merupakan
gangguan
atau
perubahan
persepsi
dimana
klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa
ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PRESIPITASI
1.
Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a.
Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis
yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
1)
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2)
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalahmasalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3)
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b.
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c.
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
2.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a.
Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas
pada
mekanisme
pintu
masuk
dalam
otak
yang
mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b.
Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.
Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
D. RENTANG RESPON
Respon adaptif
maladaptif
Pikiran logis
fikir /
(pikiran kotor)
Pikiran akurat
halusinasi
Emosi konsisten
dengan
pengalaman
disorganisasi
perilaku sesuai
biasa
respon
distorsi pikiran
gangguan
delusi
ilusi
reaksi emosi berlebihan
atau
kurang
perilaku aneh dan tidak
E. FASE HALUSINASI
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
perilaku
isolasi sosial
1.
Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
2.
Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan realita.
3.
Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam
kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4.
Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan.
F. JENIS HALUSINASI
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
1.
2.
3.
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti :
darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
4.
5.
6.
Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena
atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7.
Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
G. AKIBAT
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan
dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan
orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b.
Mondar-mandir
Mata merah
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1.
3.
4.
5.
6.
POHON MASALAH
Effect
Risiko tinggi perilaku kekerasan
Core Problem
Cause
Isolasi sosial
Harga diri rendah kronis
Objektif:
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat
dikaji
Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk
menfengarkan sesuatu
Disorientasi
Kosentrasi rendah
Pikiran cepat berubah-ubah
9.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
gangguan sensori persepsi: halusinasi
10.
1.
2.
Tujuan khusus
a.
1)
Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat,
mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2)
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a)
Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b)
c)
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d)
e)
f)
g)
b.
1)
Kriteria evaluasi :
a)
b)
2)
Intervensi
a)
Rasional : Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya juga
dapat memutuskan halusinasinya.
b)
Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa
stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional: Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam
melakukan intervensi.
c)
Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.
d)
Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri,
jengkel, sedih)
Rasional : Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah
tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
e)
Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih,
tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Rasional : Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
c.
1)
Kriteria evaluasi :
a)
halusinasinya.
b)
c)
Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yangtelah didiskusikan dengan
klien.
d)
Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
e)
2) Intervensi
a)
Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional : Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c)
Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain untuk bercakapcakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
d)
Bantu
klien
memilih
cara
dan
melatih
cara
e)
f)
Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan stimulasi
persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat halusinasi.
Kriteria evaluasi
a)
b)
2)
Intervensi
a)
menyebutkan
c)
Pengertian halusinasi
Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah pengetahuan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah halusinasi.
e.
1) Kriteria evaluasi
a)
Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.
2) Intervensi
a)
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat minum
obat.
Rasional
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien melaksanakan
program pengobatan.
b)
Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
Rasional : Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c)
Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat yang
dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum
obat.
d)
e)
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat, benar
waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional : Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk
pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd,
M.A
&
Nihart,
M.A,
1998. Psychiatric
Nuersing
cotemporary
Practice,Edisi 9th. Philadelphis: Lippincott Raven Publisrs.
Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1997. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Kusuma,
W.1997. Dari A
sampai
Z
Kedaruratan
Psiciatric
dalam
Praktek,
Edisi I. Jakarta: Profesional Books.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya:Airlangga University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi
I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Rawlins, R.P & Heacock, PE. 1998. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing, Edisi 1. Toronto: the
C.V Mosby Company.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa(Terjemahan). Edisi 3, EGC,
Jakarta.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa(Terjemahan). Jakarta: EGC.
Townsend,
M.C. 1998. Buku
Saku
Diagnosa
Keperawatan
Pada
Keperawatan
Psikiatri (terjemahan), Edisi 3. Jakarta: EGC.