Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN STROKE ICH (INTRACEREBRAL HEMORRHAGE)

oleh
Irsalina Nabilah Ali, S.Kep
NIM 192311101194

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................... iv
LAPORAN PENDAHULUAN...................................................................... 5
A. Definisi Stroke Intracerebral Hemorrhage............................................ 5
B. Review Anatomi Fisiologi.................................................................... 6
C. Epidemiologi......................................................................................... 10
D. Etiologi................................................................................................. 10
E. Tanda dan Gejala.................................................................................. 12
F. Patofisiologi dan Clinical Pathway....................................................... 14
G. Pemeriksaan Penunjang........................................................................ 16
H. Penatalaksanaan Medis......................................................................... 17
I. Penatalaksanaan Keperawatan.............................................................. 21
a. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)....................... 25
b. Perencanaan/Nursing Care Plan..................................................... 27
1

BAB I KONSEP PENYAKIT

1.1 Definisi Penyakit


Stroke merupakan gangguan pada sistem saraf secara mendadak akibat
adanya gangguan pada peredarah darah yang membawa pasokan darah ke suatu
bagian otak. Aliran darah dan oksigen yang kurang dapat menyebabkan merusak
dan mematikan sel-sel saraf di otak, sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan
anggota gerak, gangguan bicara, dan penurunan kesadaran (Sudarsini, 2017).
Stroke menurut WHO adalah gangguan fungsional otak baik lokal maupun globl
yang timbul secara mendadak, berlangsung selama kurun waktu duapuluh empat
jam atau lebih, dan dapat meneybabkan kematian karena gangguan aliran darah
(Pikir dkk, 2015). Secara garis besar berdasarkan penyebabnya stroke dibagi
menjadi dua jenis, yakni stroke iskemik dan stroke hemoragik (Sudarsini, 2017).
Pada stroke iskemik terjadi penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darag ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Sedangkan pada stroke
hemoragik disebabkan karena adanya pendarahan ke dalam jaringan otak
(hematom intraserebrum) atau pendarahan ke dalam ruang subarachnoid
(hemoragia subarachnoid) (Yueniwati, 2016).
Stroke Intraserebral Hemoragik (ICH) merupakan salah satu dari jenis
stroke hemoragik. Stroke ICH adalah stroke yang disebabkan karena pecahnya
pembuluh darah di otak dan menyebabkan pendarahan di dalam jaringan otak.
Pecahnya pembuluh darah ini menyebabkan adanya spasme atau penyempitan
pembuluh arteri di sekitar tempat terjadinya perdarahan. Sel-sel otak yang berada
agak jauh dari tempat pendarahan juga akan terdampak mengalami gangguan
karena adanya kerusakan yang menyebabkan aliran darah terganggu. Selain itu
jika darah yang keluar lebih dari 50ml, maka dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial (Indrawati dkk, 2016).
2

1.2 Anatomi Fisiologi

Otak

Otak merupakan organ yang terletak di dalam rongga kepala dan terlindungi
oleh kranium, meninges, dn cairan serebrospinal (Yusa dan Maniam, 2016).
Lapisan meninges pada otak terdiri dari tiga
lapis yaitu:

Gambar 1. Lapisan pelindung otak

a. Pia meter : Merupakan lapisan terdalam, melekat dengan otak dan


mengandung banyak pembuluh darah.
b. Arachnoid: Merupakan lapisan tengah setelah pia meter, mengandung sedikit
pembuluh darah, terdapat ruang subarachnoid yang berisi cairan
serebrospinalis, pembuluh darah, dan selaput jaringan penghubung antara
arachnoid dan pia meter. Cairan serbrospinalis menyerupai pasma darah dan
cairan intersisial, tidak megandung protein dan berfungsi sebagai bantalan
serta media pertukaran nutrisi dan zat sisa antara darah dengan otak.
c. Dura meter: Merupakan lapisan terluar dari otak yang melekat pada
permukaan dalam kranium, bentuknya tebal dan kuat, terdapat dua lapisan.
Pada dura meter terdapat ruang subdural yang memisahkan dura meter
dengan arachnoid.

(Yueniwati, 2016)
3

Otak memiliki substansi abu-abu dan substansi putih. Substansi abu-abu


(grisea) merupakan substansi yang membentuk bagian korteks otak. Sedangkan
substansi putih (alba) membentuk bagian dalam otak (Yusa dan Maniam, 2016).

Gambar 2. Substansi otak


Bagian-Bagian Otak
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum tersusun atas dua bagian yakni bagian luar yang tersusun dari
substansi abu-abu yang disebut korteks sereberal dan substansi putih yang disebut
nukleus basal. Korteks serebral menempati 80% massa otak. Korteks serebral
terdiri dari dua belahan atau hemisfer yaitu sisi kanan dan kiri yang dihubungkan
oleh serat pita tebal yang disebut korpus kalosum. Setiap hemisfer memiliki fisura
(ceruk dalam) dan sulkus (ceruk dangkal) (Yusa dan Maniam, 2016). Sulkus
membagi hemisfer menjadi lobus-lobus dimana tiap hemifer memiliki 4 lobus
yakni
a) Lobus Frontalis berfungsi sebagai pengendali aktivitas mental dan gerakan
otot
b) Lobus Parietallis berfungsi sebagai pengaturan rangsangan (kulit dan otot)
seperti panas, dingin, sentuhan, dan tekanan
c) Lobus Oksipitalis berfungsi sebagai pusat pengelihatan
d) Lobus Temporalis berfungsi dan berhubungan dengan pusat pendengaran
(Yusa dan Maniam, 2016)
Cerebrum merupakan dapat dibagi menjadi 3 daerah yaitu daerah sensorik
(rangsangan-reseptor), motorik (gerak dan bicara), dan daerah asosiasi (memori,
4

emosi, penalaran, kemampuan, dan pengambilan keputusan) (Lesmana dkk,


2017).

2. Otak Kecil (Cerebellum)


Otak kecil memiliki fungsi utama sebagai pusat keseimbangan dan koordinasi
gerak otot. Apabila terjadi kerusakan maka gerakkan otot tidak akan dapat
terkoordinasi lagi. Di bawah cerebellum terdapat jembatan varol yang
menghubungkan kedua bagian otak kecil untuk mengantarkan implus otot
dibagian kanan dan kiri tubu. Jembatan varol juga menghubungkan otak besar dan
kecil (Yusa dan Maniam, 2016).

Gambar 3. Daerah-daerah otak

Sistem Saraf Kranial


Sistem saraf kranial terdiri dari 12 pasang saraf dari otak dan 31 pasang saraf
yang berasal dari sum-sum tulang belakang. Saraf otak dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu:
1) Saraf I, II, dan VIII terdiri atas sel saraf sensorik
2) Saraf III, IV, VI, XI, XII terdiri atas sel saraf motorik
3) Saraf V, VII, IX, X terdiri atas gabungan sel saraf motorik dan sensorik
(Yusa dan Maniam, 2016).
5

Saraf kranial Komponen Fungsi

I Olfaktorius Sensorik Penciuman


II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas, konstriksi
pupil, sebagian besar gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan mengunyah)
gerakan rahang ke
lateral
Sensorik - Kulit wajah, 2/3 depan kulit kepala,
mukosa mata, mukosa hidung dan
rongga mulut, lidah dan gigi
- Refleks kornea atau refleks mengedip,
komponen sensorik dibawa oleh saraf
kranial V, respons motorik melalui
saraf kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi,
sekeliling mata serta mulut, lakrimasi dan
salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa, manis,
asam, dan asin)
VIII Sensorik Keseimbangan
Cabang
Vestibularis
Cabang koklearis Sensorik Pendengaran
IX Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Glossofaringeus Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk rasa pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks muntah, fonasi;
visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah, visera leher,
thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas
dari otot trapezius: pergerakan kepala dan
bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
6

Tabel 1. Duabelas pasang saraf kranial

1.3 Epidemiologi

Insiden terjadinya stroke di Amerika 10-15% dari 500.000 per tahunnya


merupakan stroke hemoragik khususnya stroke intraserebral hemoragik.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih besar daripada stroke
iskemia, hanya 20% saja pasien stroke hemoragik mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya. Selain itu 40-80% akhirnya meninggal pada 30 hari
pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama.
Berdasarkan data penelitian didapatkan dari 251 penderita stroke 47% adalah
wanita dan 53% adalah laki-laki dengan rata-rata berumur 69 tahun dan 78%
berumur lebih dari 60 tahun (Yuniewati, 2016).

Kira-kira 10% stroke merupakan stroke intraserebral hemoragik. Diantara 30-


40 orang per 10.000 orang per tahun terserang stroke intraserebral hemoragik.
Pada kasus ICH 70% kasus terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior
(batang otak dan serebelum) dan 10 % terjadi di hemisfer (di luar kapsula interna).
Stroke intraserebral hemoragik umumnya disebabkan karenaa hipertensi (50-
68%). Angka kematian pada stroke ICH sangat tinggi, bahkan hampir mendekati
mendekati 50%. (Yueniwati, 2016).

1.4 Etiologi

Yueniwati (2016) menyebutkan ada banyak faktor yang berperan dalam


menyebabkan seseorang menderita stroke hemoragik, diantaranya adalah:

a. Usia

Menurut Sotirios, umur merupakan faktor resiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65 tahun, 70% terjadi
pada mereka yang 65 tahun keatas. Risiko stroke naik menjadi dua kali lipat
untuk setiap 10 tahun diatas 55 tahun.
7

b. Hipertensi

Hipertensi merupakan penyebab 2/3 atau 75% dari kasus stroke ICH. Area
yang biasanya terkena adalah Thalamus, ganglia basalis, dan serebellum.
Sebagai respon terhadap tekanan darah yang tinggi, arteri-arteri kecil ini akan
mengalami hiperplasia tunika intima, hialinisasi tunika intima, dan degenerasi
tunika media yang meningkatkan risiko nekrosis fokal pada dinding vaskular
dan akhirnya ruptur

c. Riwayat Stroke Sebelumnya


d. Alkohol
e. Koagulopati dan pengguanaan anti-koagulan

Koagulopati pada penderita gagal hati atau kelainan genetik dapat


menyebabkan terjadinya pendarahan pada intraserebral. Pasien dengan status
slow metabolizer terhadap wafarin berisiko menderita ICH jika diberikan
terapi wafarin.

f. Cerebral Amyloidosis

Cerebral Amyloidosis (CA) berperan atas setidaknya 10% kasus kejadian


pendarahan intraserebral. CA seringkali mengenai pasien dengan usia lebih
dari 60 tahin. Umumnya pendarahan intraserebral pada kasus CA akan muncul
terutama pada lobus temporal atau oksipital.

g. Aneurisma

Meskipun aneurisma sering dikaitkan dengan kejadian SAH namun 34%


ruptur aneurima berkaitan dengan pendarahan intraserebral dan sekitar 1,6%
ruptur ini terkait dengan pendarahan intraserebral tanpa SAH.

1.5 Manifestasi Klinis


8

Gejala atau manifestasi klinis stroke ICH seringkali muncul secara mendadak
dan cepat, oleh karena itu penting untu mengenali tanda gejala dari stroke.
Menurut Indrawati dkk (2016) terdapat beberapa menifestasi klinis dari stroke
ICH:

a. Nyeri kepala hebat secara mendadak


b. Pusing vertigo dan biasanya disertai mual dan muntah
c. Kaku kuduk
d. Disorientasi
e. Pengelihatan kabur (penurunan pengelihatan bisa terjadi pada salah satu
mata atau keduanya)
f. Kesulitan bicara tiba-tiba (mulut terlihat tertarik disatu sisi)
g. Kehilangan keseimbangan, limbung, jatuh
h. Rasa kebas pada satu sisi tubuh
i. Kelemahan otot pada satu sisi tubuh

Liebeskind menyebutkan beberapa manifestasi klinis ICH dapat berupa defisit


neurologis fokal yang terjadi dapat diperkirakan dari daerah otak yang terserang,
seperti berikut ini:

a. Hemisfer kanan : Hemipareis kiri, hipethesia kiri, buta mata kiri,


afasia.
b. Hemisfer kiri : Hemipareis kanan, hipethesia kanan, buta mata
kanan.
c. Serebellum : Penurunan kesadaran secara drastis, apneu dan
kematian, ataksia ipsilateral, merot.
d. Putamen : Hemiparesis kontralateral, hipesthesia konralateral,
hemianopsia homonim, afasia, apraksia.
e. Thalamus : Hemiparesis kontralateral, hipesthesia konralateral,
hemianopsia homonim, afasia, miosis, kebingungan.
f. Nukleus kaudatus : Hemiparesis kontralateral, kebingungan
g. Batang otak : Tetraparesis, merot, penurunan kesadaran, miosis,
instabilitas autonomik, ocular bobbing.
9

(Yueniwati, 2016)

1.6 Patofisiologi

Pada stroke Intraserabral Hemoragik (ICH) pendarahan terjadi didalam


parenkim otak. Hal ini terjadi akibat bocornya darah dari pembuluh darah yang
rusak akibat hipertensi kronis dan aatherosklerosis serebral karena perubahan
degeneratif dari penyakit ini menyebabkan rupturnya pembuluh darah.
Pendarahan intraserebral juga bisa disebabkan karena hal lain seperti tumor otak
dan penggunaan obat-obatan (seperti oral antikoagulan, amfetamin, dan
penggunaan narkotika). Pendarahan biasanya terjadi paling sering di ganglia
basal, thalamus, batang otak, dan di serebelum (Yueniwati, 2016).

ICH memiliki tiga fase, yaitu pendarahan awal, ekspansi hematoma, dan
edema peri-hematoma. Pendarahan awal biasanya disebabkan adanya beberapa
faktor resiko yang disebutkan dalam etiologi. Prognosis pasien sangat dipengaruhi
oleh fase kedua yakni ekspansi hematoma. Ekspansi hematoma merupakan fase
kedua yang terjadi setelah beberapa jam pendarahan awal terjadi dan akan
meningkatkan tekanan intrakranial (TIK) otak yang pada akhirnya akan merusak
Blood Braind Barrier. Peningkatan TIK ini berpotensi menyebabkan herniasi.
Kerusakan BBB ini kemudian dapat menyebabkan fase berikutnya yakni
pembentukan edema peri-hematoma karena terjadi ketidakseimbangan regulasi
membran permiabel. Fase ketiga ini bisa terjadi dalam beberapa hari setelah fase
pertama terjadi dan merupakan penyebab utama perburukan neurologis akibat
penekanan batang otak (Yueniwati, 2016).
10

Clinical Pathway

Akselerasi, deselerasi, Coup-Countercoup, Rotasional

Trauma pada otak

Terputusnya pembuluh darah, laserasi, kerusakkan jaringan

Pendarahan Intrakranial Resiko syok

Autoregulasi penurunan CBF (Vasokonstriksi)

Penurunan suplai O2

Perubahan metabolisme aerob-anaerob

Resiko Perfusi Jar.


Hipoksia Serebral tidakefektif

Gangguan produksi ATP Kerusakan jar. otak Rusaknya BBB

Gangguan pompa Na+ Gangguan kognitif Gangguan Permeabilitas


dan memori
Disregulasi membran sel Vasogenik edema

Sitotoksik edema

Gangguan pusat Penekanan Nyeri kepala hebat


pernapasan batang otak Peningkatan TIK

Pola napas tidak Penekanan arteri Nyeri akut


Penekanan arteri
efektif
cerebri media vertebra basilaris
Penurunan fungsi N.
Disfungsi N.XI Kerusakan X, IX
neuroserebrospinal N. Kerusakan neurologis
VII, IX, XII defisit N I, II, IV, XII
Gg. Menelan tidak
Gg. Mobilitas efektif
fisik Gg. Gg. Presepsi
Komunikasi sensori Ktidakseimbangan nutrisi
Defisit perawatan Resiko verbal
kurang dari kebutuhan
diri jatuh
tubuh
11

1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. CT-Scan
CT scan merupakan pencitraan yang sering digunakan dalam pemeriksaan
ICH, hal ini dikarenakan CT scan lebih mudah dibaca dan dapat digunakan pada
pasien dengan alat pacu jantung dan prosthesis logam serta secara modalitas CT
scan dalam permintaan pencitraan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat
daripada MRI. CT scan memiliki spesifikasi hampir 100% dalam mendeteksi
adanya pendarahan dan klasifikasi dalam membedakan stroke hemoragik
Intraserebral maupun stroke hemoragik Subaraknoid.

Gambar 4. Hasil CT scan Intraserebral hemoragik tanpa kontras pada


beberapa bagian otak

Gambar 5. Hasil CT scan Intraserebral hemoragik dengan kontras


12

Gambar 6. Perbandingan hasil CT scan normal dan ICH

b. MRI
MRI merupakan pilihan pencitraan stroke selain CT scan. Namun
pelaksanaan MRI lebih lama dari CT scan dan tidak dapat digunakan pada pasien
dengan prothesis logam. Meski begitu MRI lebih unggul dalam menunjukan letak
edema dan herniasi. Pada saat ini MRI umumnya digunakan sebagai follow up dan
mencari penyebab pendarahan, misalnya malformasi vaskular atau cerebral
amyloidsis. Gambaran intraserebral hemoragik pada MRI lebih kompleks karena
dipengaruhi oleh tingkat oksidasi hemoglobin dan kadar protein.
13

Gambar 7. Perbandingan hasil CT scan dan MRI pada pasien dengan ICH

1.8 Penatalaksanaan Medis

Perdarahan intracerebral akan berakibat fatal jika dibandingkan dengan stroke


ishemic. Perdarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah
orang yang mengalami perdarahan besar meninggal hanya dalam waktu beberapa
hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya akan kembali sadar dan beberapa
fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak akan
bisa sembuh seluruhnya dikarenakan fungsi otak yang telah hilang (Yueniwati,
2016).

Pengobatan pada perdarahan intracerebral berbeda dari stroke ishemic.


Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak akan diberikan karena membuat
perdarahan makin buruk. Jika pasien yang menggunakan antikoagulan mengalami
stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang dapat
membantu penggumpalan darah seperti :

1) Nimodipin berguna untuk mencegah menyempitnya pembuluh darah


2) Aminocarptoic Acidacid bekerja untuk melawan aktivator plasmingen
3) Asam Tranexamid untuk menghambat pembentukan plasmin sehingga
mencegah terjadinya pendarahan ulang

(Yueniwati, 2016)

Terapi bedah yang dapat dilakukan pada pasien stroke hemoragik, tujuannya
adalah mengeluarkan darah yang dapat merusak jaringan otak dan jika
memungkinkan penghentikan pendarahan. Hasil pembedahan pada stroke
hemoragik tergantung tingkat kesadaran, tempat pendarahan, diameter memar
otak (< 2 cm tidak memerlukan operasi, operasi dianjurkan pada memar otak
14

dengan diameter > 3 cm), volume darah (lebih dari 50ml), dan waktu yang tepat
untuk operasi (< 7 jam setelah serangan stroke)
15

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk,lokasi, jenis injuri,dan
adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera
kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik, dan pengkajian psikososial

a. Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia muda),
jenis kelamin (banyak laki-laki, karena sering kebut-kebutan dengan motor
tanpapengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis. Keluhan
utama yang sering menjadi alasan klien untuk memintapertolongan kesehatan
tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat
kesadaran

b. Riwayat Penyakit Saat Ini

Kejadian yang mencetuskan stroke, waktu kejadian, posisi saat kejadian,


status kesadaran saat kejadian, pertolongan atau upaya yang segera diberikan saat
kejadian, kaji adanya riwayat stroke atau cedera otak sebelumnya

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat


cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia,penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, oba-obat adiktif,
konsumsi alkohol berlebihan.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


16

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan


diabetes melitus

e. Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon)

1) Pola Persepsi dan Tata laksana kesehatan


Kaji mengenai presepsi atau pemahaman kesehatan klien

2) Pola Nutrisi & Metabolisme


Kaji pola nutrisi klien

3) Pola eliminasi
Kaji pola eliminasi pasien meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau, karakter,
alat bantu, dan kemandirian

4) Pola aktifitas harian (termasuk kebersihan diri)


Kaji pola makan makan/minum, toiletting, berpakaian, mobilitas di tempat
tidur, berpindah, ambulasi atau ROM

5) Pola istirahat tidur


Kaji pola istirahat klien, gangguan tidur, dan hal-hal yang dapat membantu
tidur

6) Pola kognitif dan persepsi sensori


Kaji pola kognitif klien, pada pasien dengan cedera otak biasanya mengalami
penurunan kognitif dan presepsi sensori. Untuk pengukuran kognitif dan
memori bisa menggunakan pengukuran MMSE.

7) Pola konsep diri


Kaji status identitas diri, harga diri, ideal diri, dan citra diri pasien

8) Pola Hubungan dan Peran


Kaji pola hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungansekitarnya

9) Pola Seksual – reproduksi


Kaji pola kedekatan pasien dengan istri dan anak

10) Pola Mekanisme Koping


17

Kaji mekanisme koping pasien

11) Personal Nilai dan kepercayaan


Kaji mekanisme nilai dan kepercayaan pasien

f. Pemeriksaan persistem
1) B1 (Breath) : Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau
Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing.
2) B2 (Blood) : Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan
darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan
denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi dengan bradikardia, disritmia).
3) B3 (Brain) : Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk
manifestasi adanya gangguan ota. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
18

f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh


kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

4) B4 (Bladder) : Pada pendarahan otak sering terjadi gangguan berupa


oligouria akibat mekanisme koping dari renal

5) B5 (Bowel) : Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah,


mual, muntah, kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan
menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

6) B6 (Bone) : Pasien ICH sering datang dalam keadaan parese,


paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu
dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum meliputi kesadaran, dan tanda-tanda vital. Tekanan darah bisa
mengalami hipertensi bila ada peningkatan tekanan Intrakranial dan bisa
normal pada keadaan yang lebih ringan, nadi bisa terjadi bradicardi,
tachicardi
2) Kepala
Inspeksi: Inspeksi adanya pembengkakan, kaji adanya luka akibat penurunan
kesadaran
3) Wajah
Inspeksi: kaji adanya contusion cerebri, pendarahan, bengkak
Palpasi : Adanya mati rasa, benjolan, nyeri tekan
4) Mata
Inspeksi : Terjadi penurunan fungsi penglihatan, reflek cahaya menurun,
keterbatasan lapang pandang. Dapat terjadi perubahan ukuran pupil, bola
mata tidak dapat mengikuti perintah. Ketidaksimetrisan pupil atau reflek
19

cahaya yang abnormal menunjukkan pendarahan intrakranial, kaji adanya


papiledema
5) Telinga
Inspeksi: Penurunan fungsi pendengaran karena trauma atau pendarahan
terjadi pada lobus temporal yang menginterprestasikan pendengaran,drainase
cairan spinal pada fraktur dasar tengkorak, kemungkinan adanya perdarahan
(ottorrhea)

6) Hidung
Inspeksi: Pada cedera kepala yang mengalami lobus oksipital yang
merupakan tempat interpretasi penciuman dapat terjadi penurunan fungsi
penciuman
7) Mulut
Inspeksi : -
8) Leher
Inspeksi: -
9) Dada
Inspeksi :kaji adanya penggunaan otot bantu napas
Auskultasi: kaji adanya suara napas tambahan (wheezing atau ronkhi)
10) Abdomen
Auskultasi : Kaji bising usus. Pasien biasanya mengalami penurunan bising
usus
11) Ekstremitas
Inspeksi : -

2.2 Diagnosa
a. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif dengan faktor risika hiposia
jaringan otak
b. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan
c. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular
d. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskular
20

e. Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskular


f. Gangguan presepsi sensori b.d hipoksia serebral
g. Resiko Jatuh b.d Penurunan kesadaran
h. Gangguan menelan b.d gangguan saraf kranialis
i. Resiko defisit nutrisi dengan faktor resiko ketidak mampuan menelan
makanan
j. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
k. Gangguan memori b.d hipoksia jaringan otak
l. Risiko syok dengan faktor risiko pendarahan
21

2.3 Intervensi / Nursing Care Plan


No Diagnosa Tujuan Intervensi Paraf
Keperawatan
1 Risiko Setelah dilakukan perawatan ....x24 jam, Manajemen Peningkatan Tekanan
ketidakefektifan Aliran darah serebral untuk menunjang fungsi Intrakranial (I.09325)
otak adekuat dengan kriteria hasil:
perfusi jaringan 1. Monitor MAP, CVP, PAWP, ICP,
Perfusi Serebral Skala Skala
serebral CPP
(L.02014) Awal Akhir
2. Monitor intake-output cairan Ns. Irsa
Tekanan 1 4
Intrakranial 3. Hindari pemberian cairan

Sakit kepala 1 4 hidrotonik


4. Atur ventilator agar PaCO2
Nilai rata-rata 1 4
Optimal
tekanan darah
5. Kolaborasi pemberian sedasi dan
Tingkat 1 4
Kesadaran anti konvulsan

Gelisah dan 1 4
Cemas
22

2. Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan napas (I.01011)
efektif (D.0005) selama .....x24 jam, pola napas pasien kembali 1. Memonitor pola napas
efektif dengan kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman, dan
usaha napas)
Pola Napas (L.01004) Skala Skala 2. Memonitor adanya bunyi napas
Awal Akhir tambahan (misal gurgling,
wheezing, mengi, ronkhi) Ns. Irsa
3. Posisikan semi fowler
Pasien tidak mengalami 1 5 4. Berikan terapi oksigen
dispnea 5. Kolaborasikan pemberian
bronkodilator jika diperlukan
Tidak ada penggunaan 1 5
otot bantu napas
Frekuensi napas dalam 1 5
rentang 14-20 kali
permenit

3 Gangguan Setelah dilakukan perawatan ....x24 jam, Dukungan mobilisasi (I.05173)


mobilitas fisik pasien tidak mengalami gangguan mobilitas 1. Monitor tanda tanda vital
fisik dengan kriteria hasil:
(D.0054) 2. Monitor toleransi fisik melakukan
Mobilitas fisik Skala Skala
mobilisasi fisik
(L.05042) Awal Akhir
23

Rentang gerak 1 5 3. Fasilitasi aktivitas fisik dengan Ns. Irsa


(ROM) pasien alat bantu
cukup meningkat
4. Fasilitasi melakukan pergerakan
Kekuatan otot 1 5
meningkat (mobilisasi dini)
5. Jelaskan pada pasien dan keluarga
Pergerakan 1 5
ektremitas tujuan dan prosedur mobilisasi
meningkat 6. Ajarkan mobilisasi sederhana
Tidak ada 1 5 yang harus dilakuakn (misal
kelemahan fisik
duduk di tempat tidur, berjalan
dari tempat tidur ke kursi)
Manajemen program latihan
(I.05179)
7. Ajarkan teknik latihan sesuai
kemampuan klien (seperti ROM
aktif-pasif)
8. Motivasi bersama keluarga untuk
menjadwalkan latihan fisik
9. Jelaskan manfaat latihan
24

4. Gangguan Setelah dilakukan perawatan ....x24 jam, Promosi komunikasi: Defisit


komunikasi pasien tidak mengalami gangguan komunikasi Bicara (I.13492)
verbal dengan kriteria hasil:
verbal (D.0119) 1. Monitor kecepatan, tekanan,
Komunikasi Skala Skala
kuantitas, volume dan diksi saat
verbal (L. Awal Akhir
13118) berbicara
Kemampuan 1 5 2. Monitor proses kognitif, anatomis Ns. Irsa
berbicara dan fisiologis yang berkaitan
meningkat
dengan bicara.
Disatria menurun 1 5
3. Gunakan komunikasi alternatif
Pelo menurun 1 5 (seperti berkedip, isyarat tangan,
papan komunikasi dengan gambar
dan huruf)
4. Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan pasien
(misalnya berbicara didepan
pasien, bocara dengan intonasi
dan mimik yang jelas.)
5. Ulangi apa yang disampaikan
pasien
25

6. Ajarkan keluarga metode


komunikasi alternatif
26

5. Defisit Setelah dilakukan perawatan ....x24 jam, Dukungan Perawatan Diri


perawatan diri dengan dibantu keluarga pasien tidak (I.11348)
mengalami defisit perawatan diri dengan
(D.0109) kriteria hasil: 1. Monitor tingkat kemandirian
pasien
Perawatan diri Skala Skala
(L.11103) Awal Akhir 2. Identifikasi kebutuhan alat
Kemampuan 1 5 bantu kebersihan diri, berhias, Ns. Irsa
mengenakan dan makan
pakaian
meningkat 3. Sediakan lingkungan yang
terapiutik
Kemampuan 1 5
mandi meningkat 4. Ajarkan dan dampingi keluarga
Keluarga mampu 1 5 dalam melakukan perawatan diri
mempertahankan kepada pasien
kebersihan diri
pasien 5. Jadwalkan rutinitas perawatan
diri pasien dengan keluarga
6. Jelaskan untuk melakukan
perawatan diri secara konsisten
27

2.4 Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:

a) S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.


b) O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
c) A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
d) P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

2.5 Discharge Planning

a) Memastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan

b) Memilih perawatan, bantuan, atau peralatan khusus yang dibutuhkan

c) Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di rumah

(misal kunjungan rumah oleh tim kesehatan)

d) Penunjukkan anggota keluarga untuk memonitor dan memantau kondisi

pasien

e) Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan

pasien untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan

mengajarkan tindakan yang dibutuhkan.


28

DAFTAR PUSTAKA

Imdrawati L., Sari W., Dewi C.S., 2016. Care Yourself Stroke Cegah dan Obati
Sendiri. Jakarta: Panebar Plus (Penebar Swadaya Group)

Lesmana R., Goenawan H., Abdulah R., 2017. Fisiologi Dasar Untuk Mahasiswa
Farmasi, Keperawatan, dan Kebidanan. Jakarta: Deepublish Publisher

Pikir B.S., Aminuddin M., Subagjo A., 2015. Hipertensi: Manajemen


Komperhensif. Surabaya: Airlangga University Press

Sudarsini. 2017. Fisioterapi. Malang: Penerbit Gunung Samudera

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indinesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Yueniwati, Y. 2016. Pencitraan Pada Stroke. Malang: Universitas Brawijaya


Press (UB Press)

Yusa, Maniam M.B.S., Alwhinanto F., dkk., 2016. Buku Siswa Aktif dan Kreatif
Belajar Biologi 2 untuk SMA/MA Kelas XI Peminatan Matematika dan
Ilmu-Ilmu Alam. Bandung: Grafindo Media Pratama

Anda mungkin juga menyukai