur di bawah garis merah.
3. Klasifikasi tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak
ada tanda seperti di atas.
D. TERAPI LANJUTAN
MTBS
Pnemonia
Pemberian tindak lanjut pada masalah dilakukan sesudah 2 hari
dengan melakukan pemeriksaan tentang tanda adanya gejala pnemonia
apabila didapatkan tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke
dalam maka berikan 1 dosis antibiotika pilihan kedua atau suntikan
kloramfenikol dan segara lakukan rujukan, namun apabila frekuensi nafas
atau nafsu makan tidak menunjukkan perbaikan gantilah antibiotika
pilihan ketiga kemudianapabila nafas melambat atau nafsu makan
membaik lanjutkan pemberian antibiotika sampai 5 hari.
Diare persisten
Pada tindak lanjut masalah ini dilakukan sesudah 5 hari dengan
cara mengevaluasi diare apabila diare belum berhenti maka pelayanan
tindak lanjut adalah memberikan obat yang diperlukan dan apabila sudah
berhenti maka makan sesuai umur.
Disentri
Pelayanan tindak lanjut untuk disentri dilakukan sesudah 2 hari
dengan mengevaluasi jumlah darah dalam tinja berkurang tentang tanda

6
disentri apabila anak masi mengalami disentri maka lakukan tindakan
sesuai tindaka dehidrasi berdasarkan derajatnya.
Resiko malaria
Pelayanan tindak lanjut pada resiko malaria dilkukan sesudah 2
hari apabila demam lagi dalam 14 hari dengan melakukan penilaian
sebagai berikut: apabila ditemukan malaria oral pilihan kedua bahaya
umum atau kakuk kuduk maka lakukan tindakan sesuai protap.
Campak
Pelayanan tindak lanjut pada klasifikasi campak ini dilakukan
sesudah 2 hari dengan mengevaluasi atau memperhatikan tentang gejala
yang pernah dimilikinya apabila mata masi bernanah maka lakukan
evaluasi kepada keluarga atau ibu dengan menjelaskan cara mengobati
infeksi mata jika sudah benar lakukan rujukan dan apabila kurang benar
maka ajari dengan benar.
Demam berdarah
Pada klasifikasi pelayanan tindak lanjut dilakukan sesudah 2 hari
dengan melakukan evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabila ditemuakan
tanda bahaya umum dan adanya kaku kuduk maka lakukan tindakan sesui
dengan pedoman tindakan pada penyakit demam berdarah dengan
penyakit berat,akan tetapi apabila ditemukan penyebab lain dari demam
berdarah maka berikan pengobatan yang sesuai dan apabila masih ada
tanda demam berdarah maka lakukan tindakan sebagaimana tindakan
demam berdarah dan dalam waktu 7 hari masi ditemukan demam lakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Masalah telinga
Pada pelanyanan tindak lanjut masalah telinga ini dilakukan
sesudah 5 hari dengan mengetahui nanah evaluasi tanda dan gejala yang
ada, apabila pada waktu kunjungan didapatkan pembengkakan dan nyeri
dibelakang telinga dan demam tinggi maka segera lakukan rujukan,dan
apabilah masih terdapat nyeri dan keluarkan cairan atau nana maka
lakukan pengobatan antibotika selama 5 hari dengan mengerinkan bagian

7
telinga,apabila sudah benar anjurkan tetap mempertahankan apabila masih
kurang ajari tentang cara mengeringkannya,kemudian apabila keadaan
telinga sudah tidak timbul nyeri atau tidak keluar cairan maka lanjutkan
pengobatan antibiotika sampai habis.

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE PADA ANAK


A. PENGERTIAN
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga
kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan
atau tanpa darah.
Menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan
tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Sedangkan menurut C.L Betz &
L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi
mukosa lambung atau usus. Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan
sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit
secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau
lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai
atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses
inflamasi pada lambung atau usus.
B. KLASIFIKASI
Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi
empat kelompok yaitu:
1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari
(umumnya kurang dari tujuh hari)
2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,

8
3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari
secara terus menerus,
4. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan
persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan
gizi atau penyakit lainnya.

C. PENYEBAB
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut
patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh :
a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella,
salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium
perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang
disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan
makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis
(ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan
sebagainya.
b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan
jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a. Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin
dan mineral.
b. Kurang kalori protein.
c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam
beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi
bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie).

9
Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing
(ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba
histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida
albicous).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits,
bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi : Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi
laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare
yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi
malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor makanan : Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan
basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor psikologis : Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa
takut dan cemas)
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya diare pada balita ( Depkes RI, 2007), yaitu :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6
bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI
resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh,
dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan
pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan
botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan
dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah
karena botol dapat tercemar oleh kuman-
kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol
tersebut beresiko terinfeksi diare

10
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan
beberapa jampada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan
berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anakatau sebelum makan dan menyuapi anak
6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja
tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan
infeksi pada manusia
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:

11
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia
jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika
kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada
anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,
dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak
segera diatasi klien akan meninggal.

12
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan),
tanda-tandanya : Berak cair 1-2 kali sehari, muntah ( - ), haus ( - ), nafsu
makan tidak berkurang, masih ada keinginan untuk bermain.
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda-
tandanya : Berak cair 4-9 kali sehari, Kadang muntah 1-2 kali sehari, suhu
tubuh kadang meningkat, Haus, tidak ada nafsu makan, Badan lesu lemas.
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya:
Berak cair terus-menerus, Muntah terus-menerus, Haus, Mata cekung, Bibir
kering dan biru, Tangan dan kaki dingin, Sangat lemah, Tidak ada nafsu
makan, Tidak ada keinginan untuk bermain, Tidak BAK selama 6 jam atau
lebih, Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi.
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,
tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling
fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah
kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang
yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, ubun –
ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering, tulang pipi tampak lebih
menonjol, turgor kulit jelas (elastisitas kulit menurun) serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan
asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan
lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin
dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung.

13
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun
sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan
timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal
ginjal akut.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme
penyebabnya, dengan melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan
jumlah sel darah putih.
3. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah
atau astrup.
4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
5. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik
atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare
kronik.
G. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

14
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
Dari komplikasi Gastroentritis, tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik
turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada
keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik
turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok, nadi cepat dan
dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik
seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran
menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
H. PENATALAKSANAAN
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan :
a. Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari biasanya
b. ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
c. Makanan diberikan seperti biasanya
d. Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas terdekat
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Tindakan :
a. Berikan oralit
b. ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
c. Teruskan pemberian makanan
d. Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang
e. Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas terdekat.
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat

15
Tindakan :
a. Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas Perawatan
b. Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum
Takaran Pemberian Oralit
a. Di bawah 1 thn :
3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret
b. Di bawah 5 thn (anak balita) :
3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret
c. Anak diatas 5 thn :
3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret
d. Anak diatas 12 thn & dewasa :
3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas :
200 cc)

16
LAPORAN KASUS MTBS
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : An. Muhammad Syoiful
Tanggal Lahir : 18 Desember 2016 (10 bulan)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tinjomoyo Timur RT 6 RW 1
Keterangan : Anak ke-3
B. Identitas Orang Tua
Nama Ibu : Ny. Suprihatini
Umur : 34 tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Nama Ayah : Tn. Ahmad Riyadi
Umur : 39 tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Swasta
Keluhan pasien
Ibu pasien mengatakan anaknya diare sebanyak 5x sehari bahkan lebih dari itu
dan tak terhitungkan. BAB anak berlendir namun tidak ada darah. Selain itu,
ibu pasien mengatakan anaknya muntah setelah makan atau minum sebanyak
5x sehari.
Hasil Penilaian MTBS
(Terlampir)
II. MASALAH
Dari hasil wawancara dan hasil pemeriksaan sesuai dengan format MTBS
pada klien An. M didapatkan keterangan sebagai berikut :
1. Jumat, 3 November 2017 merupakan kunjungan ulang
2. An. M sering berobat ke puskesmas dengan riwayat batuk dan napas cepat
3. An. M sudah melakukan imunisasi dengan riwayat sebagai berikut :
a. HB 0 dan Vit K pada tanggal 18 Desember 2016

17
b. BCG dan Polio 1 pada tanggal 25 Januari 2017
c. DPT HB Hib 1 dan Polio 2 pada tanggal 22 Februari 2017
d. DPT HB Hib 2 dan Polio 3 pada tanggal 29 Maret 2017
e. DPT HB Hib 3, Polio 4, IPV pada tanggal 19 April 2017
f. MR pada tanggal 20 September 2017
Dari keseluruhan imunisasi yang dilakukan, setelah imunisasi tidak ada
reaksi seperti demam, gatal, batuk, pilek, abses setelah 2 hari dilakukan
imunisasi
4. Pemeriksaan antropometri
PB 75 cm Suhu 38.2 ℃ RR 34x/menit
BB bulan Oktober 9.8 kg => 9.4 kg tanggal 3 November 2017
5. Pemeriksaan keadaan pasien
Keadaan umum
a. Ujung tangan dan kaki tidak pucat serta dingin
b. An. M tidak rewel dan tidak kejang saat diperiksa
c. Tidak ada suara tambahan saat auskultasi paru
d. Tidak muntah saat diperiksa
e. Tidak sianosis / tidak pucat di bagian telapak tangan
f. Malas minum ASI
Anak masih batuk dengan
a. Batuk selama 2 hari
b. Napasnya tidak cepat, RR 34x/menit
c. Tidak ada retraksi dinding dada dan tidak ada wheezing maupun stridor
Anak mengalami diare dengan
a. Diare selama 2 hari
b. Tidak ada darah dalam feses namun berwarna kuning berlendir
c. Keadaan anak tidak rewel dan sadar
d. Mata cekung
e. Saat ibu diminta menyusui, anak malas minum
f. Turgor kembali kurang dari 2 detik
g. Auskultasi lambung dan usus terdengar bunyi seperti gemuruh air

18
Anak mengalami demam dengan
a. Saat diraba terasa panas dan diukur suhu 38.2 ℃
b. Ibu pasien mengatakan hanya berada di rumah sebelum dan saat
anaknya sakit.
c. Demam selama 2 hari
d. Tidak ada ruam merah di kulit An. M dan anak sedang batuk tidak
berdahak
e. Tidak ada bintik merah di kulit dan tidak perdarahan di hidung
f. Anak sering muntah setelah makan atau minum
Status gizi pada anak
a. Anak tidak tampak kurus
b. Berdasar kurva berat badan (9.4 kg) menurut panjang badan (75cm)
adalah > 2 SD
III. INTERVENSI DAN RENCANA TINDAK LANJUT
Adapun tindakan yang dilakukan pada klien adalah :
1. Anjurkan sebelum menyentuh atau menyusui si anak, cuci tangan
terlebih dahulu dengan sabun
2. Anjurkan bila anak minum ASI dengan botol, menggunakan botol
baru yang telah disterilkan
3. Berikan oralit 40 ml/kg dan jelaskan cara membuat
4. Anjurkan ibu untuk sering menyusui si anak
5. Anjurkan kompres hangat di bagian lipatan ketiak dan paha si anak
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat antacid 2x1 , B6 3x1 , CTM
3x1 , Amoxicilin 3x1
7. Kolaborasikan untuk cek laboratorium Hemoglobin, Hematokrit,
Trombosit, Leukosit, Eritrosit, Tes Widal
Rencana tindak lanjut
1. Jelaskan hasil laboratorium kepada ibu
Hematokrit kurang dari normal dan hasil tes widal negatif
2. Berikan informasi pada ibu untuk kontrol ulang 2 hari lagi apabila
anak masih demam dan diare

19

Anda mungkin juga menyukai