Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN “S”

DENGAN STROKE NON HEMORRAGI


DI RUANG GLADIOL
RUMAH SAKIT KRISTEN NGESTI WALUYO PARAKAN

Oleh:

MAEY YAP VIANINGRUM

YAYASAN KRISTEN UNTUK KESEHATAN UMUM (YAKKUM)

TAHUN 2022
Daftar Isi
A. Definisi................................................................................................................................1
B. Anatomi Fisiologi...............................................................................................................1
C. Klasifikasi...........................................................................................................................4
D. Etiologi................................................................................................................................5
E. Manifestasi Klinis...............................................................................................................5
F. Patofisiologi........................................................................................................................6
G. Komplikasi..........................................................................................................................6
H. Pathway...............................................................................................................................7
I. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................................8
J. Pengkajian...........................................................................................................................9
K. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan.............................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
A. Definisi
Stroke merupakan istilah yang menggambarkan serangan mendadak pada fokal
neurologi defisit yang berlangsung paling tidak 24 jam dan terjadi akibat gangguan pembuluh
darah. Stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik (Iskandar,
2019).
Stroke adalah sindromklinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa
defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran otak
(Setyopranoto,2018).
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik sirkulasi saraf otak. Istilah stroke
biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Nurarif &
Hardhi, 2015).

B. Anatomi Fisiologi
Menurut Judha (2020), system persyarafan utama manusia terbagi atas 2 bagian yaitu
system saraf pusat (otak), dan system saraf tepi (tulang belakang).
1. Sistem Saraf Pusat (Otak)

Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum tulang belakang (medulla oblongata),
dan jembatan varol.
a. Otak Besar (Serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental, yaitu
yang berkaitan dengan kepandaian (inteligensi), ingatan (memori), kesadaran, dan
pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari semua tindakan sadar atau
sesuai dengan kehendak sendiri, walaupun ada juga beberapa gerakan reflex otak.
b. Otak Tengah (Mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak
tengah terdapat thalamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-
kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang
mengatur reflek mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat
pendengaran.

1
c. Otak Kecil (Serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang
terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang
merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin
dilaksanakan.
d. Jembatan Varol (Pons Varoli)
Jembatan varoli berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian
kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
e. Sumsum Sambung (Medulla Oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medulla
spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, reflex
fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi,
gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu sumsum
sambung juga mengatur gerak reflex yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.

2. Sumsum Tulang Belakang (Medulla Spinalis)


Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar
berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu.
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang
terbagi menjadi sayap atas disebut tanduk dorsal, dan sayap bawah disebut tanduk
ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang
melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui
tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf
penghubung yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan
menghantarkannya ke saraf motorik.
Gambar system saraf tepi.

System saraf tepi terdiri: system saraf sadar dan system saraf tak sadar. System saraf
sadar mengontrol aktifitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan system saraf tak
sadar mengontrol aktifitas yang tidak dapat diatur otak antara lain, denyut jantung,
gerak saluran pencernaan dan sekresi keringat.

Saraf tepi dan aktivitas – aktivitas yang dikendalikannya.

1. Sistem Saraf Sadar


Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf
yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang
keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8; Lima pasang saraf motor,

2
yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12; Empat pasang saraf gabungan sensori dan
motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10, yang mempunyai fungsi masimg-masing
sebagai berikut:
a. N. Olfactorius
Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidung yang terletak
dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari concha nasalis superior.
b. N. Optikus
Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen
sensori khusus. Pada dasarnya saraf ini merupakan penonjolan dari otak ke
perifer.
c. N. Oculomotorius
Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada mesensephalon. Saraf
ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat bola mata.
d. N. Trochlearis
Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini mensarafi
muskulus oblique yang berfungsi memutar bola mata
e. N. Trigeminus
Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus, saraf
maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan gabungan saraf sensoris dan
motoris. Ketiga saraf ini mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian
kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen.

f. N. Abducens
Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini mempersarafi muskulus
rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bola mata dapat
digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik ke medial seperti pada
Strabismus konvergen.
g. N. Facialias
Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. Saraf aferen
berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan saraf eferent untuk
otot wajah.
h. N.Statoacusticus
Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf
keseimbangan
i. N.Glossopharyngeus
Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini mengandung
serabut sensori khusus. Komponen motoris saraf ini mengurus otot-otot
pharing untuk menghasilkan gerakan menelan. Serabut sensori khusus
mengurus pengecapan di lidah. Disamping itu juga mengandung serabut
sensasi umum di bagian belakang lidah, pharing, tuba eustachius dan telinga
tengah.
j. N.Vagus.
Saraf ini terdiri dari tiga komponen: 1) komponen motoris yang
mempersarafi otot-otot pharing yang menggerakkan pita suara, 2) komponen
sensori yang mempersarafi bagian bawah pharing, 3) komponen saraf
parasimpatis yang mempersarafi sebagian alat-alat dalam tubuh
k. N.Accesorius
Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada nucleus
ambigus dan komponen spinal yang dari nucleus motoris segmen C 1-2-3.
Saraf ini mempersarafi muskulus Trapezius dan Sternocieidomastoideus.

3
l. Hypoglosus
Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang mempersarafi otot-
otot lidah. Nukleusnya terletak pada medulla di dasar ventrikularis IV dan
menonjol sebagian pada trigonum hypoglosi. Saraf otak dikhususkan untuk
daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke bawah
sampai daerah thoraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian
saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus
vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang
paling penting. Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf
gabungan . berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas
8 pasang saraf leher,12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang ,5
pasang saraf pinggul, dan 1 pasang saraf ekor. Beberapa urat saraf bersatu
membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus.
2. Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun
dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem
ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang
kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal
ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion
disebut urat saraf post ganglion. Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem
saraf simpatik dan system saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf
simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik
mempunyai 14 ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel
pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek,
sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena
ganglion menempel pada organ yang dibantu. Fungsi sistem saraf simpatik dan
parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari
keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan
beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung. (Anatomi, Ganong, 2017)

Tabel Fungsi Saraf Otonom


Parasimpatik Simpatik
1. Mengecilkan pupil 1. Memperbesar pupil
2. Menstimulasi aliran ludah 2. Menghambat aliran ludah
3. Memperlambat denyut jantung 3. Mempercepat denyut jantung
4. Membesarkan bronkus 4. Mengecilkan bronkus
5. Menstimulasi sekresi kelenjar 5. Menghambat sekresi kelenjar
pencernaan pencernaan
6. Mengerutkan kantung kemih 6. Menghambat kontraksi kandung kemih

C. Klasifikasi
Kurang lebih 80% dari semua penyakit stroke adalah stroke iskemik akut yang
dihasilkan oleh oklusi trombotik atau embolik dari arteri serebral. Sekitar 20% disebabkan
oleh pendarahan intraserebral atau subarachnoid (Arif Muttaqin, 2017)
Klasifikasi penyakit stroke terdiri dari beberapa kategori, diantaranya:
berdasarkan kelainan patologis, secara garis besar stroke dibagi dalam dua tipe,
yaitu: ischemic stroke atau infark atau non-hemorrhagic stroke dimana stroke yang
disebabkan oleh gumpalan atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak yang sebelumnya
mengalami proses aterosklerosis. Stroke iskemik terdiri dari tiga macam, yaitu: stroke infark
4
embolik, stroke infark trombotik dan stroke hipoperfusi. Tipe kedua adalah hemorrhagic
stroke yang disebabkan karena adanya kerusakan dari pembuluh darah di otak. Pendarahan
dapat disebabkan oleh lamanya tekanan darah tinggi dan aneurisma otak. Ada dua jenis
stroke hemorage, yaitu stroke subarakhnoid dan stroke intraserebral (Arif Muttaqin, 2017)

D. Etiologi
Stroke dapat berupa stroke iskemik dan stroke perdarahan. Stroke hemorage meliputi
perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid, dan hematoma subdural. Perdarahan
intraserebral ini terjadi karena pecahnya pembulu darah sehingga mengakibatkan hematoma
pada daerah parenkim otak. Perdarahan subarchnoid terjadi bila darah memasuki area
arachnoid (tempat cairan serebrospinal) baik karena trauma, pecahnya aneuresmia
intracranial, maupun pecahnya arterivenosa yang cacat. Sebaliknya, stroke iskemik terjadi
bila pembuluh darah pecah dalam parenkim otak, menyebabkan pembentukan hematoma.
Jenis perdarahan ini sangat sering dikaitkan dengan tekanan darah yang tidak terkontrol dan
jarang antitrombolitik. Hematoma subdural menjelaskan terkumpulnya darah dibawah area
dura (melapisi otak) dan sering disebabkan oleh trauma. Stroke hemorage lebih letal dua kali
sampai enam kali daripada stroke iskemik (Feigin, 2018).
Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan (trombotik atau embolik)
pembuluh darah arteri otak. Penyumbatan pembuluh drah dapat mengganggu
aliran darah ke bagian tertentu otak, sehingga terjadi defisit neurologis yang
disebabkan oleh hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh bagian otak tersebut
(Iskadar, 2019).
Thrombus arteri dapat disebabkan oleh satu atau lebih
penyebab, antara lain abnormalitas dinding pembuluh darah (penyakit degeneratif,
inflamasi atau trauma) yang tersusun dari endotel menyebabkan aktivasi platelet
dan terjadi pelekatan pelekatan platelet membentuk bekuan fibrin. Bekuan fibrin
ini akan menghambat bahkan membuntu jalur darah sehingga dapat menyebabkan
infark jaringan yang berkembang menjadi stroke iskemik. Emboli bisa timbul
baik dari intra atau ekstrakranial (termasuk arkus aorta), atau seperti pada
kasus stroke iskemik berasal dari jantung. Emboli kardiogenik terjadi jika pasien memiliki
fibrilasi atrium (denyut jantung tidak teratur), kelainan katup jantung
atau kondisi lain dari jantung yang dapat menyebabkan gumpalan (Feigin, 2018).

E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis stroke adalah tanda-tanda dan kejadian yang muncul sebelum
maupun sesudah terjadinya serangan stroke. Gejala dan tanda-tanda bervariasi
tergantung pada ukuran dan wilayah vaskular. Pentingnya pengetahuan tentang
gejala stroke tersebut bertujuan untuk memperbaiki kondisi pasien segera dan
menyelamatkan nyawa penderita stroke lebih dini. Gejala stroke seringnya
diketahui dengan 4 cara dan untuk memudahkan digunakan istilah FAST (Facial
movement, Arm movement Speech,Test all three) (Setyopranoto, 2018).
1. Face – wajah menurun di satu sisi, tidak bisa tersenyum, mulut atau mata
turun.
2. Arms – orang yang diduga stroke kemungkinan tidak dapat mengangkat
kedua lengan karena lengan melemah atau mati rasa pada satu tangan.
3. Speech – cara bicaranya cadel atau mungkin tidak dapat berbicara sama sekali
meskipun dalam keadaan sadar.
4. Time – meminta pertolongan segera jika melihat gejala tersebut.

5
Semua gejala stroke tersebut tejadi secara mendadak sehingga perlu
diperhatikan dan dicermati untuk mengenali terjadinya stroke dan menyelamatkan
nyawa pasien lebih dini. Gejala cukup berat yang mengawali terjadinya stroke
adalah TIA atau bisa disebut "mini stroke",TIA tersebut tidak menimbulkan
kerusakan permanen pada struktur otak melainkan dapat beresiko lebih tinggi
terhadap terjadinya stroke. TIA (Transient Ischemic Attack) memiliki tanda-tanda
dan gejala yang sama seperti stroke. Namun, gejala TIA biasanya berlangsung
kurang dari 1- 2 jam (meskipun mereka dapat berlangsung hingga 24 jam).
Sebuah TIA dapat terjadi hanya sekali dalam seumur hidup seseorang atau lebih
sering. Oleh karena itu diperlukan tindakan khusus ketika pasien mengalami TIA
dan segera bawa pasien ke rumah sakit (Ganong, 2017).

F. Patofisiologi
Penyakit serebrovaskuler mengacu pada abnormal fungsi susunan saraf pusat yang
terjadi ketika suplai darah normal ke otak terhenti. Patologi ini melibatkan arteri, vena atau
keduanya. Sirkulasi serebral mengalami kerusakan sebagai akibat sumbatan partial atau
komplek pada pembuluh darah atau hemoragi yang diakibatkan oleh robekan dinding
pembuluh darah. Penyakit vaskuler susunan saraf pusat dapat diakibatkan oleh
arteriosklerosis (paling umum) perubahan hipertensi, malformasi, arteri-vena, vasospasme,
inflamasi arteritis atau embolisme.sebagai akibat penyakit vaskuler pembuluh darah
kehilangan elastisitas menjadi keras dan mengalami deposit ateroma, lumen pembuluh darah
secara bertahap tertutup menyebabkan kerusakan sirkulasi serebral dan iskemik otak. Bila
iskemik otak bersifat sementara, biasanya tidak terdapat defisit neurologi. Sumbatan
pembuluh darah besar menimbulkan infark serebral pembuluh ini, suplai dan menimbulkan
hemoragik ((Feigin, 2018)
Penurunan suplai darah ke otak dapat sering mengenai arteria vertebro basilaris yang
akan mempengaruhi N.XI (assesoris) sehingga akan berpengaruh pada sistem mukuloskeletal
(saraf motorik) sehingga terjadi penurunan sistem motorik yang akan menyebabkan ataksia
dan akhirnya menyebabkan kelemahan pada satu atau empat alat gerak, selain itu juga pada
arteri vertebra basilaris akan mempengaruhi fungsi dari otot facial oral terutama ini
diakibatkan kerusakan diakibatkan oleh kerusakan N.VII (fasialis), N.IX (glasferingeus)
N.XII (hipoglakus), karena fungsi otot fasial/oral tidak terkontrol maka akan terjadi
kehilangan dari fungsi tonus otot fasial/oral sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk
berbicara atau menyebut kata-kata dan berakhir dangan kerusakan artikulasi, tidak dapat
berbicara (disatria). Pada penurunan aliran darah ke arteri vertebra basilaris akan
mempengaruhi fuingsi N.X (vagus) dan N.IX (glasovaringeus) akan mempengaruhi proses
menelan kurang ,sehingga akan mengalami refluk, disfagia dan pada akhirnya akan
menyebabkan anoreksia dan menyebabkan gangguan nutrisi. Keadaan yang terkait pada arteri
vertebralis yaitu trauma neurologis atau tepatnya defisit neurologis. N.I (olfaktorius) , N.II
(optikus),N.III (okulomotorik),N.IV (troklearis), N.VII (hipoglasus) hal ini menyebabkan
perubahan ketajaman pengecapan, dan penglihatan, penghidungan. Pada kerusakan N.XI
(assesori) pada akhirnya akan mengganggu kemampuan gerak tubuh (Judha, 2020)

G. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Arif Muttaqin (2017) dibagi menjadi komplikasi fase akut
dan fase lanjut. Pada komplikasi fase akut, komplikasi yang sering terjadi adanya edema otak
yang terjadi 24-48 jam pertama setelah stroke. Selain itu, kejang juga dapat terjadi pada

6
stroke hemoragik. Komplikasi jangka panjang dapat berupa gejala sisa stroke, serangan
stroke berulang, dan dementia.
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut yang dapat terjadi pada stroke dibedakan menjadi komplikasi
neurologis dan nonneurologis. Komplikasi neurologis yang dapat terjadi di antaranya
adalah edema otak, infark yang bertransformasi menjadi perdarahan, vasospasme,
hidrosefalus, dan kejang. Komplikasi nonneurologis yang dapat terjadi di
antaranya hipertensi, hiperglikemia reaktif, edema paru, kelainan jantung
dan aritmia, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH), dan trombosis
vena dalam (DVT).
2. Komplikasi Lanjutan
Pada fase lanjut, komplikasi yang dapat terjadi dapat berupa hidrosefalus obstruktif
akibat adanya sumbatan dalam darah. Bronkopneumonia, ulkus dekubitus,
serta depresi juga dapat terjadi akibat imobilitas dan perawatan yang memerlukan jangka
waktu lama. Kontraktur dan atrofi otot dapat terjadi akibat imobilisasi saat dirawat
ataupun saat di rumah.

7
H. Pathway

Faktor2 resiko kolesterol,


usia, DM, hipertensi, jenis
kelamin,

Aterosklerosis Katup jantung rusak, miokard Aneurisma, malformasi,


hiperkoagulasi artesis infark, endokarditis arterouvenous

Thrombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak oleh Pendarahan intraserebral


bekuan darah, lemak dan udara

Oklusi pembuluh darah Perembesan darah ke parenkim


Emboli serebral otak, penekanan jaringan otak

Iskemik jaringan otak, edema, Stroke


dan keongesti jaringan sekitar Infark otak, edema, herniasi otak
(serebro vaskuler accident)

Deficit neurologi

Infark serebral Kehilangan kontrol volunter Disfungsi bahasa & Disfungsi motorik
komunikasi

Ketidakefektifan perfusi Hemiplegic, Intake nutrisi


jaringan serebral hemiparese Disartia afasia, apraksia tidak adekuat

Lupa keterbatasan, Hambatan Kerusakan Perubahan


usia lanjut, mobilitas fisik komunikasi verbal nutrisi kurang
dari kebutuhan

Resiko jatuh Koma

kematian

Defisit perawatan Kelemahan fisik umum


diri
Dilakukan procedure invasive
Resiko infeksi
(pemasangan iv cath., DC,
Reiko tinggi NGT, mayo, ataupun ET)
kerusakan integritas
kulit

(Arif Mutaqin,2017)

8
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. CT SCAN : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah.

(Brunner & Suddarth, 2017)


J. Pengkajian
1. Pola persepsi kesehatan dan managemen kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat, dan bagaimana
memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat
kesehatan, hubungannya dengan aktifitas dan rencana yang akan datang serta usaha-
usaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Menggunakan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan
suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang
disukai maupun penggunaan vitamin tambahan, keadaan kulit, rambut, kuku,
membran mukosa, gigi, suhu, berat badan, tinggi badan, juga kemampuan
penyembuhan.
3. Pola eliminasi
Pola defekasi (warna, kuantitas, dll), penggunaan alat-alat bantu, penggunaan
obat-obatan.

9
4. Pola aktifitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi, berpakaian, eliminasi,
mobilisasi ditempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga, serta berikan skore dari
0-4 yaitu:
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu alat dan orang lain
4 : ketergantungan/ tidak mampu

Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi di tempat
Berpindah
Ambulansi

5. Pola istirahat dan tidur


Pola tidur dan istirahat, persepsi, kualitas latihan dan rekreasi, penggunaan obat-
obatan.
6. Pola kognitif dan persepsi sensorik
Penginderaan: penglihatan, rasa, bau, sentuhan/ sensasi nyeri, kemampuan bahasa,
kemampuan membuat keputusan, ingatan, ketidaknyamanan dan kenyamanan.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Body image, identitas diri, harga diri, peran diri, ideal diri.
8. Pola peran-hubungan social
Pola hubungan pasien, keluarga dan masyarakat, peran tanggung jawab.
9. Pola koping dan toleransi stress
Yang manggambarkan penyebab stress, kemampuan mengendalikan stress,
pengetahuan tentang toleransi stress, tingkat toleransi stress, strategi menghadapi
stress.
10. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan masalah seksual.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Yang manggambarkan perkembangan moral, perilaku, dan keyakinan, realisasi
dalam kehidupan.

10
K. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Tgl/jam Diagnose Kriteria hasil Intervensi Rasional Paraf

Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Kegagalan otoreguler akan
perfusi jaringan keperawatan selama ..x24 jam seperti tekanan darah dan nadi menyebabkan kerusakan vaskuler
otak berhubungan perfusi jaringan otak dapat 2. Observasi tingkat kesadaran serebri, yang dapat bermanifestasi
3. Monitor status neurologis pada peningkatan sistolik dan
dengan pendarahan tercapai secara optimal
dengan GCS penurunan diastolic.
intraserebri, infark dengan kriteria hasil: 4. Posisikan kepala elevasi 30° 2. Mencegah penurunan kesadaran
serebri, oklusi otak, 5. Anjurkan klien untuk secara tiba-tiba
vasospasme, dan Pasien tidak gelisah, tak ada
menghindari batuk dan 3. Mencegah terjadinya perubahan
edema, LED keluhan nyeri kepala, mual, mengejan berlebihan status neurologi secara tiba-tiba
kejang dan muntah. 6. Ciptakan suasana dan 4. Mengurangi kerusakan otak lebih
lingkungan yang tenang lanjut
GCS:E 4, V 5, M 6, pupil 7. Berikan penjelasan kepada 5. Dapat meningkatkan TIK dan
isokor, ada reflek cahaya, klien dan keluarga penyebab terjadinya perdarahan ulang
tanda-tanda vital dalam batas peningkatan TIK dan 6. Mengurangi rangsangan otak dan
normal. akibatnya mencegah perdarahan otak terutama
8. Kolaborasi dengan tim medis pada pasien dengan SH
lain untuk pemberian cairan 7. Keluarga lebih berpastisipasi dalam
infuse yang adekuat dan proses penyembuhan
pengobatan yang efektif 8. Mempercepat proses penyembuhan
dan pemulihan
Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji mobilitas fisik klien dan 1. Mengetahui tingkat kemampuan
fisik berhubungan keperawatan selama ..x24 jam kekuatan otot ekstremitas mobilitas klien
dengan gangguan klien mampu melaksanakan 2. Lakukan gerak pasif pada 2. Mencegah terjadinya kekakuan otot
ekstremitas yang tidak bisa 3. Mencegah terjadinya iskemia
neuromuskuler, aktifitas fisik sesuai
digerakkan. jariangan pada daerah yang tertekan
penurunan kekuatan kemampuan dengan kriteria 3. Ubah posisi klien tiap 2 jam 4. Mendorong klien untuk aktif
kendali atau massa hasil: 4. Berikan penguatan positif berusaha
otot (hemiparese/ selama latihan 5. Keluarga berpartisipasi dalam
hemiplegi) 1. Kekuatan otot ≥3 5. Ajarkan cara latihan gerak proses pemulihan ekstremitas

11
2. Klien dapat ikut serta pasif dan informasikan pada 6. Mempercepat proses mobilisasi
dalam program latihan keluarga akibat bila tidak pasien
3. Tidak terjadi kontraktur dilakukan gerak pasif
sendi 6. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi
Deficit perawatan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kebutuhan ADL pasien 1. Mengetahui tingkat kemampuan
diri berhubungan keperawatan selama ..x24 jam dengan skala aktifitas ADL pasien
dengan kelemahan terjadi peningkatan perilaku 2. Ajarkan pada pasien dan 2. Klien dan keluarga aktif dalam
keluarga cara untuk perawatan proses pemenuhan ADL klien
neuromuskuler, dalam perawatan diri dengan
diri 3. Kebutuhan ADL pasien terpenuhi
menurunnya kriteria hasil: 3. Bantu klien dalam pemenuhan selama dalam proses penyembuhan
kekuatan otot, kebutuhan ADL seperti penyakit
kehilangan control 1. Menunjukkan gaya hidup
mandi, makan, BAK, BAB 4. Klien dan keluarga aktif dalam
untuk kebutuhan merawat
koordinasi otot. dan ROM pemenuhan ADL dan
diri
4. Libatkan klien dan keluarga memandirikan klien
2. Dapat menunjukkan
dalam proses pemunuhan 5. Klien dan keluarga mengetahui dan
perawatan diri sesuai
kebutuhan ADL paham pentingnya kebutuhan ADL
kemampuan
5. Informasikan pada klien dan dalam proses pemulihan dan
keluarga tentang pentingnya penyembuhan penyakit
kebutuhan ADL 6. Pertolongan pertama fungsi usus/
6. Kolaborasi dengan tim medis defekasi, retensi urine
lain untuk pemberian pelumas
feses, pemasangan DC jika
perlu
Kerusakan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan 1. Mengetahui tingkat kemampuan
komunikasi verbal keperawatan selama ..x24 jam berkomunikasi dan perhatikan komunikasi pasien baik verbal
berhubungan klien mampu menggunakan tanda non verbal pasien. maupun non verbal
2. Libatkan keluarga untuk 2. Keluarga juga bisa mengerti dan
dengan gangguan bahasa isyarat,
memahami pesan klien memahami pesan klien
neuromukuler, mengekspresikan perasaan 3. Sediakan petunjuk sederhana 3. Mudah dimengerti oleh klien
kehilangan control dan bicara, dengan kriteria 4. Gunakan kata sederhana dan 4. Mudah dimengerti dan dipahami
pendek 5. Melatih komunikasi verbal maupun

12
tonus otot fasial hasil: 5. Dorong keluarga untuk selalu non verbal dari pasien
mengajak komunikasi dengan 6. Keluarga dan pasien dapat berperan
1. Tercipta komunikasi untuk pasien. aktif dalam proses perbaikan
kebutuhan klien 6. Jelaskan pada keluarga komunikasi pasien dan
2. Mampu merespon setiap pentingnya komunikasi yang mempercepat proses pemulihan
komunikasi verbal maupun baik dengan pasien 7. Mempercepat proses pemulihan
isyarat 7. Kolaborasi dengan terapi komunikasi
wicara jika perlu
Resiko tinggi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji dan observasi kulit 1. Mengetahui ada tidaknya tanda-
kerusakan integritas keperawatan selama ..x24 jam pasien, terutama tubuh bagian tanda kerusakan integritas kulit
kulit berhubungan tak terjadi kerusakan belakang jika terlalu lama seperti luka dekubitus dll.
terbaring, terpasang restrain. 2. Mencegah terjadinya kerusakan
dengan imobilisasi integritas kulit dengan kriteria
2. Jaga kebersihan kulit dan jaga integritas kulit atau menjadi lebih
fisik hasil: kelembapan kulit dengan berat.
lotion. 3. Mencegah kerusakan integritas kulit
1. Kulit tak mengalami lecet/
3. Mobilisasi pasien/ ubah posisi seperti dekubitus.
luka/ dekubitus karena tirah
pasien tiap 2 jam sekali 4. Menjaga kebersihan kulit.
baring
4. Mandikan pasien dengan air 5. Pasien dan keluarga dapat mengerti
2. Integritas kulit baik
hangat dan sabun dan memahami apa yang menjadi
3. Mampu melindungi dan
5. Informasikan kepada pasien penyebab terjadinya kerusakan
mempertahankan
dan keluarga penyebab integritas kulit dan dapat melakukan
kelembapan kulit
terjadinya luka/ kerusakan tindakan pencegahannya.
integritas kulit 6. Meningkatkan kualitas elastisitas
6. Kolaborasi dengan ahli gizi kulit.
untuk pemberian nutrisi tinggi
protein, kalori, mineral dan
vitamin
Perubahan nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji pola makan, kebiasaan 1. Mengetahui pola, kebiasaan, dan
kurang dari keperawatan selama ..x24 jam dan makanan kesukaan pasien kesukaan makanan pasien dan
kebutuhan tubuh terjadi peningkatan status 2. Anjurkan pada keluarga untuk rencana tindakan selanjutnya.
meningkatkan intake nutrisi 2. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan
berhubungan nutria dengan kriteria hasil:
dan cairan pada pasien cairan pasien.

13
dengan 1. Konsumsi nutrisi yang 3. Monitor intake nutrisi dan 3. Mengetahui perkembangan proses
ketidakmampuan adekuat kalori asupan nutrisi.
pemasukan 2. Bebas dari tanda malnutrisi 4. Berikan nutiri lewat selang 4. Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
NGT (jika terpasang NGT) 5. Keluarga dan pasien dapat berperan
tiap 4-6jam sekali aktif dalam pemenuhan kebutuhan
5. Informasikan pada pasien dan nutrisi pasien
keluarga pentingnya asupan 6. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan
nutrisi dalam proses mencegah terjadinya malnutrisi
pnyembuhan selama masa pemulihan dan
6. Kolaborasi dengan tim medis pengobatan.
lain untuk pemasangan NGT 7. Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
jika perlu
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk pemberian nutrisi tinggi
kalori, protein dan vitamin
Resiko jatuh Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi dan kaji tingkat 1. Mengetahui tingkat resiko
berhubungan keperawatan selama ..x24 jam keamanan pasien dalam kemungkinan jatuh pasien dan
dengan lanjut usia pasien jatuh tidak terjadi bermobilisasi di tempat tidur. rencana tindak lanjut.
2. Lakukan pengkajian pasien 2. Mengetahui presentase tinggi
(>65 tahun), dengan kriteria hasil:
resiko jatuh. rendahnya resiko jatuh pasien.
hambatan mobilitas 3. Pantau karakteristik 3. Mencegah terjadinya pasien jatuh.
fisik 1. Pasien dalam keadaan
aman terbebas dari injuri lingkungan pasien. 4. Mengurangi/ mencegah pasien
2. Pasien tidak jatuh 4. Naikkan penghalang tempat jatuh, mempermudah tim medis lain
tidur, pasang anak gelang untuk mengetahui bahwa pasien
pasien resiko jatuh. adalah pasien resiko jatuh.
5. Pasang restrain jika perlu 5. Mengurangi gerakan tidak
(pasien lupa keterbatasan, terkendali, mencegah jatuh.
bergerak tanpa kendali) 6. Memberikan rasa nyaman
6. Berikan posisi dan lingkungan 7. Memenuhi kebutuhan pasien dan
yang nyaman. mencegah terjadinya pasien jatuh.
7. Intruksikan pada pasien agar 8. Mencegah terjadinya pasien jatuh
mencari bantuan jika karena efek samping obat.

14
memerlukan.
8. Kolaborasi dengan tim medis
lain untuk meminimalkan efek
samping obat yang dapat
menyebabkan jatuh.

Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji dan obervasi area yang 1. Mengetahui tanda-tanda infeksi
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam dilakukan tindakan invasive. 2. Mengurangi dan mencegah
dengan prosedur tidak terjadi infeksi pada 2. Lakukan perawatan pada area terjadinya proses infeksi.
yang dilakukan tindakan 3. Tindakan aseptic untuk
invasive daerah yang dilakukan
invasive memperkecil terjadinya infeksi
(pemasangan iv prosedur invasive dengan 3. Cuci tangan sebelum dan 4. Mengurangi tingkat infeksi dan
cath., DC, NGT, kriteria hasil: sesudah melakukan tindakan mencegah kerusakan pada
mayo, ataupun ET). perawatan. pembuluh darah yang terpasang iv
1. Tak terjadi bengkak, 4. Lakukan penggantian iv catheter.
kemerahan, nyeri pada area catheter per 3x24 jam 5. Kebersihan tubuh yang terjaga akan
dilakukan procedure 5. Jelaskan dan informasikan menurunkan tingkat resiko
invasive (pemasangan iv pada pasien dan keluarga terjadinya infeksi.
cath.) pentingnya menjaga 6. Meminimalkan terjadinya infeksi
kebersihan tubuh
6. Kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian antibiotic
kalau perlu

15
DAFTAR PUSTAKA

Asep Hidayat 2019“Diagnosis Keperawatan:Aplikasi Pada Praktik Klinis”. Ed.9.Jakarta:


EGC.
Batticaca. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan System Persyarafan.
Jakarta : Selemba Medika.
Feigin, dr. Valery. 2018. Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan Pemulihan Stroke.
PT. Buana Ilmu Populer: Jakarta
Ganong, W.F. 2017. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
Judha M & Rahil H.N 2020 Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan.Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Junaidi, Iskandar., 2019, Stroke Waspadai Ancamanya. Yogyakarta : ANDI
Muttaqin, Arif. (2017). Buku ajaran Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Nurarif AH, Hardhi K.( 2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis
dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.
PPNI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1 Jakarta : DPP PPNI.
PPNI 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Jakarta : DPP PPNI.
Saryono & Anggraeni, 2018. Metodelogi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Setyopranoto, L., 2018. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran 185.
38(4): 247-250.Suharsimi. (2018). Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka
Smeltzer C. Suzannne, Brunner & Suddarth. 2017 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Alih Bahasa Andry Hartono, dkk., , EGC: Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai