KEPERAWATAN GERONTIK
SEMESTER VII KEPERAWATAN A.
TIM PENYUSUN
Khusnul Khotimah 70300118005
Amalia Putri Abuba 70300118008
Eka Nurlatifah 70300118012
Rizki Amalia 70300118030
Taufiq Hidayah Syafar 70300118031
DOSEN PENGAMPU
Eny Sutria,S.Kep.,Ns.,M.Kes
Aidah Fitriani,S.Kep.,Ns.,M.Kep
Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Bencana. Penyusun mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
lancar.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
segala kritikan dan saran yang membangun akan kami terima dengan lapang dada sebagai
wujud koreksi atas diri tim penyusun yang masih belajar. Akhir kata, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Tim Penyusun
Kelompok 4
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 5
C. Tujuan .............................................................................................................................. 7
BAB II ....................................................................................................................................... 8
A. Definisi Thermoregulasi.................................................................................................. 8
B. Etiologi Thermoregulasi.................................................................................................. 9
BAB IV .................................................................................................................................... 29
KESIMPULAN ...................................................................................................................... 29
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 29
B. Saran ............................................................................................................................... 29
A. Latar Belakang
Salah satu metabolisme di dalam tubuh manusia adalah suhu atau termoregulasi.
Termoregulasi yang merupakan temperatur tubuh yang mengatur keseimbangan suhu yang
mengalami fisiologis berdasarkan usia. Dalam makalah ini akan membahas termoregulasi
pada lansia. Karena sangatlah penting bagi kita seorang perawat baik perawat pemula
maupun perawat ahli dalam memahami termoregulasi pada lansia, karena suhu dalam tubuh
lansia mulai mengalami perubahan dan dalam mempertahankan leseimbangan suhu tubuh
(homeostatis). Biasanya manusia berada dilingkungan yang suhunya lebih dingin pada tubuh
mereka, sehingga ia harus terus menerus menghasilkan panas secara internal untuk
mempertahankan suhu tubuhnya. Pementukan panas akhirnya bergantung pada oksidasi
bahan bakar metabolic yang berasal dari makanan. Karena fungsi sel peka terhadap flultuasi
suhu internal, manusia secara homeostatis mempertahankan suhu pada tingkat yang optimal
bagi kelangsungan yang stabil. (Dewi, Keperawatan Gerontik, 2014)
Lansia adalah individu yang berumur diatas 65 tahun dan merupakan proses akhir dalam
kehidupan manusia. Perubahan masih dapat terjadi pada usia ini yaitu perubahan psikososial.
Menurut teor erikson dengan perubahan psikososial ini maka dikategorikan pada tahap akhir
atau tahap delapan yaitu memasuki tahap integritas diri dan keputusan pada lansia. Lansia
yang sehat secara fisik dan pdikologis dan mempunyai itegritas diri maka akan memunculkan
perilaku yang adaptif dan normal akan tetapi sebaliknya apabila lansia merasa putus asa maka
akan meunculkan perilaku yang menyimpang. Tujuan, tindakan keperawatn yang bisa
dilakukan dengn melakukan adaptasi tersebut dengan melakukan terapi baik individu atau
kelompok yaitu terapi penulisan artikel ilmiah ini menggunakan pendekatan studi kasus
dengan meode deskriotif. (Dewi, Keperawatan Gerontik, 2014)
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mepertankan suatu internal
agar berada di kisaran yang dapat ditolerir. Suhu berpengaruh pada tingkat metabolisme.
Suhu yang tinggi akan menyebbakan aktivitas molekul-molekul semakn tinggi karena energi
kinetiknya makin besar pula.akan tetapi kenaikan aktivittas metabolisme hanya akan
bertambah seiring dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja. Hal ini disebabkan
metabolisme dalam tubuh diatur oleh enzim (salh satunya) yag memiliki suhu optimun dalam
bekerja. Jika satu lingkungan atau tubuh meningkat atau menurun drastis, enzim tersevut
dapat terdenaturasi dan kehilangan fugsinya. (Dewi , Keperawatan Gerontik , 2014)
S -
meemiliki batas suhu yang sama. Maka, perawat harus mengkaji terlebih dahulu batas suhu
tubh lansia, perubahan kecil dapat di
lansia, beberapa obat mempengaruhi suhu tubuh. Infeksi tidak selalu dibarengi dengan
timbulnya kenaikan suhu pada lansia. Perawat harus mengetahui bahwa gejala yang lebih
akurat untuk menunjukkan adanya infeksi adalah penurunan mental status. Perawat harus
mengetahui bahwa lansia tidak selalu dapat mengkompensasi atau mengatakan tidak nyaman
terhadap perubahan suhu lingkungan dikarenakan efek penuaan. (Dewi , 2014) Hal inilah
yang melatar belakangi penulis untuk lebih menelusuru tetang Thermoregulasi pada lansia
dan berbagai hal yang berhubungan dengan Thermoregulasi atau perubahan suhu pada lansia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai
berikut.
C. Tujuan
Berdasarkan Rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
A. Definisi Thermoregulasi
Termoregulasi berasal dari kata “termo” yang artinya suhu dan “regulasi” yang artinya
pengaturan sehingga termoregulasi ialah pengaturan suhu tubuh. Termoregulasi merupakan
suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi panas dan
kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Keseimbangan
suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme fisiologis dan perilaku agar suhu tubuh tetap konstan
dan berada dalam batasan normal, hubungan antara produksi panas dan pengeluaran panas
harus dipertahankan. Hubungan diregulasi melalui mekanisme neurologis dan
kardiovaskular.(Hall, 2020)
1. Sistem Saraf
Selama exercise atau situasi penuh stress, bagian simpatis dari system otonom
tetimulasi. Neuron-neuron postganglionk melepaskan norepineplrine (NE) dan juga
merangsang pelepasan hormon epinephrine dan norephinephrine (NE) oleh medulla
adrenal sehingga meningkatkan metabolesme rate dari sel tubuh.
2. Hormon
(thyroxine dan triodothyronine) adalah pengatur utama basal metabolisme rate. Hormon
lain adalah testoteron, insulin, dan hormon pertumbuhan dapat meningkatkan metabolisme
rate 5-25%.
3. Usia
Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang relatif konstan,
masuk dalam lingkungan yang suhunya berfluktuasi dengan cepat.suhu tubuh bayi dapat
berespon secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan. Bayi baru lahir mengeluaran
lebih dari 30% panas tubuhnya melalui kepala oleh karena itu perlu menggunakan penutup
kepala untuk mencegah pengeluaran panas. Bila terlindung dari ingkungan yang ektrem,
suhu tubuh bayi dipertahankan pada 35,5 ºC sampai 39,5ºC. Produksi panas akan
meningkat seiring dengan pertumbuhan bayi memasuki anak-anak. Perbedaan secara
individu 0,25ºC sampai 0,55 ºC adalah normal.
Regulasi suhu tidak stabil sampai pubertas. Rentang suhu normal turun secara
berangsur sanpai seseorang mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh
lebih sempit daripada dewasa awal. Suhu oral 35 ºC tidak lazim pada lansia dalam cuaca
dingin. Nmun rentang shu tubuh pada lansia sekitar 36 ºC. Lansia terutama sensitif
terhadap suhu yang ektrem karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol
vasomotor (kontrol vasokonstriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan subkutan,
penurunan aktivitas kelenjr keringat dan penurunan metabolisme.
4. Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dalam pemecahan karbohidrat dan
lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme dan produksi panas. Segala jenis
olahraga dapat meningkatkan produksi panas akibatnya meningkatkan suhu tubuh.
Olahraga berat yang lama, seperti lari jaak jauh, dapat meningatkan suhu tubuh untuk
sementara sampai 41 ºC.
5. Kadar Hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar dibandingkan
pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan fluktuasi suhu tubuh.
Kadarprogesteron meningkat dan menurun secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila
kadar progesteron rendah, suhu tubuh beberapa derajat dibawah kadar batas. Suhu tubuh
yang rendah berlangsung sampai terjadi ovulasi. Perubahan suhu juga terjadi pada wanita
menopause. Wanita yang sudah berhenti mentruasi dapat mengalami periode panas tubuh
dan berkeringat banyak, 30 detik sampai 5 menit. Hal tersebut karena kontrol vasomotor
yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokontriksi.
6. Kadar Sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 ºC sampai 1 ºC selama periode 24 jam.
Bagaimanapun, suhu merupakan irama stabil pada manusia. Suhu tubuh paling rendah
biasanya antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari. Sepanjang hari suhu tubuh naik, sampai
sekitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada dini hari. Penting diketahui, pola
suhu tidak secara otomatis pada orang yang bekerja pada malam hari dan tidur di siang
hari. Perlu waktu 1-3 minggu untuk perputaran itu berubah. Secara umum, irama suhu
sirkadian tidak berubah sesuai usia. Penelitian menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah
dini hari pada lansia.
7. Stress
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan
persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas. Orang yang cemas saat
masuk rumah sakit atau tempat praktik dokter, suhu tubuhnya dapat lebih tinggi dari
normal.
8. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam ruangan yang sangat
hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme
pengluaran-panas dan suhu tubuh akan naik. Jika orang berada di lingkungan tanpa baju
hangat, suhu tubuh mungkin rendah karena penyebaran yang efektif dan pengeluaran
panas yang konduktif. Bayi dan lansia paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan
karena mekanisme suhu mereka kurang efisien.
C. Klasifikasi Thermoregulasi
Produksi panas merupakan suatu fungsi metabolisme energi. Dalam keadaan istirahat kira-
kira 56% dari panas basal dihasilkan oleh organ-organ dalam dan hanya kira-kira18% yang
dihasilkan oleh otot dan kulit. Pada waktu pengerahan tenaga, terjadi peningkatan produksi
panas akibat peningkatan aktivitas otot sebanyak 90%. Agar suhu tubuh tetap konstan, panas
harus dihilangkan ke lingkungan dengan laju yang sama dengan yang dihasilkan. Kegagalan
mengontrol suhu tubuh dapat menyebabkan serangkaian perubahan fisiologis. Sebagai
contoh, suhu tubuh di bawah 360C atau di atas 400C dapat menyebabkan disorientasi,
sedangkan suhu di atas 420C menyebabkan kerusakan sel yang permanen. Oleh karena itu,
ketika kondisi lingkungan meningkat di atas atau turun di bawah “ideal” tubuh harus
mengontrol perolehan atau pembuangan panas untuk mempertahankan homeostasis. (Pisca
Hana Marsenda, Kevin Fithrah, Ria Mawarni, Widia Sari, 2019)
E. Mekanisme Thermoregulasi
Dalam (Kolibu & Suoth, 2019) terdapat tiga mekanisme thermoregulasi yang sangat
berperan penting dalam perubahan panas Thermoregulasi. Berikut ketiga mekanisme
tersebut.
a. Radiasi
Apabila kita merasakan panas matahari maka itu adalah karena radiasi sinar
matahari. Radiasi (elektromagnetik) dipancarkan dari permukaan yang suhunya lebih
tinggi dan diabsorbsi oleh bagian lain yang suhunya lebih rendah. Perbedaan suhu yang
cukup besar menyebabkan banyak panas yang hilang melalui radiasi. Panas tubuh kita
juga hilang dengan cara yang sama meskipun dalam jumlah yang kecil. Lebih dari 50%
panas yang hilang dalam ruangan diakibatkan oleh radiasi dan jumlah sesungguhnya
bervariasi sesuai dengan suhu tubuh dan suhu kulit.
b. Konduksi
c. Konveksi
Perpindahan panas melalui aliran udara/ air, suhu tubuh dibagi menjadi beberapa
sebagai berikut.
1. lapisan epidermis, yaitu lapisan terluar, lapisan utamanya adalah sel-sel epitel
mati yang terus menerus terkelupas. Lapisan sel epitel mati ini selalu di dorong
keatas oleh lapisan sel-sel dibawahnya untuk menggantikan sel-sel yang
terkelupas.
2. Lapisan dermis yaitu lapisan dalam, mengandung folikel rambut, kelenjar minyak
dan keringat, otot, saraf dan pembuluh darah.
Evaporasi merupakan perubahan dari fase cair ke uap air. Evaporasi memerlukan
energi dalam jumlah yang besar, kira-kira 0.58 kal per gram air yang dievaporasikan.
Oleh karena itu, maka mekanisme ini digunakan oleh hewan homeotermis/manusia
untuk mendinginkan tubuhnya. Evaporasi juga berlangsung di permukaan respitatoris
dan organ-organ lain termasuk kulit. Laju evaporasi yang berlangsung di kulit sangat
bervariasi. Setiap jam kira-kira 20-25 ml air melintasi epithelium dan dievaporasikan
melalui permukaan alveolar dan permukaan kulit. Kehilangan air insensibel ini relatif
konstan. Pada saat istirahat, jumlahnya kira-kira 20% dari rata-rata kehilangan panas
tubuh dalam ruangan. Kelenjar keringat bertanggung jawab terhadap perspirasi sensibel
yang mencapai kira-kira 2 – 4 L per jam dalam keadaan aktivitas yang hebat. Evaporasi
berlangsung hanya apabila udara tidak jenuh dengan uap air.
Tempat pengukuran suhu inti yang paling efektif yaitu rektum, membran timpani,
esofagus, arteri pulmonal, kandung kemih, rektal. Suhu permukaan (surface
temperature).yaitu suhu tubuh yang terdapat pada kulit, jaringan subcutan, dan lemak. Suhu
ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 40-20°C. Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah
panas yang dihasilkan tubuh dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Panas
yang dihasilkan - panas yang hilang = suhu tubuh. Mekanisme kontrol suhu pada manusia
menjaga suhu inti ( suhu jaringan dalam ) tetap konstan pada kondisi lingkungan dan aktivitas
fisik yang ekstrem ( gambar 32-1 ). Namun, suhu permukaan berubah suatu aliran darah ke
kuliat dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. karena perubahan tersebut, suhu
normal pada manusia berkisar dari 36 – 38°C (98,8 – 100,4°F). Pada rentang ini jaringan dan
sel tubuh akan berfungsi secara optimal.(Hall, 2020)
Suhu normal ini dipertahankan dengan imbangan yang tepat antara panas yang dihasilkan
dengan panas yang hilang dan hal ini dikendalikan oleh pusat pengaturan panas didalam
hipotalamus. Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang terletak diantara dua hemisfer otak.
F S „ -
‟ f
pemanas tersebut. Hipotalamus mendeteksi perubahan kecil pada suhu tubuh. Hipotalamus
anterior mengatur kehilangan panas, sedangkan hipotalamus posterior mengatur produksi
panas. Jika sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas diluar batas titik pengaturan (set
point), maka implus dikirimkan kehilangan panas adalah keringat, vasodilatasi (pelebaran)
pembuluh darah, dan hambatan produksi panas. Tubuh akan mendistribusikan darah ke
pembuluh darah permukaan untuk menghilangkan panas.(Hall, 2020)
Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah hipotalamus, hipotalamus ini dikenal sebagai
termostat yang berada di bawah otak. Terdapat dua hipotalamus, yaitu hipotalamus anterior
yang berfungsi mengatur pembuangan panas dan hipotalamus posterior yang berfungsi
mengatur upaya penyimpanan panas. Saraf- saraf yang terdapat pada bagian preoptik
hipotalamus anterior dan hipotalamus posterior memperoleh dua sinyal yaitu :
1. Berasal dari saraf perifer yang menghatarkan sinyal dari reseptor panas/dingin.
2. Berasal dari suhu darah yang mempengaruhi bagian hipotalamus itu sendiri.
G. Komplikasi Thermoregulasi
Menurut (Chris Brooker, 2008), ada beberapa dampak berupa komplikasi yang dapat
terjadi jika terjadi perubahan Thermoregulasi pada lansia. Diantara beberapa kasu yang
paling sering muncul terdapat pada kasus Hipertermia dan Hipotermia sebagai berikut.
1. Komplikasi Hipertermia
Bila tidak segera ditangani, maka hipertermia dapat mengakibatkan kerusakan organ
penting dalam tubuh seperti otak. Pada kondisi lanjut tanpa penanganan yang baik,
hipertermia juga dapat berujung pada kematian.
2. Komplikasi Hipotermia
a. Frostbite, yaitu cedera pada kulit dan jaringan di bawahnya karena membeku.
b. Chilblains, yaitu peradangan pembuluh darah kecil dan saraf pada kulit.
c. Gangrene, yaitu kerusakan jaringan.
1. Secara Fisik
a. Seseorang yang demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal.
b. Pakaian diusahakan tidak tebal.
c. Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat.
d. Memberikan kompres.
2. Obat-obatan
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam.
Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari golongan yang
bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan kimianya tetapi mempunyai
kesamaan dalam efek pengobatannya.Tujuannya menurunkan set point hipotalamus
melalui pencegahan pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase. Asetaminofen merupakan derivate para-aminofenol yang bekerja
menekan pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat.
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Mendokumentasikan suhu tubuh biasanya pada klien yang berlangsung harian atau
musiman.
2. Menganggap bahwa peningkatan kecil dari suhu biasanya pada klien sebagai klue yang
mewakili adanya proses patologi.
3. Dengan hati-hati mengikuti standar prosedur untuk mengukur suhu secara akurat.
Gunakan thermometer terdaftar di bawah 95 F atau 35 C.
4. Pertimbangkan dampak dari pengobatan terhadap perubahan suhu untuk mengevaluasi
temperature (misal obat yang menutupi demam).
5. Jangan menganggap bahwa infeksi selalu diberangi dengan demam.
6. Kehadiran infeksi, penurunan fungsi atau perubahan status mental dapat diawali dan
indikator akurat dari penyakit daripada perubahan suhu.
7. Jangan menganggap bahwa lansia akan memiliki perilaku kompensasi atau komplen
dari adanya ketidaknyamanan ketika terekspos dengan lingkungan yang tidak cocok.
Adapun Pengkajian termoregulasi yang dilakukan pada lanjut usia dalam (Novitasari &
Ibrahim, 2020) antara lain:
a. Anamnesa
1. Apakah pernah mengalami gangguan kesehatan yang terjadi pada musim panas atau
musim dingin?
2. Apakah bisa menjaga kamar atau ruangan pada temperatur yang nyaman pada
musim panas atau musim dingin?
3. Apa yang dilakukan untuk mengatasi temperatur panas di musim kemarau?
4. Apa dilakukan dalam menangani temperatur dingin (misal dengan selimut atau
menggunakan pemanas)?
5. Pernahkah menerima perawatan kesehatan akibat paparan panas atau dingin?
b. Pengkajian Fisik
1. Pengkajian Suhu Dasar Tubuh Lansia normal memiliki suhu rendah tubuh atau
bahkan mungkin menyebabkan pelemahan respon demam terhadap infeksi. Hal
tersebut menyebabkan, pentingnya untuk menemukan suhu dasar lansia. Karena tipe
thermometer sekarang beda-beda (oral, rektal, timpani dan bladder), maka penting
untuk mendokumentasikan metode yang digunakan saat melakukan pengkajian
suhu. Perawat perlu untuk mendorong lanisa dalam home setting untuk mengetahui
suhu merkea biasanya dengan mengukur suhu mereka pada waktu yang berbeda
perharinya selama beberapa hari saat mereka merasa mereka dalam keadaan baik.
2. Pengkajian Faktor Risiko Perubahan TermoregulasiLansia dengan usia > 75 tahun
memiliki resiko perubahan termoregulasi (dapat memiliki 1 atau lebih factor risiko).
3. Pengkajian Hipotermia, Hipotermia dapat terdeteksi dengan pengukuran suhu tubuh
dengan hasil dibawah 35 C atau 95 F. Gejala awal hipotermia tidak terlihat dan
aesssemen dilakukan secara objektif. Kulit akan merasa sangat dingin.
4. Pengkajian Hipertermia, Manifestasi dari panas yang berhubungan dengan penyakit
memiliki range dari sakit kepala sedang hingga ancaman saluran napas dan
gangguan kardiovaskuler.
5. Pengkajian Demam Lansia sebagai Respon terhadap Penyakit
6. Demam pada lansia terjadi saat ada kenaikan sebesar 2 F atau 1 C dari
baseline.Bertambahnya usia tidak diikuti dengan bertambahnya fungsi tubuh
melainkan dengan penurunan atau perubahan fungsi tubuh. Lanjut usia mengalami
perubahan fungsi sistem termoregulasi yang mengakibatkan lansia rentan mengalami
hipertermi dan hipotermi. Perawat harus melakukan pengkajian yang teliti dan
teratur pada lanjut usia karena sedikit perubahan suhu pada lanjut usia mungkin
merupakan tanda terjadinya gangguan patologis.
Dalam (Novitasari & Ibrahim, 2020) data pada pengkajian termoregulasi lansia antara lain
sebagai berikut.
a. Data Subjektif
1. pasien mengemukakan derajat temperatur tubuhnya meningkat atau menurun
2. pasien mengekspresikan perasaan panas atau hangat atau dingin & menggigil
3. pasien mengatakan alat bantu apa yang dia gunakan bila kedinginan (misal : sweater
atau selimut)
4. pasien dapat mengemukakan faktor resiko terjadinya hipertermi atau hipotermi.
Misal : masalah metabolisme karena kanker atau ketidakseimbangan hormon;
integritas kulit; riwayat penyakit kronis seperti penyakit paru dan jantung; obat obat
yang dikonsumsi faktor resiko lain yang dapat diidentifikasi adalah lingkungan
dimana pasien berada atau tinggal.
5. Pasien mengemukakan lamanya hipertermi atau hipotermi dialami
b. Data Objektif :
1. perubahan yang terjadi pada permukaan kulit baik warna, kelembaban, secara lokal
atau sistemik.
2. tingkat kesadaran
3. berat badan
4. status hidrasi dan nutrisi
D. Integrasi Keislaman
Dalam (Zakiah, 2019) Usia umat Rasulullah SAW tidaklah sepanjang usia umat terdahulu.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa usia mereka umumnya antara 60 sampai 70 tahun.
dalam islam usia 40 tahun dianggap sebagai usia yang istimewa ia dipandang sebagai
tonggak kemapanan seseorang. Setelah melampaui fase kedewasaan, kaum muslimin
memasuki fase persiapan menghadapi kematian, yakni pada usia 60 sampai 70 tahun.
R SAW “ M 0 0 H.R
Muslim dan An-Nasa-i). Selain hadis tersebut, proses penuaan juga dijelaskan dalam Al-
Q ’ S A -Rum ayat 54:
Artinya : “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan
(kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
Menurut tafsir Quraish Shihab dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allahlah yang
menciptakan kalian dari air mani, lalu kalian tumbuh dalam keadaan lemah. Kemudian Dia
menjadikan kalian kuat setelah keadaan lemah itu dengan pertumbuhan kalian sampai
dewasa. Setelah itu menjadikan kalian lemah kembali setelah keadaan kuat itu, yaitu dengan
sampainya kalian pada usia tua dan beruban. Dia menciptakan segala yang dikehendaki-Nya.
Dia Maha Mengetahui untuk mengurus ciptaan-Nya dan Mahakuasa untuk menjadikan segala
yang dikehendaki-Nya.
Dalam Al-Q ’ S A -Nahl ayat 70 Allah SWT juga berfirman:
ع ِهٍ ٌم
َ ََّللا َ ً ََل ٌَ ْعهَ َم بَ ْعذَ ِع ْه ٍم
ش ٍْئًب ِإ هن ه ْ َّللاُ َخهَقَ ُك ْم ث ُ هم ٌَت َ َوفهب ُك ْم َو ِمنْ ُك ْم َم ْه ٌُ َشدُّ ِإنَ ٰى أ َ ْسرَ ِل ْانع ُ ُم ِش ِن َك
َو ه
ٌ قَذ
ٌِش
Artinya : “Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada
yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui
lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Kuasa”.
Menurut Tafsir Quraish Shihab, dalam ayat tersebut Allah telah menciptakan manusia dan
menentukan kematian yang berbeda satu sama lain. Sebagian manusia ada yang dimatikan
dalam usia muda dan sebagian lain bertahan hidup hingga usia amat lanjut dan kembali
menjadi lemah secara berangsur-angsur. Saat usia semakin lanjut, daya kerja sel menurun.
Tulang, otot dan urat nadi semakin mengendor dan akhirnya kehilangan seluruh daya dan
kemampuannya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahuai rahasia ciptaan-Nya dan Maha
Kuasa untuk mewujudkan segala yang Dia kehendaki (Rahayu, 2018).
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Berasal dari saraf perifer yang menghatarkan sinyal dari reseptor panas/dingin.
2. Berasal dari suhu darah yang mempengaruhi bagian hipotalamus itu sendiri.
B. Saran
Hall, P. I. P. & S. (2020). Dasar-dasar Keperawatan Edisi 9 (9th ed.). Singapura: Elsevier.
Kolibu, H. S., & Suoth, V. A. (2019). Kajian Eksperimen Pengaruh Lingkungan Panas
Terhadap Suhu Kulit Manusia Menggunakan Fast Response Temperature Probe PS-
2135 dan Temperature Array PS-2157. Jurnal MIPA, 8(2), 67.
https://doi.org/10.35799/jmuo.8.2.2019.24252
Pisca Hana Marsenda, Kevin Fithrah, Ria Mawarni, Widia Sari, A. L. (2019). “ Sistem
Termoregulasi .”
Gunawan , E. (2019). Fisiologi Olahraga Latihan Indoor dan Outdoor . Jawa Timur : Myria
Publisher.
Kukus, Y., Supit, W., & Lintong, F. (2019). Suhu Tubuh Homeostatis dan Efek Terhadap
Kinerja Tubuh Manusia . Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado .
Campbell, N. A., dan J. B. Reece. 2008. Biologi Edisi ke 8 Jilid 1. (diterjemahkan dari :
Biology Eighth Edition, penerjemah : D.T. Wulandari). Penerbit Erlangga. Jakarta.
Darmadi Goenarso, dkk. 2005. Fisiologi Hewan. Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta
Ganong, W.F. 2010. Review of Medical Physiology. 23rd edition. New York: The McGraw-
Hill Companies.Inc
Miller, C. . (2012). Nursing For Wellness in Older adults: theory and practice. Lppincott
Williams & Wilkin.
Zakiah. (2019). Usia Yang Hina, Atau Umur Yang Berkah? Sumbarprov.Go.Id.
https://sumbarprov.go.id/home/news/16738-usia-yang-hina-atau-umur-yang-berkah