Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN “S”

DENGAN STROKE NON HEMORRAGI


DI RUANG BUGENVILE
RUMAH SAKIT NGESTI WALUYO
PARAKAN

Oleh:
MEI PUJI LESTARI

YAYASAN KRISTEN UNTUK KESEHATAN UMUM (YAKKUM)


Tahun 2016
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Menurut Feigin (2006) otak merupakan organ vital, yang bertanggung jawab atas
fungsi mental dan intelektual kita, seperti halnya berfikir dan mengingat. Otak terdiri dari
sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel ganglia,
cairan serebro spinal, dan pembuluh darah. Arteri adalah pembuluh yang mengangkut
darah yang kaya oksigen dan nutrient ke otak. Sedangkan vena adalah pembuluh darah
yang membawa zat-zat sisa yang telah digunakan untuk menjauhi otak. Otak ini tidak
seperti organ lainnya, otak memiliki sistem autoregulasi sendiri, yang menjamin
konsistensi sirkulasi darah di dalam batas-batas ini, sistem autoregulasi gagal dan terjadi
stroke.
Stroke secara luas menurut Junaidi (2011), merupakan gangguan penyakit atau
gangguan fungsional saraf (deficit neurologi) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.
Stroke penyakit neurologis yang disebabkan oleh gangguan akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Black & Hawks, 2009).
Menurut Tarwoto, Watonah dan Suryati (2010), stroke adalah suatu sindroma klinis
dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih yang dapat mengakibatkan kematian atau kecatatan yang menetap tanpa ada
penyebab lain selain gangguan pembuluh darah otak. Stroke non hemoragik adalah
sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis
fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian
yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer,
2000)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

B. Anatomi Fisiologi
Menurut Derisky (2009), system persyarafan utama manusia terbagi atas 2 bagian
yaitu system saraf pusat (otak), dan system saraf tepi (tulang belakang).
1. Sistem Saraf Pusat (Otak)
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum tulang belakang (medulla oblongata),
dan jembatan varol.
a. Otak Besar (Serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental, yaitu
yang berkaitan dengan kepandaian (inteligensi), ingatan (memori), kesadaran, dan
pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari semua tindakan sadar atau
sesuai dengan kehendak sendiri, walaupun ada juga beberapa gerakan reflex otak.
Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima
rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang
berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat
area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan
dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar
berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut adalah bagian yang mengatur
kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan proses
berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreatifitas) dan emosi. Pusat
penglihatan terdapat di bagian belakang.
b. Otak Tengah (Mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak
tengah terdapat thalamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-
kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang
mengatur reflek mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat
pendengaran.
c. Otak Kecil (Serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang
terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang
merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin
dilaksanakan.
d. Jembatan Varol (Pons Varoli)
Jembatan varoli berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian
kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
e. Sumsum Sambung (Medulla Oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medulla
spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, reflex
fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi,
gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu sumsum
sambung juga mengatur gerak reflex yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
2. Sumsum Tulang Belakang (Medulla Spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar
berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu.
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang
terbagi menjadi sayap atas disebut tanduk dorsal, dan sayap bawah disebut tanduk
ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang
melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui
tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf
penghubung yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan
menghantarkannya ke saraf motorik.

Gambar system saraf tepi.

System saraf tepi terdiri: system saraf sadar dan system saraf tak sadar. System
saraf sadar mengontrol aktifitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan system
saraf tak sadar mengontrol aktifitas yang tidak dapat diatur otak antara lain, denyut
jantung, gerak saluran pencernaan dan sekresi keringat.
Saraf tepi dan aktivitas – aktivitas yang dikendalikannya.

1. Sistem Saraf Sadar


Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang
keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar
dari sumsum tulang belakang. Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari: Tiga
pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8; Lima pasang saraf motor, yaitu
saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12; Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor,
yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10, yang mempunyai fungsi masimg-masing sebagai
berikut:
a. N. Olfactorius
Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidung yang terletak
dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari concha nasalis superior.
b. N. Optikus
Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen
sensori khusus. Pada dasarnya saraf ini merupakan penonjolan dari otak ke
perifer.
c. N. Oculomotorius
Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada mesensephalon. Saraf
ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat bola mata.
d. N. Trochlearis
Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini mensarafi
muskulus oblique yang berfungsi memutar bola mata
e. N. Trigeminus
Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus, saraf
maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan gabungan saraf sensoris dan
motoris. Ketiga saraf ini mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian
kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen.
f. N. Abducens
Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini mempersarafi muskulus
rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bola mata dapat
digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik ke medial seperti pada
Strabismus konvergen.

g. N. Facialias
Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. Saraf aferen
berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan saraf eferent untuk
otot wajah.
h. N.Statoacusticus
Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf
keseimbangan
i. N.Glossopharyngeus
Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini mengandung
serabut sensori khusus. Komponen motoris saraf ini mengurus otot-otot
pharing untuk menghasilkan gerakan menelan. Serabut sensori khusus
mengurus pengecapan di lidah. Disamping itu juga mengandung serabut
sensasi umum di bagian belakang lidah, pharing, tuba eustachius dan telinga
tengah.
j. N.Vagus.
Saraf ini terdiri dari tiga komponen: 1) komponen motoris yang
mempersarafi otot-otot pharing yang menggerakkan pita suara, 2) komponen
sensori yang mempersarafi bagian bawah pharing, 3) komponen saraf
parasimpatis yang mempersarafi sebagian alat-alat dalam tubuh
k. N.Accesorius
Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada nucleus
ambigus dan komponen spinal yang dari nucleus motoris segmen C 1-2-3.
Saraf ini mempersarafi muskulus Trapezius dan Sternocieidomastoideus.
l. Hypoglosus
Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang mempersarafi otot-
otot lidah. Nukleusnya terletak pada medulla di dasar ventrikularis IV dan
menonjol sebagian pada trigonum hypoglosi. Saraf otak dikhususkan untuk
daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke bawah
sampai daerah thoraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian
saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus
vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang
paling penting. Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf
gabungan . berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas
8 pasang saraf leher,12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang ,5
pasang saraf pinggul, dan 1 pasang saraf ekor. Beberapa urat saraf bersatu
membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus.
2. Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun
dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem
ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang
kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal
ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion
disebut urat saraf post ganglion. Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf
simpatik dan system saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik
dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai 14
ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum
tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf
parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion
menempel pada organ yang dibantu. Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik
selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan
"nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak
lain dan saraf sumsum sambung. (Anatomi, ganong, 2005)
Table Fungsi Saraf Otonom
Parasimpatik Simpatik
1. Mengecilkan pupil 1. Memperbesar pupil
2. Menstimulasi aliran ludah 2. Menghambat aliran ludah
3. Memperlambat denyut jantung 3. Mempercepat denyut jantung
4. Membesarkan bronkus 4. Mengecilkan bronkus
5. Menstimulasi sekresi kelenjar 5. Menghambat sekresi kelenjar pencernaan
pencernaan 6. Menghambat kontraksi kandung kemih
6. Mengerutkan kantung kemih
7.

C. Klasifikasi
Menurut Arif Muttaqin, 2008, stroke non hemoragic dapat dibagi berdasarkan
manifestasi klinik dan proses patologik (kausal):
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2. Berdasarkan kausal
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh
darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain
itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low
Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan
darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

D. Etiologi
Stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis
intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan
aliran serebral, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan
timbulnya iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari
“plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima
arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan bagian
kiri atrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada
katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium
4) Infarksio kordis akut
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus
sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided circulation
(emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular
seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark
miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di
antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri
serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri
dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko
pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung iskemik:
1. Usia
2. Jenis kelamin: pada wanita premenopouse lebih rendah tapi wanita post menopause
sama resiko dengan pria.
3. Hipertensi
4. DM
5. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
6. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain hiperfibrinogenia
7. Keturunan hipovolemia dan syok
(Aru W, Sudoyo dkk, 2006)

E. Manifestasi Klinis
1. Kehilangan Motorik
a. Hemiplegic, hemiparese
b. Paralisis flaksid dan kehilangan atas penurunan tendon profunda (gambaran klinis
awal)
2. Kehilangan komunikasi: disatria, disfagia, afasia, afraksia
3. Gangguan konseptual
a. Hamonimus hernia hopia (kehilangan setengah dari lapang pandang)
b. Gangguan dalam hubungan visual-spasial (sering sekali terlihat pada pasien
hemiplegia kiri)
c. Kehilangan sensori: sedikit kerusakan pada sentuhan lebih buruk dengan piosepsi,
kesulitan dalam mengatur stimulus visual, taktil dan auditori.
4. Kerusakan aktifitas mental dan efek psikologi:
a. Kerusakan lobus frontal: kapasitas belajar memori, atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin mengalami kerusakan disfungsi tersebut. Mungkin
tercermin dalam rentang perhatian terbatas, kesulitan dalam komperhensi, cepat
lupa dan kurang komperhensi.
b. Depresi, masalah psikologis-psikologis lainnya. Kelabilan emosional, bermusuhan,
frustasi, menarik diri, dan kurang kerja sama.
5. Disfungsi kandung kemih:
a. Inkontinensia urinarius transia
b. Inkontinensia urinarius persisten/ retensi urine (mungkin simtomatik dari
kerusakan otak bilateral)
c. Inkontenensia urin dan defekasi berkelanjutan (dapat menunjukkan kerusakan
neurologisekstensif)
(Brunner & Suddart, 2002)

F. Patofisiologi
Penyakit serebrovaskuler mengacu pada abnormal fungsi susunan saraf pusat yang
terjadi ketika suplai darah normal ke otak terhenti. Patologi ini melibatkan arteri, vena
atau keduanya. Sirkulasi serebral mengalami kerusakan sebagai akibat sumbatan partial
atau komplek pada pembuluh darah atau hemoragi yang diakibatkan oleh robekan dinding
pembuluh darah. Penyakit vaskuler susunan saraf pusat dapat diakibatkan oleh
arteriosklerosis (paling umum) perubahan hipertensi, malformasi, arteri-vena,
vasospasme, inflamasi arteritis atau embolisme.
Sebagai akibat penyakit vaskuler pembuluh darah kehilangan elastisitas menjadi keras
dan mengalami deposit ateroma, lumen pembuluh darah secara bertahap tertutup
menyebabkan kerusakan sirkulasi serebral dan iskemik otak. Bila iskemik otak bersifat
sementara, biasanya tidak terdapat defisit neurologi. Sumbatan pembuluh darah besar
menimbulkan infark serebral pembuluh ini, suplai dan menimbulkan hemoragik (Brunner
& Suddarth, 2002).
Penurunan suplai darah ke otak dapat sering mengenai arteria vertebro basilaris yang
akan mempengaruhi N.XI (assesoris) sehingga akan berpengaruh pada sistem
mukuloskeletal (saraf motorik) sehingga terjadi penurunan sistem motorik yang akan
menyebabkan ataksia dan akhirnya menyebabkan kelemahan pada satu atau empat alat
gerak, selain itu juga pada arteri vertebra basilaris akan mempengaruhi fungsi dari otot
facial oral terutama ini diakibatkan kerusakan diakibatkan oleh kerusakan N.VII (fasialis),
N.IX (glasferingeus) N.XII (hipoglakus), karena fungsi otot fasial/oral tidak terkontrol
maka akan terjadi kehilangan dari fungsi tonus otot fasial/oral sehingga terjadi kehilangan
kemampuan untuk berbicara atau menyebut kata-kata dan berakhir dangan kerusakan
artikulasi, tidak dapat berbicara (disatria). Pada penurunan aliran darah ke arteri vertebra
basilaris akan mempengaruhi fuingsi N.X (vagus) dan N.IX (glasovaringeus) akan
mempengaruhi proses menelan kurang ,sehingga akan mengalami refluk, disfagia dan
pada akhirnya akan menyebabkan anoreksia dan menyebabkan gangguan nutrisi. Keadaan
yang terkait pada arteri vertebralis yaitu trauma neurologis atau tepatnya defisit
neurologis. N.I (olfaktorius) , N.II (optikus),N.III (okulomotorik),N.IV (troklearis), N.VII
(hipoglasus) hal ini menyebabkan perubahan ketajaman pengecapan, dan penglihatan,
penghidungan. Pada kerusakan N.XI (assesori) pada akhirnya akan mengganggu
kemampuan gerak tubuh (Doengos, 2000).

G. Komplikasi
1. Kenaikan tekanan darah (tinggi)
2. Kadar gula darah (tinggi)
3. Gangguan jantung
4. Infeksi/ sepsis
5. Gangguan ginjal dan hati
6. Cairan, elektrolit asam dan basa

(Brunner & Suddarth, 2002)


H. Pathway
Faktor2 resiko kolesterol,
usia, DM, hipertensi, jenis
kelamin,

Aterosklerosis Katup jantung rusak, miokard Aneurisma, malformasi,


hiperkoagulasi artesis infark, endokarditis arterouvenous

Thrombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak oleh Pendarahan intraserebral


bekuan darah, lemak dan udara

Oklusi pembuluh darah Perembesan darah ke parenkim


Emboli serebral otak, penekanan jaringan otak

Iskemik jaringan otak, edema, Stroke


dan keongesti jaringan sekitar Infark otak, edema, herniasi otak
(serebro vaskuler accident)

Deficit neurologi

Infark serebral Kehilangan kontrol volunter Disfungsi bahasa & Disfungsi motorik
komunikasi

Ketidakefektifan perfusi Hemiplegic, Intake nutrisi


jaringan serebral hemiparese Disartia afasia, apraksia tidak adekuat

Lupa keterbatasan, Hambatan Kerusakan Perubahan


usia lanjut, mobilitas fisik komunikasi verbal nutrisi kurang
dari kebutuhan

Resiko jatuh Koma


kematian

Deficit perawatan Kelemahan fisik umum


diri
Dilakukan procedure invasive
Resiko infeksi
(pemasangan iv cath., DC,
Reiko tinggi NGT, mayo, ataupun ET)
kerusakan intergritas
kulit

(Arif Muttaqin, 2008; Brunner & Suddarth, 2002; Doengos, 2000)


I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. CT SCAN : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah.

(Brunner & Suddarth, 2002)

J. Pengkajian
1. Pola persepsi kesehatan dan managemen kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat, dan bagaimana
memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat
kesehatan, hubungannya dengan aktifitas dan rencana yang akan datang serta usaha-
usaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Menggunakan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan
suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang
disukai maupun penggunaan vitamin tambahan, keadaan kulit, rambut, kuku,
membran mukosa, gigi, suhu, berat badan, tinggi badan, juga kemampuan
penyembuhan.
3. Pola eliminasi
Pola defekasi (warna, kuantitas, dll), penggunaan alat-alat bantu, penggunaan obat-
obatan.
4. Pola aktifitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi, berpakaian, eliminasi,
mobilisasi ditempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga, serta berikan skore dari
0-4 yaitu:
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu alat dan orang lain
4 : ketergantungan/ tidak mampu

Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi di tempat
Berpindah
Ambulansi

5. Pola istirahat dan tidur


Pola tidur dan istirahat, persepsi, kualitas latihan dan rekreasi, penggunaan obat-
obatan.
6. Pola kognitif dan persepsi sensorik
Penginderaan: penglihatan, rasa, bau, sentuhan/ sensasi nyeri, kemampuan bahasa,
kemampuan membuat keputusan, ingatan, ketidaknyamanan dan kenyamanan.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Body image, identitas diri, harga diri, peran diri, ideal diri.
8. Pola peran-hubungan social
Pola hubungan pasien, keluarga dan masyarakat, peran tanggung jawab.
9. Pola koping dan toleransi stress
Yang manggambarkan penyebab stress, kemampuan mengendalikan stress,
pengetahuan tentang toleransi stress, tingkat toleransi stress, strategi menghadapi
stress.
10. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan masalah seksual.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Yang manggambarkan perkembangan moral, perilaku, dan keyakinan, realisasi
dalam kehidupan.
K. Diagnose dan Intervensi Keperawatan.
Diagnose dan intervensi keperawatan menurut Nanda-NIC-NOC (2010)
Tgl/jam Diagnose Kriteria hasil Intervensi Rasional Paraf
Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Kegagalan otoreguler akan
perfusi jaringan keperawatan selama ..x24 jam seperti tekanan darah dan nadi menyebabkan kerusakan
otak berhubungan perfusi jaringan otak dapat 2. Observasi tingkat kesadaran vaskuler serebri, yang dapat
dengan pendarahan tercapai secara optimal 3. Monitor status neurologis bermanifestasi pada
intraserebri, infark dengan kriteria hasil: dengan GCS peningkatan sistolik dan
serebri, oklusi otak, Pasien tidak gelisah, tak ada 4. Posisikan kepala elevasi 30° penurunan diastolic.
vasospasme, dan keluhan nyeri kepala, mual, 5. Anjurkan klien untuk 2. Mencegah penurunan
edema, LED kejang dan muntah. menghindari batuk dan kesadaran secara tiba-tiba
GCS:E 4, V 5, M 6, pupil mengejan berlebihan 3. Mencegah terjadinya
isokor, ada reflek cahaya, 6. Ciptakan suasana dan perubahan status neurologi
tanda-tanda vital dalam batas lingkungan yang tenang secara tiba-tiba
normal. 7. Berikan penjelasan kepada 4. Mengurangi kerusakan otak
klien dan keluarga penyebab lebih lanjut
peningkatan TIK dan 5. Dapat meningkatkan TIK dan
akibatnya terjadinya perdarahan ulang
8. Kolaborasi dengan tim medis 6. Mengurangi rangsangan otak
lain untuk pemberian cairan dan mencegah perdarahan otak
infuse yang adekuat dan terutama pada pasien dengan
pengobatan yang efektif SH
7. Keluarga lebih berpastisipasi
dalam proses penyembuhan
8. Mempercepat proses
penyembuhan dan pemulihan
Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji mobilitas fisik klien dan 1. Mengetahui tingkat
fisik berhubungan keperawatan selama ..x24 jam kekuatan otot ekstremitas kemampuan mobilitas klien
dengan gangguan klien mampu melaksanakan 2. Lakukan gerak pasif pada 2. Mencegah terjadinya kekakuan
neuromuskuler, aktifitas fisik sesuai ekstremitas yang tidak bisa otot
penurunan kekuatan kemampuan dengan kriteria digerakkan. 3. Mencegah terjadinya iskemia
kendali atau massa hasil: 3. Ubah posisi klien tiap 2 jam jariangan pada daerah yang
otot (hemiparese/ 1. Kekuatan otot ≥3 4. Berikan penguatan positif tertekan
hemiplegi) 2. Klien dapat ikut serta selama latihan 4. Mendorong klien untuk aktif
dalam program latihan 5. Ajarkan cara latihan gerak berusaha
3. Tidak terjadi kontraktur pasif dan informasikan pada 5. Keluarga berpartisipasi dalam
sendi keluarga akibat bila tidak proses pemulihan ekstremitas
dilakukan gerak pasif 6. Mempercepat proses mobilisasi
6. Kolaborasi dengan ahli pasien
fisioterapi
Deficit perawatan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kebutuhan ADL pasien 1. Mengetahui tingkat
diri berhubungan keperawatan selama ..x24 jam dengan skala aktifitas kemampuan ADL pasien
dengan kelemahan terjadi peningkatan perilaku 2. Ajarkan pada pasien dan 2. Klien dan keluarga aktif dalam
neuromuskuler, dalam perawatan diri dengan keluarga cara untuk perawatan proses pemenuhan ADL klien
menurunnya kriteria hasil: diri 3. Kebutuhan ADL pasien
kekuatan otot, 1. Menunjukkan gaya hidup 3. Bantu klien dalam pemenuhan terpenuhi selama dalam proses
kehilangan control untuk kebutuhan merawat kebutuhan ADL seperti penyembuhan penyakit
koordinasi otot. diri mandi, makan, BAK, BAB 4. Klien dan keluarga aktif dalam
2. Dapat menunjukkan dan ROM pemenuhan ADL dan
perawatan diri sesuai 4. Libatkan klien dan keluarga memandirikan klien
kemampuan dalam proses pemunuhan 5. Klien dan keluarga mengetahui
kebutuhan ADL dan paham pentingnya
5. Informasikan pada klien dan kebutuhan ADL dalam proses
keluarga tentang pentingnya pemulihan dan penyembuhan
kebutuhan ADL penyakit
6. Kolaborasi dengan tim medis 6. Pertolongan pertama fungsi
lain untuk pemberian pelumas usus/ defekasi, retensi urine
feses, pemasangan DC jika
perlu
Kerusakan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan 1. Mengetahui tingkat
komunikasi verbal keperawatan selama ..x24 jam berkomunikasi dan perhatikan kemampuan komunikasi pasien
berhubungan klien mampu menggunakan tanda non verbal pasien. baik verbal maupun non verbal
dengan gangguan bahasa isyarat, 2. Libatkan keluarga untuk 2. Keluarga juga bisa mengerti
neuromukuler, mengekspresikan perasaan memahami pesan klien dan memahami pesan klien
kehilangan control dan bicara, dengan kriteria 3. Sediakan petunjuk sederhana 3. Mudah dimengerti oleh klien
tonus otot fasial hasil: 4. Gunakan kata sederhana dan 4. Mudah dimengerti dan
1. Tercipta komunikasi untuk pendek dipahami
kebutuhan klien 5. Dorong keluarga untuk selalu 5. Melatih komunikasi verbal
2. Mampu merespon setiap mengajak komunikasi dengan maupun non verbal dari pasien
komunikasi verbal maupun pasien. 6. Keluarga dan pasien dapat
isyarat 6. Jelaskan pada keluarga berperan aktif dalam proses
pentingnya komunikasi yang perbaikan komunikasi pasien
baik dengan pasien dan mempercepat proses
7. Kolaborasi dengan terapi pemulihan
wicara jika perlu 7. Mempercepat proses
pemulihan komunikasi
Resiko tinggi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji dan observasi kulit 1. Mengetahui ada tidaknya
kerusakan integritas keperawatan selama ..x24 jam pasien, terutama tubuh bagian tanda-tanda kerusakan
kulit berhubungan tak terjadi kerusakan belakang jika terlalu lama integritas kulit seperti luka
dengan imobilisasi integritas kulit dengan kriteria terbaring, terpasang restrain. dekubitus dll.
fisik hasil: 2. Jaga kebersihan kulit dan jaga 2. Mencegah terjadinya
1. Kulit tak mengalami lecet/ kelembapan kulit dengan kerusakan integritas kulit atau
luka/ dekubitus karena tirah lotion. menjadi lebih berat.
baring 3. Mobilisasi pasien/ ubah posisi 3. Mencegah kerusakan integritas
2. Integritas kulit baik pasien tiap 2 jam sekali kulit seperti dekubitus.
3. Mampu melindungi dan 4. Mandikan pasien dengan air 4. Menjaga kebersihan kulit.
mempertahankan hangat dan sabun 5. Pasien dan keluarga dapat
kelembapan kulit 5. Informasikan kepada pasien mengerti dan memahami apa
dan keluarga penyebab yang menjadi penyebab
terjadinya luka/ kerusakan terjadinya kerusakan integritas
integritas kulit kulit dan dapat melakukan
6. Kolaborasi dengan ahli gizi tindakan pencegahannya.
untuk pemberian nutrisi tinggi 6. Meningkatkan kualitas
protein, kalori, mineral dan elastisitas kulit.
vitamin
Perubahan nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji pola makan, kebiasaan 1. Mengetahui pola, kebiasaan,
kurang dari keperawatan selama ..x24 jam dan makanan kesukaan pasien dan kesukaan makanan pasien
kebutuhan tubuh terjadi peningkatan status 2. Anjurkan pada keluarga untuk dan rencana tindakan
berhubungan nutria dengan kriteria hasil: meningkatkan intake nutrisi selanjutnya.
dengan 1. Konsumsi nutrisi yang dan cairan pada pasien 2. Memenuhi kebutuhan nutrisi
ketidakmampuan adekuat 3. Monitor intake nutrisi dan dan cairan pasien.
pemasukan 2. Bebas dari tanda malnutrisi kalori 3. Mengetahui perkembangan
4. Berikan nutiri lewat selang proses asupan nutrisi.
NGT (jika terpasang NGT) 4. Memenuhi kebutuhan nutrisi
tiap 4-6jam sekali pasien
5. Informasikan pada pasien dan 5. Keluarga dan pasien dapat
keluarga pentingnya asupan berperan aktif dalam
nutrisi dalam proses pemenuhan kebutuhan nutrisi
pnyembuhan pasien
6. Kolaborasi dengan tim medis 6. Memenuhi kebutuhan nutrisi
lain untuk pemasangan NGT dan mencegah terjadinya
jika perlu malnutrisi selama masa
7. Kolaborasi dengan ahli gizi pemulihan dan pengobatan.
untuk pemberian nutrisi tinggi 7. Memenuhi kebutuhan nutrisi
kalori, protein dan vitamin klien
Resiko jatuh Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi dan kaji tingkat 1. Mengetahui tingkat resiko
berhubungan keperawatan selama ..x24 jam keamanan pasien dalam kemungkinan jatuh pasien dan
dengan lanjut usia pasien jatuh tidak terjadi bermobilisasi di tempat tidur. rencana tindak lanjut.
(>65 tahun), dengan kriteria hasil: 2. Lakukan pengkajian pasien 2. Mengetahui presentase tinggi
hambatan mobilitas 1. Pasien dalam keadaan resiko jatuh. rendahnya resiko jatuh pasien.
fisik aman terbebas dari injuri 3. Pantau karakteristik 3. Mencegah terjadinya pasien
2. Pasien tidak jatuh lingkungan pasien. jatuh.
4. Naikkan penghalang tempat 4. Mengurangi/ mencegah pasien
tidur, pasang anak gelang jatuh, mempermudah tim
pasien resiko jatuh. medis lain untuk mengetahui
5. Pasang restrain jika perlu bahwa pasien adalah pasien
(pasien lupa keterbatasan, resiko jatuh.
bergerak tanpa kendali) 5. Mengurangi gerakan tidak
6. Berikan posisi dan lingkungan terkendali, mencegah jatuh.
yang nyaman. 6. Memberikan rasa nyaman
7. Intruksikan pada pasien agar 7. Memenuhi kebutuhan pasien
mencari bantuan jika dan mencegah terjadinya
memerlukan. pasien jatuh.
8. Kolaborasi dengan tim medis 8. Mencegah terjadinya pasien
lain untuk meminimalkan efek jatuh karena efek samping
samping obat yang dapat obat.
menyebabkan jatuh.

Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji dan obervasi area yang 1. Mengetahui tanda-tanda infeksi
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam dilakukan tindakan invasive. 2. Mengurangi dan mencegah
dengan prosedur tidak terjadi infeksi pada 2. Lakukan perawatan pada area terjadinya proses infeksi.
invasive daerah yang dilakukan yang dilakukan tindakan 3. Tindakan aseptic untuk
(pemasangan iv prosedur invasive dengan invasive memperkecil terjadinya infeksi
cath., DC, NGT, kriteria hasil: 3. Cuci tangan sebelum dan 4. Mengurangi tingkat infeksi dan
mayo, ataupun ET). 1. Tak terjadi bengkak, sesudah melakukan tindakan mencegah kerusakan pada
kemerahan, nyeri pada area perawatan. pembuluh darah yang
dilakukan procedure 4. Lakukan penggantian iv terpasang iv catheter.
invasive (pemasangan iv catheter per 3x24 jam 5. Kebersihan tubuh yang terjaga
cath.) 5. Jelaskan dan informasikan akan menurunkan tingkat
pada pasien dan keluarga resiko terjadinya infeksi.
pentingnya menjaga 6. Meminimalkan terjadinya
kebersihan tubuh infeksi
6. Kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian antibiotic
kalau perlu
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Doenges, Marilynn E.2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk. Jakarta :
EGC.
Feigin, dr. Valery. 2004. Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan Pemulihan Stroke.
PT. Buana Ilmu Populer: Jakarta
Junaidi, Iskandar. 2012. Stroke Waspadai Ancamannya. CV Andi Offset: Yogyakarta
Mustaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Salemba Medika: Jakarta
Smeltzer C. Suzannne, Brunner & Suddarth. 2002 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Alih Bahasa Andry Hartono, dkk., , EGC: Jakarta
Black, J.M, Hawks J.H. 2009. Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Positive
Outcomes, Philadelpia: WB. Sounders Company.
NANDA. 2010. Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika: Jakarta.
______. 2010. Diagnosa Nanda NIC & NOC. Prima Medika: Jakarta
Tarwoto & Wartonah, Suryati. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,
edisi 4. Salemba Medika: Jakarta.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid 1. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta
Ganong, W.F. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai