Anda di halaman 1dari 53

SEMINAR KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS


P2002 POST SC hari ke 0 a/i POST DATE + BSC DI RUANG F1
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA
TANGGAL 23-25 NOVEMBER 2015

Di susun oleh:
Agung Andriyanto

NIM 132.0002B

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2015-2016
SEMINAR KEPERAWATAN MATERNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.D DENGAN DIAGNOSA
MEDIS P2002 POST SC hari ke 0 a/i POST DATE + BSC DI RUANG F1
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA

35

TANGGAL 23-25 NOVEMBER 2015

Di susun oleh:
Agung Andriyanto
NIM 132.0002B

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Surabaya, 30 November 2015


Pembimbing Klinik

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat ridho, rahmat,
dan hidayah-Nya dapat menyelesaikan makalah seminar ini dengan judul ASUHAN
KEPERAWATAN MATERNITAS PADA NY.D DENGAN DIAGNOSA P2002 SC
hari ke 0 a/i POST DATE + BSC di ruang F1 RUMKITAL DR. RAMELAN
SURABAYA makalah ini merupakan salah satu bentuk tugas DIII Keperawatan.

36

Dalam makalah ini dijelaskan bagaimana pemberian asuhan keperawatan kepada


pasien.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini perkenankanlah kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat pembimbing kami ibu
Diyah Arini, S.Kep., Ns., M.kep dan ibu Siti Nurhayati, SST selaku pembimbing
lahan serta perawat-perawat khusunya di ruang F1.
Kami sadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, tetapi saya berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu keperawatan.

Surabaya, 11 November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
COVER LUAR
LEMBAR PENGESAHAN .i
KATA PENGANTAR
.........ii
DAFTAR ISI .iii
Bab I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
..1
1.2
Rumusan masalah
..3
1.3
Tujuan
..3
37

1.4

manfaat

..4

Bab II TINJAUAN TEORI


2.1
Konsep Dasar Nifas .5
2.2
Konsep Dasar Post Term
10
2.3
Konsep Dasar Sectio Caesaria
15
Bab III TINJAUAN KASUS
3.1
Pengkajian
35
3.2
Analisa data 42
3.3
Prioritas Masalah
44
3.4
Intervensi Keperawatan
45
3.5
Implementasi dan Evaluasi 47
Bab IV PENUTUP
4.1
kesimpulan 58
4.2
Saran ....58
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Menurut WHO (World Health Organization) melalui pemantauan ibu meninggal

diberbagai belahan dunia memperkirakan bahwa setiap tahun jumlah 500.000 ibu meninggal
disebabkan kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes,2002)

38

Salah satu Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) 2015 adalah perbaikan kesehatan
maternal.kematian maternal dijadikan ukuran keberhasilan terhadap pencapaian target MDGs,
adalah penurunan 75 % rasio kematian maternal (Adriansz.G.2006). Di Negara-negara sedang
berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 % -0,7 %, sedangkan dinegara-negara maju
angka tersebut lebih kecil yaitu 0.05 %-0,1 % (informasi wadah organisasi islamiah,2008).
Dalam periode sekarang ini asuhan masa nifas sangat diperlukan karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (prawirohardjo,2005).
Kasus panggul sempit dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu dan bayi sehingga
diperlukan salah satu cara alternatif lain dengan mengeluarkan hasil konsepsi melalui pembuatan
sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut yang disebut Sectio Caesarea
(mochtar.R,1998).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding rahim. Ada tiga teknik section caesarea, yaitu transperitonealis, corporal
(klasik), dan ekstraperitoneal. Section caesarea adalah lahirnya janin, plasenta, dan selaput
ketuban melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim
Kasus-kasus yang harus dirujuk bidan adalah riwayat bedah sesar, perdarahan
pervaginam, persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu), ketuban pecah
disertai dengan mekonium yang kental, ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam), ketuban pecah
pada persalinan kurang bulan (kehamilan kurang dari 37 minggu), ikterus, anemia berat, tanda
gejala infeksi, pre-eklampsia /hipertensi dalam kehamilan, tinggi fundus 40 cm /lebih, gawat
janin, primipara dalam fase aktif kala I persalinan dan kepala janin masih 5/5, persentasi bukan
belakang kepala, persentasi ganda (majemuk), kehamilan ganda atau gemelli, tali pusat
menumbung dan syok (Asuhan Persalinan Normal, 2007).Membuat keputusan klinik dihasilkan
melalui serangkaian proses dan menggunakan informasi dari hasil dan dipadukan dengan kajian
teoritis dan interpensi berdasarkan bukti pengalaman yang dikembangkan melalui berbagai
tahapan dan terfokus pada pasien (Varney,1997).
Di beberapa daerah di Propinsi Sumatera Utara, Angka Kematian Ibu (AKI) lokal lebih
tinggi dari Angka Kematian Ibu (AKI) Nasional. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan
pasca persalinan (40-60%), infeksi (20-30%) dan eklampsia (20-30%). Ternyata 80% kematian
ibu terjadi di RS rujukan yang diakibatkan keterlambatan dalam rujukan maupun penanganan
penderita (Abram Siregar, 2002).
Pada tahun 2008 jumlah ibu nifas pada RSUD Abepura dilaporkan sebanyak 1.575 kasus.
Dari jumlah ibu nifas post SC dengan indikasi CPD (Chepalopelvic Disproporti) atau panggul
sempit sebanyak 46 kasus (3,49 %) (laporan medic RSUD Abepura,2008).

39

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, studi kasus ini dilakukan untuk mengetahui
manajemen kebidanan pada ibu nifas post section caesarea dengan rumusan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan nifas ?
2. Apa saja tujuan asuhan dan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas involusi
traktus genitalis ?
Bagaimana cara perawatan masa nifas ?
Apa yang dimaksud dengan post term ?
Apa penyebab dan tanda dari post term ?
Bagaimana Penatalaksanaan Post term ?
Apa yang dimaksut dengan Sectio Caesaria ?
Apa jenis-jenis dan penyebab dari Section Caesaria ?
Bagaimana Penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang pada Section Caesaria?
10. Bagamana Asuhan Keperawatan dari Section Caesaria ?
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.2 Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjalskan konsep asuhan keperawatan pada ibu nifas post
SC indikasi post term
1.3.2 Tujuan khusus
Agar penulis mampu :
1. Mengkaji data pada ibu nifas dengan post SC indikasi post term
2. Menginterpretasikan data dasar dan merumuskan diagnose keperawatan pada ibu nifas
3.
4.
5.
6.

dengan post SC indikasi post term


Menentukan diagnosa potensial pada ibu nifas dengan post SC indikasi post term
Menentukan tindakan segera pada ibu nifas dengan post SC indikasi post term
Membuat rencana asuhan keperawatan pada ibu nifas dengan post SC indikasi post term
Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada ibu nifas dengan post SC indikasi post
term

7. Mengevaluasi tindakan asuhan keperawatan pada ibu nifas dengan post SC indikasi post

term
4. MANFAAT
a. bagi penulis
dapat menerapkan manajemen keperawatan pada pasien yang membutuhkan
pelayanan sesuai dengan ilmu yang didapat.
b. bagi Rumah Sakit
dapat menambah pengetahuan bagi perawat dan dapat meningkatkan mutu dan
kualitas dalam melakukan asuhan keperawatan
c. bagi institusi (pendidikan)

40

sebagai bahan referensi bagi penyusun seminar selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP DASAR NIFAS
2.1.1 Definisi
Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandung kembali
seperti semula sebelum hamil,yang berlangsung selama 6 minggu atau kurang lebih 40 hari
(Prawirohadjo,2002).
Masa nifas (puerperium) adalah pulih kembali,mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti prahamil (mochtar,1998).
2.1.2 Klasifikasi nifas
Nifas dapat dibagi kedalam 3 periode:
a. puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b. puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.

41

c. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan sehat sempurna

baik selama hamil atau sempurna berminggu-minggu,berbulan-bulan atau tahunan (mochtar


R,1998)
2.1.3 Tujuan asuhan nifas
Asuhan nifas bertujuan untuk :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik mau;un psikologinya
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeksi masalah, mengobati atau merujuk bila
terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,keluarga
beranca,menyusui, pemberian imunisai kepada bayinya dan perawatan bayi yang sehat.
d. Memberikan pelayanan KB.
e. Mempercepat involusi alat kandungan.
f. Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium
g. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal atau perkemihan.
h. Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan
pengeluaran sisa metabolisme (mochtar R,1998).
2.1.4 Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas involusi traktus genitalis
Pada masa nifas,alat genitalia internal dan eksternal akan berangsur-angsur pulih seperti keadaan
seperti hamil.
1. Corpus uterus
Setelah plasenta lahir,uterus berangsur-angsur menjadi kecil sampai akhirnya kembali seperti
sebelum hamil.
Tinggi fundus uterus dan berat uterus selama masa involusi
INVOLUSI
TINGGI FUNDUS UTERI BERAT UTERUS
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000 gr
Uri lahir
2 jari dibawah pusat
750 gr
1 minggu
Pertengahan pusat sympisis 500 gr
2 minggu
Tak teraba diatas sympisis 350 gr
6 minggu
Bertambah kecil
50 gr
8 minggu
Sebesar normal
30 gr
(Sumber : Mochtar,1998)
2. Endometrium
Perubahan-perubahan endometrium ialah timbulnya trombosis degenerasi dan nekrosis
ditempat inplantasi plasenta.
Hari I : Endometrium setebal 2-5 mm dengan permukaan yang kasar akibat pelepasan
desiduadan selaput janin.
Hari II : Permukaan mulai rata akibat lepasnya sel-sel dibagian yang mengalami degenerasi.
3. Involusi tempat plasenta
Uterus pada bekas inplantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol ke kavum
uteri. Segera setelah plasenta lahir, penonjolan tersebut dengan diameter kurang lebih 7,5
cm, sesudah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan 6 minggu telah mencapai 24mm.
4. Perubahan pada pembuluh darah uterus
Pada saat hamil arteri dan vena yang mengantar darah dari dan ke uterus khususnya di
tempat implantasi plasenta menjadi besar setelah postpartum otot-otot berkontraksi,
pembuluh darah pada uterus akan terjepit, proses ini akan menghentikan darah setelah
plasenta lahir.
5. Perubahan serviks

42

Segera setelah postpartum serviks agak menganga seperti corong karna korpus uteri
mengadakan kontraksi. Sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara
serviks dan korpus uteri berbentuk seperti cincin. Warna serviks merah kehitaman karena
pembuluh darah.
Segera setalah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukan 2-3 jari saja dan
setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari kedalam kavum uteri.
6. Vagina dan pintu keluar panggul
Membentuk lorong berdinding lunak dan luas yang ukuranya secara perlahan menecil. Pada
minggu ke-3 postpartum, hymen muncul beberapa jaringan kecil dan menjadi corunculac
mirtiformis.
7. Perubahan di peritoneum dan dinding abdomen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewktu kehamilan dan
partus, setelah janin lahir berangsur ciut kembali. Ligmentum latum dan rotundum lebih
kendor dari pada kondisi sebelum hamil. (Mochtar, 1998)
2.1.5 aspek-aspek klinik masa nifas
1. suhu badan dapat mengalami peningkatan setelah persalinan, tetapi tidak lebih dari 380 C.
Bila terjadi peningkatan lebih dari 2 hari berturut-turut, kemungkinan terjadi
infeksi.kontraksi uterus yang diikuti his pengiring menimbulkan rasa nyeri ikutan (after pain)
terutama pada multi para,masa puerperium diikuti pengeluaran cairan sisa lapisan
endometrium serta sisa dari implantasi plasenta yang disebut lochea
2. pengeluaran lochea terdiri dari:
a. lochea rubra :hari ke-1 sampai 2 Terdiri dari darah segar bercampur sisa ketuban,sel-sel
desidua,sisa verniks koseosa,lanugo, dan mekonium.
b. Lochea sanguinolenta:hari ke-3 sampai 7 Terdiri dari darah bercampur lendir warna
kecoklatan.
c. Lochea serosa : hari ke-7 sampai 14 Berwarna kekuningan
d. Lochea alba: hari ke-14 sampai selesai nifas Merupakan cairan putih. Lochea yang berbau
busuk dan terinfeksi disebut dengan lochea purulen.
3. perubahan payudara
Pada payudara terjadi perubahan atropik yang terjadi pada organ pelvik, payudara mencapai
maturitas yang penuh selama masa nifas, kecuali jika laktasi supresi payudara akan lebih
besar,kencang dan lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta
dimulainya laktasi.
Hari ke-2 postpartum sejumlah kolostrum cairan yang disekresi oleh payudara selama 5 hari
pertama setelah kelahiran bayi dapat diperas dari puting susu. Kolostrum banyak
mengandung protein yang sebagian besar globulin dan lebih banyak mineral tapi gula dan
lemak sedikit.
4. raktus urinarius
Buang air sering sulit selama dua jam pertama, karena mengalami kompresi antara kepala
dan tulang pubis selama persalinan.
Urin dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12 sampai 36 jam sesudah
melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar penurunan hormon estrogen yang bersifat
menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok, keadaan ini menyebabkan diuresis.
5. Sistem kardiovaskuler

43

Normalnya setelah kelahiran hb,hematokrit,dan hitungan eritrosit berfluktuasi sedang akan


tetapi umumnya, jika kadar ini turun jauh dibawah tingkat yang ada tepat sebelum atau
selama persalinan awal wanita tersebut kehilangan darah yang cukup banyak. Pada minggu
pertama setelah kelahiran, volume darah kembali mendekati seperti jumlah darah waktu
tidak hamil yang biasa.setelah 2 minggu perubahan ini kembali normal. (Saifudin,2002)
2.1.6 Perawatan masa nifas
Dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai berikut:
a. Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi bersama dalam satu ruangan sehingga ibu lebih memperhatikan
bayinya, memberikan ASI sehingga kelancaran pengeluaran ASI terjamin.
b. Pemeriksaan umum: kesadaran penderita,keluhan yang terjadi setelah persalinan
c. Pemeriksaan khusus: fisik,TTV,kontraksi uterus
d. Payudara: puting susu, dan pengeluaran ASI.
Perawatan dimulai sejak hamil sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.bila bayi mulai
meyusui isapan puting susu merupakan ransangan psikis secara reflek mengakibatkan
oksitosin dikeluarkan hipofisis. Produksi akan lebih banyak dan involusi uteri akan lebih
sempurnaLochea
e. Luka jahitan: apakah baik atatu terbuka,apakah ada tanda-tanda infeksi
f. Mobilisasi: karena lelah sehabis bersalin,ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam
pasca persalinan. Kemudian boleh miring ke kiri atau ke kanan, serta diperbolehkan untuk
duduk, atau pada hari ke-4 dan ke-5 diperbolehkan pulang
g. Diet: makan makanan yang seimbang
h. Miksi: hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya paling tidak 4 jam
setelah kelahiran bila sakit, kencing dikaterisasi.
i. Defekasi: BAB dapat dilakukan 3-4 hari pasca persalinan.bila sulit BAB dan terjadi obstipasi
apabila BAB keras dapat diberikan laksans per oral atau perektal. Jika belum biasa dilakukan
klisma.
j. Kebersihan diri : personal hygene, vulva hygene : vulva terlebih dahulu dari depan kemudian
anus. Mengganti pembalut setidaknya 2x sehari.
k. Menganjurkan ibu KB sedini mungkin setelah 40 hari (6 minggu)
l. Menganjurkan ibu menyusui bayinya.
m. Imunisasi
n. Cuti hamil dan bersalin
Cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan sebelum bersalin dan 2 bulan sesudah
bersalin (manuaba, 1998)
2.2 KONSEP DASAR POST TERM
2.2.1 Defenisi
Persalinan postterm adalah persalinan melampaui umur hamil 42 minggu dan pada janin terdapat
tanda postmaturitas (Manuaba, 2007).
Definisi standar untuk kehamilan dan persalinan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama
menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena
tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin
( Varney Helen, 2007).
Persalinan postterm menunjukkan kehamilan berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari
(Prawirohardjo, 2008).
2.2.3 Etiologi

44

Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan, 2008) faktor penyebab
kehamilan postterm adalah :
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan
endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin , sehingga terjadinya kehamilan dan
persalinan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
2. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada
kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai
penyebabnya.
3. Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang mengalami kehamilan postterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.
Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seseorang ibu
mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan
anak perempuannya mengalami kehamilan postterm.
2.2.4 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada persalinan postterm adalah:
1. Terhadap Ibu
Persalinan postterm dapat menyebabkan distosis karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin
besar, moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai seperti partus lama, kesalahan
letak, inersia uteri, distosia bahu, robekan luas jalan lahir, dan perdarahan postpartum. Hal
ini akan menaikkan angka mordibitas dan mortalitas (Prawirohardjo, 2006).
a. Trauma langsung persalinan pada jalan lahir:
- Robekan luas
- Fistula rekto-vasiko vaginal
- Ruptura perineum tingkat lanjut
b. Infeksi karena terbukanya jalan halir secara luas senghingga mudah terjadi kontaminasi
bacterial.
c. Perdarahan:
- Trauma langsung jalan lahir
- Atonia uteri
- Retentio Plasenta
2. Terhadap Janin
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko asfiksia, hipoksia, hipovolemia, asidosis,
hipoglikemia, hipofungsi adrenal sampai kematian dalam rahim.
a. Asfiksia karena terlalu lama terjepit
b. Truma akibat tindakan oprasi yang di lakukan pervaginam dengan bentuk trias komplikasi:
- Infeksi
- Asfiksia
- Trauma langsung dan perdarahan
2.2.5 Tanda Bayi Postmatur
Tanda postmatur dapat di bagi dalam 3 stadium (Prawirohardjo, 2008) :
1. Stadium I

45

Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan
mudah mengelupas.
2. Stadium II
keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh
mekoneum yang bercampur air ketuban.
3. Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada
saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan
mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi
lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan
pembilasan trakhea.
Menurut Manuaba 2007, tanda bayi postmatur adalah:
a. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram).
b. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
c. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
d. Verniks kaseosa di badan berkurang.
e. Kuku-kuku panjang.
f. Rambut kepala agak tebal.
g. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.
2.2.6 Patofisiologi
Sindrom posmatur
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput, mengelupas
lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena bayi
tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak tangan dan telapak kaki.
Kuku biaanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur tidak mengalami hambatan pertumbuhan
karena berat lahirnya jarang turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.banyak bayi
postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium.
Berapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak.
Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu masing-masing
belum dapat ditentukan dengan pasti. Syndrome ini terjadi pada sekitar 10 % kehamilan antara 41
dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu. Oligohidramnion yang
menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.
Disfungsi plasenta
Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada kehamilan yang
mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada apgar skor dan gas darah tali pusat yang
abnormal pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan oksigen pada janin yang postterm.
Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar biasa
beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu.
Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat, adalah cirri khas
gestasi antara 38 dan 42 minggu.
Gawat janin dan Oligohidramnion
Alasan utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa dengan diameter tali
pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin intrapartum,
terutama bila disertai dengan ologohidramnion.
Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42
minggu, mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang
sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom
aspirasi mekonium.

46

Pertumbuhan janin terhambat


Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna yang seharusnya
tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Divon dkk,. (1998) dan Clausson., (1999) telah
menganalisis kelahiran pada hampir 700.000 wanita antara 1987 sampai 1998 menggunakan akte
kelahiran medis nasional swedia. Bahwa pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati
pada usia gestasi 42 minggu atau lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm.
Morniditas dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang mengalami
hambatan pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada kehamilan
memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relatif kecil ini.
Serviks yang tidak baik
Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan memanjang karena pada
wanita dengan umur kehamilan 41 minggu mempunyai serviks yang belum berdilatasi. Dilatasi
serviks adalah indicator prognostic yang penting untuk keberhasilan induksi dalam persalinan.
2.2.7 Penatalaksaan
1. Pada post datisme prinsipnya harus dilakukan terminasi kehamilan.
2. Diusahakan kehamilan jangan lewat 10 hari dari tanggal perkiraan persalinan.
3. Kalau kehamilan pasti lebih dari 40 minggu dilakukan induksi partus dan terminasi.
4. Pada primipara, terminasi kehamilan dilakukan pada tanggal perkiraan persalinan
5. Setelah kehamilan lebih dari 40 minggu sanpai dengan 42 minggu yang penting
adalah monitoring janin sebaik-baiknya, dengan cara :
a. Non Stress Test (test tanpa tekanan)
Bila memperoleh hasil non reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukan
kemungkinan besar janin baik. Bila diteruskan dengan test tekanan dengan hasil
positif, hal ini menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin. Terminasi dilakukan
dengan sectio caesarea.
b. Gerakan janin
c. Secara subjektif normal rata-rata adalah 7 kali per 20 menit. Secara objektif dengan
kardiotokografi normal rata-rata adalah 10 kali per 20 menit. Jika dengan kardiotokografi
terdapat deselerasi berulang, variabilitas abnormal ( < style="mso-spacerun:yes">
mekoneum maka terminasi dilakukan dengan sectio caesarea.
6. Amnioskopi
Jika air ketuban jernih berarti janin dalam keadaan baik. Jika air ketuban sedikit dan
mengandung mekoneum berarti janin mengalami asfiksia.
Keadaan yang mendukung bahwa janin masih baik memungkinkan untuk mengambil
keputusan :
- Menunda terminasi 1 minggu dengan menilai gerak janin dan test tanpa
tekanan 3
hari lagi.
- Melakukan induksi partus.
7. Jika tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta
Persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan yang ketat lakukan pemeriksaan
dalam untuk mengetahui kematangan serviks, kalau sudah boleh dilakukan induksi
persalian dengan atau tanpa amniotomi.
8. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan:
- Bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi.
- Bahwa janin post term kadang-kadang besar, kemungkinan disproporsi sefalo-pelvik dan
distosia janin perlu dipertimbangkan.
- Bahwa janin post term lebih peka terhadap sedatif dan narkosa, oleh karena itu anestasi
konduktif paling baik.
- Bahwa perawatan neonatus post term perlu pengawasan dokter anak.
9. Tindakan operasi SC dapat dipertimbangkan pada indikasi:
47

Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang.


Pembukaan belum lengkap, persalinan lama dan tanda tanda gawat janin.
Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, preeklampsi, anak berharga
(infertilitas) dan kesalahan letak janin.

2.3 KONSEP DASAR SECTIO CAESARIA


2.3.1 Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di
atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui
sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding rahim (Mansjoer, 2002)
2.3.2 Jenis-jenis
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada bawah
rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena
pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus
uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah
dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan
tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di
lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat
2.3.3 Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar
melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
48

menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi
dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam
ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,
bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling
depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak
muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri
dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan
presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
2.3.4

Patofisiologi dan Woc


SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan
pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul,

49

disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin
adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi
post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi
yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu
dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih
banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga
kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi
dengan mudah. Akibatnya janin bisa
mati, sedangkan pengaruhnya anestesi
bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus
uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang
tidak efektif akibat sekret yan berlebihan
karena kerja otot nafas silia yang
menutup.
Anestesi
ini
juga
mempengaruhi saluran pencernaan
dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah
makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan
peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme
sehingga
tubuh
memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas
yang
menurun
maka
peristaltik juga menurun. Makanan yang
ada di lambung akan menumpuk dan
karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap
aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang
menurun juga berakibat pada perubahan
pola eliminasi yaitu konstipasi.
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo,
2002)

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang

50

1. Elektroensefalogram ( EEG )Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari


kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal
: menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap
: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
2.3.6 Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat
jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.
5. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
2.3.7 Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30
menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar
bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi

51

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :


a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih\
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari
atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai
kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari
kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit,
ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral
= tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
52

d. Injeksi

= penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

10. Obat-obatan lain


Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti
neurobian I vit. C
11. Hal Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan
dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding
abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra
abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obatobatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak.
Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4
jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan
psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op
seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas.
Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila
dijumpai adanya penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik
sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan
pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan
kateter fole
2.3.8 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin,
kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan
plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis,
penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara
sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.

53

3) Riwayat kesehatan keluarga:


Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin,
abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan
menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk
menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada
aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas
yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan
inveksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk
melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran
sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat
involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat
bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan
dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body
image dan ideal
diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual
yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang
yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan
selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera
kunuing

54

4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang keluar
dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan
cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari
dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium
yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Diagnosa yang mungkin muncul:
1) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang
cara menyusui yang bernar.
2) Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan
sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5) Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
3. Rencana Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NO
DIANGOSA KEPERAWATAN DAN KOLABORASI
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1.
Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang
cara menyusui yang benar
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien menunjukkan
respon breast feeding adekuat dengan indikator:
1. klien mengungkapkan puas dengan kebutuhan untuk menyusui
2. klien mampu mendemonstrasikan perawatan payudara

55

Health Education:
1. Berikan informasi mengenai :
- Fisiologi menyusui
- Keuntungan menyusui
- Perawatan payudara
- Kebutuhan diit khusus
- Faktor-faktor yang menghambat proses menyusui
2. Demonstrasikan breast care dan pantau kemampuan klien untuk melakukan
secara teratur
3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara menyimpan, cara
transportasi sehingga bisa diterima oleh bayi
4. Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk melaksanakan pemberian
Asi eksklusif
5. Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan payudara, infeksi
payudara
6. Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien dalam
pemberian ASI
7. Diskusikan
tentang
sumber-sumber
yang
dapat
memberikan
informasi/memberikan pelayanan KIA
2.
Nyeri akut b.d agen injuri fisik (luka insisi operasi)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nteri
berkurang dengan indicator:
1. Pain Level,
2. Pain control,
3. Comfort level
4. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
5. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
6. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
7. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
8. Tanda vital dalam rentang normal
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
56

13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri


14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
18. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
19. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
20. Cek riwayat alergi
21. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
22. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
23. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
24. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
25. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
26. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
27. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
3.
Kurang pengetahuan tentang perawatan ibu nifas dan perawatan post operasi b/d
kurangnya sumber informasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pengetahuan
klien meningkat dengan indicator:
1. Kowlwdge : disease process
2. Kowledge : health Behavior
3. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
4. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
5. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.
Teaching : Disease Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari jaminan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

57

11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion


dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang
tepat
14. nstruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
4.
Defisit perawatan diri b.d. Kelelahan.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam ADLs klien meningkat
dengan indicator:
1. Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
2. Klien terbebas dari bau badan
3. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
4. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
Self Care assistane : ADLs
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan selfcare.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
5.
Risiko infeksi b.d tindakan invasif, paparan lingkungan patogen
Setelah dilakuakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi
terkontrol dengan indicator:
1. Immune Status
2. Knowledge : Infection control
3. Risk control
4. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
5. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya,
6. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
7. Jumlah leukosit dalam batas normal
8. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Infection Control (Kontrol infeksi)
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
58

5.
6.
7.
8.
9.

Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan


Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (Proteksi Terhadap Infeksi)
13. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
14. Monitor hitung granulosit, WBC
15. Monitor kerentanan terhadap infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
18. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
19. Pertahankan teknik isolasi k/p
20. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
21. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
22. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
23. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
24. Dorong masukan cairan
25. Dorong istirahat
26. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
27. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
28. Ajarkan cara menghindari infeksi
29. Laporkan kecurigaan infeksi
30. Laporkan kultur positif

BAB III
59

TINJAUAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN POST PARTUM
UNIT KEPERAWATAN MATERNITAS
Tanggal masuk
Ruang / kelas
Pengkajian tanggal

: 22-11-2015
: F1/1
: 23-11-2015

I.
IDENTITAS
Nama pasien
: Ny.D
Umur
: 35 tahun
Suku / bangsa
: Jawa/Indonesia
Agama
Pendidikan
pekerjaan
Alamat
Status perkawinan

: Islam
: S1
: Akuntan
: Babadan
: 7 tahun menikah

STATUS KESEHATAN
1. Keluhan Utama

Jam masuk
Kamar no.
Jam pengkajian

: 02.55
: 3.3
: 16.00

Nama Suami
Umur
Suku / bangsa

: Tn. W
: 38 Tahun
: Jawa /
Indonesia
: Islam
: SMA
: TNI-AL
: Babadan

Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

: Nyeri luka operasi

2. Riwayat Kondisi saat ini


:
Pasien mengatakan datang ke UGD RSAL tgl 22-11-2015 jam 02.55 diantar oleh suami
dengan keluhan kenceng-kenceng dengan frekuensi 5 menit dan keluar lendir disertai
darah. Saat di UGD pasien di pasang infus dan di pindah di ruang VK, pada saat di ruang
VK pasien dilakukan observasi tanda vital TD 120/80 mmHg, suhu 36,4c, nadi
80x/menit, RR 18x/menit ,observasi HIS 1x10menit, DJJ 168x/dop dan dilakukan
pemeriksaan NST. Pasien direncanakan semi akut elektif SC besok pagi pada tgl 23-112015 jam 08.00 dengan indikasi post date dan BSC. Pada tgl 23-11-2015 jam 13.00 pasien
dibawa di ruang F1, padaan saat datang pasien di observasi tanda vital dengan tekanan
darah 110/70mmHg, nadi 88x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,7c, TFU 2 jari di bawah
pusat, dan UC keras. Pada waktu pengkajian pasien terpasang infuse RL drip piton 2
ampul, terpasang kateter, dan terdapat luka post operasi pada perut bagian bawah, klien
mengeluh nyeri luka operasi, sakit bertambah bila miring kanan dan kiri, dan sakit
berkurang jika istirahat terlentang
3. Riwayat Kehamilan
:
Pada saat hamil ibu rutin memeriksakan kandungannya di dokter ,pada trimester I 1x
kunjungan, trimester II 2x kunjungan dan trimester III 4x kunjungan, ANC di poli
kandungan RSAL, saat hamil ibu melakukan imunisasi TT 2x, dan minum tablet Fe. Ibu
tidak pernah minum jamu atau ramuan dan ibu tidak pernah mengalami keluhan saat
kehamilan. Pada waktu memeriksakan kandungannya ibu mendapat penyuluhan tentang
imunisasi untuk ibu hamil, imunisasi pada anak, manfaat dan kerugian KB, dan ASI
esklusif
4. Riwayat Persalinan

60

Pada tgl 23-11-2015 jam 08.45 bayi lahir dengan SC berjenis kelamin perempuan, BBL
4200 gr, PB 54 cm, LK 37 cm, LL 14 cm, LD 38 cm, air ketubah cukup dan jernih, apgar
score 8-9, dan tangis kuat. Saat lahir bayi di beri salep mata, vitamin K dan imunisasi HB
0 dan bayi di rawat di ruang NICU.
II.

RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Obstetri
A. Riwayat Menstruasi
Menarce
: umur 11 thn
Banyaknya
: 1 softex
HPHT
: 07-02-2015
HPL
: 23-11-2015

siklus
lamanya
Keluhan

: teratur
:7-8 hari
: tidak ada keluhan

B. Riwayat Kahamilan, Persalinan, Nifas yang lalu


Anak ke
Kehamil
Persalina
Komplik
Anak
an
n
asi nifas
No.

Tahun

Umur Penyulit Jenis


kehamilan

1. 2010 37 mgu
2. 2015 42 mgu

PenolongPenyulit Laserasi Infeksi Perdarahan


Jenis

SC Dokter SC Dokter -

BB

PJ

L 3200 50
P 4200 54

C. Genogram
Keterangan
Laki-laki
Perempuan

Meninggal
Pasien

___

Tinggal satu rumah

D. Post Partum sekarang


Riwayat Persalinan sekarang : Pasien dilakukan semi akut elektif SC
Tipe Persalinan : SC
Lama Persalinan : 08.15-09.00 = 45 menit
Kala I : Kala III : 5 menit
Kala II : 10 menit
Kala IV : 2 jam post partum pasien di
ruang RR
E. Rencana perawatan bayi
Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi : sendiri
Breast care
: pasien mampu melakukan breast care
Perineal care
: pasien mampu melakukan perineal care

61

Nutrisi
perlu dikonsumsi
Senam nifas
nifas
KB
Menyusui
dengan benar

: pasien sudah mengetahui nutrisi apa yang


: pasien belum pernah melakukan senam
: pasien sudah pernah melakukan KB
: pasien sudah mengerti cara menyusui

2. Riwayat Keluarga Berencana


Melaksanakan KB: ya
Bila ya jenis kontrasepsi apa yang di gunakan
Sejak kapan menggunakan kontrasepsi
anak pertama
Masalah yang terjadi
masalah
Rencana KB yang dipakai

: suntik sejak 1 tahun


: setelah kelahiran
:

tidak

ada

: IUD

3. Riwayat Kesehatan
Pengobatan yang pernah dialami ibu
: tidak menderita penyakit
apapun
Pengobatan yang didapat
: tidak ada
Riwayat penyakit keluarga
Diabetes Mellitus
: tidak ada
Penyakit jantung
: tidak ada
Hipertensi
: tidak ada
Penyakit lainnya : sebutkan
: tidak ada penyakit keturunan
4. Riwayat Lingkungan
Kebersihan
:
SMRS : lingkungan pasien bersih
MRS : tempat tidur di bersihkan oleh keluarga, dan di bantu oleh perawat
Bahaya
:
SMRS : lingkungan sekitar pasien tidak ada bahaya.
MRS : pasien menghindari aktifitas agar perutnya tidak
nyeri
Lainnya, sebutkan : tidak ada
5. Aspek Psikososial
a. Persepsi ibu setelah bersalin
:
ibu merasa bahagia atas kelahira anak kedua
b. Apakah keadaan ini menimbulkan perubahan terhadap kehidupan seharihari? ya
Bila ya, bagaimana lebih menjaga keadaan bayinya
c. Harapan yang ibu inginkan setelah bersalin :
merawat bayinya dengan baik dan keadaan ibu pulih normal
d. Ibu tinggal dengan siapa
: suami dan anak
e. Siapa orang yang terpenting bagi ibu
: suami, anak dan keluarga
f. Sikap anggota keluarga terhadap keadaan saat ini :
keluarga sangat senang atas kelahiran anak kedua, suami sangat membantu aktifitas ibu
g. Kesiapan mental untuk menjadi seorang ibu : ya

62

1)
2)
3)
4)

6. Kebutuhan Dasar Khusus


A. Pola nutrisi
: SMRS
Frekuensi makan
: 3x/hari
Nafsu makan
: nafsu makan baik
Jenis makanan
: nasi, sayur, dan lauk pauk
Makalanan yang tidak sukai/alergi/pantangan : tidak ada

MRS
pasien puasa
tidak ada
tidak ada

B. Pola eliminasi
1) BAK
: SMRS
Frekuensi
: 5-6x/hari

2) BAB

Warna
Keluhan

Frekuensi
Warna
Bau
Konsistensi
Keluhan

MRS
urine produksi 250cc
saat pengkajian
: kuning jernih
kuning jernih
: tidak ada gangguan miksi, tidak ada keluhan pasien
menggunakan kateter
: SMRS
: 1x/hari
: Kuning kecoklatan
: Khas
: Lembek
: tidak ada keluhan

MRS
Belum BAB
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada keluhan

C. Pola personal hygiene


1) Mandi
: SMRS
Frekuensi
: 2x/hari secara mandiri
Sabun
: ya memakai

MRS
1x/hari diseka
ya memakai

2) Oral Hyiene
Frekuensi
Waktu

: SMRS
: 3x/hari secara mandiri
: pagi, sore, malam

MRS
1x/hari mandiri
pagi hari

3) Cuci Rambut
Frekuensi
Shampoo

: SMRS
: 1minggu 3x
: ya menggunakan shampoo

MRS
tidak cuci rambut
tidak ada

D. Pola istirahat tidur


MRS
1) Lama tidur
2) Kebiasaan sebelum tidur
3) Keluhan

: SMRS
: 6-7 jam/hari
: mencuci kaki dan berdoa
: tidak ada keluhan

E. Pola aktifitas dan latihan


MRS
1) Kegiatan dalam pekerjaan
: akuntan
2) Waktu bekerja
: pagi hari
3) Olahraga
: tidak ada
Jenisnya
: tidak ada
Frekuensinya
: tidak ada

2-3 jam
berdoa
tidak insomnia

: SMRS
tidak ada
istirahat
tidak ada
tidak ada
tidak ada

63

4) Kegiatan waktu luang

: berkumpul keluarga

istirahat dan
menonton tv
5) Keluhan dalam aktifitas
: nyeri saat miring kanan kiri pasien tampak
memegangi area yang nyeri, tampak berhati-hati untuk melakukan aktivitas,
aktivitas pasien di bantu oleh keluarga dan perawat, dan pasien tidak boleh boleh
duduk sampai dengan 12 jam post operasi (sampai dengan pengaruh SAB selesai
jam 21.00)
F. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
1) Merokok
: pasien tidak merokok
2) Minum keras
: pasien tidak minum alkohol
3) Ketergantungan obat
: pasien tidak mengalami ketergantungan obat
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: baik
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Respirasi
: 22x/menit
Berat badan
: 84 kg
Skala nyeri
: 4 dari 1-10

kesadaran
Nadi
suhu
tinggi badan

: composmentis GCS 456


: 84x/menit
: 36,5c
: 165 cm

Kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan


Kepala
: simetris, rambut berwarna hitam, tidak rontok
Keluhan
: tidak ada keluhan
Wajah
Keluhan
: setiap melakukan aktivitas pasien tampak mnyeringai
Mata
Kelopak mata
: simetris
Gerakan mata
: bebas, normal
Konjungtiva
: tidak anemis
Sklera
: normal
Pupil
: isokor
Akomodasi
: normal
Lainnya, sebutkan
: tidak buta warna, tidak ada keluhan
Hidung
Reaksi alergi
: tidak ada alergi
Sinus
: tidak ada sinus
Lainnya, sebutkan
: tidak terdapat polip, secret dan kelainan yang lain
Mulut dan tenggorokan
Gigi geligi
: tidak ada karies
Kesulitan menelan
: tidak ada kesulitan dalam menelan
Lainnya, sebutkan
: tidak mekakai gigi palsu, tidak ada masalah
Leher
Tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran jvp
Dada dan axilla
Mammae
: membesar
Areolla mammae
: tidak ada kerak, hiperpigmentasi
Papilla mammae
: menonjol dan bersih
Colostrums
: colostrums keluar
Axilla
: bersih, tidak adanya nyeri tekan, hiperpigmentasi

64

Pernafasan
Jalan nafas
Suara nafas

: bersih, tisak ada sumbatan pada jalan nafas


: vesikuler

Menggunakan otot bantu napas


: tidak menggunakan otot bantu napas
Lainnya, sebutkan
: tidak ada suara nafas tambahan
Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical
: 84x/menit
Irama
: reguler
Kelainan bunyi jantung
: tidak ada
Sakit dada
: tidak ada
Timbul
: tidak ada
Lainnya, sebutkan
: tidak ada
Abdomen
Mengecil
: mengecil
Linea dan striae
: terdapat garis luka nigra
Luka bekas operasi
: terdapat luka bekas operasi horizontal 10cm,
tidak terdapat perdarahan dan rembesan darah, luka
perpasang balutan opsite, tidak ada tanda
kemerahan dan inflamasi.
UC
: keras
TFU
: 2 jari di bawah pusat
Kontraksi
: kontraksi uterus baik
Bising usus
: tidak ada
Flastus
: tidak ada
Lainnya, sebutkan
: adanya rasa nyeri pada luka post operasi, dan
pasien memegangi area yang sakit
P : luka operasi perut bawah
Q : nyeri sengkring sengkring
R : nyeri saat begerak dan berjalan
S : 4 dari 1 10
T : 3 menit, nyeri hilang timbul
Genitourinary
Perineum
: tidak terdapat luka jahitan
Lokhea
: lokhea rubra
Vesika urinaria
: tidak beraba penuh
Lainnya, sebutkan
: tidak ada masalah
Ekstermitas (integument/musculoskeletal)
Turgor kulit
Warna kulit
Kontraktur pada persendian ekstermitas
Kesulitan dalam pergerakan
Lainnya, sebutkan
Skala kekuatan otot
III.

: elastis, baik
: sawo matang
: tidak ada
: kesulitan karenya nyeri post operasi
: tida da
: 4444 5555
5555 5555

DATA PENUNJANG
65

Tgl 23-11-2015 jam 14.07 (post operasi)


Analysis Items
WBC
Lymph #
Mid #
Gran #
Lymph %
Mid %
Gran %
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV
RDW-SD
PLT
MPV
PDW
PCT
P-LCC
P-LCR
Gluc

Result
H
30.3
1.7
0.8
H
17.8
L
8.5
4.1
H
87.4
3.74
L
10.4
L
29.8
L
79.6
27.8
34.9
H
16.2
47.1
386
7.2
14.9
0.278
53
13.6
59

Unit
10^3/uL
10^3/Ul
10^3/uL
10^3/uL
%
%
%
10^6/uL
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
%
fL
10^3/uL
fL
%
10^3/uL
%
Mg/dL

Ref. Range
4.0-10.0
0.8-4.0
0.1-1.5
2.0-7.0
20.0-40.0
3.0-15.0
50.0-70.0
3.50-5.00
11.0-15.0
37.0-47.0
80.0-100.0
27.0-34.0
32.0-36.0
11.0-16.0
35.0-56.0
150-400
6.5-12.0
9.0-170
0.108-0.282
30-90
11.0-45.0
76-110

IV.
DATA TAMBAHAN
Tgl 23-11-2015
a. Inj. Alin F 3x1 (iv)
b. Inj. Vit. C 3x1 (iv)
c. Inj. Ketorolac 3x1 (iv)

66

ANALISA DATA
Nama klien
Umur

: NY.D
: 35 tahun

Ruangan/kamar : F1/3
No. register
: 75.xx.xx

67

Masalah
Nyeri akut

Penyebab
Agen injuri fisik (luka
insisi operasi)

Resiko infeksi

Tindaka invasif dan


paparan lingkungan
patogen

43

Data

No.
1

DS
Pasien mengatakan nyeri
pada luka operasi
P : luka operasi perut
bawah
Q : nyeri sengkring sengkring
R : nyeri saat begerak
dan berjalan
S : 4 dari 1 - 10
T : 3 menit, nyeri hilang
timbul
DO :
- Pasien tampak
memegangi area
yang sakit
- Pasien tampak
berhati- hati
untuk melakukan
aktivitas
- Pasien tampak
menyeringai
sedang
melakukan
aktivitas
- TFU : 2 jari di
bawah pusat
- UC : keras
- Tidak ada
perdarahan pada
luka
- Kesadaran
compos mentis
- GCS 456
- Observasi TTV
TD : 110/80mmHg
s/n : 36,5c/84x/mnt
RR : 22x/mnit
DS :
2.
Pasien mengatakan ada
luka jahitan pada perut
.A
bagian bawah
DO :
- Terlihat balutan opsite
- luka post operasi
sepanjang 10cm
- tidak ada perdarahan
dan rembesasan pada
luka
- tidak ada tanda

kemerahan dan tanda


inflamasi di sekitar luka
- observasi TTV
TD : 110/80mmHg
S/N : 36.5c/84x/menit
RR : 22 x /Menit
Hambatan mobilitas
fisik

Nyeri luka post operasi

43

DS :
Pasien mengatakn tidak
bisa melakukan aktifitas
DO :
- aktivitas pasien d
bantu keluarga dan
perawat
- pasien bedrest dan
miring kanan kiri
- SAB sampai dengan
jam 21.00
- observasi TTV
TD : 110/80mmHg
S/N : 36.5/84x/menit
RR : 22 x /Menit

3.

PRIORITAS MASALAH
Nama klien
Umur

: Ny. D
: 35tahun

No.

Diagnosa Keperawatan

1.

Nyeri akut b/d agen


injuri fisik (luka insisi
operasi)

2.
3.

Resiko infeksi b/d


tindakan invasif dan
papran lingkungan
patogen

Ruangan/kamar : F1 / 3.3
No. register
: 75.xx.xx
Tanggal
Ditemukan
Teratasi
23-11-2015
25-11-2015

Nama
Perawat
(kelompok a5)

23-11-2015

24-11-2015

(kelompok a5)

23-11-2015

24-11-2015

(kelompok a5)

Hambatan mobilitas
fisik b/d nyeri daerah
luka operasi

43

No
.
1.

2.

Diagnosa Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervinsi

Nyeri akut b/d agen injuri Setelah dilakukan tindakan


fisik ( luka insisi operasi)
asuhan keperawatan selama
1x24jam diharapkan rasa
nyeri berkurang dan hilang
dengan
Kriteria hasil :
1. Klien tampak tenang
2. Klien
tidak
memegangi area yang
sakit
3. Pasien dapat bergerak
dan berjalan tanpa
adanya rasa nyeri
4. Skala nyeri 0-1
hambatan mobilitas fisik Setelah di lakukan tindakan
b/d nyeri daerah luka asuhan keperawatan selama
operasi
1x 24jam diharapkan pasien
bisa melakukan aktivitas
seperti biasa dengan kriteria
hasil
1
perilaku
penampakan
kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan diri
2. pasien mengungkapkan

1. Monitor tanda- tanda vital


2. Ajarkan klien teknik relaksasi
dengan nafas dalam, massase
dalam pengalihan nyeri
3. Atur posisi klien senyaman
mungin
4. Berikan
lingkungan
yang
nyaman dan batasi pengunjung
5. Kasi keluhan pasien dan kasi
tingkat nyeri pasien
6. Kolaborasi dengan tim medis
dengan pemberian analgesik
1. monitor keterbatasan gerak
2. rencanakan periode istirahat
yang cukup
3. berikan latihan aktivitas secara
bertahap

Rasional
1. Untuk mengetahui kondisi
pasien
2. Untuk mengurangi rasa
nyeri yang di rasakan klien
3. Memberikan kenyamanan
klien
4. Untuk merelaksaasi dan
memfasilitasi istirahat bag
pasien
5. Mengetahui tingkat nyeri
pasien dalam menentukan
tindakan selanjutnya
6. Obat-obatan analgesic dapat
membantu
mengurangi
nyeri
1. Untuk menentukan tindakan
selanjutnya
dan
mengevaluasi tindakan
2. Mengurangi aktivitas yang
ridak di perlukandan energy
terkumpul dapat digunakan
untuk aktivitas
3. Thap-tahapan
yang
diberikan membantu proses
aktivitas secara berlahan

mampu untuk melakukan


aktivitas tanpa di bantu
3. koordinasi otot, tulang dan
anggota gerak lainnya baik
4. bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan sesuai kebutuhan

3.

Resiko infeksi b/d tindakan Setalah dilakukan tindakan


invasive
dan
paparan asuhan keperawatan selama 1
lingkungan pathogen
x 24jam diharapkan resiko
infeksi terkontrol dengan
kriteria hasil
1. Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
2. Jumlah leukosit dalam
batas normal
3. Menunjukan perilaku
hidup sehat
4. Luka terbebas dari
drinase purulen

4.

5. setelah latihan dan aktivitas kasi


respon pasien

5.

1. Mengajurkan dan mengajarkan


teknik pencucian tangan
2. Observasi leukosit hemoglobin
dan hematokrit post operasi

1.

3. Kaji suhu, nadi dan respiratory


rate

3.

4. Inspeksi balutan abdominal


terhadap eksudat atau rembesan

4.

5. Kaji tanda dan gejala infeksi

2.

5.

dengan menghemat tenaga


namun tujuan yang tepat
mobilisasi diri
Mengurangi
pemakaian
energy sampai kekuatan
pasien pulih kembali
Menjaga
kemungkinan
adanya respon abnormal
dari tubuh sebagai akibat
dari latihan
Untuk
mencegah
penyebaran infeksi
Adanya aremia diabetes dan
persalinan
lama
meningkatkan faktor resiko
infeksi dan memperlambat
kesembuhan
Demam pasca operasi taki
kardi menunjukan adanya
infeksi
Balutan melindungi luka
dari
cedera
atau
kontaminasi
rembesan
dapat
menandakan
nepatoma
Untuk segera dilakukan
tindakan selanjutnya

TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI KEPERAWATAN


No.
WAKTU
TINDAKAN
TT
Dx.
(tgl & jam)
WAT
23-11-2015
A5
1,2,3
14.00
Timbang terima dengan dinas pagi
1,2,3
14.10
Mendengarkan keluhan pasien
A5
- Pasien mengatakan adanya luka
jahitan operasi
- Pasien mengatakan nyeri luka
operasi ketika bergerak
- Pasien mengatakan belum
mampu bergerak, hanya terbatas
miring kanan dan kiri
3
14.50
Menganjurkan dan Mengajarkan pasien
A5
tehnik cuci tangan jika sebelum dan
sesudah melakukan sesuatu
2
15.00
Membatasi pengunjung dan memberika
lingkungan yang nyaman bagi pasien
A5
1
15.10
Mengajarkan tehnik relaksasi dengan
nafas panjang ketika nyeri
A5
2
15.30
Membantu pasien menyeka dan
mengganti pembalut
A5
1
15.40
Mengatur posisi pasien senyaman
mungkin
A5
2
16.00
Menganjurka pasien untuk tetap bedrest
sampai dengan SAB selesai jam 21.00
A5
1
19.00
memberikan obat injeksi sesuai advis
dari dokter
A5
- Alin f 1 amp

WAKTU
(tgl & jam)
23-11-2015
21.00

CATATAN PERKEMBANGAN
(SOAP)

Dx 1
S:
Pasien mengatakan
P : luka operasi perut bawah
Q : nyeri sengkring - sengkring
R : nyeri saat begerak dan
berjalan
S : 4 dari 1 - 10
T : 3 menit, nyeri hilang timbul
O:
- Keadaan umum pasien
baik
- Pasien tampang
memegangai arek yang
sakit ketika bergerak
- Pasien tampak
menyeringai
- Pasien tampak tenang
Observasi TTV
TD : 110/80 mmHg
S/N : 36,3C/ 80x/menit
RR : 20x/menit
TFU : 2 jaro di bawa pusat
UC: teraba keras
Perdarahan : tidak ada

TT
WAT
A5

1,3

19.10

19.20

19.30

20.00

20.05

20.10

- Vit. C 1 amp
Ketoroloc 1 amp
Mengobseravasi TTV
- TD : 110/80 mmHg
- S/N : 36,3C/ 80x/menit
- RR : 20x/menit
- TFU : 2 jaro di bawa pusat
- UC: teraba keras
- Perdarahan : tidak ada
Mengobservasi perubahan nyeri
- P : luka operasi perut bawah
- Q : nyeri sengkring sengkring
- R : nyeri saat begerak dan
berjalan
- S : 4 dari 1 10
- T : 3 menit, nyeri hilang timbul
Mengambil hasil laboratorium
- Leukosit 20.3 10^3/uL
- Hemoglobin 10.4 g/dL
- Hematokrit 29,8 %
- Trombosit 356 10^3/uL
Mengobservasi keterbatasan gerak
- Pasien tampak bedrest dan miring
kanan kiri
Mendengarkan adanya bising usus pasien
- Hasil sudah ada
- Menganjurkan pasien minum
sedikit-sedikit
Mengobservasi tanda-tanda infeksi

A : masalah belum teratas


P : lanjutkan intervensi
A5

1,2,3,4,5,6

Dx 2
S:

A5

A5

A5
A5

A5

Pasien mengatakan belum


mampu bergerak, hanya terbatas
miring kanan dan kiri
O:
- Pasien tampak bedrest
- Pasien tampak miring
kanan kiri
- Pasien tampak berhati-hati
dan menahan nyeri ketika
miring kanan kiri
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5

Dx 3
S:
Pasien mengatakan adanya luka
jahitan operasi
O:
- Tidak ada tanda infeksi
dan inflamasi
- Tidak ada perdarahan

A5

Tidak ada kemerahan pada luka


Tidak ada pus pada luka
Tidak ada rembesan pada luka
Tidak ada tanda inflamasi pda
luka
menganjurkan pasien untuk istirahat
yang cukup

A5

Timbang terima dengan dinas sore


Mendengarkan keluhan pasien
- Pasien mengatakan adanya luka
jahitan operasi
- Pasien mengatakan nyeri luka
operasi ketika bergerak
- Pasien mengatakan belum
mampu bergerak, hanya terbatas
miring kanan dan kiri
Mengajarkan tehnik relaksasi dengan
massase punggung atau perut
Mengatur posisi pasien senyaman
mungkin
Menganjurkan ibu untuk latihan aktivitas
secara bertahap dengan duduk di tempat
tidur
Membatasi pengunjung dan memberikan
lingkungan yang nyaman untuk pasien
Mengobservasi perubahan nyeri

A5
A5

1,2,3
1,2,3

20.30

21.00
21.10

21.30

1,2

21.35

21.40

21.50

22.00

Hasil laboratorium
Leukosit 20.3 10^3/uL
Hemoglobin 10.4 g/dL
Hematokrit 29,8 %
- Observasi TTV
TD : 110/80 mmHg
S/N : 36,3C/ 80x/menit
RR : 20x/menit
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilajutkan 1,2,3,4,5

A5

A5
A5
A5
A5

24-11-2015
07.00

Dx 1
S:
Pasien mengatakan
P : luka operasi perut bawah
Q : nyeri sengkring - sengkring
R : nyeri saat begerak dan
berjalan
S : 4 dari 1 - 10
T : 3 menit, nyeri hilang timbul
O:
- Keadaan umum pasien
baik
- Pasien tampak
memegangai arek yang
sakit ketika bergerak
- Pasien tampang
menyeringai
- Pasien tampak tenang

A5

22.10

22.20

22.25

1,3

05.00

05.30

06.00

06.05

06.15

P : luka operasi perut bawah


Q : nyeri sengkring sengkring
R : nyeri saat begerak dan
berjalan
- S : 4 dari 1 10
- T : 3 menit, nyeri hilang timbul
memberikan obat injeksi sesuai advis
dari dokter
- Alin f 1 amp
- Vit. C 1 amp
- Ketoroloc 1 amp
Mengobservasi adanya flatus dan
menganjurkan pasien pasien boleh
makan
menganjurkan pasien untuk istirahat
yang cukup
Mengobseravasi TTV
- TD : 110/70 mmHg
- S/N : 36,5C/ 80x/menit
- RR : 20x/menit
Membantu pasien menyekan dan
mengganti pembalut
Mengobservasi keterbatasan gerak
- Pasien duduk di atas tempat tidur
inspeksi balutan abdominal terhadap
eksudat dan rembesan
Mengobservasi tanda-tanda infeksi
- Tidak ada kemerahan pada luka
- Tidak ada pus pada luka

A5

A5

A5

Observasi TTV
TD : 110/70 mmHg
S/N : 36,5C/ 80x/menit
RR : 20x/menit
A: masalah belum teratas
P : lanjutkan intervensi 1,2,,4,5,6

Dx 2
S:
Pasien mengatakan belum
mampu berjalan-jalan, hanya
terbatas miring kanan dan kiri

A5

O:
A5
A5

A5
A5
A5

Pasien tampak bedrest


Pasien tampak miring
kanan kiri
- Pasien tampak berhati-hati
dan menahan nyeri ketika
miring kanan kiri
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5

Dx 3
S:
Pasien mengatakan adanya luka
jahitan operasi

A5

06.30

Tidak ada rembesan pada luka


Tidak ada tanda inflamasi pda
luka
Kaji respon pasien ketika melakukan
latihan aktifitas duduk
- Pasien tampak berhati-hati dan
menahan nyeri

A5

O:
-

Tidak ada tanda infeksi


dan inflamasi
- Tidak ada perdarahan
- Observasi TTV
TD : 110/70 mmHg
S/N : 36,5C/ 80x/menit
RR : 20x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilajutkan 1,3,5,6

A5

1,2,3
1,2,3

24-11-2015
07.00
07.10

1,2,3

07.15

1,2

07.20

1,2,3

07.30

1,2,3

07.40

Timbang terima dengan dinas malam


Modifikasi makanan nasi halus TKTP
sesuai kolaborasi dengan ahli gizi dan
memeberikan makan
Mendengarkan keluhan pasien
- Pasien mengatakan adanya luka
jahitan operasi
- Pasien mengatakan nyeri
berkurang ketika duduk
- Pasien mengatakan mampu duduk
tanpa bantuan
Mengatur posisi pasien senyaman
mungkin
Mengikuti visite dokter dan modifikasi
terapi sesuai advis
Aff infuse dan Aff kateter

A5

A5

A5
A5

24-11-2015
14.00

Dx 1
S:
Pasien mengatakan
P : luka operasi perut bawah
Q : nyeri sengkring - sengkring
R : nyeri saat begerak dan
berjalan
S : 3 dari 1 - 10
T : 2 menit, nyeri hilang timbul
O:
- Keadaan umum pasien
baik
- Pasien tampang
memegangai arek yang
sakit ketika bergerak
- Pasien tidak tampak

A5

07.40

08.00

1,2,3

09.40

1,3

11.20

11.30

11.45

12.00

Memberikan obat sesuai advis dari


dokter
- Asmef
1 tablet
- SF
1 tablet
Menganjurka pasien untuk latihan
aktivitas denga berdiri di sekitar tempat
tidur
Menganjurkan ibu utnuk makan makanan
yang bergizi dan pantang makanan
Mengobseravasi TTV
- TD : 110/80 mmHg
- S/N : 36C/ 80x/menit
- RR : 22x/menit
- TFU : pertengahan pusat
- UC: teraba keras
- Perdarahan : tidak ada
Mengobservasi perubahan nyeri
- P : luka operasi perut bawah
- Q : nyeri sengkring sengkring
- R : nyeri saat begerak dan
berjalan
- S : 3 dari 1 10
- T : 2 menit, nyeri hilang timbul
Mengajarkan tehnik relaksasi dengan
massase punggung dan perut
Mengobservasi keterbatasan gerak
- Pasien mampu miring kanan kiri,
mampu duduk di tempat tidur dan
mampu berdiri di sekitar tempat

A5

A5
A5
A5

A5

menyeringai
- Pasien tampak tenang
Observasi TTV
TD : 110/80 mmHg
S/N : 36C/ 80x/menit
RR : 22x/menit
TFU : pertengahan pusat
UC: teraba keras
Perdarahan : tidak ada
A : masalah belum teratas
P : lanjutkan intervensi 1,2,5,6
Modifikasi terapi sesuai advis
dokter terapi injeksi diganti terapi
oral
- Asmef 3x1
- SF 1x1
Modifikasi diit sesuai kolaborasi
dengan ahli gizi diit nasi halus
TKTP

Dx 2
S:
A5
A5

Pasien mengatakan mampu duduk


tanpa bantuan
O:
- Pasien tampak bedrest

A5

12.50

13.05

tidur
Mengobservasi tanda-tanda infeksi
- Tidak ada kemerahan pada luka
- Tidak ada pus pada luka
- Tidak ada rembesan pada luka
- Tidak ada tanda inflamasi pda
luka
Kaji respon pasien ketika melakukan
latihan aktifitas berdiri
- Pasien tampak berhati-hati dan
menahan nyeri

Pasien bisa miring kanan


kiritanpa bantuan
- Pasien bisa duduk
- Pasien tampak berhati-hati
dan menahan nyeri ketika
duduk
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1,2,4,5

A5

Dx 3
S:

A5

1,2,3
1,2,3

14.00
14.20

Timbang terima dengan dinas pagi


Mendengarkan keluhan pasien
- Pasien mengatakan nyeri

A5
A5

A5

Pasien mengatakan adanya luka


jahitan operasi
O:
- Tidak ada tanda infeksi
dan inflamasi
- Tidak ada perdarahan
- Observasi TTV
TD : 110/80 mmHg
S/N : 36,3C/ 80x/menit
RR : 20x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilajutkan 1,3,5,6
24-11-2015
21.00

Dx 1
S:

A5

berkurang ketika duduk


Pasien mengatakan mampu
duduk tanpa bantuan
Menganjurka pasien untuk latihan
aktivitas denga berdiri di sekitar tempat
tidur
Membantu pasien menyekan dan
mengganti pembalut
Memberikan diit nasi halus TKTP
memberikan obat oral sesuai modifikasi
advis dari dokter
- Asmof
1 tablet
Mengobseravasi TTV
- TD : 110/80 mmHg
- S/N : 36,7C/ 82x/menit
- RR : 20x/menit
Mengobservasi perubahan nyeri
- P : luka operasi perut bawah
- Q : nyeri sengkring sengkring
- R : nyeri saat begerak dan
berjalan
- S : 3 dari 1 10
- T : 2 menit, nyeri hilang timbul
Menganjurkan tehnik relaksasi nafas
dalam dan massase ketika nyeri
Mengobservasi keterbatasan gerak
- Pasien mampu miring kanan kiri,
mampu duduk di tempat tidur dan
mampu berdiri di sekitar tempat
-

14.30

14.50

1,2,3
1

15.00
15.05

1,3

18.00

18.20

18.30

19.00

A5

A5
A5
A5

A5
A5

A5

A5

Pasien mengatakan
P : luka operasi perut bawah
Q : nyeri sengkring - sengkring
R : nyeri saat begerak dan
berjalan
S : 3 dari 1 - 10
T : 2 menit, nyeri hilang timbul
O:
- Keadaan umum pasien
baik
- Pasien tampang
memegangai arek yang
sakit ketika bergerak
- Pasien tampak tenang
Observasi TTV
TD : 110/80 mmHg
S/N : 36,7C/ 82x/menit
RR : 20x/menit
A : masalah belum teratas
P : lanjutkan intervensi 1,2,5,6

Dx 2
S:
Pasien mengatakan mengatakan
mampu duduk tanpa bantuan
O:
- Pasien tampak berhati-hati
dan menahan nyeri ketika

A5

19.25

20.00

tidur
Kaji respon pasien ketika melakukan
latihan aktifitas berdiri
- Pasien tampak berhati-hati dan
menahan nyeri
Mengobservasi tanda infeksi
- Tidak ada kemerahan
- Tidak ada rembesan

duduk
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1,3,5

A5

Dx 3
S:O:
-

Tidak ada tanda infeksi


dan inflamasi
- Tidak ada perdarahan
- Observasi TTV
TD : 110/80 mmHg
S/N : 36,7C/ 82x/menit
RR : 20x/menit
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

A5

1,2,3
1,2,3

2
1

21.00
21.10

21.15
21.20

Timbang terima dengan dinas sore


Mendengarkan keluhan pasien
- Pasien mengatakan nyeri
berkurang ketika berdiri
- Pasien mengatakan mampu
berdiri tanpa bantuan
Menganjurka pasien untuk latihan
aktivitas denga berjalan di sekitar tempat
tidur
memberikan obat oral sesuai modifikasi
advis dari dokter

A5
A5

A5
A5

A5

25-11-2015
07.00

Dx 1
S:
Pasien mengatakan
P : luka operasi perut bawah
Q : nyeri sengkring - sengkring
R : nyeri saat begerak dan
berjalan
S : 2 dari 1 - 10
T : 1 menit, nyeri hilang timbul
O:

A5

1
1,3

21.30

21.40
05.00

06.00

06.20

- Asmof
1 tablet
Mengobservasi perubahan nyeri
- P : luka operasi perut bawah
- Q : nyeri sengkring sengkring
- R : nyeri saat begerak dan
berjalan
- S : 2 dari 1 10
- T : 1 menit, nyeri hilang timbul
Mengajarkan tehnik distraksi pengalihan
nyeri dengan melihat tv dan
mendengarkan musik
Mengobseravasi TTV
- TD : 110/80 mmHg
- S/N : 36,4C/ 82x/menit
- RR : 22x/menit
Mengobservasi keterbatasan gerak
- Pasien mampu miring kanan kiri,
mampu duduk di tempat tidur dan
mampu berdiri di sekitar tempat
tidur
Kaji respon pasien ketika melakukan
latihan aktifitas berjalan
- Pasien tampak berhati-hati dan
menahan nyeri

A5

A5

A5

A5

A5

Keadaan umum pasien


baik
- Pasien tampang
memegangai arek yang
sakit ketika bergerak
Observasi TTV
TD : 110/80 mmHg
S/N : 36,4C/ 82x/menit
RR : 22x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 1,2,5,6

Dx 2
S:
Pasien mengatakan mampu
berdiri tanpa bantuan
O:
- Pasien tampak berhati-hati
dan menahan nyeri ketika
miring kanan kiri
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 1,5

A5

1,2,3
1,2,3

25-11-2015
07.00
07.30

1,3

11.00

11.30

11.35

12.00

Timbang terima dengan dinas malam


Mendengarkan keluhan pasien
- Pasien mengatakan nyeri
berkurang ketika berjalan
- Pasien mengatakan mampu
berjalan tanpa bantuan
Mengobseravasi TTV
- TD : 110/80 mmHg
- S/N : 36,3C/ 80x/menit
- RR : 20x/menit
- TFU : 2 jari di atas simpisis
- UC: keras
Mengobservasi perubahan nyeri
- P : luka operasi perut bawah
- Q : nyeri sengkring sengkring
- R : nyeri saat begerak dan
berjalan
- S : 1 dari 1 10
- T : nyeri hilang timbul
memberikan obat oral sesuai modifikasi
advis dari dokter
- Asmof
3x1
- SF
1x1
Mengobservasi keterbatasan gerak
- Pasien mampu miring kanan kiri,
mampu duduk di tempat tidur,
mampu berdiri di sekitar tempat
tidur, dan mampu berjalan tanpa

A5
A5

A5

A5

A5

A5

25-11-2015
15.30

Dx 1

A5

S:
Pasien mengatakan
P : luka operasi perut bawah
Q : nyeri sengkring - sengkring
R : nyeri saat begerak dan
berjalan
S : 1 dari 1 - 10
T : nyeri hilang timbul
O:
- Keadaan umum pasien
baik
- Pasien tampak tenang
- Pasien tampak berhati-hati
dan tidak menahan nyeri
Observasi TTV
TD : 110/80 mmHg
S/N : 36,3C/ 80x/menit
RR : 20x/menit
TFU : 2 jari di atas simpisis
UC: keras
Perdarahan : tidak ada
A : masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

Dx 2
S:

A5

12.10

bantuan
Kaji respon pasien ketika melakukan
latihan aktifitas berjalan
- Pasien tampak berhati-hati dan
tidak menahan nyeri

A5

Pasien mengatakan mampu


berjalan tanpa bantuan
O:
Pasien tampak berhati-hati dan
tidak menahan nyeri
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
Pasien KRS jam 15.00
Discharge planning
- Menganjurkan ibu untuk
kontrol 1 minggu
selanjutnya
- Menganjurkan ibu untuk
menyusui asi esklusif
sampai 6 bulan
- Menganjurkan ibu untuk
makan makanan yang
bergizi
- Menganjurkan ibu untuk
rutin mengkonsumsi obat
- Menganjurkan ibu untuk
tidak membasahi luka
operasi
- Menjelaskan cara
perawatan payudara
dengan benar
- Menjelaskan cara
merawat tali pusat pada
bayi saati di rumah

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pendokumentasian keperawatan merupakan hal yang sangat penting untuk


menunjang asuhan keperawatan. System informasi terbuka dan koperatif dapat
menjadi pendukung pengambilan keputusan di keperawatan.

4.2 Saran
Sebaiknya, pasien segera diberikan terapi yang adekuat. Dalam pemeriksaan
dan penatalaksanaan yang telah direncanakan pasien segera dilakukan agar
kondisinya tidak semakin memburuk. Dan untuk Profesi keperawatan perlu
mengembangkan sistem pendokumentasian keperawatan dengan menggunakan
sistem informasi manajemen.

58

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka

59

Anda mungkin juga menyukai