Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMOTHORAX

1. Definisi
Pneumotoraks atau collaps paru-paru, adalah pengumpulan udara dalam ruang di
sekitar paru-paru. Penumpukan udara menempatkan tekanan pada paru-paru, sehingga
tidak dapat memperluas sebanyak biasanya (Matt Vera, 2012).
Pneumothoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu
udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru (Corwin, 2009).
Pneumothoraks terjadi bila udara masuk kedalam rongga pleura, akibatnya jaringan
paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan cairan. Lebih tepat kalau dikatakan
paru kolaps (jaringan paru elastis) (Tambayong, 2000).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumothoraks adalah pengumpulan
udara didalam rongga pleura yang mengakibatkan gagal napas yang dapat terjadi secara
spontan atau karena trauma.

2. Etiologi
a. Pneumothoraks spontan primer: pecahnya pleura blebs biasanya terjadi pada orang-
orang muda tanpa penyakit paru-paru parenchymal atau terjadi dalam keadaan cedera
traumatis dada atau paru-paru.
b. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit paru-paru,
emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan tuberkulosis (TB), Sarkoidosis,
cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis paru.
c. Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi thoracentesis,
trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral penyisipan, ventilasi mekanik tekanan
positif, sengaja intubasi bronkus kanan mainstem.
d. Traumatis: bentuk paling umum dari Pneumotoraks dan hemothorax, disebabkan oleh
trauma dada terbuka atau tertutup terkait dengan cedera tumpul atau menembus (Matt
Vera: 2012).
3. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya Pneumothoraks diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
a. Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika pada
penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga disebabkan
oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau
bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40
tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari
penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik,
tuberkulosis, batuk rejan).
b. PneumothoraksTraumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka
tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor).
Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu
(misalnya torakosentesis).
c. Pneumotoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-paru mengalami
kollaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh
jantung secara efektif sehingga terjadi syok.

Berdasarkan jenis, yaitu pneumotoraks terbuka, pneumotoraks tertutup dan pneumotoraks


ventil.

a. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura dan
bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan intra pleura sana
dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intrapleura disekitar nao (0) sesuai dengan
gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanannya positif.
b. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. Udara yg
dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi dan tidak ada
hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga pleura menjadi
negative. Tetapi paru belum bias berkembang penuh, sehingga masih ada rongga
pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.
c. Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya
fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus
kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi,
udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya masih negatif.

4. Manifestasi klinis

Pneumothoraks Tanda dan gejala Intervensi


Tertutup Pneumotoraks yang kecil atau terjadi Observasi, rawat jalan
lambat, tidak menimbulkan gejala

- Pneumotoraks yang luas dan cepat Kolaborasi dengan tim medis:


menimbulkan:
Pemberian oksigen
- Nyeri tajam saat ekspirasi
- Peningkatan frekuensi napas Tindakan kontraventil dengan
- Produksi keringat berlebihan aspirasi udara dari rongga pleura
- Penurunan tekanan darah Pemasangan WSD
- Takikardi
- Inspeksi dan palpasi: penurunan
sampai hilangnya pergerakan dada
pada sisi yang sakit
- Perkusi: hiperresonan pada sisi yang
sakit
- Auskultasi: penurunan sampai
hilangnya suara napas pada sisi yang
sakit
Spontan Napas pendek dan timbul secara tiba-tiba Apabila penatalaksanaan dengan
tanpa ada trauma dari luar paru WSD gagal, dipertimbangkan untuk
dilakukan reseksi paru
Tension - Inspeksi: sesak napas berat, Tindakan kontraventil
penurunan sampai hilangnya Penutupan luka yang terbuka
pergerakan dada pada sisi yang sakit
- Palpasi: pendorongan trakea dari Pemasangan WSD
garis tengah menjauhi sisi yang sakit
dan distensi vena jugularis
- Auskultasi: penurunan sampai
hilangnya suara napas pada sisi yang
sakit
Terbuka - Inspeksi: sesak napas berat, terlihat Tindakan kontraventil
adanya luka terbuka dan suara Penutupan luka yang terbuka
mengisap ditempat luka saat ekspirasi
- Palpasi: pendorongan trakea dari Pemasangan WSD
garis tengah menjauhi sisi yang sakit
- Perkusi: hiperresonan pada sisi yang
sakit
- Auskultasi: penurunan sampai
hilangnya suara napas pada sisi yang
sakit
5. Pathway
Pecahnya blebs Trauma / cedera Luka tembus Intervensi
dada Medis

Pneumathoraks spontan, traumatic, iatrogenik

Udara masuk ke dalam Sucking chest wound Pergeseran


kavum pleura Mediastinum

Hipoksia
Penyumbatan aliran vena
Meningkatkan tekanan kava superior dan inferior
intra pleura

Kehilangan kesadaran

Mengurangi Cardiac
Kemampuan dilatasi Preload
alveoli menurun koma

Menurunkan cardiac
Intoleransi aktivitas output
Atelektasis

Hambatan Mobilitas
Sesak
Fisik Kematian
napas

Pola Napas tidak


efektif
Nafsu makan Intoleransi
menurun aktivitas
Intoleransi aktivitas
Napas tidak efektif

Gangguan pola
tidur
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya penurunan suara
b. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
c. Pemeriksaan EKG
d. Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
e. Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
f. Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb : mungkin
menurun, menunjukkan kehilangan darah
g. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
h. Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang dialami, derajat
kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi saat pelaksanaan
pengobatan yang meliputi :
a. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara
lainnya adalah melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura melalui tranfusion
set.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil:
 Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa
plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis
axial belakang. Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula
tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada
di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung
udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
 Pengisapan kontinu (continous suction)
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap positif.
Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif sebesar 10-20
cm H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan segera terjadi
perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
 Pencabutan drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura sudah
negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan
cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang
penuh, drain dapat dicabut.
3) Tindakan bedah
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang
menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit,
4) Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru
tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortikasi.
Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila
ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak
dapat dipertahankan kembali.

b. Penatalaksanaan Tambahan
1) Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, yaitu:
 Terhadap proses TB paru, diberi OAT
 Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi, penderita dibei obat
laksatif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras.
2) Istirahat total
 Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk, bersin
terlalu keras dan mengejan.
8. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
b. Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan WSD.
c. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.

9. Intervensi Keperawatan
a. Dx : Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan denagan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
NOC NIC
NOC: NIC :
- Respiratory status : Ventilation 1. Posisikan pasien untuk
- Respiratory status : Airway patency memaksimalkan ventilasi
- Vital sign Status 2. Pasang mayo bila perlu
Tujuan : 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau
selama 1x24 jam .pasien menunjukkan suction
keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya
Kriteria Hasil : suara tambahan
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan 6. Berikan bronkodilator
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis 7. Berikan pelembab udara Kassa basah
dan dyspneu (mampu mengeluarkan NaCl Lembab
sputum, mampu bernafas dg mudah, 8. Atur intake untuk cairan
tidakada pursed lips) mengoptimalkan keseimbangan
- Menunjukkan jalan nafas yang paten(klien 9. Monitor respirasi dan status O2
tidak merasa tercekik, irama nafas, 10. Bersihkan mulut, hidung dan secret
frekuensi pernafasan dalam rentang trakea
normal, tidak ada suara nafas abnormal) 11. Pertahankan jalan nafas yang paten
- Tanda Tanda vital dalam rentang normal 12. Observasi adanya tanda tanda
(tekanan darah, nadi, pernafasan) hipoventilasi
13. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
14. Monitor vital sign
15. Informasikan pada pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas
16. Ajarkan bagaimana batuk efektif
17. Monitor pola nafas

b. Dx : Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan WSD.


NOC NIC
NOC : NIC :
- Knowledge : Personal Safety Environmental Management safety
- Safety Behavior : Fall Prevention 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
- Safety Behavior : Fall occurance pasien
- Safety Behavior : Physical Injury 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
- Tissue Integrity: Skin and Mucous sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
Membran kognitif pasien dan riwayat penyakit
Tujuan : terdahulu pasien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Menghindarkan lingkungan yang
selama 2x24 jam klien tidak mengalami berbahaya (misalnya memindahkan
trauma dengan kriteria hasil: perabotan)
- Pasien terbebas dari trauma fisik 4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman
dan bersih
6. Menempatkan saklar lampu ditempat
yang mudah dijangkau pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk menemani
pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab
penyakit.

c. Dx : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.


NOC NIC
NOC: NIC:
- Kowlwdge : disease process 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
- Kowledge : health Behavior keluarga
Tujuan : 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan bagaimana hal ini berhubungan dengan
selama 2x24 jam pasien menunjukkan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
pengetahuan tentang proses penyakit dengan tepat.
Kriteria Hasil : 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
- Pasien dan keluarga menyatakan muncul pada penyakit, dengan cara yang
pemahaman tentang penyakit, kondisi, tepat
prognosis dan program pengobatan 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara
- Pasien dan keluarga mampu yang tepat
melaksanakan prosedur yang dijelaskan 5. Identifikasi kemungkinan penyebab,
secara benar dengan cara yang tepat
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan 6. Sediakan informasi pada pasien tentang
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kondisi, dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya 7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
8. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
10. Daftar Pustaka
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofiologi Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC
Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan edisi 17. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. dkk . 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Syaifuddin, H . 2006 . anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC
Tambayong, Jan . 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Banjarmasin, 01 Desember 2019

Preseptor Klinik, Ners Muda,

( Murjani, S.Kep., Ns ) ( Erma Fitriani, S.Kep )

Anda mungkin juga menyukai