Oleh:
Kelompok C1
Sri Rahyuning M, S.Kep NIM 202311101138
Rimanda Safitri D, S.Kep NIM 202311101171
Miftakhul Sa’adah, S.Kep NIM 202311101162
Diah Mei Fita Rini, S.Kep NIM 202311101167
Minnatul Bariyah, Q.B, S.Kep NIM 202311101173
Falita Raudina M, S.Kep NIM 202311101163
Faisal Dwi Yuliawan, S.Kep NIM 202311101128
1.3 Etiologi
Menurut Andrew (2018) beberapa etiologi dari Stroke Intracelebral
Hemoragic adalah sebagai berikut :
A. Hipertensi : hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan etiologi paling
umum yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah sehingga
menyebabkan pendarahan.
B. Pengenceran darah : obat-obatan seperti coumadin, heparin dan wafarin
yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah dalam kondisi jantung
dan stroke dapat menyebabkan ICH
C. AVM : jalinan arteri dan vena yang abnormal tanpa kapiler diantaranya
D. Aneurisma : tonjolan atau melemahnya dinding ateri
E. Serangan jantung karena terjadinya pendarahan
F. Trauma pada kepala
G. Merokok
H. Kehamilan eklampsia
1.4 Manifestasi Klinis
Gambaran utama dari terjadinya ICH adalah timbulnya defisit neurologis
fokal secara tiba-tiba yang semakin lama semakin memburuk. Sifat dari defisit
menunjukkan lokasi awal pendarahan dan edema yang akan terjadi selanjutnya.
Gejala yang umumnya akan muncul seperti kejang, muntah, sakit kepala, dan
penurunan tingkat kesadaran. Sakit kepala dan penurunan kesadaran jarang terjadi
pada stroke iskemik akut.
Pengelihatan pada orang pendarahan intraselebral kemungkinan akan
mengalami gangguan. Pupil kumugkinan akan menjadi tidak normal besar atau
kecil dan bisa jadi kehilangan kesadaran mereka dalam hitungan detik sampai
menit. Orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing (Marilyn,
2011).
Meskipun pada beberapa kasus ICH berkembang selama melakukan aktivitas
atau saat stres emosional yang tiba-tiba. Tetapi sebagain besar ICH terjadi saat
sedang melakukan aktivitas sehari-hari. Gejala neurologis biasanya memburuk
dalam beberapa menit atau beberapa jam setelah serangan. Gejala- gejala ICH
yang umum terjadi adalah sakit kepala, mual, dan muntah. Sakit kepala sering
terjadi pada pasien dengan hematoma yang cukup besar, muntah biasanya terjadi
pada sekitar 50% pasien dengan ICH hemisfer, dan lebih sering terjadi pada
pasien dengan perdarahan serebelar, karakteristik muntah pada pasien dengan ICH
biasanya muntahnya yaitu muntah yang royektil (muntah yang menyemprot)
terkadang tanpa didahului perasan mual. Pasien dengan ICH yang mengalami
penurunan kesadaran biasanya dikarenakan peningkatan tekanan intrakranial dan
kompensasi thalamus dan batang otak. Kejang dilaporkan pada sekitar 10% pasien
dengan ICH dan sekitar 50% pasien dengan perdarahan lobar. Kejang biasanya
terjadi pada awal perdarahan atau dalam 24 jam pertama. Pada beberapa kasus,
gejala ICH berkembang perlahan selama 24 jam (Joon An, 2017).
1.5 Patofisiologi
ICH biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah yang mengalami
degenerasi akibat hipertensi yang berlangsung cukup lama. Nekrosis fibrinoid
pada sub-endothelium dengan mikro-aneurisma dan dilatasi fokal dapat terlihat
pada beberapa pasien. Lipohyalinosis, yang secara jelas terkait dengan hipertensi
jangka panjang, paling sering ditemukan pada ICH non-lobar. Mekanisme cedera
awal pada ICH adalah parenkim otak dengan efek massa hematoma yang
mengakibatkan gangguan fisik arsitektur parenkim. Peningkatan tekanan
intrakranial akibat perluasan hematoma dapat mempengaruhi aliran darah menuju
otak, deformasi mekanis, pelepasan neurotrasmeter, disfungsi mitikondiria dan
depolarisasi membran. Akibatnya akan terjadi cedera saraf diserah perihematoma
yang dapat menyebabkan sedema dan daerah inflamasi yang disebabkan oleh
keluarnya darah. Mekanisme sekunder cedera orak disebabkan oleh pembekuan,
khususnya trombin, setelah kerusakan endotel dan kerusakan hemoglobin.
Trombin menyebabkan sel-sel inflamasi menyusup ke otak, proliferasi sel-sel
mesenkhim, pembentukan edema otak dan jaringan parut (Joon Ah, 2017).
Pecahnya pembuluh darah intraserebral akan membentuk massa, timbulnya
massa tersebut dapat menekan jaringan otak sehingga menyebabkan disfungsi
neuron. Hematoma yang semakain membesar juga akan meningkatkan tekanan
intrakranial. Tekanan dari hematoma supratentior dan edema yang menyertainya
dapat menyebabkan herniasi otak transtentorila, dan menakan batang otak
sehingga seringkali menyebabkan pendaraan sekunder pada otak tengah. Jika
perdarahan pecah ke dalam sistem ventrikel (perdarahan intraventrikular), darah
dapat menyebabkan hidrosefalus akut. Hematoma cerebellum dapat berkembang
untuk memblokir ventrikel ke-4, juga menyebabkan hidrosefalus akut. Hematoma
serebral yang berdiameter >3 cm dapat menyebabkan pergeseran garis tengah atau
herniasi. Herniasi, perdarahan otak tengah atau pontine, perdarahan
intraventrikular, hidrosefalus akut, atau diseksi ke batang otak dapat merusak
kesadaran dan menyebabkan koma dan kematian (Giraldo, 2017).
1.6 Komplikasi
ICH dapat menyebabkan komplikasi serius. Ada risiko kejang yang dapat
terjadi kapan saja, meskipun itu bisa menjadi salah satu gejala pertama. Tekanan
intrakranial yang meningkat akibat pembengkakan otak atau pendarahan di dalam
tengkorak juga dapat terjadi. Tekanan intrakranial yang meningkat, dapat
menyebabkan beberapa komplikasi serius. Hal tersebut dapat mengurangi kadar
oksigen otak, yang menyebabkan kerusakan otak permanen atau kematian. Ini
juga dapat menyebabkan herniasi otak ke dalam kanal tulang belakang, yang juga
dapat menyebabkan kematian. Komplikasi akut lainya yang mungkin dapat terjadi
yaitu perdarahan ulang, pendarahan kedua di lokasi lain, infeksi, kerusakan saraf
kranial, koma ( Shaffer, 2019).
Terdapat dua metode pembedahan yang dapat dilakukan, tergantung pada lokasi
yang terdapat bekuan darah :
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi, malformasi arteri venosa, aneurisma, distrasia darah, obat, merokok, makanan berlemak
Gangguan aliran
Luka Insisi Masuknya Risiko Jatuh Gangguan nervus darah dan oksigen ke
pembedahan mikroorganisme glosofaring, vagus, otak
hipoglosus
(IX,X,XII)
Sel melepaskan mediator Risiko Infeksi
Afasia dan disfagia Reflek Menelan
nyeri: prostaglandin, Penurunan suplai
Menurun
sitokinin darah ke otak
Kelemahan Otot
Gangguan proresif
Stres berlebihan Gangguan Menelan
Komunikasi
Impuls ke pusat Risiko Perfusi
Verbal
nyeri di otak Serebral Tidak
Risiko Distress Gangguan
Risiko Defisit Nutrisi Mobilitas Fisik Efektif
Spiritual Gangguan
Somasensori Interaksi Sosial
korteks otak: nyeri Defisit Perawatan
dipersepsikan Diri
Nyeri Akut
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Umum
A. Identitas Pasien
Nama : Ny X
Umur: : 79 thn
Jenis kelamin : Perempuan
Status : (Dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri)
Agama :-
Pekerjaan : (Pekerjaan yang meningkatkan TIK dapat memicu lebih
banyak terjadinya misalnya pekerjaan mengangkat beban berat setiap harinya
Alamat :-
No RM :-
Diagnosa Medis : Intracranial Hemorrhage
Tanggal MRS :-
Tanggal pengkajian: -
B. Keluhan utama
Klien datang dengan penurunan kesadaran sementara dan pendarahan di
hidung.
C. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke rumah sakit dengan riwayat cidera kepala sehingga terjadi
penurunan kesadaran dan pendarahan di hidung. Klien juga mengkonsumsi
obat antihipertensi dan obat diuretik pada pagi hari sebelum kejadian
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat kejang, muntah atau cidera tulang atau jaringan lunak
lainnya. klien memiliki riwayat hipertensi dan AF sejal beberapa tahun yang
lalu.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
(Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal yang
sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami penyakit
degeneratif)
F. Riwayat penggunaan obat-obatan
Klien mengkonsumsi obat-obatanbeta-bloker dan amiodarone, dabigatran 110
mg dua kali sehari.
G. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
Keadaan umum
Saat dilakukan pengkajian pasien sudah sadar dan berorientasi, GCS 15/15
dan pergerakan otot ekstraokular normal.
TD : 150/80 mmHg
Nadi : 60x/ menit
RR: -
Suhu: -
Pemeriksaan Fisik:
a. Tidak ada cedera eksternal lainnya selain memar dimata kanan dengan
pengelihatan normal
b. Kekuatan otot pada ekstermitas atas dan ekstermitas bawah normal tanpa
defisit neurologis fokal.
( Macam Reflek Patologis )
No. Nama Reflek Gambar Penilaian
1. Babinski Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
2. Hoffman Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
3. Tromner Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
4. Wartenberg Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
5. Chaddoks Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
6. Oppenheim Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
7. Gordon Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
8. Schaeffer Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menunjukan hematoma sub-galeal kanan dengan
fraktur orbital kanan, maksila, dan sphenoid dengan subdural temporal-
pariental kiri dan perdarahan subaraknoid tanpa pergeseran garis tengah.
a. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan menurunnya suplai
darah ke otak
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
b. Rencana tindakan keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Neurologis (I.06197)
efektif (D.0017) keperawatan 2x24 jam diharapkan Observasi
status neurologis membaik 1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan,
Kriteria hasil : dan reaktifitas pupil
Status Neurologis (L.06053) 2. Monitor tingkat kesadaran
Indikator Skor Skor yang 3. Monitor ingatan terakhir, rentang
saat akan perhatian, memori masa lalu, mood dan
ini dicapai perilaku
Tingkat 2 5 4. Monitor tanda-tanda vital
kesadaran 5. Monitor irama otot, gerakan motor,
Status kognitif 2 5 gaya berjalan, dan propriosepsi
Fungsi 2 5 6. Monitor adanya tremor
sensorik 7. Monitor keluhan sakit kepala
kranial 8. Monitor karakteristik bicara:
Fungsi 2 5 kelancaran, kehadiran afasia, atau
sensorik spinal kesulitan mencari kata
Fungsi 2 5 9. Monitor parestesi (mati rasa dan
motorik kesemutan)
kranial Terapeutik
Fungsi 2 5 1. Tingkatkan frekuensi pemantauan
motorik spinal neurologis, jika perlu
Komunikasi 2 5 2. Hindari aktivitas yang dapat
Keterangan : meningkatkan tekanan intrakranial
1. Menurun Edukasi
2. Cukup menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Sedang pemantauan
4. Cukup meningkat
5. Meningkat
2 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manejemen Jalan Napas (I.01011)
(D.0005) keperawatan 2x24 jam diharapkan Observasi
pola napas membaik 1. Monitor pola napas (frekuensi,
Kriteria hasil : kedalaman, usaha napas)
Pola Napas (L.01004) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Indikator Skor Skor gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
saat yang kering)
ini akan 3. Monitor sputum (jumlah, aroma,
dicapai warna)
Dispnea 2 5 Terapeutik
Penggunaan 2 5 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
otot bantu dengan head-tilt dan chin-lift
napas 2. Posisikan semi fowler atau fowler
Pemanjangan 2 5 3. Berikan minum hangat
fase ekspirasi 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Pernapasan 2 5 5. Berikan oksigen, jika perlu
cuping hidung Edukasi
Keterangan : 1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari,
1. Meningkat jika tidak kontraindikasi
2. Cukup meningkat 2. Ajarkan teknik batuk efektif
3. Sedang Kolaborasi
4. Cukup menurun 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
5. Menurun mukolitik, jika perlu
3 Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manejemen Nyeri (I.08238)
keperawatan 2x24 jam diharapkan Observasi
kontrol nyeri meningkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
Kontrol Nyeri (L.08063) skala nyeri
Indikator Skor Skor 2. Identifikasi respon nonverbal terkait
saat yang nyeri yang dirasakan klien
ini akan 3. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
dicapai tentang nyeri
Melaporkan 2 5 Terapeutik
nyeri terkontrol 3. Berikan teknik non farmakologis
Kemampuan 2 5 (Terapi Loving Massage)
mengenali 4. Fasilitasi istirahat dan tidur
onset nyeri Edukasi
Kemampuan 2 5 1. Jelaskan penyebab, periode, dan
mengenali pemicu nyeri
penyebab nyeri 2. Anjurkan memonitor nyeri secara
Kemampuan 2 5 mandiri
menggunakan Kolaborasi
teknik non- 1. Kolaborasi analgetik jika diperlukan
farmakologis
Keterangan : Terapi Relaksasi (I.09326)
1. Menurun Observasi
2. Cukup menurun 1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
3. Sedang ketidakmampuan berkonsentrasi atau
4. Cukup meningkat gejala lain yang mengganggu
5. Meningkat kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan dan
penggunaan teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah dan suhu, sebelum dan
sesudah latihan
5. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan
jenis relaksasi yang tersedia (mis.
musik, meditasi, nafas dala, relaksasi
otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
LAMPIRAN