Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENEUMOTHORAX


PADA Tn. S DI KASUS KEPERAWATAN KRITIS

Oleh:

Fransisko

2017.C.09a.0841

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Penyakit


1.1.1 Definisi
Pneumothoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi
udara ekstra pulmoner dalam rongga pleura, antara plura visceral dan parinteral
yang dapat menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada keadaan normal rongga
pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga
dada (Rahajoe, 2012)
Pneumothoraks terjadi bila udara masuk kedalam rongga pleura, akibatnya
jaringan paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan cairan. Lebih tepat
kalau dikatakan paru kolaps (jaringan paru elastis ). (Tambayong, 2010).
Pneumothorax atau collaps paru-paru, adalah pengumpulan udara dalam
ruangan disekitar paru-paru. Penumpukan udara menempatkan tekanan pada paru-
paru, sehingga tidak dapat memperluas sebanyak biasanya. (Matt Vera, 2012)
1.1.2 Etiologi
1. Segala bentuk trauma dada
2.  Spontan → sering kali di dapat penyakit dasar berupa :
1. TBC paru
2. Bronkhitis kronis
3. Emfisema
4. Kanker paru
3. Pneumotorak dapat terjadi secara spontan atau traumatic dan klasifikasi
pneumotorak berdasarkan penyebabnya di bagi sebagai berikut :
1. Pneumotorak Spontan.
Adalah setiap pneumotorak yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab
(trauma ataupun iatrogenetik), ada 2 jenis yaitu :
a. Pneumotorak Spontan Primer
Pneumotorak Primer Spontan (PSP) adalah suatu pneumotorak yang terjadi tanpa
ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu
sehat. Dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisis yang berat tetapi
juntru terjadi pada saat istirahat dan sampai sekarang belum di ketahui
penyebabnya.
b. Pneumotorak Spontan Sekunder
Pneumotorak Spontan Sekunder (PSS) adalah suatu pneumotorak yanjg terjadi
karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK, asma
bronchial, pneumonia tumor paru, dsb.
2. Pneumotorak Traumatik.
Pneumotorak Traumatik Adalah pneumotorak yang terjadi akibat suatu
penetrasi ke dalam rongga pleura karena luka tusuk atau luka tembak atau
tusukan jarum/kanuil. Pneumotorak Traumatik juga ada 2 jenis yaitu :
a. Pneumotorak Traumatik bukan iatrogenic.
Adalah pneumotorak yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas dinding
dada terbuka/tertutup, baro trauma.
b. Pneumotorak traumatic iatrogenic.
Adalah pneumotorak yang terjadi akibat tindakan oleh tindakan tenaga medis.
Pneumotorak jenis inipun masih di bedakan menjadi 2:
1) Pneumotorak traumatic iatrogenic aksidental, adalah pneumotoraks yang
terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindkan tsb.
Misalnya pada tindakan parasentesis dada, biopsy pleural, biopsy
transbronkial, biopsy/aspirsi paru perkutneus, kanulasi vena sentral barotrauma
(mechanical ventilation).
2) Pneumotoraks traumatic iatrogenic artificial (deliberate) adalah pneumotorak
yang sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura
melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi
tuberculosis.
1.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya Pneumotoraks diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
1. Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika
pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga
disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang
disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur
tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret
dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan
sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit
paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan).
2. PneumothoraksTraumatik  
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus
(luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan
bermotor). Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis
tertentu (misalnya torakosentesis).
3. Pneumotoraks karena tekanan                                 
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru- paru
mengalami kollaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi
pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok.
1.1.4 Patofisiologi (Patway)
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, di tunjang oleh
jaringan ikat, pembuluh-pembuluih darah kapiler dan pembuluh-pembuluh
getah bening. Rongga pleura di batasi oleh 2 lapisan tipis sel mesotelial, terdiri
atas pleura parietalis dan pleura viselaris. Pleura parietalis melapisi oto-otot
dinding dada, tulang dan kattilago, diafragma dan mediastinum, sangat
sensitive terhadap nyeri. Pleura viseralis melapisi paru-paru dan menyusup ke
dalam semua fisura dan tidak sensitive terhadap nyeri. Rongga pleura individu
sehat terisi cairan (10-20 ml) dan berfungsi sebagai pelumas diantara kedua
laoisan pleura.
Patogenesis pneumotorak spontan sampai sekarang belum jelas.
1. Pneumotoraks Spontan Primer
Terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis.
Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien pneumotorak spontan
yang parunya direseksi tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam
bentuk blab dan bulla. Bulla merupakan suatu kantong yang di batasi
sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal, sebagian oleh jaringan fibrosa
paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaringan paru emfisematus. Bleb terbentuk
dari suatu alveoli yang pecah melalui jaringan intertisial kedalam lapisan
fibrosa tipis pleura viseralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista.
2. Pneumotoraks Spontan Sekunder
Terjadinya pneumotoraks adalah akibat pecahnya bleb viseralis atau bulla
subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya.
Patogenesis PSS multifaktoria, umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit
PPOK (penyakit paru obstruksi kronik) asma, fibrosis kistik, tuberculosis
paru, penyakit-penyakit poaru infiltratif lainnya (misalnya pneumonia
supuratif dan termasuk pneumonia.
WOC
1. Pneumotorak Spontan
1. Segala bentuk trauma dada a. Pneumotorak Spontan Primer
2.  Spontan → sering kali di dapat penyakit dasar berupa : b. Pneumotorak Spontan Sekunder
a. TBC paru 2. Pneumotorak Traumatik.
b. Bronkhitis kronis a. Pneumotorak Traumatik bukan iatrogenic
c. Emfisema b. Pneumotorak traumatic iatrogenic
d. Kanker paru

PNEUMOTORAK

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Perdarahan Jaringan Suplai darah ke otak


interstiktsiil/ perdarahan intra Penyumbatan jalan Penumpukan cairan Status Kesehatan
Cairan eksudat yang terinfeksi menurun
alveolar nafas dirongga pleura menurun
menjalar ke lapang paru

Perfusi serebral tidak


Tekanan pembuluh darah efektif
paru meningkat Sesak nafas Kelemahan
Menekan paru-paru
Peradangangan meluas
kerongga pleura
Skemik, infarkjaringan
Aliran darah menurun serebral
Suplai cairanke dalam Ekspansi paru Menghambat kemampuan
tubuh kurang menurun individu melakukan
Reaksi antigen-antibody perawatan diri
Bradikardia
Hb menurun
Resiko kekurangan
Penurunan Kapasitas Sesak nafas Tubuh atau kulit
Pelepasan Prostagladin volume cairan
adaptif intrakranial menjadi kotor
Gangguan
pertukaran Gas Penurunan Kapasitas Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi Defisit perawatan
Hipertemia kurang dari kebutuhan
adaptif Intrakranial diri
1.1.5 Manifestasi Klinis (tanda dan gejala)
1. Sesak napas
2. Dada terasa sempit
3. Gelisah
4. Keringat dingin
5. Sianosis
6. Pola napas melemah pada bagian yang terkena
7. Nyeri pleura
8. Hipotensi
1.1.6 Komplikasi
1. Iga : Fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2. Pleura, paru-paru, bronkhi : Hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3. Jantung : Tamponade jantung, rupture jantung, ruptur otot papilar,  ruptur
klep jantung.
4. Pembuluh darah besar: Hematothoraks
5. Esofagus: Mediastinitis.
6. Diafragma : Herniasivisera dan permukaan hati, limpa dan ginjal
(Mowschenson, 2010)
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thoraks
2. Laboratorium : AGD → hipoksia
3. EKG
4. Radiologi
1.1.8 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks antara
lain dengan melakukan :
1. Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap
udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada
pneumothoraks tertutup atau terbuka, sedangkan untuk pneumothoraks
ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan
intra pleura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan udara ke
luar.
2. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura
dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah
menjadi negatif kerena udara yang positif di rongga pleura akan berubah
menjadi negatif karena udara yang keluar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra venil.
a) Dapat memakai infus set khususnya niddle
b) Jarum abbocath
c) Pipa WSD ( Water Sealed Drainage )
Pipa khusus (thoraks kateter) steril, dimasukan kerongga pleura dengan
perantara thoakar atau dengan bantuan klem penjepit (pean). Pemasukan
pipa plastik (thoraks kateter) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah
dibuat dengan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau
pada garis aksila belakang. Swelain itu data pula melalui sela iga ke 2 dari
garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung sela plastik didada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainya,posisi ujung pipa kaca yang
berada dibotol sebaiknya berada 2 cm dibawahpermukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui tekanan tersebut.
Penghisapan terus – menerus ( continous suction ).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apa bila tekanan intra pleura tetap
positif, penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar
10 – 20 cm H2O dengan tujuan agar paru cepat mengembang dan segera
terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parentalis. Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah negative lagi,
drain drain dapat dicabut, sebelum dicabut drain ditutup dengan cara dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, maka
drain dicabut.
3. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang
menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.
b. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan
atau dekortisasi.
c. Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada
fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak
dapat dipertahankan kembali.
d. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura
ditempat fistel.
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1. B1 (Breathing)
a. Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu
pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan
dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih
cembung disisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum
yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
b. Palpasi
Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada
sisi yang sakit, ruang antar iga bisa saja normal atau melebar.
c. Perkusi
Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas jantung
terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
d. Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
2. B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular
yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian
kapiler/CRT.
3. B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat
perlu memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
6. B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan
jaringan lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering
dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum.
1.2.2 Pengkajian Keperawatan Kritis
1.1 Pre Arrival ( Pengkajian Sebelum Pasien Datang) sebelum masuk di ICU
dilakukan pengkajian meliputi identitas pasien,diagnosa,tanda vital, alat
bantu invasif mekanik yang sedang dipakai bila pasien mengunakan
ventilator.
1.2 Quick Assesment ( Pengkajian Segera ) pengkajian segera setelah pasien
tiba di ICU meliputi ABCDE yaitu Airway,Breathing,Circulation,Drugs
(obat-obatan yang saat ini dipakai termasuk apakah pasien ada alergi
terhadap obat-obat tertentu).dan Equiopment ( adakah alat yang terpasang
pada pasien). Perawat yang menerima pasien di ICU segera menilai dan
melakukan kajian kondisi pasien.
1.3 Comprehensive Assesment ( Pengkajian Lengkap ) pengkajian riwayat
kesehatan lalu, riwayat sosial,riwayat psikososial dan spiritual serta
pengkajian fisik dari setiap sistem tubuh (sistem
kardiovaskuler,respirasi,neurologi, renal,gastrointestinal,endokrin dan
immunologi serta integumen).
1.4 On Going Assesment (Pengkajian berkelanjutan) kontinuitas monitoring
kondisi pasien setiap 1-2 jam pada saat kritis, kondisi pasien yang perlu
dikaji tanda-tanda vital,hemodinamik, alat-alat yang terpakai oleh pasien
saat masuk ICU
1.2.3 Diagnosa Keperawatan
1.2.3.1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-prefusi ( D.0003, halaman 22 )
1.2.3.2 Hipertermi berhubungan dengan proses pneumothorax di tandai dengan
suhu tubuh di atas nilai normal,takikardi,takipnea dan kulit terasa hangat. (
D.0130 halaman 284)
1.2.3.3 Penurunan kapasitas adaptif intrakarnial berhubungan dengan lesi
menepati ruang di tandai dengan penurunan kesadaran ( D 0066,halaman
149)
1.2.3.4 Defisit peatawatan diri berhungan dengan gangguan musculoskeletal di
tandai dengan tidak mampu mandi,makan,ketoilet, secara mandri.
( D.0109 halaman 240)
1.2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Gangguan pertukaran gas Gangguan pertukaran gas berhubungan 1. Monitor frekuensi irama,kedalaman pernafasan,dan
berhubungan dengan dengan ketidakseimbangan ventilasi upaya nafas
ketidakseimbangan ventilasi prefusi( D.0003, halaman 22 ) 2. Monitor kemampuan batuk efektif
prefusi( D.0003, halaman 3. Auskultasi bunyi nafas
22 ) Setelah diberikan asuhan keperawatan 4. Awasi tingkat kesadaran status kedaran atau mental
selama 3x24 jam di harapkan gangguan
pertukaran gas pasien meningkat dengan 5. Monitor tanda – tanda hivoventilasi
kreterian hasil: 6. Pertahan kan kepatenan dan bersihan jalan nafas
7. Berikan oksigen tambahan jika perlu
1. Dispnea menurun (5)
2. Bunyi nafas tambahan (ronchi)cukup
menurun(5)
3. Pernafasan cuping hidung menurun(5)
4. Nilia hasil AGD PCO2,PO2,dan PH
arteri membaik(5)
5. Takikardia membaik( 90-100 x/menit)
(5)
6. Pola nafas membaik (22-24 x/menit)
(5)

Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial


Penurunan kapasitas Adaptif hal.35 1. Indentifikasi penyebab peningkatan tekanan intraknial
Intrakranial berhubungan 2. Monitor Peningkatan tekanan darah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3. Monitor Pelebaran tekanan darah
dengan Lesi menempati 2x7 jam Penurunan kapasitas
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
Adaptif Intrakranial bisa teratasi dengan
ruang di tandai dengan 5. Pertahankan posisi kepala dan leher netral
kriteria hasil :
tingkat kesadaran menurun 6. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
1. Fungsi kognitif  (5)
(D.0066.halaman 149)
2. Tekanan Darah (5)
3. Respon Pupil (5)
4. Tekanan Intrakranial (5)
5. Reflek Neourologis (5)
Hipertermi berhubungan Termoregulasi (L.14134, hal 129) Manajeman Hipertermia (I.15506, hal: 181)
dengan proses infeksi Setelah diberikan askep selama 3x24 jam Observasi :
diharapkan pengaturan suhu tubuh tetap 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi,
ditandai dengan suhu tubuh
berada pada rentang normal. terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator)
di atas normal, kulit merah, Kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh
kejang, takikardi, takipnea, 1. Menggigil menurun (skor 5) 3. Monitor kadar elektrolit
2. Kulit merah menurun (skor 5) 4. Monitor haluaran urine
kulit terasa hangat (D 0130,
3. Kejang menurun (skor 5) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
hal: 284). 4. Takikardia menurun (skor 5) Teraupetik:
5. Bradikardia menurun (skor 5) 1. Sediakan lingkungan yang dingin
6. Takipnea menurun (skor 5) 2. Longgarkan ataua lepaskan pakaian
7. Suhu tubuh membaik (skor 5) 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
8. Suhu kulit membaik (skor 5) 4. Berikan cairan oral
9. Edema menurun (skor 5) 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
10. Pengisian kapiler membaik (skor hyperhidrosis (keringat berlebih)
5) 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut
11. Tekanan darah membaik (skor 5) hipotermia atau kompres dingin paada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirinBerikan
oksigen, jika perlu
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1. Monitor kebersihan tubuh klien
Defisit peatawatan diri selama2 x 7 jam maka perawatan diri 2. Monitor integritas kulit pasien
berhungan dengan gangguan pasien meningkat , dengan kriteria hasil : 3. Fasilitas kebutuhan makan dan minu pasien
1. Mempertahakan kebersihan diri 4. Fasilitas pemenuhan BAAK pasien,
musculoskeletal di tandai
cukup meningkat skor 5 5. Edukasi keluarga cara memandikan pasien
dengan tidak mampu 2. kemampuan mengenakan pakaian
mandi,makan,ketoilet, secara meningat skor 5
mandri. ( D.0109 halaman 3. mempertahankan perawatan diri skor
240) 5
4. minat melakukan perawatan diri skor
5
1.2.4 Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini ada pengolahan dan perwujudan dari rencana perawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan secara optimal.
1.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sitematik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dilakukan dengan
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehtaan lain.
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Keluarga Pasien mengatakan pasien tiba-tiba tidak sadarkan diri.ketika istri pasien
mengetahui bahwa suaminya tidak sadarkan diri. Keluarga pasien langsung
membawa pasien ke IGD rumah sakit Doris slyvanus Palangkaraya dengan
keluhan pasien tidak sadarkan diri untuk,hasil pemeriksaan GCS E2 V2 M2
Jumlah GCS 6 Sopor, pasien mendapat tindakan keperawatan pemasangan infus
RL 500 ml di tangan sebelah kanan 20 tpm,terpasang kateter dan pemasangan
oksigen masker mask 6 lpm. Berdasarkan pengkajian yang di dapatkan di ruang
ICU yaitu: TTV:TD: 120/80 mmHg N: : 100 x/mnt ,RR: 30 x/mnt,S:380 C.
1.1 PENGKAJIAN
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.S
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Sudah Nikah
Alamat : Jl.Bukit Raya
Tgl MRS : 4 Oktober 2020
Diagnosa Medis : PNEUMOTHORAKS
2.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama :
Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami penuruna kesadaran
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien adalah seorang tukang saat itu pasien mau berangkat kerja pasien
tiba-tiba tidak sadarkan diri.ketika istri pasien mengetahui bahwa
suaminya tidak sadarkan diri lalu istri dan keluarga pasien membawa
pasien pada tanggal 4 Oktober 2020 membawa pasien ke rumah sakit
Doris slyvanus Palangkaraya dengan keluhan pasien tidak sadarkan diri
untuk melakukan pemeriksaan. Klien masuk di di ruangan IGD dari
hasil pemeriksaan GCS E2 V1 M2 pasien mendapat tindakan
keperawatan pemasangan infus RL 500 ml di tangan sebelah kanan 20
tpm,terpasang kateter dan pemasangan oksigen masker mask 6 lpm.
Berdasarkan pengkajian yang di dapatkan di ruang ICU yaitu : TTV:TD:
120/80 mmHg N: : 100 x/mnt ,RR: 30 x/mnt,S:380 C dan hasil
pemeriksaan GCS , GCS E2 V2 M2 total GCS 6 kesadaran pasien sopor
keadaan umum pasien tampak sakit berat,sesak nafas,mendapatkan terapi
pemasangan infus RL dan terpasang ventilator .setelah di lakukan
pemeriksaan kemudian pasien dianjurkan untuk di rawat diruang ICU
(Care Intensif Unit) untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Keluarga pasien mengatakan ada Riwayat penyakit sebelumnya yaitu
penyakit TB paru dan tidak ada Riwayat operasi
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki penyakit turunan dalam
keluarga tidak ada yang menderita DM, Hipertensi dan Meningitis
2.1.3 GENOGRAM KELUARGA

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal
: Meninggal
: Klien
... : Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga

2.1.4 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum :
kesadaran pasien sopor keadaan umum pasien tampak sakit berat,sesak
nafas,mendapatkan terapi pemasangan infus RL,terpasang
kateter,terpasang oksigen masker 6 liter permenit terpasang ventilato dan
monitor. pemeriksaan GCS , GCS E2 V2 M2 total GCS 6.

2. Status Mental
Tingkat kesadaran sopor,ekspresi wajah pasien tampak datar,bentuk
badan sedang,cara berbaring/bergerak terbatas,berbicara dengan suara
tidak jelas,suasana hati pasien tidak diketahui,penampilan kurang
rapi.pasien tidak mengetahui sekarang sore,Tn.s tidak mengenali perawat
dan keluarganya,pasien tidak sadar sedang berada dirumah sakit.insight
tidak baik,mekanisme pertahanan diri maladaptif.
3. Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda – tanda vital,tekanan darah 120/80
mmHg,Nadi 100 x/menit,pernafasan 30 x/menit dan suhu 38 0C
4. Pernapasan(Breathing)
Bentuk dada simetris,ada kebiasaan merokok,ada sianosis,tidak ada nyeri
dada,sesak nafas saat inspirasi,tipe pernafasan dada dan perut,irama
pernafasan tidak teratur,suara nafas Bronchial,suara nafas tambahan
Ronkhi basah.
Masalah Keperawatan : Gangguan pertukaran gas
5. Cardiovasculer(Bleeding)
Pasien tidak diketahui mengalami nyeri dada atau tidak, capillary refill ¿
2 detik. Ictus cordis terlihat, suara jantung normal S1 dan S2 lub dup.
Masalah keperawatan :
6.Persyarafan(Brain)
Nilai GCS E : 2 (tidak dapat membuka mata spontan), V : 2 (Tidak ada
suara tanpa rangsangan apapun), M : 2 (timbul ektensi bila dirangsang)
Total Nilai GCS : tidak normal (4), kesadaran: Sopor, Pupil:isokor tidak
ada kelainan, reflex cahaya kanan dan kiri positif.
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius) tidak di
kaji. Saraf kranial II (Optikus):tidak di kaji. Saraf kranial III
(Okulomotor): pasientidak dapat mengangkat kelopak matanya dengan
baik. Saraf kranial IV (Troklearis): pasientidak dapat menggerakkan bola
matanya (pergerakan bola mata normal). Saraf kranial V (Trigeminalis):
pasien tidak mampu makan. Saraf kranial VI (Abdusen): pasientidak
mampu menggerakan bola matanya ke kiri dan kekanan. Saraf kranial
VII (Fasialis): pasien tidak dapat membedakan rasa manis dan asin.Saraf
kranial VIII (Auditorius): pasientidak dapat menjawab dengan benar.
Saraf kranial IX (Glosofaringeus): pasien tidakdapat merasakan rasa
asam. Saraf kranial X (Vagus): pada saat makan pasien tidakdapat
mengontrol proses menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien
tidakdapat menggerakkan leher dan bahu. Saraf kranial XII (Hipoglosus):
pasien tidakmampu mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke
hidung positif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan
positif; pasien tiddakdapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan
trisep kanan dan kiri postif dengan skala 2, refleks brakioradialis kanan
dan kiri positif dengan skala 2, refleks patela kanan dan kiri positif
dengan skala 2, refleks akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 2,
refleks babinski kanan dan kiri positif dengan skala 2. Uji sensasi pasien
di sentuhtidak bisamerespon.
Masalah Keperawatan : Penurunan kapasitas Adaptif Intrakranial
7. Eliminasi Ui(Bladder)
Produksi urine pada tanggal 5 Oktober 2020 yaitu 900 ml/ jam, dengan
warna kuning pekat, bau khas amoniak, terpasang kateter,Kelembaban
membrane mukosa pasien tampak kering ,Turgor kulit kurang,Diet
cair,warna kulit pada tubuh pasien tampak berwarna kecoklatan, Asupan
cairan intake ouput cairan pasien 450 cc
8. Eliminasi Alvi(Bowel)
Sistem pencernaan, bibir terlihat tampak kering, tidak ada lesi. Ada yang
tanggal di atas sebelah kanan, tidak ada carries, gusi terlihat tidak ada
peradangan dan perdarahan, lidah berwana merah muda dan tidak ada
peradangan, tidak ada perdarahan pada mukosa, tidak ada peradangan
pada tonsil, tidak ada keluhan nyeri pada tenggorokan saat menelan.
Palpasi abdomen tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan pada
abdomen. Tidak ada hemoroid pada rectum. Pasien BAB 1x sehari warna
kuning dan lunak konsistensinya.
Tidak ada masalah keperawatan.
1. Tulang-Otot-Integumen(Bone)
Kemampuan pergerakan sendi tidak bebas, ukuran otot simetris, uji
kekuatan otot ekstrimitas atas 2/2 ekstrimitas bawah 2/2, tulang belakang
normal.
Masalah keperawatan :
10 Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi Pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi
makanan. Suhu kulit Tn.S hangat , warna kulit normal tidak ada
kelainan, turgor kulit kurang, tidak ada peradangan, jaringan parut tidak
ada, tekstur rambut lurus, distribusi rambut merata,rambut tampak
berminyak dan kusam, bentuk kuku simetris tidak ada kelainan tidak
ada masalah keperawatan.
11. Sistem Penginderaan
Fungsi penglihatan normal, bola mata bergerak normal, visus mata
kanan dan mata kiri normal 5/5, sklera normal/putih, kornea bening.
Pasien tidak memakai kecamata dan tidak keluhan nyeri pada mata.
Fungsi pendengaran baik, penciuman normal, hidung simetris, dan tidak
ada polip.
Tidak ada masalah keperawatan.
12. Leher Dan KelenjarLimfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak
terbatas.
13 Sistem Reproduksi
Tidak ada kemerahan, tidak ada gatal-gatal, tidak ada keluhan lainnya.
Tidak ada masalah keperawatan.
2.1.5 Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Keluarga pasien mengatakan sakit yang diderita pasien bisa
sembuhasalkan mendengar apa yang dikatakan dokter dan teratur
minum obat.
2. Nutrisi danMetabolisme
Tinggi badan 168 cm, berat badan sebelum sakit 60 kg, berat badan saat
sakit 45 kg. Diet nasi lembek, diet jantung rendah garam,mualmuntah,
kesukaran menelan.

BB 45 45
= = =16,7
TB(m) ² (1,6)² 1,6

16,7= BB berat badan kurang 18-25

Tabel Pola Makan Sehari-hari Tn.S


Pola Makan Sehari- Sesudah Sakit Sebelum Sakit
hari
Frekuensi/hari 3x 3x
Porsi ½ porsi 1 porsi
Nafsu makan Kurang baik
Jenis Makanan Susu sonde Nasi lauk pauk
Jenis Minuman Air putih kopi
Jumlah minuman/cc/24 400cc 1000cc
jam
Kebiasaan makan Kurang Baik
Keluhan/masalah Tidak ada
Masalah Keperawatan
3. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit 1 jam (siang), 6-7 jam (malam). Sesudah sakit 3 jam
(siang) 7-8 jam (malam)
Masalah Keperawatan
Tidak ada
4. Kognitif :
Mengetahui penyakit yang di deritanya
Masalah Keperawatan
Tidak ada
5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran ):
Gambar diri pasien dapat menerima kekurangannya sekarang, ideal diri
pasien ingin cepat sembuh, identitas diri pasien seorang laki-laki,harga
diri pasien sangat di perhatikan keluarga, peran pasien sebagai suami
sekaligus bapak untuk anaknya
Masalah Keperawatan
Tidak ada
6. Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan
mandiri, sesudah sakit pasien tidak bisa beraktivitas sendiri dan tidak
bisa bergerak bebas ,pasien tampak lemas,hanya berbaring di tempat
tidur.
Masalah Keperawatan: Defisit perawatan diri
7. koping –Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan selalu bercerita kepada keluarganya saat ada
masalah
Masalah Keperawatan
Tidak ada
8. Nilai-Pola Keyakinan
klien dan keluarga menganut agama islam
Masalah Keperawatan
2.1.6 Sosial-Spritual
1. Kemampuan berkomunikasi
Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan kata kata yg jelas
2. Bahasa sehari-hari
Keluarga pasien mengatakan pasien menggunakan bahasa dayak
dalam Bahasa sehari- harinya.
3. Hubungan dengan keluarga :
Hubungan dengan keluarga baik
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Hubungan pasien dengan teman dan petugas kesehatan baik dan
pasien sering tidak ada karena klien tidak sadarkan diri
5. Orang berarti/terdekat :
Keluarganya.
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit pasien mengatakan melakukan aktivitas sehari-hari
seperti bekerja berkumpul dengan keluarga dan teman
7. Kegiatan beribadah :
Setiap hari klien selalu sholat 5 waktu sebelum klien sakit
2.1.7 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)
1. Hasil pemeriksan Lab

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


WBC 11,24x10^3/ul 4.00-10.00 10^3/uL
HGB 12.0 g/dl 12.0-16.0 g/dl
RBC 4,24x10^6/ul 4.00-5.50x10^6/ul
PLT 256x10^3/ul 150-400 10^3/uL
Glukosasewaktu 137 mg/dl <200 mg/dl
Ureum 35 mg/dl 21-53 mg/dl
Kreatinin 1,0 mg/dl 0,17-1,5 mg/dl
Asamurat 3,7 mg/dl 2,4-5,0 mg/dl
Kolesterol total 145 mg/dl <200 mg/dl
Trigliserida 120 mg/dl <165 mg/dl
2.Hasil Pemeriksaan AGD
Parameter Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
pH 6,50 7,35-7,45
PCO2 27 35-45 mmHg
PO2 48 80-100 mmHg
HCO3 17 22-26 mEq/L
SPO2 94 90%
3.Hasil radiologi
2.1.8 PENATALAKSANAAN MEDIS
Obat Dosis Rute Indikasi
Ringer Laktat 500 IV Ringer laktat adalah jenis
ml/inj cairan infus golongan kristaloid yang
dapat digunakan oleh pasien dewasa
dan anak-anak sebagai sumber
elektrolit dan air. kehilangan cairan
tubuh saat mengalami cedera.

Ranitidin 2 x 1 IV untuk mengobati dan mencegah


amp berbagai penyakit perut dan
kerongkongan yang disebabkan oleh
terlalu banyak asam lambung
Oksigen 6Liter Untuk mengurangi hipoksia
permeni
t
Tramadol 2x1 mg IV Bermanfaat untuk mengatasi nyeri
drip
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV  obat antibiotik golongan
sefalosporin yang bekerja dengan
cara menghambat pertumbuhan
bakteri atau membunuh bakter
Paracetamol 3 x 750 IV obat yang digunakan sebagai
mg analgetik (pereda nyeri)
dan antipiretik (penurun
panas/demam)

Palangka Raya 5 Oktober 2020

Fransis

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Perdarahan jaringan Gangguan pertukaran
Keluarga mengatakan pasien interstiktiil/ perdarahan gas
intra alveolar
Masih sesak
DO :
1. pasien tampak sakit berat Tekanan pembuluh darah
2. kesadaran sopor paru meningkat

3. pasien tampak sianosis


4. frekuensi pernafasan tidak Aliran darah menurun
teratur
5. suara nafas Bronchial
6. suara nafas tambahan Ronkhi Hb menurun
basah.
7. pasien tampak terpasang
ventilator Gangguan pertukaran gas
8. hasil pemeriksaan AGD
PH:6,50,PCO2:27,PO2 :
48,HCO3:17 dan SPO2: 94
9. RR : 30 x/menit
DS : Suplai darah ke otak Penurunan Kapasitas
menurun
Keluarga pasien mengatakan adaptif intracranial
pasien masih mengalami
penurunan kesadaran Perfusi selebral tidak
adekuat
DO:

1. Ku sopor
2. Terpasang skemik, infark jaringan
monitor,terpasang kateter serebral
dan terpasang ventilator.
3. Orientasi waktu pasien
tidak dapat membedakan
antara pagi, siang, Bradikardia
malam, orientasi orang
pasien tidak dapat
mengenali keluarga
maupun petugas
kesehatan, orientasi Penurunan Kapasitas
tempat pasien tidak adaptif intracranial
mengetahui bahwa
sedang berada di rumah
sakit
4. GCS : E : 2, V 2: , M :2
5. TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 100x / menit
S :38 0C
RR : 30 x/menit
DS : Status kesehatan menurun Defisit Perawatan
diri
Keluarga pasien mengatakan
bahwa belum pernah di seka Kelemahan
selama di rawat di ruang icu

DO : Menghambat kemampuan
individu melakukan
1. Keadaan umum sopor perawatan diri
2. Pasien tampak lemah
3. Pasien tampak kurang
rapi
4. Skala aktivitas pasien 4 Tubuh atau kulit menjadi
ketergantungan kotor
5. Pasien terrpasang kateter
6. pasien di bantu oleh
perawat dan keluarga
7. tampak terpasang
ventilator
PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan


ventilasi prefusi adanya alat bantu pernafasan ventilator di tandai dengan
pasien tampak sakit berat,kesadaran sopor,pasien tampak sianosis,frekuensi
pernafasan tidak teratur, suara nafas Bronchial,suara nafas tambahan
Ronkhi basah,pasien tampak terpasang ventilator, hasil pemeriksaan AGD
PH:6,50,PCO2:27,PO2 :48,HCO3:17 dan SPO2: 94 RR : 30 x/menit.
2. Penurunan Kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan penurunan
kerja ventrikel kiri pasien tidak sadarkan diri, di tandai dengan KU
sopor,Pasien tampak lemah,Pasien terpasang monitor,Pasien terrpasang
kateter ,ADL pasien di bantu oleh perawat dan keluarga,tampak terpasang
ventilator ,GCS : E : 2, V : 2, M : 2
3. Defisit petawaran diri berhubungan dengan penurunan status kesehatn
ditandai dengan KU sopor,Pasien tampak lemah, Skala aktivitas pasien 4
ketergantungan Pasien tampak kurang rapi,Pasien terrpasang kateter ,ADL
pasien di bantu oleh perawat dan keluarga,tampak terpasang ventilator.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn.S
Ruang Rawat : Ruang ICU

Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor status respirasi dan 1. Mengetahui status proses
keperawatan selama 1x 7 jam oksigenasi respirasi pernapasan pasien
gas berhubungan
Gangguan pertukaran gas 2. Monitor nilai AGD 2. Mengetahui kadar o2 dalam
dengan ketidak meningkat dengan kriteria hasil 3. Pertahankan kepatenan jalan napas darah
meningkat : 4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan 3. Untuk menghilangkan
seimbangan ventilasi
1. Dipsnea menurun skor 5 (mis. nasal kanul, masker wajah, obstruksi parsial maupun
prefusi 2. Penggunaan otot bantu nafas masker rebreathing total
menurun skor 5 4. Membantu memaksimalkan
3. PC0 2 membaik skor5 ekspansi paru
4. P0 2 mebaik skor 5
Takikardi membaik

2. Penurunan Kapasitas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab peningkatan 1. Untuk mengetahui keadaan
keperawatan 1x7 jam TIK (mis. Lesi, gangguan umum
adaptif intracranial
Penurunan kapasitas metabolisme, edema serebral) pasien sebagai standar dalam
berhubungan dengan Adaptif Intrakranial bisa 2. Monitor tanda/gejala peningkatan menentukan intervensi yang
teratasi dengan kriteria hasil : TIK (mis. Tekanan darah meningkat, tepat
penurunan kerja
1. Fungsi kognitif Meningkat tekanan nadi melebar, bradikardia, 2. Untuk mengetahui tingkat
ventrikel kiri pasien (5) pola napas ireguler, kesadaran kesadaran dan potensial
2. Tekanan Darah menurun) peningkatan tekanan
tidak sadarkan diri
meningkat (5) 3. Minimalkan stimulus dengan intracranial
3. Respon Pupil menyediakan lingkungan yang 3. Untuk mengetahui
meningkat (5) tenang gelombang TIK menunjukan
4. Tekanan Intrakranial 4. Berikan posisi semi amplitude yang tinggi
meningkat (5) fowlerPertahankan suhu tubuh 4. Untuk mengetahu pelebaran
5. Reflek Neourologis normal tekanan darah pasien
meningkat (5) 5. Berkolaborasi dalam pemberian 5. Menjelaskan tindakan yang
terapi di lakukan
3.Defisit petawaran diri Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor kebersihan tubuh klien 1. Mengetahui keadaa kebersihan
keperawatan selama 1x 7 jam 2. Monitor integritas kulit pasien tubuh klien
berhubungan dengan
maka perawatan diri pasien 3. Fasilitas kebutuhan makan dan minu 2. Untuk mengetahui apakah ada
penurunan status meningkat , dengan kriteria pasien tanda dan gejala decubitus
hasil : 4. Fasilitas pemenuhan BAAK pasien, akibat tirah baring yang lama
kesehatn
1. Mempertahakan kebersihan 5. Edukasi keluarga cara memandikan 3. Mememenuhi kebutuhan
diri cukup meningkat skor pasien nutrisi dan cairan klien
5 4. Untuk memenuhi kebutuhan
2. kemampuan mengenakan BAAk pasien
pakaian meningat skor 5 5. Keluarga dapat mengeahui
3. mempertahankan perawatan bagaimana cara memnadikan
diri skor 5 pasien, dan memenuhi
4. minat melakukan kebutuhan ADL pasien
perawatan diri skor 5
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Tanda tangan
Hari/tanggal/jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Dan
nama perawat
Senin/ 05-10- Diagnosa 1 S: Keluarga pasien mengatakan pasien masih
2020 Pukul 12.30 1. Memonitor status respirasi dan oksigenasi sesak
WIB (mis. frekuensi dan kedalaman napas, O :
penggunaan otot bantu napas, bunyi napas 1. Pasien tampak sakit berat fransisko
tambahan, saturasi oksigen) 2. Ku Sopor
2. Memonitor AGD 3. terpasang ventilator
3. Menberikan oksigan Simple mask 7 LPM 4. O2 simple mask belum terpasang
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas 5. Frekuensi pernapasan tidak terarur
5. Memerikan posisi semi Fowler atau 6. RR : 30x/menit
Fowler 7. Jalan nafas tidak ada sumbatan
6. Berkolaborasi pemberian obat 8. Posisi klien semi fowler
A : Masalah belum tertasi
P: Lanjutkan intervensi no 1,2,3

Senin/ 05-10- Diagnosa 2 S:


2020 Pukul 12.30 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan - Keluarga klien masih mengatakan “klien
WIB TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, tidak sadarkan diri”
edema serebral) O:
2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK 1. Penyebab peningkatan TIK adanya
(mis. Tekanan darah meningkat, tekanan edema serebal
nadi melebar, bradikardia, pola napas 2. Penurunan kesadaran GCS 6 E2 V2 M2,
fransisko
ireguler, kesadaran menurun) kesadaran masih sopor.
3. Meminimalkan stimulus dengan 3. Posisi klien semi fowler
menyediakan lingkungan yang tenang 4. Memberikan lingkungan yang tenang dan
4. Memberikan posisi semi fowler membatasi pengujung untuk menjeguk
5. Mencegah terjadinya kejang pasien
6. Mempertahankan suhu tubuh normal 5. TTV :
TD : 120 / 80 mmHg
N : 100 x/menit
S : 36.8 0C
RR : 38 x/menit
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

Senin/05-10-2020 Diagnosa 3 S: Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien


Pukul 12.300 sudah di seka/ atau di mandikan pada pukul
WIB 08.00 WIB
1. Memonitor kebersihan tubuh klien
O:
2. Memonitor integritas kulit pasien
1. Pasien Tampak sakit berat
3. Memfasilitas kebutuhan makan dan minu
2. Pasien tampak lemah
pasien
3. Pasien tampak lebih rapi dan bersih
4. Memfasilitas pemenuhan BAAK pasien,
setelah perawat menyeka dan mengganti
baju pasien
A : Sebagian masalah teratasi
P : tetap Lanjutkamn intervensi No1-4
Fransisko
CATATAN PERKEMPANGAN
Nama Pasien : Tn. S
Ruang Rawat : Keperawatan kritis
Tanda tangan
Hari / Tanggal dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama
Perawat
Selasa 06 Diagnosa 1 S:
1. Memonitor ferkuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
Oktober 2020 2. Memonitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea, Keluarga pasien mengatakan pasien masih sesak
10.00 WIB hiperventilasi, kussmaul,cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas O:
4. Mengauskultasi bunyi nafas
5. Memonitor saturasi oksigen - Pasien tampak sakit berat
6. mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien - Ku Sopor
7. Mendokumentasikan hasil pemantauan
8. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- terpasang ventilator
9. Menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu - O2 simple mask belum terpasang
- Frekuensi pernapasan tidak terarur
- RR : 30x/menit
- Jalan nafas tidak ada sumbatan fransisko
- Posisi klien semi fowler
A : Masalah belum tertasi
P: Lanjutkan intervensi no 1,3,5

Selasa 06 Diagnosa 2 S:
Oktober 2020 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, - Keluarga klien masih mengatakan “klien tidak
sadarkan diri
10.00 WIB gangguan metabolisme, edema serebral)
O:
2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
- Penyebab peningkatan TIK adanya edema
darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola
serebal
napas ireguler, kesadaran menurun)
- Penurunan kesadaran GCS 6 E2 V2 M2,
3. Meminimalkan stimulus dengan menyediakan
kesadaran masih sopor.
lingkungan yang tenang
- Posisi klien semi fowler
4. Memberikan posisi semi fowler
5. Mencegah terjadinya kejang - Memberikan lingkungan yang tenang dan
6. Mempertahankan suhu tubuh normal membatasi pengujung untuk menjeguk pasien
TTV :
TD : 120 / 80 mmHg
N : 100 x/menit
S : 36.8 0C
RR : 38 x/menit Fransisko

A: Masalah belum teratasi


P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5 dan 5
Selasa 06 Diagnosa 3 S:
1. Mengidentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai - Keluarga klien mengatakan bahwa “pasien sudah di
Oktober 2020
usia seka/ atau di mandikan”
10.00 WIB 2. Memonitor tingkat kemandirian O:
3. Menyediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana 1. Klien masih dalam kesadaran spoor
hangat, rileks, privasi) 2. Tingkat kemandirian klien belum meningkat
4. Menyiapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi dan 3. Kemampuan mandi dan mengunakan pakaian
sabun). belum meningkat
5. Mendampingi dalam melakukan perawatan diri sampai 4. Kemampuan BAK dan BAB belum meningkat
mandiri 5. Pasien tampak lebih rapi dan bersih setelah
6. Memfasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu perawat menyeka dan mengganti baju pasien
melakukan perawatan diri A : Sebagian masalah teratasi
7. Menganjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten P : Masalah sebagian teratasi 1,2,3,4,5,6,7 Fransisko
sesuai kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif Huda Amin dan Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan
KeperawatanBerdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC jilid 2.
Yogyakarta: Mediaction
Doenges, M.E. 2010. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2012 .AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system
pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
Sudoyo, Aru W. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Price, Sylvia A dan Lorraine McCarty Wilson. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
IndonesiaDefinisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
IndonesiaDefinisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
PENANGANAN GAWAT DARURAT TENSION PNEUMOTHORAX
DENGAN NEEDLE THORACOCENTESIS ICS KE-5 & PEMASANGAN
MINI-WSD: A CASE REPORT
Ricat Hinaywan Malik

ABSTRACT
Background: Tension pneumothorax is an emergency with high mortality rate that
can be handled with simple action. Besides due to many thoracic trauma, tension
pneumothorax is rarely caused by infectious diseases such as pulmonary
tuberculosis. During this time, the treatment is with needle thoracocentesis in the
second intercostal space in mid-clavicle line and installation of chest tube-WSD in
the fifth intercostal space. Objective: To discuss emergency treatment with limited
facilities and resources in tension pneumothorax patients using needle
thoracocentesis in the fifth intercostal space in mid-clavicle line and mini-WSD
installation. Methods: Case report, case choosed from a rare case that emergency
which patient treated and can survive until discharge from hospital with limited
facilities and resources. Results: A 38-year-old man was admitted to a hospital
ward with shortness of breath that was getting heavier the last week, coughing up
sparse phlegm, and a fever. Physical examination: composmentis, normal blood
pressure, HR 132x/min, RR 34 x/min, temperature 37,5oC, SpO2 80%. There is
an increase in JVP, asymmetric chest (left higher than right), right chest motion
left behind, no chest pain, hypersonor right chest, right chest auscultation sounds
like air passing through water pipe, left chest sounded roughly crackles. Support:
leukocytosis, HIV positive on VCT, chest X-ray showing severe right
pneumothorax and left pulmonary tuberculosis. Patient was diagnosed with
tension pneumothorax secondary to pulmonary tuberculosis, other than AIDS.
Emergency needle thoracocentesis is performed in the right fifth intercostal space,
mid-axilla line just above the 6th rib, and connected with mini-WSD. The result is
clinical improvement. Patient was survive until definitive action and further
treatment can be taken by the experts. Conclusion: The needle thoracocentesis of
the fifth intercostal space in mid-axilla line and mini-WSD is easier to perform
and improve the clinical state of tension pneumothorax patient.
Keywords: thoracocentesis; decompression; intercostal space; mini-water sealed
drainage; secondarytensionpneumothorax

ABSTRAK

Latar Belakang: Tension pneumothorax merupakan keadaan gawat darurat dengan


angka kematian tinggi yang bisa ditangani dengan tindakan sederhana. Selain
banyak disebabkan karena trauma toraks, tension pneumothorax jarang
disebabkan penyakit infeksi seperti tuberkulosis paru. Selama ini penanganannya
dengan needle thoracocentesis di sela iga kedua linea mid-klavikula dan
pemasangan chest tube-WSD di sela iga kelima. Tujuan: Mendiskusikan
penanganan emergensi dengan keterbatasan fasilitas dan sumber daya pada pasien
tension pneumothorax menggunakan needle thoracocentesis di sela iga kelima
linea mid-klavikula dan pemasangan mini-WSD. Metode: Laporan Kasus, kasus
dipilih dari kasus emergensi yang jarang terjadi berupa kasus emergensi dimana
pasien diberi penanganan dan dapat bertahan hidup hingga pulang dari rumah
sakit dengan keterbatasan fasilitas dan sumber daya. Hasil: Seorang laki-laki, 38
tahun, dirawat di bangsal rumah sakit dengan sesak nafas yang semakin memberat
1 minggu terakhir, batuk berdahak jarang, dan demam. Pemeriksaan fisik:
komposmentis, TD normal, HR 132x/min, RR 36 x/min, suhu 37,5oC, SpO2 80%.
Terdapat peningkatan JVP, dada asimetris (kiri lebih tinggi dibanding kanan),
gerak dada kanan tertinggal, tak ada nyeri tekan dada, dada kanan hipersonor,
auskultasi dada kanan terdengar seperti udara yang melewati pipa air, dada kiri
terdengar ronki kasar. Penunjang: leukositosis, VCT positif HIV, foto toraks
menunjukkan pneumotoraks kanan berat dan TB aktif paru kiri. Pasien
didiagnosis tension pneumothorax sekunder karena TB paru, selain AIDS.
Dilakukan tindakan emergensi needle thoracocentesis di ICS 5 linea mid-aksila
kanan tepat di atas kosta ke-6, dan disambung dengan mini-WSD. Hasilnya
terdapat perbaikan klinis. Pasien bertahan hidup hingga dapat dilakukan tindakan
definitif dan penanganan lebih lanjut oleh ahlinya. Kesimpulan: Needle
thoracocentesis sela iga kelima linea mid-aksila dan mini-WSD lebih mudah
dilakukan dan memperbaiki keadaan klinis pasientensionpneumothorax.
Kata kunci: torakosintesis; dekompresi; sela iga; mini-WSD; tension
pneumothorax sekunder

LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN PENDIDIKAN KESEHATAN
TENTANG PERAWATAN PASIEN PNEUMOTHORAX

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Praklinik Keperawatan IV


Tingkat IV-A Di Ruang Intensif Care Unit (ICU)
Dosen Pembimbing : Nia Pristina S.Kep., Ns

Kelompok 1 :

Nama : Fransisko
Nim : 2017.C.09a.0841
Tingkat : IV A

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021

BAB 1
METODE DAN SATUAN ACARA PENYULUHAN

2.1 Metode
2.1.1 Penyampaian materi dengan ceramah
2.2 Media
2.2.1 Menggunakan Leaflet
2.3 Satuan Acara Penyuluhan
2.3.1 Topik
Tentang penyakit peneumothorax
2.3.2 Sasaran
Keluarga pasien
2.3.3 Tujuan :
1. Tujuan Umum
Diharapkan setelah kegiatan penyuluhan diberikan selama ± 15 menit
pasien di ICU dan keluarganya dapat memahami tentang Penyakit
Peneumothorax
2. Tujuan Khusus
Setelah kegiatan penyuluhan diberikan selama ± 20 menit diharapkan
pasien dan keluarganya dapat:
a. Mengetahui dan memahami tentang pengertian penyakit
pneumothorax
b. Mengetahui dan memahami tentang cara mencegah penyakit
pneumothorax.
2.3.4 Waktu :
Hari/Tanggal : Senin, 05 Oktober 2020
Pukul : 11.30 WIB – selesai
Alokasi Waktu : ± 20menit
Lokasi : Ruang Intensif Care Unit (ICU
5.Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Respons Peserta


1. 5 Menit Pembukaan :
11.30-11.35 1. Memberi salam 1. Menjawab salam
WIB 2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan 3. Memperhatikan
4. Kontrak waktu 4. Menyetujui
2. 15 Menit Isi :
11.35-11.45 1. Menjelaskan materi 1. Mendengarkan
WIB penyuluhan
2. Beri kesempatan peserta 2. Bertanya
bertanya
3. Menjawab pertanyaan 3. Mendengarkan
3. 5 Menit Evaluasi :
11.45-11.50 Menilai tingkat pengetahuan
WIB peserta setelah pemberian
materi penyuluhan (Feedback)
1. Memberikan pertanyaan 1. Menjawab pertanyaan
kepada peserta
2. Peserta menjawab 2. Menyimak
pertanyaan

4. 5 Menit Penutup :
11.59-13.60 1. Menyimpulkan materi 1. Memperhatikan
WIB 2. Mengakhiri kegiatan 2. Menjawab salam
dengan mengucapkan
salam
2.3.5 Kepanitiaan
Perceptor Akademik : Nia Pristina S.Kep., Ns
Ketua Pelaksana : Fransisko
Sekertaris : Fransisko
Bendahara : Fransisko
Seksi Acara : Fransisko
Seksi Dokumentasi : Fransisko

2.3.6 Petugas-petugas Acara


Moderator : Fransisko
Penyaji : Fransisko
Observer : Fransisko
Fasilitator : Fransisko
Dokumentasi : Fransisko
2.3.7 TugasPerorganisasian
Moderator :
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan perkenalan nama
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Mengaturj alannya acara
Penyaji :
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Mengucapkan salam penutup
Observer :
1. Mengobservasi jalannya acara
2. Mengatur ketepatan waktu
Fasilitator :
Mendampingi peserta penyuluhan saat kegiatan berlangsung
Dokumentasi :
Mendokumentasi kegiatan.

BAB 2
MATERI SATUAN ACARA PENYULUHAN
1.1 Pengertian
Pneumothorax adalah istilah medis untuk terkumpulnya udara pada rongga
pleura, yaitu rongga tipis yang dibatasi dua selaput pleura di antara paru-paru
dan dinding dada. Udara yang terkumpul pada rongga pleura dapat terjadi akibat
adanya celah yang terbentuk akibat cedera pada dinding dada atau robekan pada
jaringan paru-paru. Akibatnya, udara tersebut dapat menekan paru-paru dan
membuat paru-paru menjadi mengempis (kolaps).
1.2   Penyebab

 Penyakit paru-paru yang menyebabkan kerusakan jaringan paru-


paru, seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), infeksi paru-paru,
atau cystic fibrosis
 Cedera pada dada, misalnya luka tembak atau tulang rusuk yang patah.
 Pecahnya kavitas pada paru-paru. Kavitas merupakan kantung abnormal
yang terbentuk di dalam paru-paru akibat infeksi (misalnya tuberkulosis)
atau tumor, yang dapat pecah sehingga menimbulkan pneumothorax.
 Menggunakan alat bantu pernapasan atau ventilator. Penggunaan
ventilator dapat menjadikan tekanan udara dalam paru-paru meningkat dan
berisiko menyebabkan robeknya kantung udara di paru-paru (alveolus).

Selain itu, orang-orang dengan kondisi berikut ini memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami pneumothorax:

 Merokok.
 Berjenis kelamin pria.
 Berusia 20 hingga 40 tahun.
 Pernah mengalami pneumothorax sebelumn

1.3 Faktor resiko


neumothorax atau paru-paru bocor bisa dialami secara tiba-tiba oleh orang
yang sehat, maupun sebagai bentuk komplikasi dari kondisi paru-paru
tertentu. Beberapa jenis penyebab serta faktor risiko di balik kondisi ini
meliputi
1.4 Tanda dan Gejala
Peningkatan tekanan dalam pleura akan menghalangi paru-paru untuk
mengembang saat kita menarik napas. Akibatnya, dapat muncul gejala berupa:

 Sesak napas.
 Nyeri dada.
 Keringat dingin.
 Kulit menjadi biru atau sianosis.
 Jantung berdebar.
 Batuk.
 Lemas.
1.4 Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pneumothorax adalah untuk mengurangi tekanan


pada paru-paru sehingga organ ini dapat mengembang, dan untuk mencegah
kambuhnya penyakit ini. Tindakan pengobatan diputuskan berdasarkan
tingkat keparahan pneumothorax yang dialami pasien.
Untuk kasus pneumothorax ringan, artinya hanya sebagian kecil paru-paru
yang kolaps dan tanpa gangguan pernapasan yang berat, kondisi pasien akan
dipantau secara seksama. Selama masa pemantauan yang biasanya
berlangsung 1-2 minggu, dokter paru akan meminta pasien menjalani foto
Rontgen secara berkala hingga bentuk paru-paru pulih. Pemberian oksigen
melalui masker oksigen akan dilakukan jika pasien mengalami kesulitan
bernapas atau kadar oksigen dalam tubuhnya menurun.
Sementara itu, pada pasien dengan kondisi kolaps paru-paru yang lebih luas,
penanganan dibutuhkan untuk mengeluarkan timbunan udara. Dokter akan
menggunakan jarum untuk membantu memasukkan selang ke rongga dada
melalui sela antara tulang iga, agar tekanan berkurang dan bentuk paru-paru
kembali seperti semula.
Pilihan penanganan pneumothorax lainnya adalah melalui operasi. Prosedur
ini biasanya disarankan jika metode penanganan lainnya tidak menunjukkan
hasil yang memuaskan atau pneumothorax kembali kambuh. Operasi
dilakukan untuk memperbaiki bagian paru-paru yang pecah dan menutupnya
kembali. Selain itu, dokter dapat juga melakukan pleurodesis, terutama untuk
pneumothorax berulang. Dalam prosedur ini, dokter akan mengiritasi pleura
sehingga kedua pleura melekat,  dan rongga pleura menutup. Tujuannya
adalah agar udara tidak dapat lagi masuk ke rongga pleura.
1.5 Pencegahan Pneumothorax Berulang
Bagi yang memiliki riwayat pneumothorax, dianjurkan untuk mengikuti
saran-saran berikut ini guna mencegah kekambuhan:

 Menghentikan kebiasaan merokok.


 Melakukan pengobatan penyakit paru-paru bilamana ada.
 Berhenti melakukan kegiatan fisik yang berat untuk paru-paru, misalnya
menyelam.
BAB 3
LAPORAN HASIL KEGIATAN

3.1 Tahap Persiapan


Adapun tugas yang dilakukan oleh Mahasiswa (i) dalam tahap persiapan
kegiatan pengabdian kepada masyarakat STIKes Eka Harap Palangka Raya
meliputi:
1) Melakukan persiapan bahan yang akan digunakan dalam penyuluhan dua
hari sebelum dilaksanakan kegiatan penyuluhan.
2) Melakukan persiapan media yang akan digunakan dalam penyuluhan 2
hari sebelum dilaksanakan kegiatan penyuluhan.
3) Melakukan role play mandiri 1 hari sebelum dilaksanakan kegiatan
penyuluhan.

3.2 Tahap Pelaksanaan


Adapun tugas yang dilakukan oleh tim dosen dalam tahap pelaksanan
kegiatan pengabdian kepada masyarakat STIKes Eka Harap Palangka Raya
meliputi;
1) Penyuluhan dilakukan pada pukul 11.30 WIB sampai dengan selesai di
dalam Ruangan Intensif Care Unit (ICU)
2) Peserta yang hadir adalahpasien dan pihak keluarga pasien yang dirawat di
dalam Ruangan Intensif Care Unit (ICU)
3) Setting tempat sesuai dengan rencana yang dilakukan di dalam Ruangan
Intensif Care Unit (ICU)
4) Peran mahasiswa sesuai dengan uraian tugas yang sudah ditetapkan pada
kegiatan penyuluhan.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S. (2001). Buku ajar keperawtan medikal bedah.
Jakarta: EGC.
Perry & Potter. Funamental Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Kowalak, J. (2011). Buku ajar patofisiologi.
Jakarta: EGC.
Rab, T. (2010). Ilmu penyakit paru. Jakarta: TIM.
Tamsuri, A. (2008). Asuhan keperawatan klien gangguan pernafasan.
Jakarta: EGC.
Anggota IKAPI.2015.Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
KeperawatanEdisi 4. Salemba Medika: Jakarta.
Nurarif, & Kusuma, 2013. Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2.
Jakarta:EGC.
KOMPLIKASI dari BAGAIMANA PENEUMOTHORAX
PNEUMOTHORAX? M E N C E G A H N Y A ?
1. Infeksi Sekunder • T ID A K M E R O K O K ! !!
• pleuritis, empiema dan • M akan yan g seh atdan
hidropneumotoraks teratur
2. Gangguan hemodinamika • Aktif berolahraga
• p e n u r u n a n c a r d ia c o u tp u t, s e h in g g a • U ta m a k a n k e s e la m a ta n
dapat menimbulkan syok
kardiogenik saat berkendara
3 . E m fis e m a
• e m f is e m a k u tis a t a u e m fis e m a
mediastinalis

T a ta la k s a n a

“ B e r h e n tila h M E R O K O K s e b e lu m Oleh
paru-paru anda Kolaps”
Fransisko

S e m o g a B e rm a n fa a t Nim:2017.C.09a.0841
P E M E R IK S A A N
F A K T O R R E S IK O
- Trauma dada
- Dada Tertusuk
- Kecelakaan
F o to R o n g e n p n e u m o to ra k s
(PA), bagian yang
A p a s ih Penyakit Paru : d itu n ju k k a n d e n g a n a n a k
- E m fis e m a p a n a h m e r u p a k a n b a g ia n
P n e u m o th o r a x itu ? ? - TBC paru yang kolaps
P n e u m o t h o r a x a ta u k o la p s p a r u - - Kanker paru
p a r u a d a la h p e n y a k it d e n g a n - Asma, dll.
a d a n y a u d a r a a ta u g a s d a la m
r o n g g a p le u r a /r o n g g a p a r u -p a r u . TA N D A dan G E JA LA

p n e u m o to r a k s le b ih s e r in g
terjadi pada penderita • S esak
dewasa dan berumur • Nyeri dada
sekitar 40 tahun • Batuk-batuk

L a k i- la k i : w a n ita ,
p e r b a n d in g a n 4 :1

P a d a p r ia r e s ik o
p n e u m o to ra k s
s p o n ta n
(20-40tahun).

Anda mungkin juga menyukai