Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PEMBAHASAN

2. LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi DHF

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat


pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang
tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty (betina) (Resti, 2014).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan
beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya
dengan cepat menyebar secara efidemik. (PADILA, 2012).

B. Patofisiologi DHF

Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes


daan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever
(DF). Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat
dari proses viremia seperti demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala,
dengan/tanpa rash dan limfa denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi
dengan virus dengue pertama kali, mendaapat infeksi berulang virus
dengue lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik
antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi komplek antibodi (komplek
virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapat komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah
mengakibatkan aktivitas sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya
mediator anafilatiksin C 3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat yang menyebabkan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma-leakage), dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak
diatasi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan berakhir kematian.
Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan
fungsi agfegaasi dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan
oleh sistem RE dengan akibat terjadi trombositopenia hebat dan
pendarahan.
Terjadinya aktivasi faktor hegemon (faktor XII) dengan akibat
akhir terjadinya pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses
aktivitasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang
berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin
menjadi Fibrin Degradation Prodect (FDP).
C. Tanda Dan Gejala DHF
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF
dengan masa inkubasi antara 13 – 15 hari, rata- rata 2-8 hari. Penderita
biasanya mengalami:
a.       Deman akut atau suhu meningkat tiba – tiba (selama 2 – 7 hari)
b.      Sering di sertai menggigil.
c.       Perdaran pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta perdarahan
lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria, dan melena.
d.      Keluhan pada saluran pernafasan (batuk, pilek, sakit waktu menelan)
e.       Keluhan pada saluran cerna (mual, muntah, tak nafsu makan, diare,
konstipasi)
f.       Keluhan sistem tubuh yang lainnya (nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal – pegal
pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka,
pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotopobia, otot – otot sekitar
mata sakit bila di sentuh.
D. Pencegahan DHF
Untuk mencegah penyakit DBD, nyamuk penularnya
(Aedes aegypti) harus diberantas sebab vaksin untuk mencegahnya belum
ada. Cara yang tepat dalam pencegahan penyakit DBD adalah dengan
pengendalian vector, yaitu nyamuk aedes aegypti.
Cara yang tepat untuk memberantas nyamuk  aedes aegypti adalah
memberantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya.
Cara ini dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-
DBD).  Oleh karena tempat-tempat berkembang biaknya terdapat di
rumah-rumah dan tempat-tempat umum maka setiap keluarga harus
melaksanakan PSN-DBD secara teratur sekurang-kurangnya seminggu
sekali.
Cara Pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Kimia
Dengan cara pemberian abatisasi (abate), pengasapan dan fogging.
2.      Fisik
Dalam sekurang-kurangya seminggu sekali, maka cegahlah dengan cara 3
M plus:
a. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air
minum, penampung air lemari es, dan lain-lain.
b.Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air
seperti drum, kendi, toren air, dan sebagainya.
c. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang
memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular
DBD.
d.      Plus, adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti:
1)      Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan.
2)      Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk.
3)      Menggunakan kelambu saat tidur.
4)      Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.
5)      Menanam tanaman pengusir nyamuk.
6)      Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah.
7)      Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
3.      Biologi
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14) yaitu agen yang aktif
mengendalikan nyamuk.
E. Tes Diagnostik
Menurut (Centers for Disease Control and Prevention, 2009), Pada
setiap penderita dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Pada penderita
yang disangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan hemoglobin,
hematocrit, dan trombosit setiap 2-4 jam pada hari pertama perawatan.
Selanjutnya setiap 6-12 jam sesuai dengan pengawasan selama perjalanan
penyakit. Misalnya dengan dilakukan uji tourniquet.

1. Uji tourniquet
Perocbaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah
dengan cara mengenakan pembendungan kepada vena sehingga
darah menekan kepada dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh
suatu penyebab kurang kuat akan rusak oleh pembendungan itu,
darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan merembes ke
dalam jaringan sekitarnya sehingga Nampak sebagai bercak kecil
pada permukaan kulit. Pandangan mengenai apa yang boleh
dianggap normal sering berbeda-beda. Jika ada lebih dari 10
petechia dalam lingkungan itu maka test biasanya baru dianggap
abnormal, dikatakan juga tes itu positif. Seandainya dalam
lingkungan itu tidak ada petechial, tetapi lebih jauh distal ada,
percobaan ini (yang sering dinamakan Rumpel-Leede) positif juga,
2. Hemoglobin
Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan
bermacammacam cara yaitu dengan cara sahli dan
sianmethemoglobin. Dalam laboratorium cara sianmethemoglobin
(foto elektrik) banyak dipakai karena dilihat dari hasilnya lebih
akurat disbanding sahli, dan lebih cepat.
Nilai normal untuk pria 13-15 gr/dl dan wanita 12-14 gr.dl.
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau
sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti
peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi
paling awal yang dapat ditemukan pada penderita demam berdarah
atau yang biasa disebut dengan Demam Berdarah Dengue (DBD)
atau DHF.

3. Hematokrit
Nilai hematokrit ialah volume semua eritrosit dalam 100 ml
darah dan disebut dengan persen dan dari volume darah itu.
Biasanya nilai itu ditentukan dengan darah vena atau darah kapiler.
Nilai normal untuk pria 40-48 vol% dan wanita 37-43 vol%.
penetapan hematocrit dapat dilakukan sangat teliti, kesalahan
metodik rata-rata kurang lebih 2%.
Hasil itu kadang-kadang sangat penting untuk menentukan
keadaan klinis yang menjurus kepada tindakan darurat. Nilai
hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari
perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses
perjalanan penyakit demam berdarah. Seperti telah disebutkan
bahwa peningkatan nilai hematocrit merupakan manifestasi
hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma. Akibat
kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat
mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan
sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah disertai perdarahan,
umumnya nilai hematocrit tidak meningkat bahkan menurun.
Telah ditentukan bahwa pemeriksaan Ht secara berkala
pada penderita DHF mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Pada saat pertama kali seorang anak dicurigai
menderita DHF, pemeriksaan ini turut menentukan
perlu atau tidaknya anak itu dirawat.
b. Pada penderita DHF tanpa rejatan pemeriksaan
hematocrit berkala ikut menentukan perlu atau
tidaknya anak itu diberikan cairan intravena.
c. Pada penderita DHF pemeriksaan Ht berkala
menentukan perlu atau tidaknya kecepatan tetesan
dikurangi, menentukan saat yang tepat untuk
menghentikan cairan intravena dan menentukan saat
yang tepat untuk memberikan darah.
4. Trombosit
Trombosir sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan
sukar dibedakan deari kotoran kecil. Lagi pula sel-sel itu
cenderung melekat pada permukaan asing (bukan endotel utuh) dan
menggumpal-gumpal. Jumlah trombosit dalam keadaan normal
sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya, sering dipastikan
nilai normal itu antara 150.000 – 400.000/µl darah. Karena
sukarnya dihitung, penelitian semukuantitatif tentang jumlah
trombosit dalam sediaan apus darah sangat besar artinya sebagai
pemeriksaan penyaring. Cara langsung menghitung trombosit

dengan menggunakan electronic particle counter mempunyai keuntungan


tidak melelahkan petugas laboratorium (Sofiyatun, 2008).

Diagnosis tegas dari infeksi dengue membutuhkan konfirmasi


laboratorium, baik dengan mengisolasi virus atau mendeteksi antibodidengue
spesifik. untuk virus isolasi atau deteksi DENV RNA dalam serum spesimen oleh
serotipe tertentu, real-time terbalik transcriptase polymerase chain reaction (RT-
PCR), an-fase akut spesimen serum harus dikumpulkan dalam waktu 5 hari dari
onset gejala. Jika virus tidak dapat diisolasi atau dideteksi dari sampel ini,
spesimen serum fase sembuh diperlukan setidaknya 6 hari setelah timbulnya
gejala untuk membuat diagnosis serologi dengan tes antibodi IgM untuk dengue
dengan IgM antibodi-capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-
ELISA) (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).

Pemeriksaan diagnosis dari infeksi dengue dapat dibuat hanya dengan


pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada isolasi virus, terdeteksinya antigen
virus atau RNA di dalam serum atau jaringan, atau terdeteksinya antibody yang
spesifik pada serum pasien.

Pada fase akut sample darah diambil sesegera mungkin setelah serangan
atau dugaan penyakit demam berdarah dan pada fase sembuh idealnya sample
diambil 2-3 minggu kemudian. Karena terkadang sulit untuk mendapatkan sampel
pada fase sembuh, bagaimanapun, sampel darah kedua harus selalu diambil dari
pasien yang dirawat pada saat akan keluar dari rumah sakit.

I. Diagnosis serologis
Lima tes serologi dasar telah secara rutin digunakan untuk
diagnosis infeksi dengue; hemaglutinasi-inhibisi (HI), complement
fixation (CF), uji netralisasi (NT), imunoglobulin M (IgM) enzyme-linked
immunosorbent assay capture (MAC-ELISA), dan imunoglobulin G
langsung ELISA.
Terlepas dari uji yang digunakan, diagnosis serologi tegas
tergantung signifikan (empat kali lipat atau lebih) kenaikan titer antibodi
spesifik antara sampel serum fase akut dan fase sembuh. Antigen baterai
untuk sebagian besar tes serologi harus mencakup semua serotipe dengue
empat virus, flavivirus lain (seperti virus demam kuning, virus ensefalitis
Jepang, atau St Louis ensefalitis virus), nonflavivirus (seperti virus
Chikungunya atau timur kuda virus ensefalitis ), dan idealnya, kontrol
jaringan antigen yang tidak terinfeksi.
Dari tes di atas, HI paling sering digunakan; karena sensitif, mudah
untuk dilakukan, hanya membutuhkan peralatan minim, dan sangat tepat
jika dilakukan dengan benar. Karena antibodi HI bertahan untuk waktu
yang lama (hingga 48 tahun dan mungkin lebih lama), tes ini ideal untuk
studi seroepidemiologic.
Tes CF tidak sering digunakan untuk pemeriksaan diagnostic
serologis secara rutin. Karena lebih sulit untuk dilakukan, dibutuhkan
tenaga yang sangat terlatih, dan karena itu tidak digunakan di sebagian
besar laboratorium dengue.
NT adalah tes serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Protokol yang paling umum digunakan di laboratorium dengue
adalah serum pengenceran pengurangan plak NT.
Secara umum, titer antibodi penetral-naik pada waktu yang sama
atau sedikit lebih lambat dari titer antibodi HI dan ELISA tetapi lebih
cepat daripada titer antibodi CF dan bertahan selama setidaknya 48 tahun.
MAC ELISA adalah tes serologis yang sangat sering digunakan
untuk mendiagnosis dengue yang terjadi pada beberapa tahun yang lalu.
Karena mudah dan cepat. Anti dengue IgM berkembang menjadi sedikit
lebih cepat daripada antibody IgG. Kespesifikan dari MAC-ELISA sama
dengan HI.
II. PCR
Reverse transcriptase PCR (RT-PCR) telah dikembangkan untuk
sejumlah virus RNA dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki potensi
untuk merevolusi diagnosis laboratorium; untuk demam berdarah, RTPCR
menyediakan diagnosis-serotipe spesifik yang cepat. Metode ini cepat,
sensitif, sederhana, dan direproduksi jika dikontrol dengan baik dan dapat
digunakan untuk mendeteksi RNA virus dalam sampel manusia klinis,
jaringan otopsi, atau nyamuk. Meskipun RT-PCR memiliki sensitivitas
yang mirip dengan sistem isolasi virus yang menggunakan C6 / 36 kultur
sel, penanganan yang buruk, penyimpanan yang buruk, dan adanya
antibodi biasanya tidak mempengaruhi hasil PCR seperti yang mereka
lakukan isolasi virus. Sejumlah metode yang melibatkan primer
dari lokasi yang berbeda dalam genom dan pendekatan yang
berbeda untuk mendeteksi produk RT-PCR telah dikembangkan selama
beberapa tahun terakhir.
Harus ditekankan, bagaimanapun RT-PCR tidak boleh digunakan
sebagai pengganti isolasi virus. Ketersediaan virus isolat penting untuk
karakteristik perbedaan strain virus, karena informasi ini sangat penting
untuk pengawasan dan patogenesis studi virus. Sayangnya, banyak
laboratorium sekarang melakukan tes RT-PCR tanpa kontrol yang tepat
kualitas, yaitu, isolasi virus atau pengujian serologis. Sejak RT-PCR
sangat sensitif terhadap kontaminasi amplikon, tanpa kontrol yang tepat
hasil positif palsu dapat terjadi. Perbaikan dalam teknologi ini,
bagaimanapun, harus membuatnya lebih berguna di masa depan.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Penatalaksanaan DHF menurut (Centers for
Disease Control and Prevention, 2009), yaitu :
1) Beritahu pasien untuk minum banyak cairan dan mendapatkan
banyak istirahat.
2) Beritahu pasien untuk mengambil antipiretik untuk mengontrol
suhu mereka. anak-anak dengan dengue beresiko untuk demam
kejang selama fase demam.
3) Peringatkan pasien untuk menghindari aspirin dan nonsteroid
lainnya, obat anti inflamasi karena mereka meningkatkan risiko
perdarahan.
4) Memantau hidrasi pasien selama fase demam
5) Mendidik pasien dan orang tua tentang tanda-tanda dehidrasi dan
pantau output urine
6) Jika pasien tidak dapat mentoleransi cairan secara oral, mereka
mungkin perlu cairan IV.
7) Kaji status hemodinamik dengan memeriksa denyut jantung,
pengisian kapiler, nadi, tekanan darah, dan Output urine.
8) Lakukan penilaian hemodinamik, cek hematokrit awal, dan jumlah
trombosit.
9) Terus memantau pasien selama terjadi penurunan suhu badan
sampai yg normal.
10) Fase kritis DBD dimulai dengan penurunan suhu badan sampai yg
normal dan berlangsung 24-48 jam.
G. Program pemerintah dalam penanggulangan DHF
Untuk peningkatan kasus DBD kali ini, lewat Kementerian
Kesehatan, pemerintah sudah mengimbau kepada seluruh pemerintah
daerah lewat surat edaran Menteri Kesehatan RI nomor PV. O2.
O1/Menkes/721/2018, yang dikeluarkan pada 22 November 2018. Dalam
surat edaran tentang kesiapsiagaan peningkatan kasus DBD tersebut,
Menteri Kesehatan mengimbau agar pemerintah daerah melakukan hal-hal
di bawah ini:
 
1. Meningkatkan upaya penggerakan masyarakat dalam Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN), melalui kegiatan menguras, menutup, dan
memanfaatkan kembali barang bekas, plus mencegah gigitan nyamuk (3M
plus) dengan cara mengimplementasikan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
(G1R1J).
2. Meningkatkan surveilans kasus dan surveilans faktor risiko terhadap
kejadian demam berdarah dengue, di antaranya melalui kegiatan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dan mengaktifkan Juru Pemantau JentIk
(Jumantik).
3. Mengaktifkan kembali Kelompok Kerja Operasional penanggulangan
DBD (Pokjanad DBD) pada berbagai tingkatan RT/RW, desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi.
4. Meningkatkan kapasitas sumber daya pencegahan dan pengendalian DBD,
meIiputi peningkatan kapasitas SDM, biaya, serta bahan dan peralatan.
5. Menerbitkan Surat Edaran Gubernur kepada Bupati/Walikota dalam
rangka kesiapsiagaan peningkatan kasus DBD.
 
Selain mengeluarkan imbauan lewat surat edaran tersebut, Kementerian
Kesehatan juga sudah melakukan sejumlah hal untuk menanggulangi
peningkatan kasus DBD, yaitu:
 MeIaIui surat edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit nomor PV.02.01/4/87/2019 tanggal 11 Januari 2019, pemerintah
mendorong Kepala Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia untuk
mendukung dan menggerakan pelaksanaan upaya pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) 3M Plus di wilayah masing-masing, serta mengoptimalkan
seluruh sumber daya yang ada untuk upaya antisipasi dan penanggulangan
KLB DBD.
 Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk melaksanakan kegiatan
PSN 3M Plus melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.
 Memberikan dukungan lewat Tim Terpadu Kementerian Kesehatan dalam
asistensi upaya penanggulangan KLB di beberapa daerah. Kementerian
Kesehatan juga mendistribusikan dukungan bahan dan alat pengendalian
vektor ke seluruh provinsi berupa insektisida, larvasida, jumantik kit,
mesin fogging, dan media KIE.
2.1. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
I. Asuhan Keperawatan
 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak
dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan
orang tua.
2. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran composmentis. Turunnya
panas terjadi antara hari ke-3 sampai ke-7, dan anak semakin
lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri
telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri
otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade
III, IV), melena atau hematesis.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien
6. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindari
7. Riwayat gizi Status gizi
anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status
gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi
ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya menjadi kurang.
8. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan
baju di kamar).

9. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak
mengalami diar/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-
IV bisa terjadi melena.
c. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV
sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur
karena mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga
kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahat kurang.
e. Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
f. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta
upaya untuk menjaga kesehatan.
10. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi dari ujung rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik
secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan nadi lemah.
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah,
ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum
lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi
menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.
2) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil
(gradeIII), nadi tidak teraba (grade IV), tekanan darah
menurun ( sistolik menurun sampai 80mmHg atau kurang),
suhu tinggi (diatas 37,5oC)
3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak,
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam.
4) Mata : Konjungtiva anemis
5) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan
(epistaksis) pada gradeII,III, IV.
6) Telinga : tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih
tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran.
7) Mulut : Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut
kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara
tenggorokkan hyperemia pharing.
8) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak
mengalami pembesaran
9) Dada / thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan
yang tertimbun pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade
III, dan IV.
10) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali)
Per : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus
11) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan
melakukan uji tourniquet. Turgor kuit menurun, dan
muncul keringat dingin, dan lembab. Pemeriksaan uji
tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan
tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan 24 tekanan
antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang
pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit,
perhatikan timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah
(Soedarmo,2008).
12) Genitalia ,Biasanya tidak ada masalah
13) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
Pada kuku sianosis/tidak
14) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
 Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
 Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
 Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
 Ig. D. dengue positif.
 Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
 Urium dan pH darah mungkin meningkat.
 Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3
rendah.
 SGOT / SGPT mungkin meningkat.
II. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir
kering
b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk
makan) makanan ditandai dengan berat badan menurun
c. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi
kognitif ditandai dengan kurang informasi
d. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi
(penurunan trombosit) ditandai dengan trombositopenia
e. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai
dengan mengeluh lelah .
III. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1 Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Manajemen hipovolemia Observasi :


dengan kehilangan cairan keperawatan 1 x 24 jam Periksa tanda dan gejala hipovolemik ( tekanan darah menurun,
aktif ditandai dengan mukosa diharapkan hipovolemia membrane mukosa kering, hematocrit meningkat )
bibir kering terpenuhi. - Monitor intake dan output cairan Terapeutik :
Kriteria Hasil : Status Cairan - Hitung kebutuhan cairan
 Turgor kulit - Berikan posisi modified trendelenburg
 Perasaan lemah - Berikan asupan cairan oral Edukasi :
 Keluhan haus - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

 Tekanan darah - Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

 Intake cairan membaik Kolaborasi :


- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis ( misalnya :
 Suhu tubuh
NaCl, RL )
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis ( missal :
glukosa 2,5%, NaCl 0,4% )
- Kolaborasi pemberian cairan koloid ( miosal : albumin,
plasmanate )
- Kolaborasi pemberian produk darah
 Pemantauan cairan Observasi :
- Monitor status hidrasi ( mis. Frekuensi nadi, kekuatan
nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa,
turgor kulit, tekanan darah )
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium ( mis. MAP,
CVP, PAP, PCWP jika tersedia )
Terapeutik :
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

2 Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakuan tindakan 1. Observasi TTV  Manajemen nutrisi Observasi : -
denganpsikologis keperawatan 1 x 24 jam Identifikasi status nutrisi
(keengganan untuk makan) diharapkan - Identifikasi alergi dan
makanan ditandai dengan ketidakseimbangan nutrisi 2. Kaji faktor yang intoleransi makanan
berat badan menurun kurang dari kebutuhan tubuh mempengaruhi susah - Identifikasi makanan yang
terpenuhi. tidur disukai
Kriteria Hasil : 3. Menciptakan rasa aman - Identifikasi kebutuhan kalori
Status Nutrisi dan nyaman dan jenis nutrient
 Porsi makanan yang 4. Batasi pengunjung - Identifikasi perlunya
dihabiskan sedang penggunaan selang nasogastric
 Frekuensi makan - Monitor asupan makanan
 Nafsu makan cukup - Monitor berat badan
membaik - Monitor hasil pemeriksaan

 Mermban mukosa laboratorium Terapeutik :

sedang - Lakukan oral hygiene, jika


perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman
dier ( mis. Piramida makanan )
- Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat
untuk menjegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika
perlu
- Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
- Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk jika
mampu
- Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan ( mis. Pereda
nyeri, antiemetic ), jika perlu
- kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan
 Pemantauan nutrisi
Observasi :
- Identifikasi factor yang
mempengaruhi asupan gizi ( mis.
Pengetahuan, ketersediaan
makanan, agama/kepercayaan,
budaya, mengunyah tidak adekuat,

gangguan menelan, penggunaan


obat-obatan atau pascaoperasi )
- Identikasi perubahan berat badan
- Identifikasi kelainan pada kulit
- Identintifikasi kelainan eliminas (
mis. Kering, tipis, kasar, dan
mudah patah ) - Identifikasi pola
makan ( mis.
Kesukaan/ketidaksukaan
makanan, konsumsi makanan
cepat saji, makan terburu-buru )
- Identifikasi kelainan pada kuku (
mis. Diare, darah, lender, dan
eliminasi yang tidak teratur )
- Identifikasi kemampuan menelan
( mis. Fungsi motoric wajah,
reflex menelan, dan reflex gag )
- Identifikasi kelainan rongga mulut
( mis. Peradangan, gusi berdarah,
bibir kering dan retak, luka )
- Identifikasi kelainan eliminasi (
mis. Diare, darah, lender. Dan
eliminasi yang tidak teratur )
- Monitor mual dan muntah
- Monitor asupan oral
- Monitor warna konjungtiva
- Monitor hasil laboratorium ( mis.
Kadar kolestrol, albumin serum,
transferrin, kreatinin,
hemoglobin, hematocrit, dan
elektrolit darah ) Terapeutik :
- Timbang berat badan
- Ukur antropometrik komposisi
tubuh ( mis. Indeks massa tubuh,
pengukuran pinggang, dan ukuran
lipatan kulit )
- Hitung perubahan berat badan
- Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
IV. Implementasi
Keperawatan Implementasi keperawatan merupakan serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk
membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta
masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam
rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
V. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua
jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan
dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.
VI. TINJAUAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 25 tahun menjalani MRS hari ke-2 diagnosa DHF
dengan keluhan demam, nyeri pada punggung dan tulang hilang timbul, kepala
pusing. TD 110/70 mmHg, rentang suhu 38o -39oC sudah terjadi hampir 2 hari
SMRS dan saat ini 38,5oC. Uji torniket positif, petekie (+), mual (+), muntah (+),
BAB terakhir encer. Nilai lab: Ht 55,3%, Hb 20g/dL, LED 50mm/jam, Leukosit
5700/µL. Pasien saat ini merasa lemas dan tidak mampu melakukan aktivitas
fisik.

VII. ASUHAN KEPERAWATAN


 Pengkajian
1. Identitas
 Pasien
 Nama : Tn. A
 Umur : 25 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Pendidikan : .SMA
 Pekerjaan : Pegawai swasta
 Status perkawinan : Menikah
 Agama : Hindu
 Suku : Bali
 Alamat : Jl. Imam bonjol. No. 14 Denpasar
 Tanggal masuk : 28 Mei 2017
 Tanggal pengkajian : 30 Mei 2017
 Sumber Informasi : pasien dan keluarga
 Diagnosa masuk : .DHF
 Penanggung
 Nama : Ny. K
 Hubungan dengan pasien : Istri

Anda mungkin juga menyukai