Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI


A. PENGERTIAN
Halusinasi

merupakan

gangguan

atau

perubahan

persepsi

dimana

klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa
ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PRESIPITASI
1.

Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a.

Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis
yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:

1)

Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.

2)

Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalahmasalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

3)

Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b.

Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c.

Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.

2.

Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a.

Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas

pada

mekanisme

pintu

masuk

dalam

otak

yang

mengakibatkan

ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b.

Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c.

Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. TANDA DAN GEJALA


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tibatiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati
sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang
dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi
(Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat

5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan


b.

Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan


Gejala klinis:

1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
D. RENTANG RESPON
Respon adaptif
maladaptif

Pikiran logis
fikir /
(pikiran kotor)
Pikiran akurat
halusinasi
Emosi konsisten
dengan
pengalaman
disorganisasi
perilaku sesuai
biasa

respon

distorsi pikiran

gangguan

delusi
ilusi
reaksi emosi berlebihan
atau
kurang
perilaku aneh dan tidak

E. FASE HALUSINASI
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):

perilaku

isolasi sosial

1.

Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.

2.

Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan realita.

3.

Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam
kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

4.

Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan.

F. JENIS HALUSINASI
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
1.

Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %


Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2.

Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %


Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran
geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.

3.

Halusinasi penghidu (olfactory)

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti :
darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
4.

Halusinasi peraba (tactile)


Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

5.

Halusinasi pengecap (gustatory)


Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa
mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

6.

Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena
atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

7.

Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

G. AKIBAT
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan
dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan
orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b.

Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir


Data objektif :

a. Wajah tegang, merah


b.

Mondar-mandir

c. Mata melotot rahang mengatup


d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f.

Mata merah

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1.

Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat


halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan
agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau
hiasan dinding, majalah dan permainan
2.

Melaksanakan program terapi dokter


Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat
harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di
berikan.

3.

Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada


Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah
yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang
lain yang dekat dengan pasien.

4.

Memberi aktivitas pada pasien


Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal
kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5.

Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan


Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan
dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek.
Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan
petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.

6.

POHON MASALAH
Effect
Risiko tinggi perilaku kekerasan

Core Problem

perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Cause

Isolasi sosial
Harga diri rendah kronis

Gambar 1.1 Pohon Masalah perubahan persepsi sensori : halisinasi


7.
1.
2.
3.
4.
8.

MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Risiko tinggi perilaku kekerasan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Isolasi sosial
Harga diri rendah kronis
MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah keperawatan
Data yang perlu dikaji
Perubahan persepsi
Subjektif:
sensori: halusinasi

Klien mengatakan mendengar sesuatu

Klien mengatakan melihat bayangan putih

Klien mengatak dirinya seperti disengat listrik

Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap,


seperti feses.

Klien mengatakan kepalanya melayang di udara

Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu


yang berebda pada dirinya

Objektif:
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat
dikaji
Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk
menfengarkan sesuatu
Disorientasi
Kosentrasi rendah
Pikiran cepat berubah-ubah

9.

Kekacauan alur pikiran

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
gangguan sensori persepsi: halusinasi

10.
1.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.

2.

Tujuan khusus

a.

TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.

1)

Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat,
mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

2)

Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :

a)

Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.

b)

Perkenalkan diri dengan sopan.

c)

Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

d)

Jelaskan tujuan pertemuan.

e)

Jujur dan menepati janji.

f)

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g)

Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

b.

TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi

1)

Kriteria evaluasi :

a)

Klien dapat menyebutkan waktu, isi

b)

Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.

2)

Intervensi

a)

Adakan sering dan singkat secara bertahap.

dan frekuensi timbulnya halusinasi.

Rasional : Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya juga
dapat memutuskan halusinasinya.
b)

Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa
stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional: Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam
melakukan intervensi.

c)

Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :

Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di dengar.

Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.

Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi).

Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.

Katakan bahwa perawat akan membantu klien.


Rasional : Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor timbulnya
halusinasi.

d)

Diskusikan dengan klien tentang :

Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.

Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri,
jengkel, sedih)
Rasional : Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah
tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.

e)

Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih,
tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Rasional : Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.

c.

TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.

1)

Kriteria evaluasi :

a)

Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya

dilakukan untuk mengendalikan

halusinasinya.
b)

Klien dapat menyebutkan cara baru.

c)

Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yangtelah didiskusikan dengan
klien.

d)

Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.

e)

Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.

2) Intervensi
a)

Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika

terjadi halusinasi (tidur,

marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)


Rasional : Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.
b)

Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional : Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.

c)

Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :


Katakan : Saya tidak mau dengar kau pada saat halusinasi muncul.

Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain untuk bercakapcakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.

Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.

Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.


Rasional: Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.

d)

Bantu

klien

memilih

cara

dan

melatih

cara

untuk memutus halusinasi secara

bertahap, misalnya dengan :

Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Quran.

Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.

Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).

Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).

Mencari teman untuk ngobrol


Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah satu cara
untuk mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.

e)

Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.


Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.

f)

Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan stimulasi
persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat halusinasi.

d. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.


1)

Kriteria evaluasi

a)

Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.

b)

Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan


halusinasi.

2)

Intervensi

a)

Membina hubungan saling percaya dengan


dengan sopan dan ramah.
Rasional :

menyebutkan

nama, tujuan pertemuan

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi


selanjutnya.
b)

Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga. Untuk mendapatkan bantuan


keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

c)

Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :

Pengertian halusinasi

Gejala halusinasi yang dialami klien.

Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.

Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.

Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah pengetahuan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah halusinasi.

e.

TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

1) Kriteria evaluasi
a)

Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.

b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.


c)

Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.

d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.


e)

Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.

2) Intervensi
a)

Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat minum
obat.
Rasional

Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien melaksanakan
program pengobatan.
b)

Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
Rasional : Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.

c)

Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat yang
dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum
obat.

d)

Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.


Rasional : Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.

e)

Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat, benar
waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional : Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk
pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.

DAFTAR PUSTAKA
Boyd,
M.A
&
Nihart,
M.A,
1998. Psychiatric
Nuersing
cotemporary
Practice,Edisi 9th. Philadelphis: Lippincott Raven Publisrs.
Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1997. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Kusuma,
W.1997. Dari A
sampai
Z
Kedaruratan
Psiciatric
dalam
Praktek,
Edisi I. Jakarta: Profesional Books.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya:Airlangga University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi
I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Rawlins, R.P & Heacock, PE. 1998. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing, Edisi 1. Toronto: the
C.V Mosby Company.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa(Terjemahan). Edisi 3, EGC,
Jakarta.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa(Terjemahan). Jakarta: EGC.
Townsend,
M.C. 1998. Buku
Saku
Diagnosa
Keperawatan
Pada
Keperawatan
Psikiatri (terjemahan), Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai