KONSEP DASAR
A. DEFINISI
B. ANATOMI FISIOLOGI
a. Otak
merupakan pusat kendali fungsi tubuh yang rumit dengan sekitar 100 millar
sel saraf, walaupun berat total otak hanya sekitar 2,5% dari berat tubuh, 70
% oksigen dan nutrisi yang diperlukan tubuh ternyata digunakan oleh otak.
Berbeda dengan otak dan jaringan lainya. Otak tidak mampu menyimpan
nutrisi agar bisa berfungsi, otak tergantung dari aliran darah, yang secara
kontinyu membawa oksigen dan nutrisi. Pada dasarnya otak terdiri dari tiga
bagian besar dengan fungsi tertentu yaitu:
1. Otak Besar
Otak besar yaitu bagian utama otak yang berkaitan dengan fungsi
intelektual yang lebih tinggi, yaitu fungsi bicara, integritas informasi
sensori (rasa) dan kontrol gerakan yang halus. Pada otak besar
ditemukan beberapa lobus yaitu, lobus frontalis, lobus parientalis, lobus
temporalis, dan lobus oksipitalis
2. Otak Kecil
Terletak dibawah otak besar berfungsi untuk koordinasi gerakan dan
keseimbangan
3. Batang Otak
Berhubungan dengan tulang belakang, mengendalikan berbagai fungsi
tubuh termasuk koordinasi gerakan mata, menjaga keseimbangan, serta
mengatur pernafasan dan tekanan darah. Batang otak terdiri dari, otak
tengah, pons dan medula oblongata.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk
gerakangerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada
kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk
impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari
sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan
ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium,
yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya
adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus
gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang
otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang
menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan
bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf
pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu
talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan
stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting.
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai
dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar
seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari
sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah
dan emosi (Satyanegara, 2010).
b. Nervus Cranial
1. Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak
2. Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak
3. Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris
4. Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata
5. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf
otak besar, sarafnya yaitu:
a) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata
b) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris
c) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu
6. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata
7. Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf
ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah
dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan
rasa pengecap
8. Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar
9. Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak
10. Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen.
Fungsinya sebagai saraf perasa
11. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan
12. Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf
ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
c. Sirkulasi Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam
rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk
sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi (Satyanegara, 2010).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada
struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula
interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis
dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.
Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan
frontalis korteks serebri (Satyanegara, 2010). Arteria vertebralis kiri dan
kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis
memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak
tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-
cabangnya memperdarahi Sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis
dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah di
dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus,
melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial
C. KLASIFIKASI
E. PATOFISOLOGI
Hipertensi yang terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya penebalan dan
degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral
sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat
serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perubahan yang terus berlanjut ini dapat
menyebabkan pembuluh darah otak (serebral) pecah sehingga terjadi stroke hemoragik
(Rahmayanti, 2019).
Mekanisme yang sering terjadi pada stroke perdarahan intraserebral adalah faktror
dinamik yang berupa peningkatan tekanan darah. Hipertensi kronis menyebabkan
pembuluh darah arteriol yang berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan
yang patologik. Perubahan tersebut berupa lipohyalinosis, fragmentasi, nekrosis, dan
mikroaneurisma pada arteri di otak. Kenaikan tekanan darah secara mendadak ini dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka
akan menyebabkan perdarahan (Munir, 2015).
Pecahnya pembuluh darah otak mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
oedema di sekitar otak. Peningkatan Transient Iskemic Attack (TIA) yang terjadi
dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan Intraserebral sering dijumpai di daerah pituitary glad, thalamus, sub
kartikal, lobus parietal, nucleus kaudatus, pons, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau
nekrosis fibrinoid (Perdana, 2017).
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM (Arteriovenous Malformati).
Aneurisma paling sering di dapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi
willis sedangkan AVM (Arteriovenous Malformatio) dapat dijumpai pada jaringan
otak di permukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun di dalam ventrikel otak dan
ruang subarachnoid (Perdana, 2017).
Aneurisma merupakan lesi yang didapatkan karena berkaitan dengan tekanan
hemodinamik pada dinding arteri. Suatu anuerisma matur memiliki sedikit lapisan
media, diganti dengan jaringan ikat, dan mempunyai lamina elastika yang terbatas atau
tidak ada sehingga mudah terjadi ruptur. Saat aneurisma ruptur, terjadi ekstravasasi
darah dengan tekanan arteri masuk ke ruang subarachnoid dan dengan cepat menyebar
melalui cairan serebrospinal mengelilingi otak dan medulla spinalis. Ekstravasasi
darah menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) global dan mengiritasi
meningeal (Munir, 2015).
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan
vasopasme pembuluh darah serebral. Vasopasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasopasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan
yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh darah arteri di ruang subarachnoid. Ini dapat mengakibatkan disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia, dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan
glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi
(Wati, 2019).
Perdarahan subarachnoid (PSA) yang mengacu pada perdarahan otak di bawah
arachnoid, sering menyebabkan onset cepat defisit neurologis dan hilangnya
kesadaran. Perdarahan subarachnoid ini akan direspon tubuh dengan cara
mengkonstraksi pembuluh darah (vasokonstriksi atau vasospasme) yang diransang
oleh zat-zat yang bersifat vasokonstriksi seperti serotonin, prostaglandin, dan produk
pecahan darah lainnya. Keadaan ini akan memicu ion kalsium untuk masuk kedalam
sel otot polos pembuluh darah. Akibatnya konstraksi atau spasme akan semakin hebat
dan lambat laun, yaitu sekitar hari kelima setelah perdarahan, kontraksi akan mencapai
puncaknya sehingga terjadi penutupan lumen atau saluran pembuluh darah secara total
dan darah tidak dapat mengalir lagi ke sel saraf yang bersangkutan. Akhirnya terjadi
kematian pada sel saraf dan menyebabkan kehilangan kontrol mengakibatkan
terjadinya hemiplegi dan hemiparesis. Hemiplegi dan hemiparesis dapat
mengakibatkan kelemahan pada alat gerak dan menyebabkan keterbatasan dalam
pergerakan fisik pada ekstremitas sehingga muncul masalah keperawatan hambatan
mobilitas fisik.
F. PATHWAYS
I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksaan Umum
a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral decubitus bila disertai
muntah. Boleh dimulai mobilisasi bertahap apabila hemodinamik stabil.
b) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi bila perlu berikan oksigen 1-2
liter/menit bila ada hasil gas darah
c) Kandungan kemih yang penuh dikosongkan kateter
d) Control tekanan darah, dipertahankan normal
e) Suhu tubuh harus dipertahankan
f) Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan, bila terdapat
gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun, dianjurkan pipi NGT
g) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi
2. Penatalaksaan Medis
a) Trombolitik(streptokinase)
b) Anti platelet/ anti thrombolitik (asetosol, cilostazol, dipiridamol)
c) Antikoagulan (heparin)
d) Hemarrhagea (pentoxyfilin)
e) Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
f) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)
3. Penatalaksanaan Khusus/ Komplikasi
a) Atasi kejang (antikonvulsan)
b) Atasi tekanan intrakranial yang meninggi monitol, gliserol, furosemide,
intubasi, steroid dll
c) Atasi dekompresi (kraniotomi)
d) Untuk penatalaksanaan faktor resiko:
1) Atasi hipertensi (anti hipertensi)
2) Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)
3) Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menentukan perawatan yang paling tepat untuk pasien stroke, serta evaluasi
jenis stroke yang dialami pasien dimana area otak yang terkena, maka harus dilakukan
pemeriksaan diantaranya :
a. Tes Darah
Pasien harus mengalami serangkaian ters darah agar dapat diketahui seberapa cepat
gumpalan darah berkembang, untuk mengetahui gula darah tinggi atau rendah
secara abnormal, untuk mengetahui zat kimia darah yang tidak seimbang, dan juga
untuk mengetahui apakah pasien infeksi atau tidak.
b. CT Scan
Pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan infark dengan perdarahan.
c. Scan Resonasi Magnetik (MRI)
MRI digunakan untuk mendeteksi jaringan otak yang rusak oleh stroke iskemik
dan perdarahan otak.
d. USG Karotis
Tes ini untuk menunjukkan penumpukan deposit lemak (plak) dan aliran darah
diarteri karotid.
e. Angiogram Serebral
Pemeriksaan ini membantu untuk menentukan penyebab stroke secara spesifik
antara lain perdarahan, obstruksi arteri, dan ruptur.
f. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan sumber gumpalan dijantung yang
mungkin telah berpindah dari jantung ke otak dan menyebabkan stroke.
b) Pola kesehatan
1) Aktivitas dan latihan
Apakah pasien mengalami kelemahan, letih, nafas pendek, gaya
hidup yang tidak sehat dan monoton
2) Pola nutrisi metabolic
Apakah pasien makan teratur dengan pola hidup yang sehat, diit
rendah garam
3) Pola istirahat tidur
Apakah pasien sering merasakan terbangun karena merasakan nyeri
kepala
4) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
5) Apakah dalam menjalani pengobatan pasien merasakan tertekan
atau tidak
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
Pola napas tidak SeSetelah dilakukan MANAJEMEN JALAN
efektif b.d tindakan keperawatan NAPAS (I.01011)
gangguan selama 3x24 jam O:
neuromuskuler diharapkan pola napas - Monitor pola napas
(D.D.0005) membaik, dengan - Monitor bunyi napas
kriteria hasil: tambahan
DS: (L.01004) T:
- Dispnea - Frekuensi - Posisikan semi fowler
DO: napas dari atau fowler
- Penggunaan sedang (3) ke - Berikan oksigen, jika
otot bantu membaik (5) perlu
napas - Kedalaman E:
napas dari - Anjurkan asupan cairan
sedang (3) ke 2000 ml/hari, jika tidak
membaik (5) kontraindikasi
K:
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
Gangguan SeSetelah dilakukan Promosi Komunikasi:
komunikasi verbal tindakan keperawatan Devisit Bicara (I.13492)
b.d gangguan selama 3x24 jam
O:
neuromuskuler diharapkan
(D.0119) komunikasi verbal - Monitor kecepatan,
meningkat, dengan tekanan, kuantitas,
DS: kriteria hasil: volume dasn diksi bicara
- (L.12118) - Monitor proses kognitif,
DO: - Kemampuan anatomis, dan fisiologis
- Tidak ada mendengar dari yang berkaitan dengan
kontak mata sedang (3) ke bicara
meningkat (5) - Monitor frustrasi, marah,
- Kontak mata dari depresi atau hal lain yang
sedang (3) ke menganggu bicara
meningkat (5) - Identifikasi prilaku
emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi
T:
- Gunakan metode
Komunikasi alternative
(mis: menulis, berkedip,
papan Komunikasi
dengan gambar dan
huruf, isyarat tangan,
dan computer)
- Sesuaikan gaya
Komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri
di depan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah
dengan perlahan sambil
menghindari teriakan,
gunakan Komunikasi
tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk
memahami ucapan
pasien
- Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
- Ulangi apa yang
disampaikan pasien
- Berikan dukungan
psikologis
- Gunakan juru bicara, jika
perlu
E:
- Anjurkan berbicara
perlahan
- Ajarkan pasien dan
keluarga proses kognitif,
anatomis dan fisiologis
yang berhubungan
dengan kemampuan
berbicara
K:
K:
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Gangguan mobilitasSeSetelah dilakukan DUKUNGAN AMBULASI
fisik b.d gangguan tindakan keperawatan (1.06171)
neuromuskuler selama 3x24 jam
O:
(D.0054) diharapkan mobilitas
fisik meningkat, - Identifikasi adanya nyeri
DS: dengan kriteria hasil: atau keluhan fisik
- Merasa cemas (L.05042)
lainnya
saat bergerak - Kekuatan otot dari
sedang (3) ke - Identifikasi toleransi
DO: membaik (5) fisik melakukan
- Kekuatan otot - Kelemahan fisik
ambulasi
menurun dari sedang (3) ke
- Rentang gerak menurun (5) - Monitor frekuensi
(ROM) jantung dan tekanan
menurun darah sebelum memulai
- Gerakan
terbatas ambulasi
- Fisik lemah - Monitor kondisi umum
selama melakukan
ambulasi
T:
- Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat,
kruk)
- Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
E:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
Defisit perawatanSeSetelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri
diri b.d gangguan tindakan keperawatan (I.11348)
neuromuskuler selama 3x24jam O:
(D.0109) diharapkan Perawatan - Identifikasi kebiasaan
Diri Meningkat dengan aktivitas perawatan diri
DS: kriteria hasil: sesuai usia
- Menolak - Kemampuan - Monitor tingkat kemandirian
melakukan mandi dari - Identifikasi kebutuhan alat
perawatan menurun (1) ke bantu kebersihan diri,
diri sedang (3) berpakaian, berhias, dan
DO: - Kemampuan makan
- Tidak mengenakan
T:
mampu pakaian dari
mandi/ menurun (1) ke - Sediakan lingkungan yang
mengenakan sedang (3) terapeutik (mis. suasana
pakaian/ - Kemampuan hangat, rileks, privasi)
makan/ makan dari - Siapkan keperluan pribadi
toilet/ menurun (1) ke (mis. parfum, sikat gigi, dan
berhias sedang (3) sabun mandi)
secara - Kemampuan ke - Dampingi dalam melakukan
mandiri toilet perawatan diri sampai
(BAB/BAK) mandiri
meningkat - Fasilitasi untuk
(L.11103) ketergantungan
- Fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
E:
- Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
menerima keadaan
E:
K:
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
-
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
Resiko perfusi
SeSetelah dilakukan MANAJEMEN
serebral tidak tindakan keperawatan PENINGKATAN TEKANAN
efektif b/d selama 3x24 jam INTRAKRANIAL (I.06194)
hipertensi (D.0017) diharapkan perfusi O:
serebral meningkat, - Identikasi penyebab
DS: dengan kriteria hasil: peningkatan TIK
- Pusing - tingkat - Monitor tanda/gejala
- Lemah kesadaran dari peningkatan TIK
- Mukosa menurun (1) ke - Monitor MAP
bibir pucat sedag (3) - Monitor status
DO: - kesadaran dari pernapasan
- Tekanan memburuk (1) - Monitor intake dan
darah ke sedang (3) output cairan
meningkat - tekanan darah T:
sistolik dari - Minimalkan stimulus
sedang (3) ke dengan menyediakan
membaik (5) lingkungan yang
- tekanan darah tenang
diastolic dari - Berikan posisi semi
sedang (3) ke fowler
membaik (5) - Pertahankan suhu tubuh
normal
K:
- Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi
harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2018).
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2018). Dalam buku Konsep & penulisan
Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan.Terdapat 2 jenis evaluasi :
a) Evaluasi formatif (Proses) Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini
meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif
(data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan..
b) Evaluasi sumatif (hasil) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan
setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi
sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan
yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini
adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon
pasien dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan
pada akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan
yaitu :
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian
3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi
a) S (Subjektif): Hasil pemeriksaan terakhir yang dikeluhkan oleh
pasien biasanya data ini berhubungan dengan kriteria hasil.
b) O (Objektif): Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi
perawat secara langsung pada klien, dan yang dirasakan klien
setelah dilakukan tindakan keperawatan
c) A (Analisa): Menjelaskan apakah masalah kebutuhan pasien
terpenuhi atau tidak
d) P (Plan) : Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, D., & Martini, S. (2018). Hubungan Karakteristik dan Obesitas Sentral dengan
Kejadian Hipertensi. Jurnal Berkala Epidemiologi , 6 (1), 43-50
Affandi, I.G & Reggy, P. (2016). Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada Stroke.
Vol.43
Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Singapore: Elsevier
Dinarti, & Muryanti. (2018). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi Keperawatan.
Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: CV Andi Offset
Munir, 2015. Multimedia Konsep & Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta
Nugraha, A. Y. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Hemoragik Di Ruang
Rawat Inap Syaraf Rsup Dr.M.Djamil Padang. 157
Padila. (2018). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.
Perdana. (2017) Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Stroke Hemoragik Di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Rahmayanti, dkk. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesiapan Perawat Dalam
Melaksanakan Evidence-Based Practice (Ebp): A Literature Review
Rendy, M.Clevo & Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam.
Yogyakarta:Nuha Medika
Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:Sagung Sero
Wati. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik
Dengan Gangguan Menelan Di Ruang Dahlia