KEPERAWATAN HIPERTERMI
MAKALAH
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah “Keperawatan Medical Bedah II” dengan tepat pada waktunya. Sholawat
dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, kepada keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang senantiasa bertasbih
sepanjang masa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kami. Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
ii
3.2 Saran ...................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal yang tidak
teratur, disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas
(Sodikin, 2012). Penyakit yang paling umum diderita anak (balita) antara lain :
demam, infeksi saluran pernapasan dan diare. Tapi yang paling sering membuat
orangtua khususnya ibu segera membawa anaknya kedokter adalah demam dan
diare. Demam ini jika terus meningkat dengan suhu rektal di atas 38oC akan
menyebabkan terjadi kejang demam atau bahasa awamnya terjadi step pada anak
(Suyono,2010).
Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat
diturunkan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang
diberikan sedini mungkin dan masalah penanggulangan demam ini bukan hanya
masalah di rumah sakit tetapi mencakup permasalahan yang menyeluruh dimulai
dari individu tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat, untuk itu penulis
tertarik untuk menulis makalah “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Masalah Keperawatan Hipertermi “.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi hipertermi ?
2. Apa saja etiologi hipertermi?
3. Apa saja manifestasi klinis hipertermi ?
4. Bagaimana patofisiologi hipertermi?
5. Bagaimana pathway hipertermi?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang hipertermi?
7. Apa saja penatalaksanaan hipertermi ?
8. Apa saja komplikasi hipertermi?
9. Apa saja faktor yang mempengaruhi penyebab hipertermi?
10. Apa saja batasan-batasan karakteristik hipertermi?
11. Bagaimana konsep Asuhaan keperawatan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi hipertermi
2. Untuk mengetahui etiologi hipertermi
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis hipertermi
4. Untuk mengetahui patofisiologi hipertermi
5. Untuk mengetahui pathway hipertermi
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hipertermi
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan hipertermi
8. Untuk mengetahui komplikasi hipertermi
9. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi hipertermia
10. Untuk mengetahui batasan-batasan karakteristik hipertermia
11. Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan
1.4 Manfaat
1. Bagi Pendidikan
Menjadi wacana dan bahan masukan dalam proses belajar mengajar
terhadap pemberian asuhan keperawatan dengan prioritas masalah kebutuhan
dasar peningkatan suhu tubuh: hipertermi.
2. Bagi perawat
2
alat bantu bagi perawat untuk mengevaluasi dalam upaya peningkatan
pelayanan bagi pasien dengan masalah peningkatan suhu tubuh: hipertermi.
3. Bagi Ibu
4. Bagi Penulis
3
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) ada beberapa penyebab
dari hipertermia yaitu dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit
(mis. Infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan,
peningkatan laju metabolisme, respon trauma, aktifitas berlebihan, dan
penggunaan inkubator. Hipertermia dapat disebabkan oleh virus dan
mikroba. Mikroba serta produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat
pirogen eksogen yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk
membentuk pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan
peningkatan suhu tubuh (Widagdo, 2012).
2.1.3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertermi menurut Huda (2013) :
1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal diantara >38˚C
2) Tubuh menggigil
3) Konvulsi (kejang)
4) Kulit kemerahan
5) Takikardi
4
6) Saat disentuh tangan terasa hangat
7) Fase – fase terjadinya hipertermia
• Fase I : awal
a) Peningkatan denyut jantung.
b) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.
c) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.
d) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.
e) Merasakan sensasi dingin.
f) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.
g) Rambut kulit berdiri.
h) Pengeluaran keringat berlebih.
i) Peningkatan suhu tubuh.
• Fase II : proses demam
a) Proses menggigil lenyap.
b) Kulit terasa hangat / panas.
c) Peningkatan nadi & laju pernapasan.
d) Peningkatan rasa haus.
e) Dehidrasi ringan sampai berat.
f) Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf
g) Lesi mulut herpetik.
h) Kehilangan nafsu makan.
i) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat
katabolisme protein.
• Fase III : pemulihan
a) Kulit tampak merah dan hangat.
b) Berkeringat.
c) Menggigil ringan.
d) Kemungkinan mengalami dehidrasi.
Selain gejala-gejala umum di atas, berikut adalah beberapa gejala
khusus yang dapat dibagi berdasarkan jenis hipertermia yang dialami:
a. Heat stress
Kondisi ini dapat terjadi ketika proses pengaturan suhu tubuh
5
mulai terganggu, umumnya terjadi saat keringat tidak bisa keluar
akibat pakaian terlalu ketat atau karena bekerja di tempat yang
panas dan lembap. Gejala yang bisa timbul di antaranya, pusing,
lemas, haus, mual, dan sakit kepala.
b. Heat fatigue
Kondisi ini bisa terjadi ketika seseorang terlalu lama berada di
tempat yang panas, sehingga muncul lemas, haus, rasa tidak
nyaman, kehilangan konsentrasi, bahkan kehilangan koordinasi.
c. Heat syncope
Kondisi ini terjadi ketika seseorang terlalu memaksakan diri
tetap berada di lingkungan yang panas, sehingga memicu kurangnya
aliran darah ke otak. Akibatnya akan muncul gejala, seperti pusing,
berkunang-kunang, dan pingsan.
d. Heat cramps
Kondisi ini terjadi ketika penderita sedang berolahraga dengan
intensitas yang berat atau bekerja di tempat yang panas. Gejalanya
berupa kejang otot yang disertai rasa nyeri atau kram di otot betis,
paha, bahu, lengan dan perut.
e. Heat edema
Kondisi ini ditandai dengan pembengkakan pada tangan, kaki,
dan tumit akibat penumpukan cairan. Heat edema terjadi akibat
terlalu lama duduk atau berdiri di tempat yang panas yang
selanjutnya memicu ketidakseimbangan elektrolit.
f. Heat rash
Kondisi ini ditandai dengan munculnya ruam pada kulit akibat
berada di tempat yang panas dan lembab pada waktu yang lama.
g. Heat exhaustion
Kondisi ini terjadi ketika tubuh tidak bisa menyeimbangkan
suhu tubuh akibat kehilangan air dan garam dalam jumlah besar
yang keluar dalam bentuk keringat berlebih. Gejalanya berupa sakit
kepala, pusing, mual, lemas, kehausan, peningkatan suhu tubuh,
keringat berlebih, produksi urine berkurang, detak jantung
6
meningkat, sulit menggerakan anggota tubuh. Heat exhaustion yang
tidak segera ditangani dapat berkembang menjadi heat stroke.
h. Heat stroke
Heat stroke merupakan hipertemia yang paling parah. Kondisi
ini harus ditangani segera karena bisa menyebabkan kecacatan atau
bahkan kematian. Heat stroke dapat ditandai dengan gejala berikut
ini:
- Suhu tubuh yang meningkat dengan cepat, sampai di atas 40˚C
- Kulit terasa panas, kering, atau muncul keringat berlebih
- Kejang
- Penurunan kesadaran yang ditandai dengan kebingungan dan
bicara tidak jelas
2.1.4. Patofisiologi
7
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran
sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada
kenaikan suhu tertentu (Sari et al., 2021).
8
2.1.5. Pathway
Etiologi
Demam
Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke seluruh sel maupun membran sel
sekitarnya dgn bantuan neurotransiter
Kejang Resiko
Trauma
9
2.1.6. Pemeriksaan penunjang
10
(AST/SGOT), dan bilirubin. SGPT dan SGOT adalah dua komponen
yang sering diperiksa saat seseorang mengalami hipertermi. Keduanya
merupakan enzim yang banyak terdapat di hati. Jumlah SGPT dan
SGOT rendah pada orang yang sehat. Sebaliknya, nilai SGPT dan
SGOT yang tinggi menunjukkan adanya gangguan pada hati.
3. Tes urine (urinalisis)
Pemeriksaan laboratorium pada urine dilakukan dengan
mengamati penampilan, konsentrasi, dan kandungan urine. Hasil
abnormal dapat menandakan sejumlah penyakit seperti infeksi saluran
kemih, penyakit ginjal, dan diabetes. Selain itu, pemeriksaan urine
juga bermanfaat untuk memantau kondisi kesehatan pasien. Urinalisis
dilakukan dalam dua tahap, yaitu: menggunakan strip khusus (dipstick
test) untuk mengetahui tingkat keasaman (pH), konsentrasi, penanda
infeksi, adanya darah, serta kadar gula, protein, bilirubin, dan keton
uji mikroskopis untuk mengamati keberadaan sel darah merah, sel
darah putih, bakteri, jamur, kristal batu ginjal, atau protein khusus
yang menandakan gangguan ginjal.
2.1.7. Penatalaksanaan
1. Tindakan farmakologis
Tindakan menurunkan suhu mencangkup intervensi farmakologis
yaitu dengan pemberian antiperitik obat yang umum diguanakn
demam dengan berbagai penyebab infeksi ,inflamasi dan neoplasma
adalahobat antipiritik antipiretik bekerja melalui termogulator sistem
saraf pusat dan menghambat prostaglandin secara prifer ( Hartini,
2012 ).
2. Tindakan nonfarmakologis
11
mengatur suhu ruanga yang sesuai ( 25,6⁰ C).Dalam mengatasi
hipertermia juga bisa dengan melakukan kompres
(Setiawati,2009).Kompres seluruh badan dengan air hangat dapat
memfasilitasi pengeluaran panas, serta dibutuhkan untuk
meningkatkan keefektifan pemberian antipiretik. Namun selama ini
kompres dingin atau es menjadi kebiasaan para ibu saat anaknya
demam.Selain itu, kompres alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk
mengompres.Namun kompres menggunakan es sudah tidak
dianjurkan karena pada kenyataan demam tidak turun bahkan naik dan
dapat menyebabkan anak menangis, menggigil, dan kebiruan. Metode
kompres yang lebih baik adalah kompres tepid sponge.
2.1.8. Komplikasi
Kerugian yang bisa terjadi pada demam dan hipertermia adalah
dehidrasi, karena pada keadaan demam terjadi pula peningkatan pengeluaran
cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan. Pada
kejang demam, juga bisa terjadi tetapi kemungkinannya sangat kecil (Hartini,
2012). Dalam patofisiologinya menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh
demam adalah peningkatan frekuensi denyut jantung dan metabolisme
energi.Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit kepala,
gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak), dan
pada keadaan tertentu dapat menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi
(delirium karena demam) serta kejang.
Keadaan yang lebih berbahaya lagi ketika suhu inti tubuh mencapai
40˚C karena pada suhu tersebut otak sudah tidak dapat lagi mentoleransi. Bila
mengalami peningkatan suhu inti dalam waktu yang lama antara 40˚C -43˚C,
pusat pengatur suhu otak tengah akan gagal dan pengeluaran keringat akan
berhenti. Akibatnya akan terjadi disorientasi, sikap apatis dan kehilangan
kesadaran (Hartini, 2012).
a. Ansietas
12
Setiap tanda –tanda vital di evaluasi dalam kaitannya dengan efek
samping ansietas dan tanda-tanda ancaman syok, pernafasan yang
meburuk, atau nyeri karna asietas ini dapat menyebabkan
peningkatan suhu, kekakuan otot, hipermetabolisme, ditruksi sel
otot( Wong, 2008)
b. Penurunan perspirasi
Penguapan yang tidak dapat keluar akan mengganggu sirkulasi
dalam tubuh sehingga menyebabkan hipertermi yang diakibatkan
oleh kenaikan set point hipotalamus.
c. Dehidrasi
Tubuh kehilangan panas secara kontinu melalui evaporasi. Sekitar
600 – 900 CC air tiap harinya menguap dari kulit dan paru-paru
sehingga terjadi kehilangan air dan panas. Kehilangan panas air ini
yang menyebabkan dehidrasi pada hipertermia.
e. Penyakit
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang
belakang yang meneruskan pesan hipotalamus akan mengubah
kontrol suhu menjadi berat.
13
hipertermia.
h. Medikasi
Demam juga disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas
terhadap obat.
i. Trauma
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang
belakang yang meneruskan pesan hipotalamus akan mengubah
kontrol suhu menjadi berat.
a) Konvulsi
Suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasikontraksi
dan peregangan dengan sangat cepat sehinggamenyebabkan gerakan
yang tidak terkendali seperti kejang.
b) Kulit kemerah-merahan
Tanda pada hipertermia seperti kulit kemerah-merahan disebabkan
karena adanya vasodilatasi pembuluh darah
c) Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Hal ini berhubungan dengan adanya produksi panas yang berlebih,
kehilangan panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan
panas minimal, atau kombinasi antara keduanya.
d) Kejang
Terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang tinggi sehingga
otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan peregangan dengan
sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak terkendali
seperti kejang.
e) Takikardia
Takikardia merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau
ancaman syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri
f) Takipnea
14
Takipnea merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau
ancaman syok,pernapasan yang memburuk, atau nyeri.
15
Riwayat nutrisi Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu
makan karena mual dan muntahnya (Rasyid et al., 2019).
2. Pemeriksaan fisik
Pada anak yang mengalami kejang demam di perlukan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui apakah ada kelainan yang terjadi
pada anak meliputi :
a. Keadaan umum biasanya anak rewel dan kesadaran compos
mentis, dan kerjadi gejala mengantuk sesaat setelah kebangkitan.
b. Tanda- tanda vital : Suhu : biasanya >38,0⁰C, Respirasi: pada usia
< 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12 bulan - 40
kali/menit, Nadi : biasanya >100 kali/menit)
c. Berat badan, pada anak dengan kejang demam tidak terjadi
penurunan berar badan yang berarti, namun bisanya terjadi
kekurangan cairan.
d. Kepala, Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang
tampak.
e. Mata, Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik,
konjungtiva anemis
f. Mulut dan lidah, Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil
hiperemis, lidah tampak kotor.
g. Telinga, Biasanya bentuk simetris kiri-kanan.
h. Hidung, Biasanya penciuman baik, terdapat pernafasan cuping
hidung, bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda,
terdapat otot bantu pernafasan ketika kejang terjadi.
i. Leher, Biasanya terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
j. Dada meliputi Thoraks : Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris,
tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, Palpasi, biasanya
vremitus kiri kanan sama, Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi
napas tambahan seperti ronchi.
k. Jantung Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut
jantung I: Ictus cordis tidak terlihat P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
16
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang
intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya
di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan. A: bunyi
jantung terdengar tunggal
l. Abdomen biasanya lemas, datar, kembung, dan bising usus diatas
normal (Irdawati, 2016).
m. Ekstermitas : Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan,
CRT > 2 detik, akral dingin. Bawah : biasanya tonus otot
mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
n. Penilaian kekuatan otot : Penilaian Kekuatan Otot Respon Skala :
Kekuatan otot tidak ada : 0 ,Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada
: 1 ,Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit : 2 ,Terangkat
sedikit < 450 , tidak mampu melawan gravitasi : 3 ,Bisa terangkat,
bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan tahanan
pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi : 4 ,Kekuatan otot normal :
5
17
2.2.3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Intervensi
No Keperawa Rasional
Kriteria Hasil Keperawatan
tan
3. Proses menyerap
18
perjalanan kesadaran, dll) keringat
penyakit
5. Aktivitas
biasanya dari 1
yang
(tidak)
berlebih
dapat
meningkatka
n
metabolisme
dan panas
6. Pemantauan
yang ketat
untuk
menghindari
terjadinya
kondisi yang
lebih buruk
serta dapat
memberikan
intervensi
secara tepat
19
berhubung dengan kriteria patofisiologi yang
an dengan hasil : penyakit didapat
kurang 3. Jelaskan tanda dan
4. Faktor resiko 2. Menambah
informasi gejala yang umum
dari 1 (tidak wawasan
tentang dari penyakit,
ada terkait
proses sesuai kebutuhan
pengetahuan) faktor yang
penyakit 4. Jelaskan mengenai
menjadi 4 dapat
dan proses penyakit
(pengetahuan menimbulka
penatalaks 5. Jelaskan
banyak) n kejang
anaan di komplikasi yang
5. Tanda dan demam
rumah mungkin ada
gejala penyakit
6. Edukasi mengenai 3. Memberikan
dari 2
tanda dam gejala informasi
(pengetahuan
yang harus terkait tanda
terbatas)
dilaprokan kepada dan gejala
menjadi 4
petugas kesehatan yang timbul
(pengetahuan
7. Jelaskan alasan dari kejang
banyak)
dibalik terapi yang demam
6. Proses
direkomendasikan. 4. Memberikan
perjalanan
penyakit informasi
(tidak) sehingga
keluarga
bisa
mengambil
sikap/tindak
an secara
tepat
5. Memberikan
informasi
kepada
20
keluarga
apabila
kejang
demam
tidak segera
dilakukan
penanganan
6. Sebagai
upaya
mendidik
keluarga
dalam
penanganan
terkait
kejang
demam.
7. Memberikan
informasi
kepada
keluarga
terkait
tujuan setiap
tindakan
perawatan
21
perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien, serta memahami tingkat
perkembangan pasien. Pelaksanaan mencakup melakukan, membantu, atau
mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari. Setelah dilakukan validasi,
penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknik intervensi harus
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik
dan psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatandan
pelaporan. ( Purwanto Hadi, 2016 )
22
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
23
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya. Dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya pada
pasien dengan masalah keperawatan hipertermi.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arif muttaqin. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan, Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A.A., 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Rasyid, Z., Astuti, D. K., & Purba, C. V. G. (2019). Determinan Kejadian Kejang
Demam pada Balita di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budhi Mulia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Https://www.alodokter.com/hipertermia