Anda di halaman 1dari 20

“KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERTERMIA ”

DOSEN PENGAMPU : NI PUTU SUMARTINI, M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2

1. AHMAD DISYA SYAFDANA (P07120120002)


2. BAIQ RATNAWATI (P07120120005)
3. PUTRI NAMIRA (P07120120028)
4. RIRIN WINDAWATI (P07120120030)
5. SHAKIRA ANINDITA (P07120120033)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN MATARAM

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Konsep penyakit dan asuhan keperawatan hipertermia” dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan kami juga berterima kasih dengan ibu
Ni Putu Sumartini, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna bagi siapapun yang membacanya.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat


kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap ada kritik dan
saran demi kebaikan makalah yang kami buat dimasa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Dengan kerendahan hati meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam


penulisan atau penguraian Makalah ini dengan harapan dapat di terima oleh Ibu dan
dapat di jadikan sebagai acuan dalam proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Mataram, 27 February 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

JUDUL....................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................6
2.1 Konsep Penyakit Hipertermia......................................................................6
A. Pengertian.........................................................................................6
B. Etiologi.............................................................................................7
C. Patofisiologi......................................................................................7
D. Tanda dan gejala...............................................................................8
E. Tipe dan jenis demam.....................................................................10
F. Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh.........................................11
G. Penatalaksanaan..............................................................................12
H. Pemeriksaan penunjang..................................................................13
2.2 Asuhan Keperawatan..................................................................................14
A. Pengkajian......................................................................................14
B. Diagnosa.........................................................................................14
C. Intervensi........................................................................................14
D. Implementasi..................................................................................16
E. Evaluasi..........................................................................................16
BAB III PENUTUP............................................................................................17
3.1 Kesimpulan.................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada manusia, suhu tubuhnya cenderung berfluktuasi tiap saat. Ada
banyak faktor yang menjadi penyebab fluktuasi suhu tersebut, agar suhu
tubuh mampu dipertahankan secara konstan, maka diperlukan pengaturan
(regulasi) suhu tubuh. Keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan
panas akan menentukan suhu tubuh. Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh
karena kecepatan reaksi kimia bervariasi sesuai suhu, selain itu sistem enzim
tubuh juga memiliki rentang suhu yang sempit agar berfungsi optimum, maka
fungsi tubuh yang normal tergantung pada suhu badan yang relatif tetap
(Sodikin, 2012).
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal
yang tidak teratur, dan disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan
pembatasan panas. Interkulin-1 pada keadaan ini tidak terlibat. Hipertermia
juga didefinisikan dengan suatu keadaan dimana suhu tubuh melebihi titik
set, yang biasanya diakibatkan oleh kondisi tubuh atau eksternal yang
menciptakan lebih banyak panas daripada yang dapat dikeluarkan oleh tubuh.
Hipertermi dapat disebabkan karena sengatan panas, toksisitas aspirin, kejang
dan hipertiroidisme. Pada keadaan hipertermia pusat pengaturan suhu di
hipotalamus berada dalam keadaan normal. Karakteristik dari hipertermi
adalah kejang (konvulsi), kulit memerah, kulit hangat bila disentuh, kuku
kebiruan, hipertensi dan muka pucat (Sodikin, 2012).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud hipertermia?
2. Apa etiologi dari hipertermia ?
3. Bagaimanakah patofisiologi hipertermia ?
4. Bagaimanakah tanda dan gejala hipertermia?
5. Apasaja tipe dan jenis demam ?
6. Apasaja faktor yang mempengaruhi suhu tubuh ?
7. Bagaimana penatalaksaan dari hipertermia?
8. Apasaja pemeriksaan penunjang dari hipertermia ?
1.3. Tujuan
1. Dapat memahami definisi hipertermia
2. Dapat memahami etiologi hipertermia
3. Dapat memahami patofisologi hipertermia
4. Dapat memahami tanda dan gejala hipertermia
5. Dapat memahami tipe dan jenis demam
6. Dapat memahami faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
7. Dapat memahami penatalaksanaan hipertermia
8. Dapat memahami pemerisaan penunjang hipertermia
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Konsep Penyakit Hipertermia
A. Pengertian
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Hipertermi tidak
berbahaya jika dibawah 39◦C. Selain adanya tanda-tanda klinis,
penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu
yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal
individu tersebut (Potter & Perry,2010).
Menurut Potter dan Perry (2005), tubuh manusia dapat berfungsi
normal hanya dalam rentang temperatur yang terbatas atau sempit yaitu
37◦ C (98◦ F) ± 1◦C. Temperatur tubuh di luar rentang ini dapat
menimbulkan kerusakan dan efek yang permanen seperti kerusakan otak
atau bahkan kematian. Secara sementara tubuh dapat mengatur
temperatur melalui mekanisme tertentu. Terpapar pada panas yang
berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas metabolik tubuh dan
meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan. Pemajanan pada panas yang
lama dan berlebihan juga mempunyai efek fisiologis yang khusus salah
satunya adalah peningkatan suhu tubuh (hipertermi).
Kenaikan suhu tubuh merupakan bagian dari reaksi biologis kompleks,
yang diatur dan dikontrol oleh susunan saraf pusat. Demam sendiri
merupakan gambaran karakteristik dari kenaikan suhu tubuh karena
berbagai penyakit infeksi dan non-infeksi (Sarasvati, 2010).
B. Etiologi
Hipertermi disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu
panas atau campuran dari gangguan infeksi dan suhu lingkungan yang
terlalu panas .selain itu juga dapat disebabkan oleh gangguan otak atau
akibat bahan toksik yang dapat mempengaruhi pusat pengaturan suhu .
Zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat
pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. Zat
pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain. Terutama
toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik / pirogen yang
dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam
selama keadaan sakit. (Diane M. Fraser, 2012)
C. Patofisiologi
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen
terbagi 2 yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen adalah
pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien, contohnya produk
mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya.
Sedangkan pirogen endogen adalah pirogen yang berasal dari dalam
tubuh pasien, contohnya antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber
dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil dan
limfosit.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel – sel darah putih
(monosit, neutrofil dan limfosit) oleh pirogeb eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi atau reaksi imun. Sel – sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-
6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan
merangsang endothelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin
(Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
thermostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan
menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru
sehingga ini memicu mekanisme – mekanisme untuk meningkatkan panas
antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut
(Sherwood,2001).
Demam memiliki 3 fase yaitu: fase kedinginan, fase demam dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase
peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh
darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi
panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua
yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas
dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase
ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang
ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang
berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna
kemerahan ( Dalal & Zhukovsky,2006 )
D. Tanda Dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala pada hipertermia menurut (Huda, 2013)
1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
Suhu tubuh diatas normal yaitu > 37,8C (oral) atau 38,8C (rektal)
2) Konvulsi (kejang)
Kerjang merupakan suatu kondisi di mana otot-otot tubuh
berkontraksi secara tidak terkendali akibat dari adanya peningkatan
termperatur yang tinggi.
3) Kulit kemerahan
Kulit merah dan terdapat bintik-bintik merah (ptikie)
4) Pertambahan RR
5) Takikardi (nadi cepat)
6) Saat disentuh terasa hangat
Kulit dapat terasa hangat terjadi karena adanya vasodilatasi pembuluh
darah sehingga kulit menjadi hangat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016)
7) Fase-fase terjadinya hipertermia
a. Fase I : awal
1) Peningkatan denyut nadi
2) Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan
3) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat
4) Kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi
5) Merasakan sensasi dingin
6) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi
7) Rambut kulit berdiri
8) Pengeluaran keringat berlebih
9) Peningkatan suhu tubuh
b. Fase II : proses demam
1) Proses menggigil lenyap
2) Kulit terasa hangat / panas
3) Merasa tidak panas / dingin
4) Peningkatan nadi dan laju pernafasan
5) Peningkatan rasa haus
6) Dehidrasi ringan sampai berat
7) Mengantuk, delirium / kejang akibat iritasi sel saraf
8) Lesi mulut herpetik
9) Kehilangan nafsu makan
10) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat
katabolisme protein
c. Fase III : pemulihan
1) Kulit tampak merah dan hangat
2) Berkeringat
3) Menggigil ringan
4) Kemungkinan mengalami dehidrasi
E. Tipe Dan Jenis Demam
Menurut Nelwan (2007) ada beberapa tipe demam yang mungkin
dijumpai antara lain:
1. Demam septik
Pada tipe demam septik, suhu tubuh badan berangsur naik ke tingkat
yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di
atas normal pada pagi hari. Sering disertai dengan keluhan menggigil
dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat
yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Pada tipe ini demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang
mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
3. Demam intermiten
Pada tipe intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap
dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam
di antara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi
sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklis
Pada tipe demam siklis terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Menurut Samuelson (2007), jenis demam terdiri dari :
1. Demam Fisiologis Demam ini cenderung normal dan sebagai
penyesuain terhadap fisiologis tubuh, misalnya pada orang yang
mengalami dehidrasi dan tingginya aktivitas tubuh (olahraga).
2. Demam Patologis Demam ini tidak lagi dikatakan sebagai demam
yang normal. Demam yang ini terjadi sebagai tanda dari suatu
penyakit. Demam patologis terbagi lagi menjadi dua sebagai berikut:
a. Demam infeksi yang suhu tubuhnya bisa mencapai lebih dari 38◦C.
Penyebabnya beragam, yakni infeksi virus ( flu, cacar, campak,
SARS, flu burung, dan lain-lain), jamur, dan bakteri (tifus, radang
tenggorokan, dan lain-lain).
b. Demam Non Infeksi, seperti kanker, tumor, atau adanya penyakit
autoimun seseorang (rematik, lupus, dan lain-lain).
F. Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
Menurut Potter dan Perry (2005) banyak faktor yang mempengaruhi
suhu tubuh,. Perubahan pada suhu tubuh dalam rentang normal terjadi
ketika hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas dan
kehilangan panas diganggu oleh variabel fisiologis atau perilaku.
1. Usia
Pada saat lahir, bayi mekanisme kontrol suhu masih imatur.
Menurut Whaley and Wong yang dikutip oleh Potter dan Perry
(2005), suhu tubuh bayi dapat berespon secara drastis terhadap
perubahan suhu lingkungan.
Oleh karena itu pakaian yang digunakan juga harus cukup dan
paparan terhadap suhu lingkungan yang eksterm perlu dihindari. Bayi
yang baru lahir pengeluaran lebih dari 30% suhu tubuhnya melalui
kepala dan oleh sebab itu bayi perlu menggunakan penutup kepala
untuk mencegah pengeluaran panas. Bila terlindungi dari lingkungan
yang eksterm, suhu tubuh bayi dipertahankan pada 35,5◦C sampai
39,5◦C. Produksi panas akan meningkat seiring dengan pertumbuhan
bayi memasuki masa anak-anak mencapai masa pubertas. Regulasi
suhu tidak stabil sampai anak-anak mencapai masa pubertas. Rentang
suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati
masa lansia.
2. Irama sirkardian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5◦C sampai 1◦C selama periode
24 jam. Bagaimana pun, suhu merupakan irama paling stabil pada
manusia, suhu tubuh biasanya paling rendah antara pukul 01.00 dan
04.00 dini hari. Sepanjang hari suhu tubuh akan naik sampai akhir
sekitar pukul 18.00 dan kemudian turun pada dini hari.
3. Stres
Stres fisik dan emosi meningkat suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologis tersebut meningkatkan
panas. Klien yang cemas saat masuk rumah sakit atau tempat praktik
dokter suhu tubuhnya akan lebih tinngi dari normal.
4. Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji
dalam ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu
meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme-mekanisme pengeluaran
panas dan suhu tubuh akan naik.
G. Penatalaksanaan
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis
terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam
bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk
menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi
dua garis besar yaitu: nonfarmakologi dan farmakologi.
1) Terapi non-farmakologi
Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari
penatalaksanaan demam:
1. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi
dan beristirahat yang cukup.
2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada
saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu
berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut
sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.
3. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres
hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan
kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan
meningkatkan kembali suhu inti (Kaneshiro & Zieve, 2010).
2) Terapi farmakologi
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik)
adalah paracetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat
bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki
efek kerja yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak, dianjurkan
untuk pemberian paracetamol sebagai antipiretik. Penggunaan
OAINS tidak dianjurkan dikarenakan oleh fungsi antikoagulan dan
resiko sindrom Reye pada anak-anak (Kaushik, Pineda, & Kest,
2010).
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap : mengindetifikasi kemungkinan
terjadinya resiko infeksi
2) Pemeriksaan urine
3) Uji widal : suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi
untuk pasien thypoid
4) Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl
5) Uji tourniquet
2.2. Asuhan Keperawatan Hipertermia
A. Pengkajian
Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan data-data. Tahap pengkajian terdiri atas :
1) Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, agama dll.
2) Status kesehatan :
Keluhan utama : panas
3) Riwayat penyakit sekarang :
1. Data Subjektif
a. Pasien mengeluh panas
b. Pasien mengatakan badannya terasa lemas/ lemah
2. Data Objektif
a. Suhu tubuh >37oC
b. Takikardia
c. Mukosa bibir kering
d. Warna kulit kemerahan
4) Riwayat kesehatan dahulu
a. Hipertermi : Sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain
yang menyertai demam (misalnya mual, muntah, nafsu makan
turun, eliminasi, nyeri otot, dan sendi dll)
5) Pemeriksaan fisik
a. Hitung TTV ketika panas terus menerus
b. Inspeksi dan palpasi kulit, cek turgor kulit (kering,
kemerahan, hangat dan turgor kulit menurun)
c. Tanda-tanda dehidrasi
d. Perubahan tingkah laku : bingung, gelisah, disorientasi, sakit
kepala, nyeri otot, lemah dll).
B. Diagnosa
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi oleh virus yang
ditandai dengan suhu tubuh pasien >37oC, akral hangat/ panas,
takikardia, dan nafas cepat.
2. Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu
sekunder terhadap usia yang ditandai dengan pasien mengeluh panas,
lemas, dan pusing.
3. Hipertermi berhubungan dengan ketidakcukupan hidrasi untuk
aktivitas yang berat yang ditandai dengan pasien mengeluh haus,
badan pasien panas, dehidrasi dan mukosa bibir kering.
C. Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah suatu pemikiran tentang perumusan
tujuan , tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada
pasien berdasarkan analisa pengkajian agar dapat teratasi masalah
kesehatan/ keperawatannya (Azis, 2004).
Tahap awal perencanaan adalah prioritas masalah. Prioritas masalah
berdasarkan mengancam jiwa pasien, tahap kedua yaitu rencana prioritas.

1. Prioritas masalah
a. Hipertermi
2. Tujuan
Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan diharapkan masalah
hipertermi teratasi
3. Kriteria hasil
a. Menunjukkan penurunan suhu tubuh
b. Akral pasien tidak teraba hangat/ panas
c. Pasien tampak tidak lemas
d. Mukosa bibir lembab
4. Intervensi
Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor kadar elektrolit
d) Monitor haluaran urine
e) Monitor komplikasi akibat
hipertermia Terapiutik
a) Sediakan lingkungan yang dingin
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
d) Berikan cairan oral
e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidosis (Keringat berlebihan).
f) Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
g) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
h) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
D. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
ditetapkan dari diagnosa yang ditegakkan sesuai hasil pengkajian yang
dilakukan kepada klien.
E. Evaluasi
Evaluasi tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan
keperawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan, yaitu :
1) Mampu menunjukkan penurunan suhu tubuh ke batas normal
(36,5-37,4oC)
2) Akral pasien tidak teraba hangat/ panas
3) Pasien tampak tidak lemas
4) Mukosa bibir lembab
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Dengan tanda dan gejala
seperti kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, konvulsi (kejang), kulit
kemerahan, pertambahan RR, takikardi (nadi cepat) dan saat disentuh terasa
hangat.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz. (2004). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. Salemba
Medika

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar


Klien. Jakarta : Salemba Medika.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Definisi
dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.

Dalal, S. & Zhukovsky, D.S., 2006. Pathophysiology and Management of Fever. The
Journal of Supportive Oncology. 4 (1), 9-16

Diane M. Fraser & Margaret A. Cooper. 2012. Buku Saku Praktik Kebidanan.
Jakarta. ECG

Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Kaneshiro, N.K., dan Zieve, D. 2010. Demam. Universitas Washington. Tersedia


dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.htm. Diakses
pada tanggal 23 Februari 2022

Kaushik, A., Pineda, C., dan Kest, H., 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Demam
Berdarah Dengue pada Anak. anak Wahyu, 31 (1), 28-35. Tersedia dari:
http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/reprint/31/4/e28.pdf. Diakses pada
tanggal 23 Februari 2022

Nelwan, R.H.H., 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi Keempat,
Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Potter & Perry. (2010). Fundamental of Nursing, Edisi 7. Volume 1. Jakarta. Salemba
Medika

Potter & Perry.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Bab II Hipertermi.


Jakarta: EGC
Pratamawati, M. (2019). KTI Asuhan Keperawatan Pada Anak Demam Thypoid.
Dalam https://Repository.stikespantiwaluya.ac.ad Diakses pada tanggal 23
Februari 2022

Sarasvati.2010. Bab II Hipertermi. Jurnal keperawatan.Universitas Sumatera

Utara Sodikin, (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Jakarta. Rufaida LQ

Tim Pokja Sdki PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta


Selatan.

Tim Pokja Siki PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan.

Tim Pokja Slki PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta


Selatan.

Anda mungkin juga menyukai