Anda di halaman 1dari 104

Asuhan Keperawatan Pada Tn.

B Dengan Stroke Non Hemoragik (SNH)

OLEH :
Listia Rahman Mayhesti
201030200011

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN (STROKE NON HEMORAGIK)

A. Anatomi dan Fisiologi

(Gambar 1 Anatomi otak)

( Sumber Evelyn C. Pearce, 2011)

( Sumber Evelyn C. Pearce, 2011 )


Otak manusia kira-kira 2% dari berat badan orang dewasa (3Ibs). Otak

menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakaian

oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilo kalori energi setiap harinya.Secara

anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan12 pasang

saraf cranial. Saraf perifer terdiri dari neuron- neuron yang menerima pesan-

pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke system saraf pusat, dan atau

menerima pesan-pesan neural motorik ( eferen) dari system saraf pusat. Saraf

spinal menghantarkan pesan-pesan tersebut maka saraf spinal dinamakan saraf

campuran.

Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen

membawa baik informasi sensorik yang disadari maupun informasi sensorik

yang tidak disadari. Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf campuran.

Serabut-serabut aferen membawa masukan dari organ- organ visceral. Saraf

parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan,

dan meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan

pencernaan dan pembuangan.

1. Fisiologis

Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat

computer dari semua alat tubuh. Bagia dari saraf sentral yang yang terletak

didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang

kuat. Otak terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah tabung

yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.


a. Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta

hipotalamus.

b. Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpuskuadrigeminus.

c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medullaoblongata, dan

serebellum.

Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa daerah.

Korteks serebri terlibat secara tidur teratur. Lekukan diantara gulungan

serebri disebut sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura

longitudinal dan lateralis. Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan

tulang yang berada di atasnya (lobusfrontalis, temporalis,oarientali sdan

oksipitalis).

Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media

laterali memisahkan lobus temparalis dari lobus frontalis sebelah anterior

dan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus sentralis juga memisahkan

lobus frontalis juga memisahkan lobus frontalis dan lobus parientalis.

Adapun bagian-bagian otak meluputi :

a. Cerebrum

Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari

otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga

tengkorak. Masing-masing disebut fosakranialis anterior atas dan

media. Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu)
yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putig terdapat pada bagian

dalam yang mengndung serabut syaraf.

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :

1) Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak

dibagian sulkussentralis.

2) Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan

dibelakang oleh korakooksipitalis.

3) Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis

dan didepan lobusoksipitalis.

4) Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dariserebrum.

Korteks serebri terdiri dari atas banyak lapisan sel saraf yang

merupakan ubstansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun

dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur,

dan dengan demikian menambah daerah permukaan korteks

serebri, persis sama seperti melipat sebuah benda yang justru

memperpanjang jarak sampai titik ujung yang sebenarnya.

Korteks serebri selain dibagi dalam lobus juga dibagi menurut

fungsi dan banyaknya area. Cambel membagi bentuk korteks

serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks dibagi menjadi

empat bagian:

1) Korteks sensori, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer

serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks


yang menangani suatu alat atau bagian tubuh tergantung ada

fungsi alat yang bersangkutan. Korteks sensori bagian fisura

lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.

2) Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri

merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang

intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah

dan disimpan serta dihubungkan dengan data yang lain.

Bagian anterior lobus temporalis mmpunyai hubungan dengan

fungsi luhur dan disebut psikokortek.

3) Kortek motorik menerima impuls dari korteks sensoris,

fungsi utamanya adalah kontribusi pada taktus piramidalis

yang mengatur bagian tubuh kontra lateral.

4) Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan

dengan sikap mental dan kepribadian.

b. Batang otak

Batang otak terdiri :

1) Diensephalon, diensephalon merupakan bagian atas batang otak.

Yang terdapat diantara serebelum dengan mesensefalon.

Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus

temporalis terdapat kapsul interna dengan sudut menghadap

kesamping. Fungsinya dari diensephalon yaitu:

a) Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah.


b) Respirator, membantu prosespernafasan.

c) Mengontrol kegiatan refleks.

d) Membantu kerja jantung, Mesensefalon, atap dari

mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol keatas.

Dua disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior

dan dua sebelah bawah selaput korpus kuadrigeminus

inferior. Serat nervus toklearis berjalan ke arah dorsal

menyilang garis tengah ke sisi lain.

Fungsinya:

I. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak

mata.

II. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.

2) Ponsvaroli barikum pantis yang menghubungkan mesensefalon

dengan pons varoli dan dengan serebelum, terletak didepan

serebelum diantara otak tengah dan medulla oblongata. Disini

terdapat premoktosid yang mengatur gerakan pernafasan dan

refleks. Fungsinya adalah:

a) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara

medulla oblongata dengan serebellum.

b) Pusat saraf nervustrigeminus.

3) Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang

paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula


spinalis. Bagian bawah medulla oblongata merupakan

persambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla

oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerag tengah

bagian ventral medulla oblongata. Medulla oblongata

mengandung nukleus atau badan sel dari berbagai saraftak yang

penting. Selain itu medulla mengandung “pusat-pusat vital” yang

berfungsi mengendalikan pernafasan dan system kardiovaskuler.

Karena itu, suatu cedera yang terjadi pada bagian ini dalam

batang otak dapat membawa akibat yang sangat serius.

c. Cerebellum

Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan

dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons

varoli dan diatas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima

serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang kecil pada sentral disebut vermis dan

bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum

berhubungan dengan batang otak melalui pundunkulus serebri

inferior. Permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai

serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan

serebellum ini mengandung zat kelabu. Korteks serebellum dibentuk

oleh substansia grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar,
lapisan purkinye dan lapisan granular dalam.Serabut saraf yang

masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati serebellum.

d. Saraf Otak

Tabel 1. Saraf otak


Urutan Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan Saraf Untuk dan Fungsi
Saraf
I Nervus Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
olfaktorius
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan mengangkat
okulomotoris kelopak
Mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan penggerak bola
mata
V Nervus Motorik dan sensorik Kulit kepala dan kelopak mata atas
trigeminus Motorik dan sensorik Rahang atas, palatum dan hidung
N. Oftalmikus Sensorik Rahang bawah dan lidah
N. Maksilaris Motorik dan sensorik
N. Mandibularis
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Sensorik Otot lidah, menggerakkan lidah dan
selaput
lendir rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan Motorik Faring, tonsil, dan lidah, rangsangan
citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan Motorik Faring, laring, paru-paru dan esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
hipoglosus

e. Saraf otonom

1) Saraf Simpatis

Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan

dengan sumsum tulang belakang melalui serabut – serabut saraf.


Sistem simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu :

a) Kornu anterior segmen torakalis ke – 1 sampai ke-12 dan

segmen lumbalis 1-3 terdapat nucleus vegetative yang berisi

kumpulan – kumpulan sel saraf simpatis. Sel saraf simpatis

ini mempunyai serabut – serabut preganglion yang keluar dari

kornu anterior bersama- sama dengan radiks anterior dan

nucleus spinalis. Setelah keluar dari foramen intervertebralis,

serabut – serabut preganglion ini segera memusnahkan diri

dari nucleus spinalis dan masuk ke trunkus simpatikus

serabut. Serabut preganglion ini membentuk sinap terhadap

sel – sel simpatis yang ada dalam trunkus simpatikus. Tetapi

ada pula serabut – serabut preganglion setelah berada di

dalam trunkus simpatikus terus keluar lagi dengan terlebih

dahulu membentuk sinaps menuju ganglion – ganglion /

pleksus simpatikus.

b) Trunkus simpatikus beserta cabang – cabangnya. Di sebelah

kiri dan kanan vertebra terdapat barisan ganglion saraf

simpatikus yang membujur di sepanjang vertebra. Barisan

ganglion – ganglion saraf simpatikus ini disebut trunkus

simpatikus. Ganglion – ganglion ini berisi sel saraf simpatis.

Antara ganglion satu dengan ganglion lainnya, atas, bawah,

kiri, kanan, dihubungkan oleh saraf simpatis yang keluar


masuk ke dalam ganglion – ganglion itu. Hali ini

menyebabkan sepasang trunkus simpatikus juga menerima

serabut – serabut saraf yang datang dari kornu anterior.

Trunkus simpatikus di bagi menjadi 4 bagian yaitu :

I. Trunkus simpatikus servikalis.Terdiri dari 3 pasang

ganglion. Dari ganglion – ganglion ini keluar cabang –

cabang saraf simpatis yang menuju ke jantung dari arteri

karotis. Disekitar arteri karotis membentuk pleksus. Dari

pleksus ini keluar cabang – cabang yang menuju ke atas

cabang lain mempersarafi pembuluh darah serta organ –

organ yang terletak di kepala. Misalnya faring, kelenjar

ludah, kelenjar lakrimalis, otot – otot dilatators, pupil

mata, dan sebagainya.

II. Trunkus simpatikus torakalis.Terdiri dari 10-11 ganglion,

dari ganglion ini keluar cabang – cabang simpatis seperti

cabang yang mensarafi organ – organ di dalam toraks (

mis, orta, paru – paru, bronkus, esophagus, dsb ) dan

cabang – cabang yang menembus diafragma dan masuk

ke dalam abdomen, Cabang ini dalam rongga abdomen

mensarafi organ – organ di dalamnya.

III. Trunkus simpatikus lumbalis.Bercabang – cabang

menuju ke dalam abdomen, juga ikut membentuk pleksus


solare yang bercabang – cabang ke dalam pelvis untuk

turut membentuk pleksus pelvini.

IV. Trunkus simpatikus pelvis. Bercabang cabang ke dalam

pelvis untuk membentuk pleksus pelvini.

c) Pleksus simpatikus beserta cabang cabangnya. Di dalam

abdomen, pelvis, toraks, serta di dekat organ – organ yang

dipersarafi oleh saraf simpatis (otonom). Umumnya terdapat

pleksus – pleksus yang dibentuk oleh saraf simpatis/ganglion

yaitu pleksus/ganglion simpatikus. Ganglion lainnya

(simpatis) berhubungan dengan rangkaian dua ganglion besar,

ini bersama serabutnya membentuk pleksus – pleksus

simpatis :

1. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta

mengarahkan cabangnya ke daerah tersebut dan paru –

paru.

2. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan

mempersarafi organ – organ dalam rongga abdomen

3. Pleksus mesentrikus (pleksus higratrikus), terletak depan

sacrum dan mencapai organ – organ pelvis.


Tabel 2 Organ tubuh dan system pengendalian ganda

Organ Rangsangan Rangsangan


Simpatis Parasimpatis
Jantung Denyut dipercepat Denyut dipercepat

Arteri koronari Dilatasi Konstriksi

Pembuluh darah perifer Vasokonstriksi Vasodilatasi

Tekanan darah Naik Turun

Bronkus Dilatasi Konstriksi

Kelenjar ludah Sekresi berkurang Sekresi bertambah

Kelenjar lakrimalis Sekresi berkurang Sekresi bertambah

Pupil mata Dilatasi Konstriksi

Sistem pencernaan Peristaltik Peristaltik


makanan (SPM) berkurang bertambah

Kelenjar – kelenjar SPM Sekresi berkurang Sekresi bertambah

Kelenjar keringat Ekskresi bertambah Ekskresi berkurang

Fungsi serabut saraf simpatis

1. Mensarafi otot jantung

2. Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar

3. Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan

usus

4. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat

5. Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit


6. Mempertahankan tonus semua otot sadar.

f. Sistem Parasimpatis

Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf

ini merupakan penghubung, melalui serabut – serabut parasimpatis

dalam perjalanan keluar dari otak menuju organ – organ sebagian

dikendalikan oleh serabut – serabut menuju iris. Dan dengan

demikian merangsang gerakan – gerakan saraf ke -3 yaitu saraf

okulomotorik.

Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang

melalui daerah sacral. Saraf – saraf ini membentuk urat saraf pada

alat – alat dalam pelvis dan bersama saraf – saraf simpatis

membentuk pleksus yang mempersarafi kolon rectum dan kandung

kemih.

Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung

kemih mengalami gangguan. System pengendalian ganda (simpatis

dan parasimpatis). Sebagian kecil organ dan kelenjar memiliki satu

sumber persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis. Sebagian besar

organ memiliki persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut

dari saraf otonom sacral atau cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh

sekelompok urat saraf (masing – masing bekerja berlawanan).


Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat

istirahat tetap dipertahankan. Demikian pula jantung menerima

serabut – serabut ekselevator dari saraf simpatis dan serabut inhibitor

dari nervus vagus. Saluran pencernaan memiliki urat saraf

ekselevator dan inhibitor yang mempercepat dan memperlambat

peristaltic berturut – turut.Fungsi serabut parasimpatis :

1) Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis,

submandibularis, dan kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga

hidung.

2) Mempersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung,

berpusat di nuclei lakrimalis, saraf – sarafnya keluar bersama

nervus fasialis.

3) Mempersarafi kelenjar ludah (sublingualis dan submandibularis),

berpusat di nucleus salivatorius superior, saraf – saraf ini

mengikuti nervus VII

4) Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris

inferior di dalam medulla oblongata, saraf ini mengikuti nervus

IX

5) Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru –

paru, gastrointestinum, ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan

kelenjar suprarenalis yang berpusat pada nucleus dorsalis nervus

X
6) Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria

dan alat kelamin, berpusat di sacral II, III, IV.

7) Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang

berpusat di kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral. Bila

kandung kemih dan rectum tegang miksi dan defekasi secara

reflex. Pada orang dewasa reflex ini dapat dikendalikan oleh

kehendak. Saraf yang berpengaruh menghambat ini berasal dari

korteks di daerah lotus parasentralis yang berjalan dalam traktus

piramidalis.

B. Definisi

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan

deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi

saraf otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk

menjelaskan infark serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).

Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran

darah otak (GDPO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa

defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi

susunan saraf pusat (Dewanto, 2009).

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus

di tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang

timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran


darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke non

hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis

serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di

pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang

menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif

Muttaqin, 2008).

C. Etiologi dan Faktor Resiko

1. Etiologi

Menurut Muttaqin (2008), penyebab dari stroke iskemik ada lima, yaitu :

1) Thrombosis Cerebral.

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan

oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada

orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi

karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah

yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis

seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya

aliran darah

b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis

c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian

melepaskan kepingan thrombus (embolus)

d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian

robek dan terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit

meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )

2) Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh

bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari

thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri

serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang

dari 10-30 detik.

3) Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam

ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini

dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya

pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam

parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan

pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan

membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,

oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang

paling lazim terjadi :

a) Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.

b) Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.

c) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

d) Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan

pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk

vena.

e) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan

penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

4) Hypoksia Umum

a) Hipertensi yang parah.

b) Cardiac Pulmonary Arrest

c) Cardiac output turun akibat aritmia

5) Hipoksia setempat
a) Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.

b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

2. Faktor Resiko

Tabel 3. Ada beberapa faktor resiko dari stroke, antara lain:


Bisa dikendalikan Potensial bisa Tidak bisa
dikendalikan dikendalikan
Hipertensi Diabetes Militus Umur

Penyakit Hiperhomosisteinemia Jenis kelamin


jantung:Endokarditis,
Fibrilasi atrium, Stenosis Hipertrofi ventrikel kiri Herediter
mitralis
Ras dan etnis
Infark jantung
Geografi
Merokok

Konsumsi alcohol

Stress

Anemia sel sabit

Transient Ischemic Attack


(TIA)

Stenosis karotis
asimtomatik

Kontrasepsi oral
(khususnya dengan
disertai hipertensi,
merokok, dan kadar
estrogen tinggi)

Kolesterol tinggi

Penyalahgunaan obat
(kokain)

D. Patofisiologi dan Pathway

Menurut (Muttaqin, 2008) Infark serebral adalah berkurangnya suplai

darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor

seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral

terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai

darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan local

(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan

umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering

sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak

arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran

darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai

emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak

yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan

kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih

besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa

jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema

klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak


fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah

serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis.

Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka

akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh

darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal

ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan

hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan

lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit

serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,

peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan

herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,

dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.

Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan

otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons .

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:

Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk

waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.

Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah

satunya henti jantung


Pathway SNH
E. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011) antara

lain :

1. Hipertensi

2. Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)

3. Gangguan sensorik

4. Gangguan visual

5. Gangguan keseimbangan

6. Nyeri kepala (migran, vertigo)

7. Muntah

8. Disatria (kesulitan berbicara)

9. Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium, suppor,

koma).

F. Komplikasi

Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama dapat

terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya:

a. Bekuan darah (Trombosis)

Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan

cairan, pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan

embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri

yang mengalirkan darah ke paru.


b. Dekubitus Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul,

pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik

maka akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.

c. Pneumonia Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna,

hal ini menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya

menimbulkan pneumoni.

d. Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur) Hal ini disebabkan karena kurang

gerak dan immobilisasi.

e. Depresi dan kecemasan Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan

menyebabkan reaksi emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena

terjadi perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.

G. Penatalaksanaan

1. Terapi Non Farmakologi

a) Terapi Akut

Intervensi pada pasien stroke iskemik akut yaitu dilakukan bedah.

Dalam beberapa kasus edema iskemik serebral karena infark yang

besar, dilakukan kraniektomi untuk mengurangi beberapa tekanan

yang meningkat telah dicoba. Dalam kasus pembengkakan signifikan

yang terkait dengan infark serebral, dekompresi bedah bisa

menyelamatkan nyawa pasien. Namun penggunaan pendekatan

terorganisir multidisiplin untuk perawatan strok yang mencakup


rehabilitasi awal telah terbukti sangat efektif dalam mengurangi cacat

utama karena stroke iskemik (Fagan dan Hess,2005).

b) Terapi pemeliharaan stroke

Terapi non farmakologi juga diperlukan pada pasien paska stroke.

Pendekatan interdisipliner untuk penanganan stroke yang mencakup

rehabilitasi awal sangat efektif dalam pengurangan kejadian stroke

berulang pada pasien tertentu.Pembesaran karotid dapat efektif dalam

pengurangan risiko stroke berulang pada pasien komplikasi berisiko

tinggi selama endarterektomi (Fagan dan Hess, 2005). Selain itu

modifikasi gaya hidup berisiko terjadinya stroke dan faktor risiko juga

penting untuk menghindari adanya kekambuhan stroke. Misalnya pada

pasien yang merokok harus dihentikan, karena rokok dapat

menyebabkan terjadinya kekambuhan (Eusistroke, 2003).

2. Terapi Farmakologi

a) Terapi Akut

American Stroke Association telah membuat dan menerbitkan

panduan yang membahas pengelolaan stroke iskemik akut. Secara

umum, hanya dua agen farmokologis yang direkomendasikan dengan

rekomendasi kelas A adalah jaringan intravena plasminogen activator

(tPA) dalam waktu 3 jam sejak onset dan aspirin dalam 48 jam sejak

onset. Reperfusi awal (>3 jam dari onset) dengan tPA intravena telah

terbukti mengurangi kecacatan utama karena stroke iskemik. Perhatian


harus dilakukan saat menggunakan terapi ini, dan kepatuhan terhadap

protokol yang ketat adalah penting untuk mencapai hasil yang positif.

Yang penting dari protokol perawatan dapat diringkas yaitu (1)

aktivasi tim stroke, (2) timbulnya gejala dalam waktu 3 jam, (3) CT

scan untuk mengetahui perdarahan, (4) sesuai dengan kriteria inklusi

dan eksklusi, (5) mengelola tPA 0,9 mg/kg lebih dari 1 jam, dengan

10% diberikan sebagai bolus awal lebih dari 1 menit,(6) menghindari

terapi antitrombotik(antikoagulan atau antiplatelet) untuk 24 jam, dan

(7) monitor pasien ketat untuk respon hemoragik dan kecacatan.

Pemberian tPA tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam karena

dapat  meningkatkan risiko perdarahan pada pasien tersebut(Fagan dan

Hess, 2005).

b) Terapi pemeliharaan stroke Terapi farmakologi mengacu kepada

strategi untuk mencegah kekambuhan stroke.Pendekatan utama adalah

mengendalikan hipertensi, CEA (Endarterektomi karotis), dan

memakai obat antiagregat antitrombosit. Berbagai study of antiplatelet

antiagregat drugs dan banyak meta analisis terhadap obat inhibitor

glikoprotein IIb/IIIa jelas memperlihatkan efektivitas obat antiagregasi

trombosit dalam mencegah kekambuhan (Price dan Wilson, 2006).

3. Obat yang digunakan dalam terapi stroke

a) tPA
Efektivitas intravena (IV) daritPA dalam pengobatan stroke iskemik

telah diperlihatkan di National Institute of neurologis Disorders and

Stroke (NINDS) rt-PA pada percobaan stroke, diterbitkan pada tahun

1995. Pada 624 pasien yang dirawat dalam jumlah yang sama baik tPA

0,9 mg/kg iv atau plasebo dalam waktu 3 jam setelah timbulnya gejala

neurologis, 39% dari pasien yang diobati mencapai “hasil yang sangat

baik” pada 3 bulan, dibandingkan dengan26% dari pasien placebo

(Fagan dan Hess,2005). Alteplase adalah enzim serine-protease dari

sel endotel pembuluh yang dibentuk dengan teknik recombinant-

DNA.T ½ nya hanya 5 menit.Bekerja sebagai fibrinolitikum dengan

jalan mengikat pada fibrin dan mengaktivasi plasminogen

jaringan.Plasmin yang terbentuk kemudian mendegradasi fibrin dan

dengan demikian melarutkan thrombus(Tjay dan Rahardja,2007). Efek

samping dari Trombolitik terutama mual dan muntah dan

perdarahan.Ketika Trombolitik digunakan dalam infark miokard,

aritmia reperfusi dapat terjadi.Hipotensi juga bisa terjadi dan biasanya

dapat dikendalikan dengan mengangkat kaki pasien, atau dengan

mengurangi tingkat infus atau menghentikannya sementara.Sakit

punggung, demam, dan kejang telah dilaporkan.Pendarahan biasanya

terbatas pada tempat injeksi, tetapi perdarahan intraserebral atau

perdarahan dari situs lain dapat terjadi. Panggilan pendarahan serius

untuk penghentian dari trombolitik dan mungkin memerlukan


administrasi faktor pengentalan dan obat antifibrinolitik (aprotinin atau

asam traneksamat).Jarang emboli lebih lanjut dapat terjadi (baik

karena gumpalan yang melepaskan diri dari trombus asli atau untuk

emboli kristal kolesterol). Trombolitik dapat menyebabkan reaksi

alergi (termasuk ruam, pembilasan dan uveitis) dan anafilaksis telah

dilaporkan.Guillain-Barre syndrome telah dilaporkan secara jarang

setelah perawatan streptokinase (BNF,2007).tPA dapat berinteraksi

dengan beberapa obat diantaranya adalah warfarin, heparin, dikumarol,

absikimab, dan anisindion (Drugs, 2011). Dosis pada infark otot

jantung akut i.v.(infus) permulaan 10 mg dalam 1-2 menit,lalu 50 mg

selama jam pertama, dan 10 mg dalam 30 menit, sampai maksimum

100 mg dalam 3 jam (Tjay dan Rahardja,2007).

b) Asam asetilsalisilat (asetosal, aspirin, aspilet)

Disamping khasiat analgetik dan antiradangnya (pada dosis tinggi),

obat anti nyeri tertua ini pada dosis amat rendah berkhasiat   

merintangi penggumpalan trombosit. Dewasa ini, asetosal adalah obat

yang paling banyak digunakan dengan efek terbukti pada prevensi

trombus ateriil.Sejak akhir tahun 1980-an, asam ini mulai banyak

digunakan untuk prevensi sekunder dari infark otak dan jantung.

Risikonya diturunkan dan jumlah kematian karena infark kedua

dikurangi dengan 25%. Keuntungan dibandingkan dengan anti

koagulan untuk indikasi ini adalah banyak, antara lain kerjanya cepat
sekali dan dosisnya lebih mudah diregulasi. Mekanisme kerjanya

dengan hambatan agregasi trombositnya berdasarkan inhibisi

pembentukan tromboksan – A2 (TxA2) dari asam arachidonat yang

dibebaskan dari senyawa-esternya dengan fosfolipida (dalam membran

sel) oleh enzim fosfolipida.Asetosal mengasetilasi secara irreversible

dan dengan demikian menginaktivasi enzim siklooksigenase, yang

umumnya mengubah arakidonat menjadi endoperoksida.TxA2

memiliki khasiat kuat menggumpalkan trombosit dan

vasokonstriksi.Dosis 30-100 mg sehari sudah cukup efektif untuk

inaktivasi siklo-oksigenase tanpa menghalangi produksi

prostasiklin.Prostasiklin berkhasiat menghalangi agregasi, vasodilatasi

dan melindungi mukosa lambung.Efek samping yang terkenal adalah

sifat merangsangnya terhadap mukosa lambung dengan risiko

perdarahan, yang berkaitan dengan penghambatan pula

prostasiklin(PgI2), yang dibentuk oleh dinding pembuluh.PgI2 ini

mencegah sintese TxA2 dan bersifat menghambat kuat agregrasi     

trombosit.Akan tetapi, pada dosis rendah yang diperlukan untuk daya

kerja antiagregasi, efek samping ini ternyata jarang sekali

menimbulkan keluhan lambung, sedangkan produksi PgI2 sistemis

tidak dihalangi(Tjay dan Rahardja,2007). Asam asetilsalisilat juga

dapat berinteraksi dengan obat – obat lainnya diantaranya adalah

dengan antikoagulan, Probenesid, Sulfonilurea (Drugs,2011).


Sedangkan dosis prevensi sekunder infark otak 1 dd 100 mg p.c.,

prevensi TIA 1 dd 30-100 mg p.c. Pada infark jantung akut 75-100

mg. contoh produk dalam pasaran aspilet(Tjay dan Rahardja,2007).

c) Clopidogrel

Clopidogrel memiliki efek trombosit anagregatori unik dalam hal ini

adalah inhibitor dari adenosine difosfat (ADP) jalur agregasi trombosit

dan dikenal menghambat rangsangan untuk agregrasi platelet.Efek ini

menyebabkan perubahan membran platelet dan interferensi dengan

interaksi membran fibrinogenik mengarah ke pemblokiran platelet

reseptor glikoprotein IIb/IIIa.Efek samping clopidogrel adalah risiko

diare dan ruam.Clopidogrel adalah prodrug thienopiridin dan

dibiotrasformasi oleh hati ke metabolit aktif.Bukti menunjukkan

bahwa enzim yang bertanggungjawab untuk konversi adalah sitokrom

P450 3A4 (CYP3A4) sehingga efek platelet dari clopidogrel mungkin

berkurang pada pasien yang menerima agen yang menghambat enzim

ini (Fagan dan Hess, 2005). Efek samping dispepsia, nyeri perut, diare,

gangguan perdaraha (termasuk gastro-intestinal dan intrakranial);

jarang mual, muntah, asam lambung, perut kembung, ulkus sembelit,

lambung dan duodenum, sakit kepala, pusing, paraesthesia,

leukopenia, trombosit menurun (trombositopenia sangat jarang parah),

eosinofilia, ruam, dan pruritus, jarang vertigo, sangat jarang radang

usus, pankreatitis, hepatitis, gagal hati akut, vaskulitis, kebingungan,


halusinasi, gangguan rasa, stomatitis, bronkospasme, pneumonitis

intestisial, kelainan darah (termasuk trombositopenia, agranulositosis

purpura dan pansitopenia), dan reaksi hipersensitivitas seperti

(termasuk demam, glomerulonefritis, arthralgia, sindrom Stevens-

Johnson, nekrolisis epidermal toksik, lichen planus). Clopidrogel dapat

berinteraksi dengan beberapa obat diantaranya yaitu ibuprofen,

atorvastatin,rifampin, reteplase.Dosis untuk Infarkmiokardakut(dengan

elevasiSTsegmen),awalnya300mgkemudian75mgsehari,

dosisawaldihilangkanjikapasiendiatas 75 tahun(BNF,2007).

d) Dipiridamol

Senyawa dipirimidin berkhasiat menghindarkan agregasi trombosit

dan adhesinya pada dinding pembuluh.Juga menstimulasi efek dan

sintesa epoprostenol.Kerjanya berdasarkan inhibisi fosfodiester,

sehingga cAMP (dengan daya menghambat agregat) tidak diubah dan

kadarnya dalam trombosit meningkat.Efek sampingnya seperti sakit

kepala, gangguan lambung-usus, debar jantung, dan  pusing, akan jauh

berkurang pada dosis yang rendah. Pada dosis di atas 200 mg, tensi

dapat menurun, dan kolaps pada orang dengan sirkulasi buruk (Tjay

dan Raharja, 2007).Interaksi obat pada dipiridamol diantaranya dengan

acetaminophen, belladon, diklofenak, dan paroksetin.Produk yang

beredar dipasaran misalnya adalah Persantin dari Boehringer


Ingelheim.Dosis oral, 300-600 mg sehari dalam 3-4 dosis terbagi

sebelum makan(BNF,2007).

e) Cilostazol

Cilostazol merupakan obat antiplatelet yang menaikkan kadar cAMP

(cyclic adenosine monophosphate) dalam platelet melalui

penghambatan cAMP fosfodiesterase. Obat ini digunakan pada

penyakit oklusif aterial kronik. Gotoh et al. (2000), melakukan suatu

penelitian prevensi stroke, suatu penelitian kasus kontrol, buta ganda

untuk pervensi sekunder infark serebrum dengan total kasus 1095.

Terapi dengan silostazol menunjukkan reduksi yang relatif bermakna

(41,7% CI 9,2 – 62,5%) dalam kambuhnya infark serebrum

dibandingkan dengan pemberian plasebo (p.0,015). Dosisnya adalah

100mg, 2 kali sehari (Wibowo dan Gofir, 2001). Sedangkan interaksi

obatnya yaitu dengan enoxaparin, alteplase, aspirin, dan dalteparin

(Drugs,2011) Efek samping gangguan gastro-intestinal, takikardi,

palpitasi, angina, aritmia, nyeri dada, edema, rhinitis, pusing, sakit

kepala, astenia, ruam, pruritus, ecchymosis; kurang umum maag, gagal

jantung kongestif, hipotensi postural, dispnea, pneumonia, reaksi

hipersensitivitas batuk, insomnia, mimpi abnormal, kecemasan,

hiperglikemia, diabetes mellitus, anemia, perdarahan, mialgia,

(termasuk sindrom Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik

dalam kasus jarang); jarang anoreksia, hipertensi, paresis, peningkatan


frekuensi kencing, gangguan perdarahan, ginjal penurunan nilai,

konjungtivitis, tinitus, dan penyakit kuning (BNF, 2007).

f) Antikoagulan

Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa antikoagulan

bermanfaat pada prevensi sekunder stroke iskemik pada pasien dengan

patologi aterosklerosis. Pada pasien dengan kelainan jantung tertentu,

dengan risiko emboli 5 persen per tahun, terapi antikoagulan

menunjukkan penurunan risiko stroke (Wibowo dan Gofir, 2001).

4. Kerasionalan Terapi

Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang dapat

memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriteria-kriteria tersebut

sebagai berikut:

a. Tepat indikasi

Tepat indikasi dapat diartikan bahwa pemilihan obat disesuaikan

dengan gejala yang diderita oleh pasien karena tiap obat memiliki

spektrum terapi yang spesifik (Depkes RI, 2006)

b. Tepat obat

Tepat obat adalah pemilihan obat yang benar-benar disesuaikan

dengan diagnosis penyakit dan obat harus dapat memberikan terapi

yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien (Depkes RI, 2006).

c. Tepat pasien
Tepat pasien adalah pemilihan obat yang disesuaikan dengan kondisi

pasien dikarenakan respon tiap pasien berbeda-beda terhadap terapi

yang diberikan (Depkes RI, 2006).

d. Tepat dosis

Tepat dosis adalah pemberian dosis obat yang tepat kepada pasien

sehingga efek terapi yang diinginkan dapat tercapai karena pemberian

dosis yang berlebihan ataupun dosis yang kurang tidak dapat

menjamin tercapainya target terapi (Depkes RI, 2006).

H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah

sebagai berikut :

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan darah rutin

Tujuan : Pemeriksaan untuk mengetahui adanya anemia,infeksi dan

perubahan jumlah trombosit darah.

b. Pemeriksaan kimia darah lengkap

- Gula darah sewaktu

Nilai normal : ≥7 tahun : 70-100 mg/Dl

12 bulan-6 tahun : 60-100 mg/Dl

Interpretasi :

a) Peningkatan gula darah (hiperglikemia) atau intoleransi

glukosa (nilai puasa lebih dari 120 mg/dL) dapat menyertai


penyakit cushing (muka bulan), stress akut, feokromasitoma,

penyakit hati kronik, defisiensi kalium, penyakit yang kronik

dan sepsis.

b) Kadar gula darah menurun (hipoglikemia) dapat disebabkan

oleh kadar insulin yang berlebihan atau penyakit Addison.

c) Bila konsentrasi glukosa dalam serum berulang-ulang >140

mg/dL perlu dicurigai adanya diabetes mellitus.

- Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim

SGOT/SGPT/CPK dan Profil lipid (trigliserid, LDL-HDL serta

total lipid).

Interpretasi kreatinin :

a) Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi

ginjal disebabkan oleh nefritis, penyumbatan saluran urin,

penyakit otot atau dehidrasi akut.

b) Konsentrasi kreatinin menurun akibat distropi otot, atropi,

malnutrisi atau penurunan masa otot akibat penuaan.

Interpretasi asam urat :

a) Pria ≥15 tahun : 3,6-8,5 mg/dL

Wanita ≥18 tahun : 2,3-6,6 mg/dL

b) Hiperurisemia dapat terjadi pada leukemia, limfoma, syok,

kemotherapi, metabolit asidosis dan kegagalan fungsi ginjal

c) Nilai asam urat dibawah normal tidak bermakna secara klinik.


Tujuan : Pemeriksaan yang lebih lengkap yang memberikan

informasi tambahan tentang jenis anemia dan hitung jenis lekosit

selain yang tercantum padapemeriksaan hematologi rutin.

Indikasi pemeriksaan hematologi:

a. Hemostasis adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan

pada lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan

keterlibatan aktif faktor koagulasi, adanya koordinasi dari endotel

pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi.

b. Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan

diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi

berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti

diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining

terhadap status kesehatan umum.

c. Faal ginjal

d. Faal hati merupakan pusat berbagai proses metabolisme, hal ini

dimungkinkan sebab hati menerima darah baik dari sirkulasi system dan

juga dari system porta.

e. Glukosa adalah gula sederhana (monosakarida) yang berfungsi sebagai

sumber utama energi di dalam tubuh.

f. HbA1C merupakan hemaglobin yang terikat dengan glukosa (terglikolasi).

g. Profil lipid adalah gambaran lipid- lipid didalam darah.


h. Indikasi Pengambilan Darah Arteri pada pasien dengan penyakit paru,

bayi prematur dengan penyakit paru, Diabetes Melitus berhubungan

dengan kondisi asidosis diabetic.

Kontraindikasi :

Kontraindikasi Pengambilan Darah Arteri  pada pasien dengan penyakit

perdarahan seperti hemofilia dan trombosit rendah.

2. CT scan.

Tujuan :

Dapat memperlihatkan gambar otak secara detail sehingga dapat

mendeteksi tanda-tanda pendarahan, tumor dan stroke.

Indikasi :

Indikasi CT Scan kepala sangat beragam. Secara primer, CT Scan kepala

digunakan untuk tujuan evaluasi edema dan kerusakan jaringan otak,

melihat adanya perdarahan intrakranial serta lokasinya, dan untuk menilai

ukuran besarnya ventrikel otak.

Secara klinis, ada banyak indikasi pemeriksaan CT Scan kepala. Yang

paling sering dilakukan adalah pada keadaan cedera kepala, stroke, sakit

kepala, evaluasi awal space occupying lession (SOL), penurunan

kesadaran yang tidak dapat dijelaskan, kejang, suspek hidrosefalus,

hematoma intrakranial, gangguan psikiatrik, pusing, penyakit vaskular


oklusif, dan evaluasi aneurisma. Selain itu, CT Scan juga dapat digunakan

untuk memandu pelaksanaan biopsi atau operasi otak.

Kontraindikasi :

a. Pasien yang tidak dapat kooperatif terhadap protokol pemeriksaan dan

instruksi menahan nafas

b. Pasien yang terlalu besar untuk muat pada scanner CT

c. Gangguan ginjal, baik gagal ginjal akut maupun penyakit ginjal kronis

d. Hemodinamik tidak stabil dan riwayat hipotensi

e. Riwayat paru reversibel, misalnya asthma (kontraindikasi relatif)

f. Penggunaan rutin inhibitor fosfodiesterase, misalnya sildenafil

g. Penyakit kardiovaskular: stenosis aorta berat, hipertropik

kardiomiopati, gagal jantung dekompensata, Blok Atrioventricular

(AV) signifikan. 

3. MRI

Tujuan :

Menggunakan gelombang radio dan magnet untuk menghasilkan

gambaran detail dari otak pasien. MRI dapat mendeteksi jaringan otak

yang mengalami kerusakan akibat stroke iskemik dan perdarahan otak.

Dokter juga dapat menyuntikkan zat pewarna ke dalam pembuluh darah

untuk melihat kondisi aliran darah di pembuluh arteri dan vena.


Indikasi :

- Otak dan saraf tulang belakang, untuk mendeteksi cedera kepala,

kanker, stroke, kerusakan pembuluh darah pada otak, cedera saraf

tulang belakang, tumor, kelainan pada mata atau telinga bagian dalam,

serta multiple sclerosis.

- Jantung dan pembuluh darah, untuk mendeteksi gangguan aliran darah

atau peradangan pada pembuluh darah, penyakit jantung, kerusakan

jantung pasca serangan jantung, kelainan struktur aorta seperti diseksi

atau aneurisma aorta, serta kelainan struktur organ jantung yang

meliputi ukuran dan fungsi bilik jantung, ketebalan dan pergerakan

dinding jantung.

- Tulang dan sendi, untuk mendeteksi infeksi tulang, kanker tulang, dan

cedera sendi.

Kontraindikasi ;

Kontraindikasi magnetic resonance imaging (MRI) adalah pada

pasien yang di dalam tubuhnya terdapat benda asing karena

cedera/trauma, katup jantung mekanik buatan, benda yang bersifat

logam ataupun ferromagnetic (plate, skrup, klip, prostetik), serta alat

elektronik (pacemaker, implant koklea, pompa insulin). 


4. Elektrokardiografi (EKG)

Tujuan :

Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dilakukan untuk mengetahui

aktivitas listrik jantung sehingga dapat mendeteksi adanya gangguan

irama jantung atau penyakit jantung koroner yang menyertai.

Indikasi :

- Pasien yang dicurigai sindroma koroner akut

- Pasien dengan aritmia

- Pasien dengan gangguan konduksi jantung

- Pasien dengan gangguan elektrolit terutama kalium

- Pasien dengan kecurigaan keracunan obat

- Evaluasi pasien yang terpasang implant defibrillator dan pacu jantung

- Sebagai monitoring pada sindroma koroner akut, aritmia dan

gangguan elektrolit paska terapi

Kontraindikasi EKG :
Tidak ada kontraindikasi absolut pada tindakan pemeriksaan EKG.

Satu-satunya alasan untuk tidak melakukan pemeriksaan EKG

adalah bila pasien menolak.

5. USG Doppler

Tujuan :

Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan

gambar detail mengenai kondisi bagian dalam pembuluh arteri karotis di

leher. Gambar tersebut dapat mendeteksi timbunan lemak (plak) dan

kondisi aliran darah di dalam arteri karotis.

Indikasi :

6. EEG

Tujuan :

Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan

gambar detail dari jantung. Ekokardiografi dilakukan untuk mendeteksi

sumber gumpalan di dalam jantung yang mungkin bergerak dari jantung

ke otak, sehingga menyebabkan stroke. Ekokardiografi juga dapat melihat

penurunan fungsi pompa jantung.

Indikasi :
Indikasi pemeriksaan electroencephalography / EEG adalah untuk

mendeteksi kasus yang berhubungan dengan  perubahan aktivitas

otak,  seperti gangguan  kejang yang disebabkan penyakit epilepsi

atau gangguan khusus lainnya. EEG juga memiliki kegunaan untuk

mendiagnosis, atau untuk pemantauan terapi pada beberapa kelainan

seperti tumor otak, cedera otak, disfungsi otak, ensefalitis, stroke,

dan gangguan tidur. EEG juga digunakan sebagai pemeriksaan untuk

konfirmasi seseorang telah mengalami kematian otak.

Kontraindikasi :

Tidakada kontraindikasi pemeriksaan electroencephalography/EEG,

bila prosedur dilakukan secara tepat. Pemeriksaan ini merupakan

prosedur noninvasive sehingga tidak memiliki risiko membahayakan

pasien.

I. Asuhan Keperawatan

1) Melakukan Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun


spiritual dapat ditentukan.tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu

pengumpulan data,analisis data,dan penentuan masalah kesehatan serta

keperawatan.

1) Pengumpulan data

Tujuan :

Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan

yang ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus

di ambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek

fisik,mental,sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang

mempengaruhinya. Data tersebut harus akurat dan mudah di analisis.

Jenis data antara lain Data objektif, yaitu data yang diperoleh

melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya

suhu tubuh, tekanan darah, serta warna kulit.Data subjekyif, yaitu data

yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien, atau dari keluarga

pasien/saksi lain misalnya,kepala pusing,nyeri,dan mual.

Adapun focus dalam pengumpulan data meliputi :

a) Status kesehatan sebelumnya dan sekarang

b) Pola koping sebelumnya dan sekarang

c) Fungsi status sebelumnya dan sekarang

d) Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan

e) Resiko untuk masalah potensial

f) Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien


2) Analisa data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan

berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.

3) Perumusan masalah

Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah

kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi

dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada juga

yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun

diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas. Prioritas masalah

ditentukan berdasarkan criteria penting dan segera. Penting mencakup

kegawatan dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan komplikasi,

sedangkan segera mencakup waktu misalnya pada pasien stroke yang

tidak sadar maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah

komplikasi yang lebih parah atau kematian. Prioritas masalah juga

dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Maslow,

yaitu : Keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang

mengancam kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.

2) Merumuskan Diagnosis Keperawatan

a. Definisi

Diagnosis Keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial.


Diagnosis keperawatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi respon

klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan

dengan kesehatan.

Nah, sebagai seorang perawat, kita diharapkan untuk memiliki rentang

perhatian yang luas terhadap berbagai respon yang dilakukan oleh

klien, baik pada saat klien sakit maupun sehat.

Respon-respon tersebut merupakan reaksi terhadap masalah

kesehatan dan proses kehidupan yang dialami klien. Sehingga,

diharapkan perawat mampu menangkap dan berfikir kritis

dalam merespon perilaku tersebut. Masalah kesehatan

mengacu pada kepada respon klien terhadap kondisi sehat-

sakit, sedangkan proses kehidupan mengacu kepada respon

klien terhadap kondisi yang terjadi selama rentang

kehidupannya dimulai dari fase pembuahan hingga menjelang

ajal dan meninggal yang membutuhkan diagnosis keperawatan

dan dapat diatasi atau diubah dengan intervensi

keperawatan . (Referensi : Christensen & Kenney, 2009;

McFarland & McFarlane, 1997; Seaback, 2006).

b. Klasifikasi Diagnosis Keperawatan


International Council of Nurses (ICN) sejak tahun 1991 telah

mengembangkan suatu sistem klasifikasi yang disebut dengan

International Classification for Nursing Practice (ICNP).

Sistem klasifikasi ini tidak hanya mencakup klasifikasi intervensi dan

tujuan (outcome) keperawatan saja.

Lebih dari itu, sistem klasifikasi ini disusun untuk

mengharmonisasikan terminologi-terminologi keperawatan yang

digunakan diberbagai negara diantaranya seperti ;

- Clinical Care Classification (CCC), 

- North American Nursing Diagnosis Association (NANDA), 

- Home Health Care Classification (HHCC), 

- Systematized Nomenclature of Medicine Clinical

Terms (SNOMED CT), 

- International Classification of Functioning, Disability and

Health (ICF), 

- Nursing Diagnosis System of the Centre for Nursing Development

and Research (ZEFP)  

- Omaha System. 

(Referensi : Hardiker et al, 2011, Muller-Staub et al, 2007; Wake

& Coenen, 1998.


c. Jenis Diagnosis

Diagnosis keperawatan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Diagnosis

Negatif dan Diagnosis Positif.

1. Diagnosis Negatif

Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sakit atau beresiko

mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan


mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat

penyembuhan, pemulihan dan pencegahan.

Diagnosis ini terdiri dari Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko.

2. Diagnosis Positif

Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai

kondisi yang lebih sehat atau optimal. Diagnosis ini disebut juga

dengan istilah Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015; Standar

Praktik Keperawatan Indonesia – PPNI, 2005).

Berikut penjabaran lengkap mengenai macam-macam diagnosis

tersebut diatas (Carpenito, 2013; Potter & Perry, 2013).

1. Diagnosis Aktual

Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi

kesehatan atau proses kehidupan yang menyebabkan klien

mengalami masalah kesehatan. Tanda atau gejala mayor dan

minor dapat ditemukan dan divalidasi pada klien secara

langsung.

2. Diagnosis Resiko

Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi

kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan

klien beresiko mengalami masalah kesehatan.


Dalam penegakan diagnosis ini, tidak akan ditemukan

tanda/gejala mayor ataupun minor pada klien, namun klien

akan memiliki faktor resiko terkait masalah kesehatan yang

mungkin akan dialaminya dikemudian hari.

3. Diagnosis Promosi Kesehatan

Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi

klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat

yang lebih baik atau optimal.

d. Komponen Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan memiliki 2 kompinen utama, yaitu Masalah

(Problem) atau Label Diagnosis dan Indikator Diagnostik.

1. Masalah (Problem)

Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang

menggambarkan inti dari respon klien terhadap kondisi kesehatan

atau proses kehidupannya. Label diagnosis ini terdiri dari

Deskriptor atau penjelas dan Fokus Diagnostik.


Deskriptor merupakan pernyataan yang menjelaskan bagaimana

suatu fokus diagnosis terjadi. Beberapa deskriptor yang digunakan

dalam diagnosis keperawatan diuraikan melalui gambar dibawah

ini.
2. Indikator Diagnostik

Indikator diagnostik terdiri dari penyebab, tanda/gejala, dan faktor

resiko dengan uraian sebagai berikut.

a. Penyebab (Etiology)

Merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status

kesehatan. Etiologi ini dapat mencakup 4 kategori, yaitu;

1) Fisiologis, Biologis atau Psikologis,

2) Efek Terapi/Tindakan,

3) Situasional (lingkungan atau personal)

4) Maturasional

b. Tanda (Sign) dan Gejala (Symptom)

Tanda merupakan data objektif yang diperoleh dari hasil

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan prosedur

diagnostik. Sedangkan gejala merupakan data subjektif yang

diperoleh dari hasil anamnesis atau pengkajian.

Tanda/gejala ini dikelompokan menjadi 2 kategori, yaitu:

1. Tanda/Gejala Mayor: Ditemukan sekitar 80% – 100%

untuk validasi diagnosis.

2. Tanda/Gejala Minor: Tidak harus ditemukan, namun jika

ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosis.

c. Faktor Resiko (Risk Factor)


Merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan

kerentanan klien dalam mengalami masalah kesehatan atau

proses kehidupannya. Indikator diagnosis ini akan berbeda-

beda pada masing-masing macam jenis diagnosis.

1. Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri dari

penyebab dan tanda/gejala.

2. Pada diagnosis resiko, tidak memiliki penyebab dan

tanda/gejala, melainkan hanya faktor resiko saja.

3. Pada diagnosis promosi kesehatan, hanya memiliki

tanda/gejala yang menunjukan kesiapan klien untuk

mencapai kondisi yang lebih optimal.

e. Proses Pengkajian Diagnosis Keperawatan

Proses penegakan diagnosis (diagnostic process) adalah suatu proses

yang sistematis yang terdiri dari 3 tahap yaitu, analisis data,

identifikasi masalah dan perumusan diagnosis.


Untuk perawat profesional yang telah berpengalaman, proses ini dapat

dilakukan secara simultan. Namun untuk perawat yang belum

memiliki pengalaman yang memadai, setidaknya diperlukan latihan

dan pembiasaan untuk melakukan proses penegakan diagnosis secara

sistematis.

Proses penegakan diagnosis keperawatan diuraikan sebagai berikut;

1. Analisis Data

Tahap pertama dalam proses penegakan diagnosis keperawatan

adalah Analisis data yang dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut ini.

a. Data dengan nilai normal/rujukan


Data-data yang didapatkan dari pengkajian, bandingkan dengan

nilai-nilai normal dan identifikasi tanda/gejala yang bermakna,

baik tanda/gejala mayor ataupun tanda/gejala minor.

b. Kelompokkan data

Tanda/gejala yang dianggap bermakna, dikelompokan

berdasarkan pola kebutuhan dasar yang meliputi;

1) respirasi,

2) sirkulasi,

3) nutri/cairan,

4) eliminasi,

5) aktivitas/istirahat,

6) neurosensori,

7) reproduksi/seksualitas,

8) nyeri/kenyamanan,

9) integritas ego,

10) pertumbuhan/perkembangan,

11) kebersihan diri,

12) penyuluhan/pembelajaran

13) interaksi sosial, dan

14) keamanan/proteksi.
Proses pengelompokan data ini dapat dilakukan baik secara

induktif, dengan memilah dara sehingga membentuk sebuah

pola, atau secara deduktif, menggunakan kategori pola

kemudian mengelompokan data sesuai kategorinya

2. Identifikasi Masalah

Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama

mengidentifikasi masalah, mana masalah yang aktual, resiko dan

/atau promosi kesehatan.

3. Perumusan Diagnosis Keperawatan

Perumusan atau penulisan diagnosis disesuaikan dengan jenis

diagnosis keperawatannya. Terdapat 2 metode perumusan

diagnosis, yaitu;

a. Penulisan 3 Bagian (3 Parts Format)

Metode penulisan ini terdiri dari Masalah, Penyebab dan

Tanda/Gejala dan hanya dilakukan pada diagnosis aktual saja.

Formulasi diagnosis keperawatan penulisan 3 bagian adalah

sebagai berikut:

Masalah berhubungan dengan Penyebab dibuktikan

dengan Tanda/Gejala

Frase ‘berhubungan dengan’ dapat disingkat b.d dan

frase ‘dibuktikan dengan’ dapat disingkat d.d.


Contoh Penulisan:

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan

nafas d.d batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi, dispnea

dan gelisah.

b. Penulisan 2 Bagian (2 Parts Format)

Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis resiko dan

diagnosis promosi kesehatan, dengan formulasi sebagai

berikut:

1) Diagnosis Resiko

Masalah dibuktikan dengan Faktor Resiko

Contoh Penulisan:

Resiko aspirasi dibuktikan dengan tingkat kesadaran

menurun.

2) Diagnosis Promosi Kesehatan

Masalah dibuktikan dengan Tanda/Gejala

Contoh Penulisan:

Kesiapan peningkatan eliminasi urin dibuktikan dengan

pasien mengatakan ingin meningkatkan eliminasi urin,

jumlah dan karakteristik urin normal.

3) Menentukan Perencanaan

a. Definisi
Intervensi merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh perawat

yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan

b. Klasifikasi Intervensi Keperawatan

Terdiri atas 5 kategori dan 14 subkategori dengan uraian sebagai

berikut :

1. Fisiologis

Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung

fungsi fisik dan regulasi homeostasis, yang terdiri dari :

- Respirasi : yang memuat kelompok intervensi keperawatan yang

memulihkan fungsi pernafasan dan oksigenasi

- Sirkulasi: yang memuat kelompok intervensi yang memulihkan

fungsi jantung dan pembuluh darah

- Nutrisi dan cairan : yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan fungsi gastrointestinal, metaboliesme dan regulasi

cairan/elektrolit

- Eliminasi : memuat kelompok intervensi yang memulihkan fungsi

eliminasi fekal dan urinaria

- Aktifitas dan istirahat : yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan fungsi musculoskeletal, penggunaan energy serta

istrahat/tidur
- Neurosensori : Memuat kelompok intervensi yang memulihkan

fungsi otak dan saraf

- Reproduksi dan seksualitas, yang memuat kelompok intervensi

yang melibatkan fungsi reproduksi dan seksualitas.

2. Psikologis

Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung

fungsi dan proses mental, yang terdiri dari ;

a. Nyeri dan kenyamanan, yang memuat kelompok intervensi

yang meredakan nyeri dan meningkatkan kenyamanan

b. Integritas ego, yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan kesejahteraan diri sendiri secara emosional


c. Pertumbuhan dan perkembangan, yang memuat kelompok

intervensi yang memulihkan fungsi pertumbuhan dan

perkembangan.

3. Perilaku

Ditujukan untuk mendukung perubahan perilaku pola hidup sehat,

yang terdiri dari :

a. Kebersihan diri, yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan perilaku sehat dan merawat diri.

b. Penyuluhan dan pembelajaran, yang memuat sekelompok

intervensi yang meningkatkan pengetahuan dan perubahan

perilaku sehat.

4. Relasional

Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung

hubungan interpersonal atau interaksi social yang terdiri atas:

Interaksi social, yang memuat kelompok intervensi yang

memulihkan hubungan antar individu dengan individu lain

5. Lingkungan

Ditujukan untuk mendukung keamanan lingkungan dan

menurunkan resiko gangguan kesehatan yang terdiri dari :


Keamanan dan proteksi, yang memuat kelompok intervensi yang

meningkatkan keamanan dan menurunkan resiko cedera akibat

ancaman dari lingkungan baik internal maupun eksternal.

c. Tujuan perencanaan

Tujuan rencana keperawatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan

administrative dan tujuan klinik(Carpenito, 2000)

1. Tujuan administrative

a) Untuk mengidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau

kelompok.

b) Untuk membedakan tanggung jawab perawat dan profesi

kesehatan yang lain.

c) Untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan

evaluasi keperawatan.

d) Untuk menyediakan klriteria klasifikasi klien.

2. Tujuan klinik

a) Menyediakan suatu pedoman penulisan.

b) Mengkomunikasikan dengan staf perawat, apa yang diajarkan,

apa yang di observasi dan apa yang dilaksnakan

c) Menyediakan criteria hasil sebagai pengulangan dan evaluasi

keperawatan
d) Rencana tindakan yang spesifik secara langsung bagi individu,

keluarga dan tenaga kesehatan lainnya dalam melakukan

tindakan.

d. Langkah-langkah Perencanaan

Langkah dalam rencana asuhan keperawatan adalah : menentukan

proritas, menetapkan tujuan, menentukan kriteria hasil,

1) Menentukan prioritas

Dalam menentukan perencanaan perlu disusun suatu sistem untuk

menentukan diagnosa yang akan diambil pertama kali. Salah satu

sistem yang bisa digunakan adalah hirarki “kebutuhan

manusia”(Lyer et al., 1996)

Dengan mengidentifikasi prioritas kelompok diagnosa

keperawatan dan masalah kolaburatif, perawat dapat

memprioritaskan peralatan yang diperlukan. Perbedaan antara

prioritas diagnosa dan diagnosa yang penting menurut

Capernito(2000) adalah :

a. Prioritas diagnosa adalah diagnosa keperawatan atau maslah

keperawatan, jiak tidak diatasi saat ini, akan berdampak buruk

terhadap keadaan fungsi dan status kesehatan.

b. Diagnosa yang terpenting adalah diagnosa keperawatan atau

masalah kolaburatif dimana intervensi dapat ditunda utnuk


beberapa saat tanpa bedampak terhadap status fungsi

kesehatan.

Beberapa hirarki yang bisa digunakan untuk menentukan

prioritas perencanaan adalah :

1) HirarkiMaslow

Maslow(1943) menjelaskan kebuthan manusia dibagi

menjadi lima tahapan yaitu :

a. Fisiologis

b. Rasa aman dan nyaman

c. Sosial

d. Harga diri

e. Aktualisasi diri.

Kebutuhan fisiologis biasanya menjadi prioritas utama

bagi klien dibanding kebutuhan yang lain.

1. Hirarki Kalish

Kalish(1983) lebih jauh menjelaskan kebutuhan maslow dengan

berbagai macam perkembangan, yaitu :

a. Kebutuhan bertahan hidup : makanan, udara, air, suhu,

istirahat, eliminasi, penghindaran nyeri.

b. Kebutuhan stimuli : seks, aktivitas, eksplorasi, manipulasi,

kesenangan baru.
c. Kebutuhan keamanan : keselamatan, keamanan, kedekatan.

d. Mencintai, memiliki, kedekatan

e. Penghargaan, harga diri.

f. Aktualisasi diri.

Menetapkan tujuan

2) Tujuan perawatan

merupakan pedoman yang luas/umum dimana pasien diharapkan

mengalami kemajuan dalam berespon terhadap tindakan.

Tujuan dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Tujuan jangka panjang

Tujuan jangka panjang adalah tujuan yang mengidentifikasi

arah keseluruhan atau hasil akhir perawatan. Tujuan ini tidak

tercapai sebelum pemulangan. Tujuan jangka panjang

memerlukan perhatian yang terus menerus dari pasien dan/atau

orang lain.

Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu yang lama,

biasanya lebih dari satu minggu atau satu bulan. Kriteria hasil

dalam tujuan jangka panjang ditujukan pada unsur

“problem/masalah” dalam diagnosa keperawatan.Misalnya :

pasien mampu mempertahankan kontrol kadar gula darah satu


kali dalam satu minggu selama dua bulan pertama pasca

perawatan di rumah sakit.

b. Tujuan jangka pendek

Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang harus dicapai

sebelum pemulangan. Misalnya : rasa nyeri pasien

berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan perawatan selama

2×24 jam.

tujuan yang diharapkan bisa dicapai dalam waktu yang singkat,

biasanya kurang dari satu minggu.

Tujuan jangka pendek ditujukan pada unsurE/S(etiologi, tanda

dan gejala) dalam diagnosa keperawatan aktual/resiko.

c. Menentukan kriteria hasil

Tujuan kilen dan tujuan keperawatan adalah standar atau ukuran

yang digunakan untuk mengevaluasi kemajuan klien atau

ketrampilan perawat. Menurut Alfaro(1994), tujuan klien

merupakan pernyataan yang menjelaskan suatu perilaku klien,

keluarga, atau kelompok yang dapat diukur setelah intervensi

keperawatan diberikan. Tujuan keperawatan adalah pernyataan

yang menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan

kemampuan dan kewenangan perawat. Kriteria hasil untuk

diagnosa keperawatan mewakili status kesehatan klien yagn

dapat dicapai atau dipertahankan melalui rencana tindakan yang


mandiri, sehingga dapat membedakan antara diagnosa

keperawatan dan masalah kolaburatif. Menurut Gordon(1994),

komponen kriteria hasil yang penting dalam kriteria hasil adalah

apakah intervensi keperawatan dapat dicapai.

Pedoman penulisan kriteria hasil :

a) Berfokus pada klien

Kriteria hail ditujukan pada klien yag harus menunjukan apa

yang akan dilakukan lien, kapan, dan sejauh mana tindakan

akan bisa dilaksanakan

S : Spesifik(tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti

ganda)

M : Measurable(harus dapat diukur, dilihat, didengar, diraba,

dirasakan dan dibau)

A : Tujuan harus dapat dicapai (Achievable)

R : tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

(Reasonable)

T : time(batasan waktu/tujuan keperawatan)

c) Singkat dan jelas.

Menggunakan kata-kata yang singkat dan jelas sehingga akan

memudahkan perawat untuk mengidentifikasikan tujuan dan

rencana tindakan.

c. Dapat diobservasi dan diukur utnuk menentukan


keberhasilan atau kegagalan. Tujuan yang dapat diobservasi

dan diukur meliputi pertanyaan “apa”dan “ sejauh

mana”.contoh kata kerja yang bisa diukur meliputi ;

menyatkan, melaksanakan, mengidentifikasi, adanya

penurunan dalam……., adanya peningkatan pada……., tidak

adanya……. Contoh kata kerja yang tidak dapat diukur melalui

penglihatan dan suara adalah : menerima, mengetahui,

menghargai dan memahami.

d) Ada batas waktunya.

e) Realistik.

Kriteria hasil harus dapat dicapai sesuai dengan sarana dan

prasarana yang tersedia, meliputi : biaya, peralatan, fasilitas,

tingkat pengetahuan, affek emosi dan kondisi fisik. Jumlah staf

perawat harus menjadi satu pertimbangan dalam penyusunan

tujuan dan kriteria hasil.

f) Ditentukan oleh perawat dan klien.

setelah menentukan diagnosa keperawatan yang ditentukan,

perlu dilakukan diskusi antara perawat dan klien untuk

menentukan kriteria hasil dan rencana tindakan utnuk

memvalidasi.

Penulisan kriteria hasil mencakup semua respon manusia,

meliputi : kornitif(pengetahuan), afektif(emosi dan perasaan),


psikomotor dan perubahan fungsi tubuh(keadaan umum dan

fungsi tubuh serta gejala)

d. Menentukan rencana tindakan

Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk

membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana

mendefinisikan suatu aktifitas yang diperlukan untuk

membatasi faktor-faktor pendukung terhadap suatu

permasalahan.

Bulecheck & McCloskey (1989) menyatakan bahwa intervensi

keperawatan adalah suatu tindakan langsung kepada klien yang

dilaksanakan oleh perawat. Tindakan tersebut meliputi tindakan

independen keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan,

tindakan medis berdasarkan diagnosa medis dan membantu

pemenuhan kebutuhan dasar fungsi kesehatan kepada klien

yang tidak dapat melakukannya.

1) Diagnosa keperawatan aktual, intervensi ditujukan untuk

a. Mengurangi atau membatasi faktor penyebab dan

masalah.

b. Meningkatkan status kesehatan klien.

c. Memonitor status kesehatan.

2) Diagnosa keperawatan risiko tinggi, intervensi ditujukan

untuk :
a. Mengurangi dan membatasi faktor resiko

b. Mencegah maslah yang akan timbul

c. Memonitor terjadinya masalah.

3) Diagnosa keperawatan kemungkinan, intervensi ditujukan

pada:

a. Pengkajian aktifitas untuk menyusun diagnosa

keperawatan dam masalah kolaburasi.

b. Memonitor aktifitas untuk mengevaluasi status fisiologi

tertentu.

c. Rencana tindakan keperawatan.

d. Tindakan medis, berhubungan dengan respon dari

tindakan medis.

e. Aktifitas fungsi kesehatan sehari-hari yang mungkin tidak

berpengaruh terhadap diagnosa keperawatan atau medis

tetapi telah dilakukan oleh perawat kepada klien yang

tidak dapat melaksanakan kebutuhannya.

f. Aktifitas untuk mengevaluasi dampak dan tindakan

keperawatan dan medis

4) Diagnosa keperawatan kolaburatif, intervensi ditujukan pada :


a. Memonitor perubahan status kesehatan.

b. Mengelola perubahan status kesehatan terhadap intervensi

keperawatan dan medis.

c. Mengevaluasi respon.

e. Komponen rencana tindakan keperawatan

Komponen tesebut dibawah ini harus diperhatikan untuk

menghindari kerancuan dalam rencana tindakan. Komponen

tersebut adalah :

a) waktu.

Semua rencana keperawatan harus diberi waktu untuk

mengidentifikasikan tanggal dilaksanakan, misalnya :

pertahankan tungkai kanan tetap dalam posisi istirahat

selama 24 jam

b) Menggunakan kata kerja

Semua rencana tindakan keperawatan secara jelas

menjabarkan setiap kegiatan, misalnya : lakukan kompres

dingin selama 20 menit.

c) Fokus pada pertanyaan


d) Spesifik pada pertanyaan “who, what, where, when, which,

and how..” : siapa, apa, dimana, kapan, yang mana, dan

bagaimana.

Karakteristik rencana tindakan keperawatan :

a. Konsisten dengan rencana tindakan.

b. Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah(rasional)

c. Berdasarkan situasi individu klien.

d. Digunakan untuk menciptakan suatu situasi yang aman dan terapeutik.

e. Menciptakan suatu situasi pengajaran.

f. Menggunakan saran yang sesuai(ANA, 1973)

6. Perencanaan Pulang

Perawat juga harus mempertimbangkan kebutuhan yang akan

datang bagi pasien, khususnya pemulangan dari fasilitas perawatan

kesehatan. Perencanaan pulang/discharge planning

dimulai/direncanakan disaat pasien memasuki tatanan perawatan

kesehatan. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan

kesinambungan perawatan dan untuk menentukan tempat

pemulangan yang diantisipasi, misalnya rumah atau fasilitas

keperawatan yang terlatih.

Perawat bertanggung jawab untuk :


a. merencanakan kesinambungan perawatan antara personal

keperawatan antara pelayanan dalam tatanan keperawatan

dan antara tatanan keperawatan dan komunitas.

b. Memulai rujukan ke pelayanan komunitas lainnya dan

memberikan arahan yang diperlukan bagi pasien/keluarga

yang sedang belajar utnuk mempercepat penyembuhan dan

meningkatkan keadaan sehat.

7. Dokumentasi

Dokumentasi rencana tindakan keperawatan merupakan penulisan

encana tindakan keperawatan dalam suatu bentuk yang bervariasi

guna mempromosikan perawatan yang meliputi : perawatan

individu, perawatan yang kontinyu, komunikasi, dan

evaluasi(Bower, 1982)

Karakteristik dokumentasi rencana keperawatan adalah :

a. Ditulis oleh perawat

Rencana tindakan keperawatan disusun dan ditulis oleh

perawat profesional yang mempunyai dasar pendidikan yang

memadai.

b. Dilaksanakan setelah kontak pertama kali dengan pasien.

Setelah kontak pertama kali dengan pasien/pengkajian

merupakan waktu yang tepat dilakukan dokumentasi diagnosa

aktual atau resiko, kriteria hasil dan rencana tindakan.


c. Diletakkan di tempat yang strategis(mudah didapatkan).

Bisa diletakkan dicatatan medis klien, di tempat tidur atau di

kantor perawat. Hal ini darus dilakukan karena rencana

tindakan ini disediakan untuk semua tenaga kesehatan yagn

ada.

d. Informasi yang baru.

Semua komponen rencana tindakan harus selalu diperbaharui.

Hal ini ditujukan agar waktu perawat bisa dipergunakan secara

efektif.

4) Implementasi Tindakan Keperawatan

Tahap – Tahap Implementasi

a. Tahap I: Persiapan merupakan tahap awal tindakan keperawatan ini

menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan

dalam tindakan. Meliputi : Review tindakan keperawatan yang

diidentifikasi pada tahap perencanaan, menganalisa pengetahuan dan

ketrampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari

tindakan keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan

mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan

lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan, dan

mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensi

tindakan.
b. Tahap II: Intervensi merupakan tahap yang berfokus pada pelaksanaan

tindakan perawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari

perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.

Pendekatan ini meliputi: Independen adalah suatu kegiatan yang

dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter

atau tenaga kesehatan lainnya. Tipe tindakan independen keperawatan

dapat dikatagorikan menjadi 4, yaitu tindakan diagnostik, tindakan

terapeutik, tindakan edukatif, dan tindakan merujuk, interdependen

menjelaskan suatu kegiatan yang memelukan suatu kerjasama dengan

tenaga kesehatan lainnya,misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi

dan dokter, dan dependen ini berhubungan dengan pelaksanaan

rencana tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara

dimana tindakan medis dilaksanakan.

c. Tahap III: Dokumentasi merupakan pelaksanaan tindakan keperawatan

harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu

kejadian dalam proses keperawatan.

5) Evaluasi

Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam

Wardani, 2013)

S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif

oleh      keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.


O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat

menggunakan   pengamatan yang objektif.

A:  Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P:   Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data

sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi

untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.

(Nurhayati, 2011)

6) Hasil penelitian tentang penatalaksanaan evidence based practice


7) Aspek, legal dan etis terkait kasus

Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan,

yaitu:

a. Advokasi perawat terhadap pasien

Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam menjalankan

praktek keperawaatan dan asuhan keperawatannya. Perawat

seharusnya memberikan penjelasan lebih rinci dan mendukung

pasien agar dapat berkonsultasi kepada tim dokter.


Advoaksi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Tn.B,

dapat berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi

yang dialami Tn.B, melakukan konsultasi dengan tim medis

berkaitan dengan masalah tersebut. Bentuk-bentuk advokasi inilah

yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis akan

bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik.

Bentuk adokasi lainnya adalah perawat ruangan dapat membuat tim

keperawatan dan medis dan dapat menberikan informasi dan

komunikasi yang baik pada pasien.

b. Berkaitan hak-hak pasien

Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak

yang harus diperhatikan oleh perawata dalam praktek

keperawatan, diantarannya yang berhubungan dengan kasus Tn.B.

Pasien berhak mendapatkan informasi yang lengkap jelas, pasien

berhak memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis

dan perawat yang mengelolannya, pasien juga berhak untuk

memilih dan menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa

dirinya tidak berkenan.

c. Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI)

1) Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas.

Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan

langsung kepada individu, keluarga dan masyarakat,


perawat berkewajiban untuk melaksanakan kode etik

profesinya dan menjalankan semua kewajiban yang didasari oleh

nilai-nilai moral yang telah diatur dalam profesinya. Perawat

berkewajiban memberikan informasi, komunikasi kepada

pasien, memberikan peran perlindungan kepada pasien,

perawat wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk

dapat menentukan pilihan dan memberikan alternative

penyelesaian atas kondisi dan keinginan pasien dalam arti

bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi

pasien. Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat

senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien

dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam

melaksanakan tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan

dengan baik maka dapat memberikan kesempatan kepada Tn.B

dan keluarga dapat berfikir rasional dan logic atas kondisi

yang menimpannya.

2) Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter)

Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa

menjaga hubungan baik antar sesame perawat, pasien dan

tenaga kesehatan lain dengan tujuan keserasian suasana dan

ligkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan

kesehatan secara menyeluruh.


Pada kasus Tn.B terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat

tidak mampu mengambil suatu keputusan yang terbaik dari

intruksi yang telah disampaikan oleh dokter seharusnya

perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim

medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan

masalah-masalah yang terggambar pada kasus Tn.B. tim inilah

yang merupakan kelompok yang baik sebagai tempat untuk

menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun akan memberikan

alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak

dari tindakan dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga

terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis, keperawatan, dan

tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Tn.B. Hubungan

yang baik harus diciptakan sehingga pada setiap interaksi

dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi dan

menyeluruh sehingga informasi yang diberikan kepada pasien

dapat sama dan saling menunjang.

d. Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.

Secara teori dikatakan bahwa nilai-nilai professional perawat harus

selalu dijalankan pada setiap berhubungan dan melaksanakan

praktek keperawatan, nilai-nilai professional yang dimaksud yaitu

Aesthetics, altruism, equality, freedom, human dignity, justice dan

truth. Disamping itu nilai kebebasan dalam menentukan sikap


terhadap tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis

seharusnya perawat menggunakan kapasitasnya secara

independent, confidence, serta menghargai hak pasien. Nilai yang

lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy,

respect full, yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus

Tn.B penting dalam melindungi hak individu, memperlakukan

pasien sesuai keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting

juga berkata jujur sesuai kebenaran, walaupun kadang-kandang

kebenaran itu akan memberikan dampak yang tidak selalu baik, tetapi

dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat kondisi,

dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan

kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik,

apapun keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik

yang telah dilaksanakan.

8) Rencana Pendidikan kesehatan dan rencana pemulangan pasien

a. Aktivitas fisik, khususnya latihan yang meningkatkan kekuatan dan

keseimbangan tungkai bawah, dapat membantu agar pasien tidak

mudah jatuh. Apabila timbul masalah spastisitas (kekakuan) otot

setelah stroke, hal tersebut dapat dikurangi dengan memanaskan atau

mendinginkan atau dengan latihan perenggangan (ROM) pasif dan

aktif pada rentan gerakan yang biasanya dilakukakan oleh otot atau

sendi yang terkena (Gordon, 2000, p.28).


b. Perawat memeriksa ulang instruksi pemulangan dokter, melakukan

intruksi pengambilan obat-obatan dan menjelaskan tentang bagaimana

pemberian obat dengan prinsip pemberian yang benar, memberikan

materi mengenai perubahan lingkungan rumah yang baik bagi pasien

stroke, khususnya untuk mencegah jatuh dan menanyakan kebutuhan

akan alat-alat medis yang khusus (kursi roda) berkaitan dengan

perawatan pasien.

c. Perawat memberikan informasi terkait dukungan keluarga seperti

membantu pasien stroke untuk melakukan kegiatan sehari-hari pasca

stroke. Menurut penulis pasien stroke sangat membutuhkan perhatian

dan bantuan yang berasal dari orang-orang terdekatnya (keluarga) baik

saat di rawat di ruang rawat maupun saat telah pulang ke rumah.

9) Kasus

Seorang laki-laki berusia 83 tahun Pasien datang dari UGD ke rawat inap

3 menggunakan brankar dengan keluhan sakit kepala dan pusing saat buka

mata. Pasien mengatakan kaki KIRI sulit untuk digerakkan. Pasien tampak

lemah dan gelisah. Gerakan pasien tampak terbatas pada ekstremitas dan

sendi kaki kaku. Pasien mengatakan sulit tidur tiap malam karena suasana

rumah sakit. keluarga mengatakan pasien tidur bisa tidur selama dirumah

sakit tapi siang tidur. Pasien tampak kantung mata dan mata merah. Pasien
mengatakan rambutnya gatal. Mual dan ingin muntah. Pasien tampak

tidak dapat melakukan aktivitas sendiri. Hasil pemeriksaan fisik : TD =

160/100, N=70, S= 36,8 dan RR= 20. Kekuatan otot extremitas 4545.

Dokter menyarankan untuk MRI


Asuhan Keperawatan

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


A. PENGKAJIAN

Pengkajian tgl : 21 September 2020 Jam : 13.00


Tanggal MRS : 20 September 2020 NO. RM : 1478
Ruang/Kelas : 308 A/II Dx. Masuk : Stroke Non Hemoragik
Dokter yang merawat : dr. Devi Sp.Sh
Identitas

Nama : Tn.B
TTL : Cirebon, 15-03-1936
Jenis Kelamin
Umur : 83 tahun
Keluhan utama :
Riwayat Sakit dan Kesehatan

- Data Subjektif : Pasien Mengatakan sakit kepala dan pusing


- Data Objektif : Pasien tampak sulit bergerak

Riwayat penyakit saat ini :


Pasien datang dari UGD ke rawat inap 3 menggunakan brankar dengan keluhan sakit kepala dan pusing saat buka
mata. Pasien mengatakan kaki KIRI sulit untuk digerakkan. Pasien tampak lemah dan gelisah. Gerakan pasien
tampak terbatas pada ekstremitas dan sendi kaki kaku. Pasien mengatakan sulit tidur tiap malam karena suasana
rumah sakit. keluarga mengatakan pasien tidur bisa tidur selama dirumah sakit tapi siang tidur. Pasien tampak
kantung mata dan mata merah. Pasien mengatakan rambutnya gatal. Mual dan ingin muntah. Pasien tampak tidak
dapat melakukan aktivitas sendiri. Hasil pemeriksaan fisik : TD = 160/100, N=70, S= 36,8 dan RR= 20. Kekuatan
otot extremitas 4545. Dokter
Pemeriksaan Fisik menyarankan untuk MRI
Keadaan Umum:  baik  sedang  lemah Kesadaran:
Tanda vital TD: 160/100 mmHg Nadi: 70 x/mnt Suhu : 36,8 ºC RR: 20 x/mnt
Pola nafas irama:  Teratur  Tidak teratur
Pernafasan

Jenis  Dispnoe  Kusmaul  Ceyne Stokes Lain-lain:


Suara nafas:  verikuler  Stridor  Wheezing  Ronchi Lain-lain:
Sesak nafas  Ya  Tidak Batuk  Ya  Tidak
Masalah: Resiko perfusi jaringan cerebral

Irama jantung:  Reguler  Ireguler S1/S2 tunggal  Ya Tidak


Nyeri dada:  Ya  Tidak
Kardiovaskuler

Bunyi jantung: Normal  Murmur  Gallop lain-lain


CRT: < 3 dt > 3 dt
Akral:  Hangat  Panas  Dingin kering  Dingin basah
Masalah: Tidak ada masalah

GCS Eye: 3 Verbal: 5 Motorik: 3 Total:


Refleks fisiologis:  patella  triceps  biceps lain-lain:
Persyarafan

Refleks patologis: babinsky  budzinsky  kernig lain-lain:


Lain-lain:
Istirahat / tidur: 4 jam/hari Gangguan tidur:
Masalah: Gangguan Pola Tidur

Penglihatan (mata)
Pupil :  Isokor  Anisokor  Lain-lain:
Sclera/Konjungtiva :  Anemis  Ikterus  Lain-lain: normal
Lain-lain :
Penginderaan

Pendengaran/Telinga :
Gangguan pendengaran :  Ya  Tidak Jelaskan:
Lain-lain :
Penciuman (Hidung)
Bentuk : Normal  Tidak Jelaskan:
Gangguan Penciuman :  Ya  Tidak Jelaskan:
Lain-lain
Masalah: Tidak ada masalah

Kebersihan:  Bersih  Kotor


Urin: Jumlah: 500 cc/hr Warna: gelap seperti teh Bau:
Alat bantu (kateter, dan lain-lain): tidak ada
Perkemihan

Kandung kencing: Membesar  Ya  Tidak


Nyeri tekan  Ya  Tidak
Gangguan:  Anuria  Oliguri  Retensi
 Nokturia  Inkontinensia  Lain-lain:
Masalah: Gangguan Eliminasi Urin

Nafsu makan:  Baik  Menurun Frekuensi: 1 x/hari


Porsi makan:  Habis  Tidak Ket: mual dan muntah
Diet :
Minum : 2000 cc/hari Jenis: air putih
Mulut dan Tenggorokan
Mulut:  Bersih  Kotor  Berbau
Mukosa  Lembab  Kering  Stomatitis
Tenggorokan  Nyeri telan  Kesulitan menelan
Pencernaan

 Pembesaran tonsil  Lain-lain:

Abdomen  Tegang  Kembung  Ascites  Nyeri tekan, lokasi:


Peristaltik 30 x/mnt
Pembesaran hepar  Ya  Tidak
Pembesaran lien  Ya  Tidak
Buang air besar 2 x/hari Teratur:  Ya  Tidak
Konsistensi Bau: Warna:
Lain-lain:

Masalah: Disfungsi motilitas gastrointestinal


Kemampuan pergerakan sendi:  Bebas Terbatas

Kekuatan otot:
Tangan kanan Tangan kiri
5 4
Kaki kanan Kaki kiri
Muskuloskeletal/ Integumen

5 4

Kulit
Warna kulit:  Ikterus  Sianotik  Kemerahan  Pucat  Hiperpigmentasi
Turgor:  Baik  Sedang  Jelek
Odema: Ada  Tidak ada Lokasi
Luka  Ada  Tidak ada Lokasi
Tanda infeksi luka  Ada  Tidak ada Yang ditemukan :
kalor/dolor/tumor/Nyeri/Fungsiolesa
Lain-lain :

Masalah: Intoleransi aktifitas

Pembesaran Tyroid  Ya  Tidak


Endokrin

Hiperglikemia  Ya  Tidak Hipoglikemia  Ya  Tidak


Luka gangren  Ya  Tidak Pus  Ya  Tidak
Masalah: Tidak ada masalah

Mandi : 1x sehari Sikat gigi : 1x sehari


HigienePersonal

Keramas : Tidak Memotong kuku: Tidak


Ganti pakaian : 2x sehari

Masalah: Defisit perawatan diri


Orang yang paling dekat: Keluarga
Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar:
Psiko-sosio-spiritual

Kegiatan ibadah:
Lain-lain :

Masalah: Tidak ada masalah


Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi

Hematologi

Darah Rutin

Hemoglobin 12,2 12-15 gr/dl

Leukosit 19020 4000-11000 Sel/uL

Eritrosit 4,3 4,5-6,5

Hematokrit 36 32-45%

Trombosit 399 150-450

Kimia Darah

SGOT 24 9-41 U/L

SGPT 12 9-38 U/L

Glukosa sewaktu 126 <180 mg/dl

Urea 61 10-50 mg/dl 1. Kadar urea tinggi


menandakan
bahwa ginjal
tidak berfungsi
dengan baik
2. Ureum bersifat
racun dan perlu
segera
dikeluarkan dari
tubuh melalui
ginjal. Kondisi
ketika kadar
ureum dalam
Pemeriksaan penunjang

darah terlalu
tinggi (> 50
mg/dl) disebut
uremia
3. Dapat
menyebabkan
cepat lelah, mual,
muntah dan
pusing.
Creatinin 2,52 <1,3 mg/dl 1. Ginjal tidak
berfungsi dengan
baik
2. Dapat
Radiologi/USG, dll
Nama obat Dosis Golongan Tujuan

Cefotaxime 3x1 gr Antibiotic Membunuh bakteri penyebab


infeksi

Keterolac 1 amp extra Antiinflamasi nonsteroid Meredakan nyeri dan peradangan


(OAINS)

Ranitidine 1 amp extra Antagonis H2 Menurukan produksi asam


lambung

Ondancentron 2x 1 amp Antiemik Meredakan mual muntah

Levofloxaxin 1x500 mg Antibiotik Membunuh bakteri penyebab


infeksi

Amlodipin 1x10 mg Calcium Channel Blockers Antihipertensi


(CCB)
Terapi:

Candesartan 1x8 mg Angiotensin Receptor Menurunkan tekanan darah


Blocker (ARB)

Bicnat (natrium 3x500 mg Antasida Meredakan sakit maag dan


bicarbonate) gangguan pencernaan

Voltadex 2x50 mg Antiperadangan nonsteroid Meredakan rasa sakit dan


peradangan

ANALISA DATA
No. Data Problem Etiologi
1 DS : Resiko perfusi jaringan Hipertensi
Pasien mengatakan sakit cerebral
kepala dan pusing saat buka
mata

DO : TD = 160/100

2 DS :
Pasien mengatakan kaki kiri Gangguan mobilitas fisik Penurunan
sulit untuk digerakkan kekuatan otot

DO :
- Pasien tampak
lemah dan
gelisah
- Gerakan pasien
tampak terbatas
pada ekstremitas
dan sendi kaku
- Kekuatan otot
ekstremitas 4545

3 DS :
Pasien mengatakan sulit tidur Gagguan pola tidur Hambatan
tiap malam karna suasana lingkungan
rumah sakit

DO :
Pasien tampak kantung mata
dan mata merah

4 DO : Gangguan eliminasi urin Stroke


Urin = 500 cc/hari
Creatinin = 2,52 mg/dl

5 DS : Disfungsi motilitas Imobilisasi


Pasien mengatakan mual gastrointestinal

DO :
muntah

6 DS : Defisit perawatan diri Kelemahan


Pasien mengatakan
rambutnya gatal

DO :
Pasien tidak mampu mandi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perfusi jaringan cerebral b/ hipertensi
2. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan otot
3. Gangguan pola tidur b/d hambatan lingkungan
4. Gangguan eliminasi urin b/d stroke
5. Disfungsi motilitas gastrointestinal b/d imobilisasi
6. Defisit perawatan diri b/ kelemahan

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama pasien : Tn.B Nama Mahasiswa : Listia Rahman Mayhesti
Ruang : 308 A/II NPM : 201030200011
No.M.R. : 1478

NTanggal dan Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


jam Keperawatan Kriteria Hasil
(PES)

1 21-09-2020 Resiko Setelah dilakukan Obsevasi : 1. Memudah


perfusi intervensi 1. Manajemen penyebab kan
jaringan keperawatan selama tekanan intrakanial (tensi) perawat
cerebral b/d 2x24 jam maka 2. Tanda dan gejala TIK untuk
hipertensi perfusi cerebral 3. Status pernafasan melakukan
dengan criteria 4. Balance cairan intervensi
hasil : selanjutny
- Tingkat Terapeutik : a
kesadaran 1. Lingkungan yang 2. Karena
meningkat tenang penimbu
- Kognitif 2. Posisi semi fowler nan
meningkat 3. Hindari valsava lemak/ko
- Tekanan maneuver (pasien lesterl
intracranial tidak boleh batuk) dalam
menurun 4. Cegah kejang darah
- Sakit kepala 5. Pertahankan suhu 3. Untuk
menurun tubuh mencega
- Gelisah menurun h
- Nilai rata rata peningkat
tekanan darah Edukasi : an
membaik 1. Pemberian tekanan
- Tekanan darah antikonvulsan (anti darah
sistolik membaik kejang) 4. Amlodipi
- Tekanan darah 2. Pelunak tinja ne
diastolic sebagai
membaik penurun
tekanan
darah
secara
farmakol
ogis

Gangguan Observasi : 1. Kekuata


mobilitas fisik Setelah 1. Identifikasi adanya n otot
b/d
dilakukan nyeri atau keluhan pasien
ppenurunan
kekuatan otot
tindakan fisik lainnya meningk
selama 2x24 2. Identifikasi toleransi at
jam maka fisikmelakukan 2. Pasien
mobilitas fisik ambulasi dapat
dengan 3. Monitor frekuensi bergerak
criteria hail : jantung dan tekanan dengan
1. Pergerakan darah sebelum mudah
ekstremitas dilakukan ambulasi
meningkat 4. Monitor kondisi
2. Kekuatan otot umum selama
meningkat ambulasi
3. Rentang gerak
(ROM) Terapeutik :
meningkat 1. Fasilitasi aktivitas
4. Nyeri ambulasi dengan
menurun alat bantu
5. Kekauan sendi 2. Fasilitasi melakukan
menurun mobilisasi
6. Kecemasan 3. Libatkan keluarga
menurun untuk membantu
7. Gerakan tidak pasien
terkoordinasi
menurun Edukasi :
8. Geakan 1. Jelaskan tujuan dan
terbatas prosedur ambulasi
menurun 2. Anjurkan melakukan
9. Kelemahan ambulasi dini
fisik menurun 3. Ajarkan ambulasi
sederhana

Observasi :
1. Identifikasi factor 1. Untuk
Gangguan pola
tidur b/d Setelah pengganggu tidur meningkat
hambatan dilakukan 2. Identifikasi pola kan
lingkungan tindakan aktivitas tidur kenyaman
keperawatan 3. Identifikasi makanan an pasien
selama 2x24 dan minuman yang dalam
jam maka mengganggu tidur beristiraha
gangguan pola 4. Identifikasi obat t
tidur membaik tidur yang di 2. Agar
dengan konsumsi pasien
criteria hasil : tidak
1. Keluhan Terapeutik : mengeluh
sulit tidur 1. Modifikasi susah tidur
menurun lingkungan 3. Agar
2. Keluhan (misalnya ; kondisi
sering pencahayaan, pasien
terjaga kebisingan, suhu, cepat
meningkat matras dan tempat pulih jika
3. Keluhan tidur) beristiraha
tidak puas 2. Batasi waktu tidur t
tidur siang
menurun 3. Fasilitas
4. Keluhan menghilangkan
pola tidur stress sebelum tidur
berubah 4. Terapi jadwal tidur
meningkat 5. Lakukan prosedur
5. Keluhan untuk meningkatkan
istirahat kenyamanan
tidak 6. Sesuaikan jadwal
cukup pemberian obat
menurun
Edukasi :
1. Ajarkan relaksasi
otot autogenic atau
cara nonfarmakologi
lainnya.
2. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
3. Anjurkan menepati
kebiasaan tidur
4. Anjurkan
menghindari
makanan/minuman
yang mengganggu
tidur
5. Anjurkan
penggunaaan obat
tidur yang tidak
mengandung
supressor

Observasi :
1. Identifikasi tanda
Gangguan Eliminasi
dan gejala retensi 1.Pasien
Setelah dilakukan atau inkontinensia dapat
tindakan keperawatan urine berkemih
selama 2x24 jam maka 2. Identifikasi factor dengan
eliminasi urin yang menyebabkan baik
membaik dengan retensi atau 2.Jumlah
criteria hasil : inkontinensia urine urin
1. Sensai 3. Monitor eliminasi meningkat
berkemih urine 3.Kadar
meningkat urea dan
2. Desakan Terapeutik : creatinin
berkemih 1. Catat waktu-waktu kembail
menurun dan haluaran normal
3. Distensi berkemih
kandung 2. Batasi asupan cairan
kemih
menurun Edukasi :
4. Berkemih 1. Ajarkan tanda dan
tidak tuntas gejala infeksi
menurun saluran kemih
5. Volume 2. Ajarkan mengukur
resude urin asupan cairan
menurun 3. Ajarkan mengambil
6. Urin menetes specimen urin
menurun midstream
7. Nokturia 4. Ajarkan mengenail
menurun tanda berkemih dan
8. Mengompol waktu yang tepat
menurun untuk berkemih
9. Enuresis 5. Ajarkan terapi
menuurun modalitas penguatan
10. Disuria otot panggul
menurun 6. Anjurkan minum
11. Anuria yang cukup
menurun 7. Anjurkan
12. Frekuensi mengurangi minum
BAK menjelang tidur
membaik Kolaborasi :
13. Karakteristik Kolaborasi pemberian
urin membaik obat supositoria uretra

1. Agar
O: kebutuha
Disfungsi 1. Identifikasi status n nutrisi
motilitas Setelah dilakukan nutrisi pasien
gastrointestina tindakan keperawatan 2. Identifikasi alergi dapat
l b/d selama 2x24 jam maka dan intoleransi terpenuhi
imobilisasi moblitas makanan 2. Agar
gastrointestinal 3. Identifikasi makanan pasien
membaik dengan yang disukai tidak
criteria hasil : 4. Identifikasi merasaka
1. Mual menurun kebutuhan kalori n lemas
2. Muntah dan nutrient dan
menurun 5. Monitor asupan lemah
makanan jika
6. Monitor berat badan kebutuha
7. Monitor hasil n nutrisi
pemeriksaan terpenuhi
laboratorium

T;
1. Lakukan oral
hygiene sebelum
makan
2. Fasilitas
menentukan
pedoman diet
3. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan

E:
1. Anjurkan posisi
duduk jika mampu
2. Ajarkan diet yang di
programkan

K:
1. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan kalori
dan jenis nutrient
yang di butuhkan

O: 1. Agar
1. Identifikasi pasien
kebersihan tubuh tidak
Defisit
perawatan diri Setelah dilakukan (rambut) mengeluh
b/d kelemahan tindakan keperawatan 2. Identifikasi usia dan lagi
selama 2x24 jam maka budaya dalam mengenai
perawatan diri membantu rambutnya
meningkat dengan kebersihan diri yang gatal
criteria hasil : 3. Identifikasi jenis 2. Agar
1. Kemampuan bantuan yang pasien
mandi dibutuhkan lebih
meningkat 4. Monitor integritas nyaman
2. Kemampuan kulit jika
mengenakan tubuhnya
pakaian T; bersih
meningkat 1. Sediakan peralatan 3. Untuk
3. Kemampuan mandi melatih
makan 2. Sediakan lingkungan pasien
meningkat yang aman dan dalam
4. Kemampuan nyaman melakukan
ke toilet 3. Fasilitas menggosok perawatan
meningkat gigi diri secara
5. Verbalisasi 4. Fasilitas mandi mandiri
keinginan 5. Pertahankan
meningkat kebiasaan
melakukan kebersihan diri
perawatan diri 6. Berikan bantuan
meningkat sesuai dengan
6. Minat tingkat kemandirian
melakukan
perawatan diri E :
meningkat 1. Ajarkan keluarga
7. Mempertahan cara memandikan
kan pasien
keperawatan 2. Jelaskan manfaat
diri meningkat mandi dan dampak
tidak mandi
terhadap kesehatan.

D. CATATAN PERAWATAN
Nama Klien : Tn.B
Diagnosis Medis : Stroke Non Hemoragik
Ruang Rawat : 308 A/II
Tgl/ No. Implementasi Tanda
jam DK Tangan

21-09- 1 Obsevasi :
2020 Manajemen penyebab tekanan intrakanial (tensi)

Terapeutik :
Posisi semi fowler

Kolaborasi :
Pemberian antikonvulsan (anti kejang)

2 Observasi :
Identifikasi adnya nyeri atau keluhan fisik lain

Terapeutik :
Fasilitasi alat bantu

Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

3 Observasi :
Mengidentifikasi factor pengganggu tidur

Terapeutik :
Memodifikasi lingkungan (misalnya ; pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras dan tempat tidur)

Edukasi :
Mengajarkan relaksasi otot autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya.

4 Observasi :

Memonitor eliminasi urin

T:
Mencatat waktu-waktu dan haluaran berkemih

E:
Menganjurkan minum yang cukup

K:
Melakukan pemberian obat supositoria uretra

5 O:
Mengidentifikasi status nutrisi
T;
Melakukan oral hygiene sebelum makan

E:
Menganjurkan posisi duduk jika mampu

K:
Melakukan kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan

6 O:
Mengidentifikasi kebersihan tubuh (rambut)

T;
Menyediakan peralatan mandi

E:
Mengajarkan keluarga cara memandikan pasien

E. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien :
Diagnosis Medis :
Ruang Rawat :
Tgl No. SOAP Tanda
DK Tangan

21-09-2020 1 S:
Pasien mengatakan sakit kepala
berkurang tetapi masih pusing

O:
TD = 140/90

A:
Masalah belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan

2 S:
Pasien mengatakan kaki kiri sudah
lebih baik dan bisa digerakkan
O:
1. Pasien tampak lemah
berkurang dan masih gelisah
2. Gerakan pasien tampak
membaik pada ekstremitas dan
sendi

A:
Masalah belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan

3 S:
Pasien mengatakan sudah bisa tidur
tetapi masih belum nyenyak

O:
Kantung mata berkurang

A:
Masalah teratasi sebagian

P:
Intervensi dilanjutkan

4 O:
Jumlah urin lebih banyak dari
sebelumnya yaitu 800 cc/hari

A:
Masalah teratasi sebagian

P:
Intervensi dilanjutkan

5 S:
Pasien mengatakan sudah tidak mual

O:
Tidak muntah

A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan

6 S:
Pasien mengatakan sudah tidak
merasakan gatal

O:
Pasien sudah dapat mandi dengan
sedikit dibantu

A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan

Tgl No. DK SOAP

22-09-2020 1 S:
Pasien mengatakan sakit kepala dan pusing
hilang

O:
TD = 120/90

A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan
2 S:
Pasien mengatakan kaki kiri sudah lebih baik dan
bisa digerakkan daripada kemarin

O:
1. Pasien tampak tidak lemah dan tidak
gelisah
2. Gerakan pasien tampak membaik pada
ekstremitas dan sendi

A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan

3 O:
Pasien dapat melakukan aktivitas tanpa dibantu
tetapi dengan pengawasan

A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan

4 S:
Pasien mengatakan sudah dapat berkemih
dengan baik

O:
Jumlah urin 1500 cc/hari

A:
Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

DAFTAR PUSTAKA
Ariani, April T. 2012. Sistem Neuro behaviour. Jakarta : Salemba Medika Batticaca
Fransisca, C. 2008.

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan .Jakarta :


Salemba Medika

Corwin, J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Eliana, Arifa. 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan Stroke dengan Perilaku


Mencegah Stroke Pada Klien Hipertensi Di RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta, Jurnal Kebidanandan Keperawatan. Vol. 3, No. 2, Desember
2007: 88. Kanker, dan Stroke. Yogyakarta : Kirana Publisher

Endriyani, L dan Harmilah.2011.Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemandirian


activities of Daily Living Pasien Post Stroke, Jurnal Kebidanan dan
Keperawatan. Vo.7, No.2, Desember 2011:153. Esther, Chang. 2010.
Patofisiologi Aplikasi pada Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC

Friedman. M. Marlyan. 2010. Buku Ajar Keperawatan: Riset, Teori dan PraktikEdisi
ke-5. Jakarta: EGC

Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes Neurologi. Jakarta : Erlangga

Gleadle, Jonathan. 2007. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta :Penerbit


Erlangga

Koni, Endang. 2009. Mengenal & Mencegah Penyakit Jantung, Kanker,


Stroke.Yogyakarta :Kirana Publisher.

Misbach, Jusuf. 2011. Stroke :Aspek Diagnosis, patofisiologi, Manajemen. Jakarta


:Badan Penerbit FKUI

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Persarafan. Jakarta :SalembaMedika Price, S.A. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC

PPNI (2016). Standar diagnosis keperawatan Indonesia : definisi dan indicator


diagnostic, edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018).Standar luaran keperawatan Indonesia : definisi dan criteria hasil


keperawatan, edisi1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia: Definisi dan tindaka
keperawatan, edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Purwanti, Okti S danMaliya, A. 2008. Rehabilitasi Pasca Stroke, Jurnal Berita Ilmu
Keperawatan. Vol. 1, No. 1, Maret 2008: 43

Tarwoto, Wartonah, Eros SS. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai