Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE


HEMORAGIK INTRACEREBRAL HAEMORRHAGE (ICH)

Oleh:
Kelompok C1
Sri Rahyuning M, S.Kep NIM 202311101138
Rimanda Safitri D, S.Kep NIM 202311101171
Miftakhul Sa’adah, S.Kep NIM 202311101162
Diah Mei Fita Rini, S.Kep NIM 202311101167
Minnatul Bariyah, Q.B, S.Kep NIM 202311101173
Falita Raudina M, S.Kep NIM 202311101163
Faisal Dwi Yuliawan, S.Kep NIM 202311101128

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1. KONSEP TEORI
1.1 Anatomi Fisiologi
A. Otak

Gambar 1.1 Anatomi Fisiologi Otak


Otak adalah organ yang memiliki 3 bagian luar biasa yang dapat
mengendalikan semua fungsi tubuh, menafsirkan informasi yang diperoleh
dari luar, merefleksikan esensi dari pikiran, kecerdasan, kreativitas, emosi dan
memori. Ada banyak hal yang di atur oleh otak, otak terlindungi oleh tulang
tengkorak (Hines, 2018). Apabila otak mengalami kelainan atau suau masalah
maka hal tersebut akan mempengaruhi aktifias tubuh manusia.
Otak menerima informasi melalui panca indra kita: pengelihatan, penciuman,
sentuhan, rasa, dan pendengaran. Saat otak menerima rangsangan yang
memiliki pesn otak akan menyimpannya informasi tersebut dalam ingatan
kita (Hines, 2018).
Otak terdiri dari 3 bagian besar yaitu :
a. Otak Besar ( Cerebrum )
Otak besar merupakan bagian terbesar dari otak yang terdiri dari bagian
kanan dan bagian kiri. Otak besar memiliki fungsi yang lebih tinggi
seperti menafsirkan senuhan, mengendalikan pengelihatan dan
pendengaran, berbicara, penalaran, emosi, belajar dan kontrok gerak baik
(Hines, 2018).
Gambar 1.2 Bagian-bagian dalam otak besar
b. Otak Kecil ( Cerebellum )
Otak kecil terletak dibawah otak besar, otak kecil memiliki fungsi untuk
mengkoordinasi gerakan otot, mempertahankan postur tubuh dan
keseimbangan (Hines,2018). Otak kecil terdiri dari cerebellar cortex and
deep cerebellar nuclei, korteks cerebellar terdiri dari 3 lapisan yaitu
molekul, purkinje dan lapisan granula. Cerebellum terhubung ke batang
otak oleh struktur yang disebut cerebellar penduncles (Maldonado, 2019)

Gambar 1.3 Cerebellum


Otak kecil berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak yang
melekat pada otak tengah. Terdapat tiga pengelompokan bagian-bagian
otak kecil yaitu :
1) Berdasarkan lobus, otak kecil terbagi menjadi tiga yaitu lobus
anterior, lobus posterior dan lobus frocculonadular.
Gambar 1.4 Bagian otak kecil berdasarkan lobus
2) Berdasarkan zonanya otak kecil juga terbagi menjadi tiga bagiain
yaitu sahkan otak kecil menjadi dua hemisfer kiri dan kanan, zona
untermediate, dan lateral hemsfer.

Gambar 1.5 Bagian otak kecil berdasarkan zona


3) Berdasarkan fungsinya, terdiri dari cerebrocerebellum yang
merupakan bagian terbesar dari otak keci dengan fungsi utama untuk
mengatur pergerakan mortik dan evaluasi terhadap informasi sensoris
agar dapat melakukan gerakan yang tepat; Spinocerebellum berfungsi
untuk mengatur pergerakan tubuh melalui sistem propriosepsi yaitu
sensasi yang didapatkan tubuh melalu stimulasi dan aktivitas otot;
Vestibulocerebelum berfungsi untuk mengatur keseimbangan tubuh
daris sistem vestibular dari semicircular kanal di telinga dan gerakan
bola mata yang menerima informasi dari kortek visual.
c. Batang Otak ( Brainstem )
Bagian yang mengatur fungsi dasar manusia, seperti pernafasan, denyut
jantung, suhu tubuh, mengatur proses pencernaan. Saat terdapat bahaya
batak otak merupakan sumber insting dasar bagi manusia untuk
menghadapi bahaya dengan melawan atau lari (Lemana, 2017).
Brainstem sendiri terdapat didalam tulag tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai medula spinalis.
Batang otak memiliki 3 bagian yaitu :
1. Mid Brain (Mesencephalon ) atau otak tengah merupakan bagian
teratas dari batang otak. Otak tegah berfungsi untuk mengontrol
respon pengelihatan, gerakan mata, pembesaran pupil, mengatur
gerakan tubuh dan pendegaran.
2. Pons berfungsi untuk mengirimkan data ke pusat otak bersama
dengan formasi reticular. Pons yang dapat menentukan apakah kita
tertidur atau terjaga. Pons berbentuk jembatan serabut-serabut yeng
mengubungkan keusa hemisfer serebellum serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di bawah.
3. Medulla Oblongata merupakan titik awal dari sumsum tulang
belakang dan merupakan bagian paling bawah belakang dari batang
otak. Medulla Oblongata berfungsi mengontrol fungsi otomatis,
seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
B. Lapisan otak manusia
a. Meningens
Meningens merupakan lapisan yang menyelimuti otak dan sumsum tulang
belakang untuk melindungi struktur syaraf yang halus, membawa
pembulu darah dan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrosinal yang
memperkecil benturan atau goncangan. Meningens tersusun atas kolagen
dan jaringan fibri yang elastis,selaput meningen terdiri dari 3 lapisan
(Pearce 2016) :

Gambar 1.6 Lapisan yang melindungi otak


1. Duramater
Duramater terbentuk dari jaringan ikat fibrosus, yang secara
konvensional terdiri dari dua lapis yaitu lapisan endosteal dan lapisan
meningen. Kedua lapisan tersebut melekat dengan rapat keuali pada
tempat-tempat tertentu terpisah dana membentuk sinus-sinus venosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cababg pembuluh
darah yang berasal dari arteri carotis interna, arteri maxillaries, arteri
pharyngeus ascendens, areteri occipitalis dan arteri vertebralis. Dari
sudut klinis, yang terpenting adalah arteri meningea media (cabang
dari arteri maxillarias) karena arteri ini umumnya sering pecah pada
keadaan trauma capitis. Terdapat juga banyak cabang saraf sensorik
ada durameter sehingga jika terdapat stimulasi pada ujung-ujung saraf
ini dapat menyebabkan sakit kepala yang hebat.
2. Selaput Arakhnoid
Lapisan ini terletak diantara piameter dan durameter, selaput
arakhnoid merupakan membrane yeng impermeable halus dan
menutupi otak. Cavum subrachnoid adalah sebuah ruang yang
memisahkan lapisan ini dengan piameter, lapisan ini juga dipisahkan
oleh spatium subdurale dari duameter. Pada daerah tertentu arachnoid
menonjol ke dalam sinus venosus membentuk villi arachnoidales.
3. Pia Mater
Pia mater merupakan lapisan yang memiliki banyak pembulu darah
dan terdiri dari jaringan penyambung yang halus. Pia meter memiliki
hubungan yang erat dengan otak dan sumsum tulang belakang.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir
sebagai end feet dalam piameter untuk membentuk selaput piaglia.
Selapu ini memeiliki fungsi untuk mencegah masuknya bahan-bahan
yang dapat merugikan kedalam susunan saraf pusat.
C. Sistem saraf tepi
Otak berkomunikasi dengan tubuh melalui sumsumtulang belakang dan 12
pasang syaraf kranial. Sepuluh dari 12 pasang syaraf kranial yang mengontrol
pendengaran, gerakan mata, sensasi wah, rasa, menelan, dan gerakan otot-otot
wajh, leher, bahu, dan lidah berasal dari batang otak. Sedangkan syaraf kranial
untuk penciuman dan pengelihatan berasal dari otak besar (Hines,2018). 12
pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi.
Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III),
troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis
(VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan hipoglosus (XII).
Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial
No Nama Fungsi
I Olfactory Penciuman
II Optic Pengelihatan
II Oculomotor Gerakan mata, pupil
IV Trochlear Gerakan mata kebawah
dan kedalam
V Trigeminal Sensasi wajah
- Menutup rahang dan
mengunyah (motorik)
- Kulit wajah, reflek
kornea/ reflek
mengedip (sensorik)
VI Abducens Gerakan mata
VII Facial Gerakan wajah,
- Ekpersi wajah
(motorik)
- Pengecapan 2/3 depan
lidah
VIII Vestibulocochlear Pendengaran dan
keseimbangan
IX Glossopharyngeal Perasa, menelan
X Vagus Detak jantung, pencernaan
XI Accessory Gerakan tangan
XII Hypoglossal Gerakan lidah
Sumber : Hines, 2018.
1.2 Definisi Penyakit
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya
suplai darah kebagian otak. Terdapat dua tipe stroke yaitu stroke iskemia yang
diakibatkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak karena terjadinya
penyumbatan (trombosis, emboli) dan stroke hemoragik yang disebebkan oleh
terjadinya pendarahan kerena pecahnya pembulu darah diotak (WHO, 2014).
Secara klinis dapat ditandai dengan penurunan kesadaran yang terkadang disertai
lateralisasi.
Terdapat dua tipe stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik, stroke
iskemik adalah berkurangnya suplai darah menuju otak karena adanya sumbatan
pada pembulu darah, sumbatan tersebut biasanya dikarenakan terjadinya
penumpukan lemak, kolesterol atau zat lainnya. Menyebarnya darah menuju
jaringan parenkim otak, ruang serebrospinal atau kombinasi keduanya adalah
akibat dari pecahnya pembulu darah di otak yang disebut juga dengan stroke
hemoragik (Goets, 2007 dalam Darotin, 2017). Terdapat dua tipe pendarahan
yang pertama Intracerebral Hemoragic adalah perdarahan kedalam substansi
otak. Perdarahan ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak atau cidera tumpul. ICH terjadi pada
bagian otak cerebal. Yang kedua adalah Subarachnoid hemorrhage (SAH), yaitu
terjadinya pendarahan disekitar ruang otak yang disebabkan oleh cidera kepala,
aneurisma atau AVM. Ruang subarachnoid adalah area antara otak dan tengkorak,
ketika terjadi pendarahan pada ruang subarachnoid makan hal tersebut akan
mengiritasi lapisan otak, meningkatkan tekanan otak serta merusak sel-sel otak
(Andrew, 2018). Pecahnya pembuluh darah didalam otak sering kali di kaitkan
dengan tingginya tekanan darah secara terus menerus, darah akan keluar di bawah
ruang arachnoid (ruang antara jaringan otak dan tengkorak) dan menekan jaringan
otak.

1.3 Etiologi
Menurut Andrew (2018) beberapa etiologi dari Stroke Intracelebral
Hemoragic adalah sebagai berikut :
A. Hipertensi : hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan etiologi paling
umum yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah sehingga
menyebabkan pendarahan.
B. Pengenceran darah : obat-obatan seperti coumadin, heparin dan wafarin
yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah dalam kondisi jantung
dan stroke dapat menyebabkan ICH
C. AVM : jalinan arteri dan vena yang abnormal tanpa kapiler diantaranya
D. Aneurisma : tonjolan atau melemahnya dinding ateri
E. Serangan jantung karena terjadinya pendarahan
F. Trauma pada kepala
G. Merokok
H. Kehamilan eklampsia
1.4 Manifestasi Klinis
Gambaran utama dari terjadinya ICH adalah timbulnya defisit neurologis
fokal secara tiba-tiba yang semakin lama semakin memburuk. Sifat dari defisit
menunjukkan lokasi awal pendarahan dan edema yang akan terjadi selanjutnya.
Gejala yang umumnya akan muncul seperti kejang, muntah, sakit kepala, dan
penurunan tingkat kesadaran. Sakit kepala dan penurunan kesadaran jarang terjadi
pada stroke iskemik akut.
Pengelihatan pada orang pendarahan intraselebral kemungkinan akan
mengalami gangguan. Pupil kumugkinan akan menjadi tidak normal besar atau
kecil dan bisa jadi kehilangan kesadaran mereka dalam hitungan detik sampai
menit. Orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing (Marilyn,
2011).
Meskipun pada beberapa kasus ICH berkembang selama melakukan aktivitas
atau saat stres emosional yang tiba-tiba. Tetapi sebagain besar ICH terjadi saat
sedang melakukan aktivitas sehari-hari. Gejala neurologis biasanya memburuk
dalam beberapa menit atau beberapa jam setelah serangan. Gejala- gejala ICH
yang umum terjadi adalah sakit kepala, mual, dan muntah. Sakit kepala sering
terjadi pada pasien dengan hematoma yang cukup besar, muntah biasanya terjadi
pada sekitar 50% pasien dengan ICH hemisfer, dan lebih sering terjadi pada
pasien dengan perdarahan serebelar, karakteristik muntah pada pasien dengan ICH
biasanya muntahnya yaitu muntah yang royektil (muntah yang menyemprot)
terkadang tanpa didahului perasan mual. Pasien dengan ICH yang mengalami
penurunan kesadaran biasanya dikarenakan peningkatan tekanan intrakranial dan
kompensasi thalamus dan batang otak. Kejang dilaporkan pada sekitar 10% pasien
dengan ICH dan sekitar 50% pasien dengan perdarahan lobar. Kejang biasanya
terjadi pada awal perdarahan atau dalam 24 jam pertama. Pada beberapa kasus,
gejala ICH berkembang perlahan selama 24 jam (Joon An, 2017).

1.5 Patofisiologi
ICH biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah yang mengalami
degenerasi akibat hipertensi yang berlangsung cukup lama. Nekrosis fibrinoid
pada sub-endothelium dengan mikro-aneurisma dan dilatasi fokal dapat terlihat
pada beberapa pasien. Lipohyalinosis, yang secara jelas terkait dengan hipertensi
jangka panjang, paling sering ditemukan pada ICH non-lobar. Mekanisme cedera
awal pada ICH adalah parenkim otak dengan efek massa hematoma yang
mengakibatkan gangguan fisik arsitektur parenkim. Peningkatan tekanan
intrakranial akibat perluasan hematoma dapat mempengaruhi aliran darah menuju
otak, deformasi mekanis, pelepasan neurotrasmeter, disfungsi mitikondiria dan
depolarisasi membran. Akibatnya akan terjadi cedera saraf diserah perihematoma
yang dapat menyebabkan sedema dan daerah inflamasi yang disebabkan oleh
keluarnya darah. Mekanisme sekunder cedera orak disebabkan oleh pembekuan,
khususnya trombin, setelah kerusakan endotel dan kerusakan hemoglobin.
Trombin menyebabkan sel-sel inflamasi menyusup ke otak, proliferasi sel-sel
mesenkhim, pembentukan edema otak dan jaringan parut (Joon Ah, 2017).
Pecahnya pembuluh darah intraserebral akan membentuk massa, timbulnya
massa tersebut dapat menekan jaringan otak sehingga menyebabkan disfungsi
neuron. Hematoma yang semakain membesar juga akan meningkatkan tekanan
intrakranial. Tekanan dari hematoma supratentior dan edema yang menyertainya
dapat menyebabkan herniasi otak transtentorila, dan menakan batang otak
sehingga seringkali menyebabkan pendaraan sekunder pada otak tengah. Jika
perdarahan pecah ke dalam sistem ventrikel (perdarahan intraventrikular), darah
dapat menyebabkan hidrosefalus akut. Hematoma cerebellum dapat berkembang
untuk memblokir ventrikel ke-4, juga menyebabkan hidrosefalus akut. Hematoma
serebral yang berdiameter >3 cm dapat menyebabkan pergeseran garis tengah atau
herniasi. Herniasi, perdarahan otak tengah atau pontine, perdarahan
intraventrikular, hidrosefalus akut, atau diseksi ke batang otak dapat merusak
kesadaran dan menyebabkan koma dan kematian (Giraldo, 2017).

1.6 Komplikasi
ICH dapat menyebabkan komplikasi serius. Ada risiko kejang yang dapat
terjadi kapan saja, meskipun itu bisa menjadi salah satu gejala pertama. Tekanan
intrakranial yang meningkat akibat pembengkakan otak atau pendarahan di dalam
tengkorak juga dapat terjadi. Tekanan intrakranial yang meningkat, dapat
menyebabkan beberapa komplikasi serius. Hal tersebut dapat mengurangi kadar
oksigen otak, yang menyebabkan kerusakan otak permanen atau kematian. Ini
juga dapat menyebabkan herniasi otak ke dalam kanal tulang belakang, yang juga
dapat menyebabkan kematian. Komplikasi akut lainya yang mungkin dapat terjadi
yaitu perdarahan ulang, pendarahan kedua di lokasi lain, infeksi, kerusakan saraf
kranial, koma ( Shaffer, 2019).

1.7 Pemeriksaan Penunjang


A. CT scan
Pemeriksaan menggunakan CT Scan dapat menjelaskan penyebab terjadinya
ICH serta dengan pemeriksaan CT scan juga dapat membedakan antara ICH
akut, SAH, dan stroke iskemik. CT scan dapat mendeteksi dengan akurat
ukuran dan lokasi pendarahan. CT scan juga merupakan alat yang paling
cepat dan paling banyak tersedia untuk membantu mendiagnosis ICH.
B. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak, menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malformasi arteriovena. MRI juga dapat mendeteksi
penyebab sekunder yang mendasari terjadinya ICH seperti tumor atau
komplikasi dari stroke iskemik.
C. Laboratorium
D. EKG
Pemeriksaan EKG dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia,
yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat
ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta
perpanjangan QT.
E. Angiografi
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran aneurismal.
Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan fistula
arteriovenosa (AVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan angiografi.
F. Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses
inflamasi.
G. Untuk menentukan apakah stroke yang dialami pasien troke hemoragik atau
stroke non hemoragik maka perlu melakukan siriraj stroke score dan
algoritma gajah mada.
1) Siriraj stroke score
Tabel 2. Skor Sirijaj

Variabel Gejala klinis Skor


Derajat kesadaran Sadar 0
Apatis 1
Koma 2
Muntah Iya 1
Tidak 0
Sakit kepala Iya 1
Tidak 0
Tanda-tanda atheroma
1. Angina Pectoris Iya 1
Tidak 0
2. Laudicatio Intermitten Iya 1
Tidak 0
3. Diabetes Mellitus Iya 1
Tidak 0
Siriraj Stroke Score = (2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x
sakit kepala) + (0,1 x tekanan darah diastol) – (3 x ateroma) – 12.
Apabila skor yang didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan
dan apabila didapatkan skor ≥ 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.

2). Algoritma Gajah Mada


1.8 Penatalaksanaan
A. Terapi Non Farmakologis
Pasien dengan ICH seringkali tidak stabil dalam kondisi medis an nerologis
pada haru pertama setelah onset. Pemeriksaan tanda-tanda vital harus sering
dilakukan, penilaian neurogis dan pemantauan kardiopulmoner juga harus
terus menerus di pantau. Perawatan khusus yang diperlukan untuk pasien ICH
di unit perawatan intensif dapat meliputi (1) pengawasan dan pemantauan
ICP, tekanan perfusi serebral (CPP), dan fungsi hemodinamik; (2) titrasi dan
implementasi protokol untuk manajemen ICP, BP, ventilasi mekanik, demam,
dan glukosa serum; dan (3) pencegahan komplikasi imobilitas melalui
penentuan posisi, pemeliharaan jalan napas, dan mobilisasi dalam toleransi
fisiologis.Pemantauan awal dan manajemen pasien ICH harus dilakukan di
unit perawatan intensif atau unit stroke khusus (Hemphill, 2015).
B. Terapi Farmakologis
Dalam pemberian obat-obatan Antagonis vitamin K (VKA) seperti warfarin
adalah OAC yang paling sering diresepkan, pemberian pengobatan pada
pasein dengan ICH harus mengetahui riwayat penggunaan obat-obatan yang
digunakan seperti obat antitrombotik atau koagulopati sehingga dapat
menentuka stategi pengobatan yang tepat.
1. Pasien dengan difisiensi koagulasi yang parah atau tromositopenia berat
harus di berikan terapi pengganti trombosit, untuk meningkat kadar
trombosit dalam darah sebagiai bentuk pencegahan terjadinya pecah
pembulu darah ulang atau pecahnya pembulu darah yang meluas.
2. Untuk mencegah pendarahan yang lebih parah, pasien dapat diberikan
obat antagonis kalsium seperti amlodipine, untuk menjaga tekanan darah
tetap rendah agar tidak terjadi pendarahan berulang
3. Protamin sulfat dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan heparin
pada pasien dengan ICH akut, karena penggunaan heparin dapat
menimbulkan resiko pendarahan intrakranial. Penggunaan heparin juga
tidak di perbolehkan pada pasien yang kekurangan trombosit.
4. Penggunaan antikoagulasi sistemik atau penempatan filter IVC pada
pasien ICH dengan DVT atau PE simtomatik harus mempertimbangkan
beberapa faktor termasuk waktu dari banyknya perdarahan, stabilitas
hematoma, penyebab perdarahan, dan kondisi keseluruhan pasien.
Penggunaan antikoagulan di berikan hanya ketika pasien menaglami
hiperkougulasi (Hemphill, 2015).
C. Tindakan pembedahan
Tujuan dilakukannya pembedahan adalah untuk menghilangkan sebanyak
mungkin darah dan menghentikan sumber pendarahan jika terindentifikasi
sumber dari pendarahan dapat dihentikan seperti AVM atau tumor. Pada stroke
hemoragik tidakan operasi dilakukan apabila :
1. Lesi dengan efek massa, edema, atau pergeseran garis tengah (berpotensi
terjadinya herniasi), Pada pasien dengan hematoma hemisfer seleberal
dengan diameter > 3 cm dapat menyebabkan pergeseran garis tengah atau
herniasi sehingga dianjurkan untuk melakukan tindakan pembedahan.
2. Lesi dimana gejalanya (hemiparese/phlegi, aphasia) terjadi akibat
peningkatan tekanan intrakranial atau efek massa dari klot ataupun edema
disekitar lesi
3. Volume hematoma sedang (10-30 cc), hematoma luas (30-85 cc) dengan
GCS >8.
4. Dijumpai tanda peningkatan tekanan intrakranial yang menetap/persisten
meskipun telah diberikan terapi (kegagalan pemberian obat)
5. Penurunan kesadaran secara cepat (terutama dengan adanya tanda
penekanan batang otak)
6. Terjadi pada pasien-pasien muda <50 tahun
7. Onset kejadian stroke < 24 jam
8. Lokasi lesi yang cukup aman untuk dilakukan pembedahan

Terdapat dua metode pembedahan yang dapat dilakukan, tergantung pada lokasi
yang terdapat bekuan darah :

1. Craniotomy : melakukan pemotongan lubang ditengkorak yang bertujuan


untuk mengekspos otak dan menhilangkan bekuan darah. Pembedahan ini
memiliki resiko yang cukup tinggi untuk otak, sehingga pembedahan ini
biasanya digunakan hanya ketika hematoma dekat dengan permukaan otak
atau jika berkaitan dengan AVM atau tumor yang juga harus diangkat.
2. Aspirasi gumpalan stereotatic : merupakan operasi invasif minimal untuk
hematoma besar yang terletak jauh didalam otak. Prosedur ini menggunakan
bingkai stereotactic untuk mengarahkan jarum atau endoskop langsung ke
dalam gumpalan. Panduan stereotactic berfungsi seperti GPS dalam mobil.
Pemeriksaan pra pembedahan berguna untuk menentukan jalan yang akan
digunakan. CT scan membantu untuk menemukan lintas terbaik menuju
hematoma (Andrew, 2018).
CLINICAL PATHWAY

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi, malformasi arteri venosa, aneurisma, distrasia darah, obat, merokok, makanan berlemak

Pecahnya pembuluh darah otak (perdarahan intracerebral)

Darah masuk kedalam jaringan otak

Darah membentuk masa atau hemoragik

Penurunan Penurunan Fungsi


Penatalaksaan: Peningkatan tekanan
kesadaran otak
Kraniotomi intrakranial

Gangguan aliran
Luka Insisi Masuknya Risiko Jatuh Gangguan nervus darah dan oksigen ke
pembedahan mikroorganisme glosofaring, vagus, otak
hipoglosus
(IX,X,XII)
Sel melepaskan mediator Risiko Infeksi
Afasia dan disfagia Reflek Menelan
nyeri: prostaglandin, Penurunan suplai
Menurun
sitokinin darah ke otak
Kelemahan Otot
Gangguan proresif
Stres berlebihan Gangguan Menelan
Komunikasi
Impuls ke pusat Risiko Perfusi
Verbal
nyeri di otak Serebral Tidak
Risiko Distress Gangguan
Risiko Defisit Nutrisi Mobilitas Fisik Efektif
Spiritual Gangguan
Somasensori Interaksi Sosial
korteks otak: nyeri Defisit Perawatan
dipersepsikan Diri

Nyeri Akut
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Umum
A. Identitas Pasien
Nama : Ny X
Umur: : 79 thn
Jenis kelamin : Perempuan
Status : (Dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri)
Agama :-
Pekerjaan : (Pekerjaan yang meningkatkan TIK dapat memicu lebih
banyak terjadinya misalnya pekerjaan mengangkat beban berat setiap harinya
Alamat :-
No RM :-
Diagnosa Medis : Intracranial Hemorrhage
Tanggal MRS :-
Tanggal pengkajian: -
B. Keluhan utama
Klien datang dengan penurunan kesadaran sementara dan pendarahan di
hidung.
C. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke rumah sakit dengan riwayat cidera kepala sehingga terjadi
penurunan kesadaran dan pendarahan di hidung. Klien juga mengkonsumsi
obat antihipertensi dan obat diuretik pada pagi hari sebelum kejadian
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat kejang, muntah atau cidera tulang atau jaringan lunak
lainnya. klien memiliki riwayat hipertensi dan AF sejal beberapa tahun yang
lalu.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
(Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal yang
sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami penyakit
degeneratif)
F. Riwayat penggunaan obat-obatan
Klien mengkonsumsi obat-obatanbeta-bloker dan amiodarone, dabigatran 110
mg dua kali sehari.
G. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
Keadaan umum
Saat dilakukan pengkajian pasien sudah sadar dan berorientasi, GCS 15/15
dan pergerakan otot ekstraokular normal.
TD : 150/80 mmHg
Nadi : 60x/ menit
RR: -
Suhu: -
Pemeriksaan Fisik:
a. Tidak ada cedera eksternal lainnya selain memar dimata kanan dengan
pengelihatan normal
b. Kekuatan otot pada ekstermitas atas dan ekstermitas bawah normal tanpa
defisit neurologis fokal.
( Macam Reflek Patologis )
No. Nama Reflek Gambar Penilaian
1. Babinski Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
2. Hoffman Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
3. Tromner Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
4. Wartenberg Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
5. Chaddoks Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
6. Oppenheim Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
7. Gordon Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
8. Schaeffer Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menunjukan hematoma sub-galeal kanan dengan
fraktur orbital kanan, maksila, dan sphenoid dengan subdural temporal-
pariental kiri dan perdarahan subaraknoid tanpa pergeseran garis tengah.
a. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan menurunnya suplai
darah ke otak
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
b. Rencana tindakan keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Neurologis (I.06197)
efektif (D.0017) keperawatan 2x24 jam diharapkan Observasi
status neurologis membaik 1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan,
Kriteria hasil : dan reaktifitas pupil
Status Neurologis (L.06053) 2. Monitor tingkat kesadaran
Indikator Skor Skor yang 3. Monitor ingatan terakhir, rentang
saat akan perhatian, memori masa lalu, mood dan
ini dicapai perilaku
Tingkat 2 5 4. Monitor tanda-tanda vital
kesadaran 5. Monitor irama otot, gerakan motor,
Status kognitif 2 5 gaya berjalan, dan propriosepsi
Fungsi 2 5 6. Monitor adanya tremor
sensorik 7. Monitor keluhan sakit kepala
kranial 8. Monitor karakteristik bicara:
Fungsi 2 5 kelancaran, kehadiran afasia, atau
sensorik spinal kesulitan mencari kata
Fungsi 2 5 9. Monitor parestesi (mati rasa dan
motorik kesemutan)
kranial Terapeutik
Fungsi 2 5 1. Tingkatkan frekuensi pemantauan
motorik spinal neurologis, jika perlu
Komunikasi 2 5 2. Hindari aktivitas yang dapat
Keterangan : meningkatkan tekanan intrakranial
1. Menurun Edukasi
2. Cukup menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Sedang pemantauan
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

2 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manejemen Jalan Napas (I.01011)
(D.0005) keperawatan 2x24 jam diharapkan Observasi
pola napas membaik 1. Monitor pola napas (frekuensi,
Kriteria hasil : kedalaman, usaha napas)
Pola Napas (L.01004) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Indikator Skor Skor gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
saat yang kering)
ini akan 3. Monitor sputum (jumlah, aroma,
dicapai warna)
Dispnea 2 5 Terapeutik
Penggunaan 2 5 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
otot bantu dengan head-tilt dan chin-lift
napas 2. Posisikan semi fowler atau fowler
Pemanjangan 2 5 3. Berikan minum hangat
fase ekspirasi 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Pernapasan 2 5 5. Berikan oksigen, jika perlu
cuping hidung Edukasi
Keterangan : 1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari,
1. Meningkat jika tidak kontraindikasi
2. Cukup meningkat 2. Ajarkan teknik batuk efektif
3. Sedang Kolaborasi
4. Cukup menurun 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
5. Menurun mukolitik, jika perlu
3 Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manejemen Nyeri (I.08238)
keperawatan 2x24 jam diharapkan Observasi
kontrol nyeri meningkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
Kontrol Nyeri (L.08063) skala nyeri
Indikator Skor Skor 2. Identifikasi respon nonverbal terkait
saat yang nyeri yang dirasakan klien
ini akan 3. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
dicapai tentang nyeri
Melaporkan 2 5 Terapeutik
nyeri terkontrol 3. Berikan teknik non farmakologis
Kemampuan 2 5 (Terapi Loving Massage)
mengenali 4. Fasilitasi istirahat dan tidur
onset nyeri Edukasi
Kemampuan 2 5 1. Jelaskan penyebab, periode, dan
mengenali pemicu nyeri
penyebab nyeri 2. Anjurkan memonitor nyeri secara
Kemampuan 2 5 mandiri
menggunakan Kolaborasi
teknik non- 1. Kolaborasi analgetik jika diperlukan
farmakologis
Keterangan : Terapi Relaksasi (I.09326)
1. Menurun Observasi
2. Cukup menurun 1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
3. Sedang ketidakmampuan berkonsentrasi atau
4. Cukup meningkat gejala lain yang mengganggu
5. Meningkat kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan dan
penggunaan teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah dan suhu, sebelum dan
sesudah latihan
5. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan
jenis relaksasi yang tersedia (mis.
musik, meditasi, nafas dala, relaksasi
otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
LAMPIRAN

Gambar. Hemorrhagia Cerebral

Gambar. Pendarahan Intraserebral


Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke
jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau
kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut
saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan
intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan
menekan batang otak. Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan
intraserebral dan perdarahan subarachnoid. Pada perdarahan intraserebral,
perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Penyebab perdarahan
intraserebral, antara lain hipertensi, aneurisma, malformasi arteroivenous,
neoplasma, gangguan koagulasi, antikoagulan, vaskulitis, trauma, dan
idiopatik.
DAFTAR PUSTAKA

Andrew, Ringer. 2018. Intracerebral hemorrhage. Dapat diakses


https://mayfieldclinic.com/pe-ich.htm
Darotin, Rida. dkk. 2017. Analisis Faktor Prediktor Mortalitas Stroke hemoragik
Di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember. NurseLine Journal. Vol. 2
No. 2 Nopember 2017 p-ISSN 2540-7937 e-ISSN 2541-464X.
Giraldo, Elias A. 2017. Intracerebral Hemorrhage. MSD Manual Profesional
Version. Dapat diakses :
https://www.msdmanuals.com/professional/neurologicdisorders/stroke/intra
cerebral-hemorrhage
Hemphill JC, Greenberg SM, Anderson CS, et al. 2015.Guidelines for the
management of spontaneous intracerebral hemorrhage: A guideline for
healthcare professionals from the American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke 46:2032–2060,.
https://doi.org/10.1161/STR.0000000000000069.
Hines, Tonya. Et all. 2018. Anatomy of the Brain. Mayfield Braind & Spine.
Dapat di akses: https://mayfieldclinic.com/pe-anatbrain.htm
Joon Ah, Sang. Et all. 2017 . Epidemiology, Risk Factors, and Clinical Features of
Intracerebral Bleeding: An Renewal. Journal of stroke. J Stroke . 2017 Jan;
19 (1): 3–10. doi: 10.5853 / jos.2016.00864. Dapat diakses di :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5307940/
Lemana, R., G. Hanna., A. Rizky. 2017. Fisiologi Dasar Untuk Mahasiswa
Farmasi, Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Budi Utama
Mashru, Manoj. dkk. 2018. Successful Use Of Idarucizumab For The
Management Of Intracranial Hemorrhage In An Elderly Woman Receiving
Dabigatran For Stroke Prevention In Atrialfibrillation: A Case Report.IHJ
Cardiovascular Case Reports (CVCR). 2 (2018) 166-168.
https://doi.org/10.1016/j.ihjccr.2018.08.013. Dapat diakses: http://e-
resources.perpusnas.go.id/library.php?id=00037
Marilyn, M. 2011. Hemorrhagic Stroke: Intracerebral Hemorrhage. The Journal
of the Missouri State Medical Association. Mo Med . 2011 Jan-Feb; 108 (1):
50–54. Dapat diakses:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6188453/
Maldonado, kenia A. Khalid Alsayouri. 2019. Physiology, Brain. NCBI. Dapat di
akses : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551718/
Pearce, C. Evelyn. 2016. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Indonesia
Shaffer, Catherine. 2019. Intracerebral Hemorrhage (ICH) Complications and
Prognosis. News medical life Seciences. Dapat diakses : https://www.news-
medical.net/health/Intracerebral-Hemorrhage-(ICH)-Complications-and-
Prognosis.aspx

Anda mungkin juga menyukai