DEFISIENSI KOMPLEMEN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin,
Pencernaan, Perkemihan dan Imunologi
2A – S1 Keperawatan
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami sampaikan Ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul "Makalah Asuhan Keperawatan Sistem Imunologi Defisiensi Komplemen”
secara tepat waktu. Oleh karenanya kami juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan makalah ini.
Semoga bantuan yang sudah diberikan dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan memberikan wawasan yang lebih luas bagi pembacanya. Selain itu kami juga berharap
semoga makalah ini berdaya guna dimasa sekarang dan masa yang akan datang.
Demikian yang dapat kami sampaikan kami menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna baik dari bentuk penyusunan maupun dari materi yang disampaikan. Maka dari itu,
kritik dan saran yang positif dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih baik.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI...................................................................................................................3
2.1.2 Definisi.................................................................................................................5
2.1.3 Etiologi.................................................................................................................6
2.1.4 Patofisiologi.........................................................................................................7
2.1.6 Klasifikasi............................................................................................................8
2.1.7 Komplikasi.........................................................................................................12
2.1.9 Penatalaksanaan.................................................................................................13
2.2.1. Pengkajian..........................................................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................28
iii
TINJAUAN KASUS................................................................................................................28
3.1 Pengkajian.................................................................................................................28
BAB IV....................................................................................................................................40
PENUTUP................................................................................................................................40
4.1 Kesimpulan................................................................................................................40
4.2 Saran..........................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................41
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan untuk melindungi diri dari
benda asing yang mungkin bersifat pathogen sistem pertahanan tubuh inilah yang
disebut sistem imun stem imun terdiri dari semua sel, jaringan, dan organ yang
membentuk imunitas, yaitu kekebalan tubuh terhadap infeksi atau suatu penyakit
sistem imun memiliki beberapa fungsi pada tubuh, yaitu penangkal benda; asing yang
masuk ke dalam tubuh, menjaga keseimbangan fungsi tubuh, sebagai pendeteksi
adanya sel-sel yang tidak normal, termutasi, atau ganas dan segera
menghancurkannya
Sistem imun merupakan suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel
serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan
terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit ataupun
racun yang masuk ke dalam tubuh yang disebut antigen
1
pendekatan proses keperawatan, seperti: melakukan penelitian untuk mendapatkan
informasi yang benar, menegaskan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil
penelitian, merencanakan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah yang
muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah, dan melaksanakan
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang konsep penyakit dan asuhan keperawatan sistem
imunologi defisiensi komplemen
B. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien deifisiensi
Komplemen
2) Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis keperawatan dan
memprioritaskan diagnosis keperawatan pada pasien defisiensi komplemen
3) Mahasiswa mampu memprioritaskan intervensi keperawatan pada pasien
defisiensi komplemen
4) Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana keperawatan pada
pasien defisiensi komplemen
5) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan
yang telah diberikan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat
menimbulkan penyakit.
Protein komplemen di dalam serum darah merupakan prekursor enzim
yang disebut zimogen. Zimogen pertama kali ditemukan pada saluran
pencernaan, sebuah protease yang disebut pepsinogen dan bersifat
proteolitik. Pepsinogen dapat teriris sendiri menjadi pepsin saat
terstimulasi derajat keasaman pada lambung.
B. Peranan
1. sel Sitolisis. Komplemen sistem yang lengkap akan mengakibatkan
kerusakan membrane bakteri. Pada bakteri gram negative, kerusakan
membrane dapat mengakibatkanbacteriolysis dengan bantuan dari enzim
lysozyme.
2. Adherensi C3b. C3b memiliki peranan dalam membantu proses
fagositosis dari mikroorganisme setelah proses aktivasi kompelemen
melalui jalur alternative. C3b mengakibatkan makrofag dapat mengenali
antigen. Setelah proses fagositosis, C3b akan mengaktifkan pengeluaran
enzim lisozyme.
3. Immunoconglutinin. Proses ini dilakukan dengan melakukan aglutinasi
dari sejumlah kompleks kecil yang tertempel oleh C3, sehingga dapat
dikenali oleh fagosit.
4. Inflamasi. Aktivasi sistem kompelemen akan mengakibatkan beberapa
bentuk respons, misalnya adalah timbulnya inflamasi.
C. Mekanisme
4
Langkah-langkah: MAC (membrane attack compler)
1. C3 diaktifkan menjadi C3a dan C35
2. Kompleks C4bC2aC3b mengaktifkan C5 menjadi C5a-C5b
3.C5b mengikat C6 dan C7 membentuk kompleks C5bC6C7 dan mengikat
C8 à dimulai proses perusakan membran sel mikroorganisme pathogen
4. Kompleks C5bC6C7C8 mengikat C9 menjadi C5bC6C7C8C9, lalu
melekat pada permukaan sel à perubahan ultra struktur dan muatan listrik
permukaan sel dan inflamasi
5. Kompleks C5bC6C7C8C9 (MAC) menembus membran sel, merusak
lapisan lipid, dan fosfolipid pada membran à lubang-lubang pada membran
à cairan masuk ke dalam sel dan ion-ion keluar dari sel å lisis sel.
5
(c) Jalur lectin. Jalur aktivasi komplemen ini diinisiasi oleh mannan
binding lectin yang akan memotong jalur klasik. I
2.1.2 Definisi
Defisiensi Komplemen ( Complement Deficiencies ) adalah Rangkaian
protein serum enzimatik yang bersirkulasi dengan sembilan komponen
fungsional menyusun komplemen. Ketika imunoglobulin (Ig) G atau
IgM bereaksi terhadap antigen sebagai bagian dari respons imun, protein
tersebut mengawali saluran komplemen klasik, atau kaskade. Kemudian,
komplemen bergabung dengan kompleks antigen-antibodi dan menjalani
rangkaian reaksi yang memperkuat respons imun terhadap antigen
(proses kompleks yang fiksasi komplemen). Defisiensi atau disfungsi
komplemen meningkatkan suseptibilitas terhadap infeksi akibat kelainan
fagositosis bakterial; bisa juga berkaitan dengan gangguan auto imun
tertentu. Defisiensi komplemen primer jarang terjadi. Bentuk yang
paling umum adalah defisiensi C1, C2, dan C4 dan disfungsi familial
C5.
Keabnormalan komplemen yang lebih sekunder telah dipastikan pada
pasien terpilih yang mengalami lupus eritematosus, dermatomiositis,
skleroderma, infeksi gonokokal dan meningokokal. Prognosisnya
bervariasi menurut keabnormalan dan keparahan penyakit yang
berkaitan.
6
2.1.3 Etiologi
Defisiensi komplemen biasanya bersifat herediter. Jenis yang paling umum
adalah bentuk resesif autosomal, termasuk defisiensi C1, C2, C3, C4, C5, C6,
C7, C8, C9, dan lektin pengikat Mannan. Pola resesif terkait-X telah
dijelaskan untuk defisiensi properdin.
2.1.4 Patofisiologi
7
C2. Jalur alternatif diawali oleh C3, faktor B, faktor D, danproperdin. Ketiga
jalur ini semuanya berbagi jalur terminal umum yang terdiri dari C5 hingga
C9. Hasil akhir dari jalur akhir ini adalah membentuk MAC yang menembus
membran sel dan memfasilitasi kematian sel melalui lisis. Opsonisasi adalah
proses pemanfaatan komponen komplemen yang terpecah, C3b, dan C4b,
sedangkan inflamasi adalah proses pemanfaatan C3a dan C5a, sebagai
anafilatoksin.
Aktivitas pelengkap diatur oleh sistem yang rumit. Komponen penting dari
sistem ini meliputi:
Ada protein terkait permukaan sel dan protein plasma yang mengatur berbagai
langkah jalur komplemen; misalnya, faktor H dan faktor I menghentikan
pembentukan C3 convertase pada jalur alternatif. Enzim C1q esterase
menghambat serin protease C1r dan C1s dari jalur klasik. Defisiensi protein
pengatur ini menyebabkan aktivasi sistem komplemen yang berlebihan dan
banyak efek inflamasi yang merusak. Dua kondisi klinis akibat defisiensi ini
adalah hemoglobinuria nokturnal paroksismal (PNH) dan angioedema
herediter. Pengambilan sampel dari tiga belas pasien angioedema herediter,
terutama wanita berusia kurang dari 50 tahun, dengan tingkat inhibitor C1
rendah atau normal yang tertular COVID-19, tidak menderita COVID-19
parah maupun angioedema akut parah.
8
eritematosus dan disertai gagal ginjal kronis
- Disfungsi C5 (kelainan familial pada bayi) : gagal tumbuh, diare, dan
dermatitis seboroik
- Kelainan dalam komponen terakhir dari kaskade komplemen (C5
sampai C9) : meningkatnya suseptibilitas terhadap infeksi neisseria.
- Defisiensi inhibitor esterase C1 (angioderma herediter) :
pembengkakkan secara periodik di wajah, tangan, abdomen, atau
tenggorokan, disertai edema laringeal yang bisa berakibat fatal
2.1.6 Klasifikasi
A. Kekurangan pada jalur alternatif : C3, faktor D, B, danproperdin
Defisiensi faktor D sangat jarang terjadi dan hanya dijelaskan pada dua
keluarga. Kedua keluarga ini memiliki banyak anggota dengan riwayat
infeksi serius.
B. Kekurangan pada jalur klasik: C1, C4, C2, C1-INH
Pembersihan cepat kompleks imun, sel-sel mati, dan sisa-sisa dari jaringan
yang rusak merupakan pekerjaan yang efisien dilakukan melalui jalur
klasik normal. Protein C1 terdiri dari C1q, C1r, dan C1s. Defisiensi total
C1, C2, atau C4 terkait erat dengan perkembangan lupus eritematosus
9
sistemik (SLE). Hal ini diperkirakan sebagian disebabkan oleh
ketidakmampuan komplemen untuk membersihkan kompleks imun dan
sisa-sisa sel yang mati, terutama DNA dan RNA.
10
C. Defisiensi pada jalur lektin: MBL, M-ficolin, L-ficolin, H-ficolin, CL-11,
MASPs
Defisiensi lektin pengikat mannose (MBL) adalah bagian dari jalur lektin
sistem komplemen, salah satu dari beberapa komponen pertahanan
kekebalan tubuh kita. Jalur lektin mungkin merupakan jalur pertama yang
bereaksi sebelum respons imun tradisional terjadi. Diperkirakan bahwa
kekurangan MBL mungkin menjelaskan beberapa kasus peningkatan
kerentanan terhadap infeksi bakteri. Namun, ketika tes dikembangkan
untuk mengukur MBL dalam darah, ditentukan bahwa rendah atau tidak
adanya MBL sangat umum terjadi, mempengaruhi sekitar 5-30% dari
semua individu. Oleh karena itu, ketidakhadiran penyakit ini saja tidak
dapat menjadi penyebab defisiensi imun yang serius, atau sebagian besar
penduduk dunia akan sering menderita infeksi berulang dan berpotensi
fatal. Tes MBL kadang-kadang tetap dilakukan selama evaluasi
imunodefisiensi, dan bila hasilnya menunjukkan MBL rendah atau tidak
ada, hal ini disalahartikan sebagai indikasi adanya PI. Sebaliknya, ahli
11
imunologi yang berpengalaman dalam merawat orang dengan PI percaya
bahwa rendah atau tidak adanya komponen sistem lektin ini, termasuk
MBL yang rendah atau tidak ada, tidak menyebabkan defisiensi imun
dengan sendirinya. Tidak ada pengobatan yang direkomendasikan untuk
MBL yang rendah atau tidak ada, dan terapi penggantian imunoglobulin
jelas tidak diindikasikan untuk tujuan tersebut. Penting untuk ditekankan
bahwa temuan MBL yang rendah atau tidak ada sama sekali tidak
menunjukkan bahwa penyebab infeksi pada seseorang telah ditemukan dan
bahwa proses diagnostik harus dilanjutkan sampai diagnosis yang benar
dapat ditentukan.
12
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi defisiensi komplemen dapat bervariasi tergantung pada jenis
defisiensi dan seberapa parah kondisinya. Beberapa komplikasi yang dapat
terjadi akibat defisiensi komplemen meliputi:
13
komplemen spesifik (misalnya deteksi komponen komplemen dan IgG
dengan pemeriksaan imunofluoresen pada jaringan glomerular dalam
glomerulonefritis menunjukkan defisiensi komplemen dengan kuat)
2.1.9 Penatalaksanaan
Defisiensi komplemen apa pun harus dianggap sebagai suatu bentuk PI, dan
individu tersebut harus diimunisasi terhadap bakteri yang paling mungkin
menginfeksi mereka (lihat di atas). Misalnya, anak laki-laki yang menderita
defisiensi Properdin harus diimunisasi terhadap Neisseria meningitidis , dan
vaksin meningokokus sebagai tambahan dari vaksinasi anak-anak biasa. Orang
yang kekurangan komponen jalur alternatif lain dan protein jalur terminal juga
rentan terhadap Neisseria meningitidis dan harus diimunisasi. Respons
antibodi harus diperiksa setelah vaksinasi, karena ketidakmampuan
mengaktifkan komplemen dapat mengganggu respons terhadap vaksin.
14
2. Kulit, Ruam eritematous, plak eriternatous pada kulit kepala, muka atau
leher.
5. Sistem integument, Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk
kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat
mengenai mukosa pipi atau palatum durum
9. Sistem saraf, Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-
kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
15
2.2.3. Intervensi Keperawatan
16
No Diagnosis Luaran Perencanaan
1 Nyeri kronis b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri
gangguan imunitas perawatan selama 3x24
Observasi
jam maka diharapkan
Tingkat nyeri menurun Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil karakteristik, durasi,
Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
Perasaan depresi
Identifikasi skala nyeri
menurun
Idenfitikasi respon nyeri
Meringis menurun non verbal
Identifikasi faktor yang
Gelisah menurun
memperberat dan
Kemampuan memperingan nyeri
menuntaskan aktivitas Identifikasi pengetahuan
meningkat dan keyakinan tentang
nyeri
Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
17
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
18
2 Keletihan b.d kondisi Setelah dilakukan Mnajemen energi
fisiologis (mis. perawatan selama 3x24
Observasi
Penyakit kronis, jam maka diharapkan
penyakit terminal) Tingkat keletihan Identifikasi gangguan
menurun denan kriteria fungsi tubuh yang
hasil mengakibatkan kelelahan
1. Verbalisasi Monitor kelelahan fisik dan
kepulihan emosional
energi Monitor pola dan jam tidur
meningkat Monitor lokasi dan
2. Tenaga ketidaknyamanan selama
meningkat melakukan aktivitas
3. Kemampuan
Terapeutik
melakukan
aktivitas rutin Sediakan lingkungan
meningkat nyaman dan rendah
4. Verbalisasi stimulus (mis: cahaya,
Lelah suara, kunjungan)
menurun Lakukan latihan rentang
5. Lesu gerak pasif dan/atau aktif
menurun Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
Kolaborasi
20
3 Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
kulit b.d penurunan perawatan selama 3x24
Observasi
mobilitas jam maka diharapkan
integritas kulit Identifikasi penyebab
meningkat dengan gangguan integritas kulit
kriteria hasil (mis: perubahan
1. Kerusakan sirkulasi, perubahan
jaringan status nutrisi, penurunan
menurun kelembaban, suhu
2. Kerusakan lingkungan ekstrim,
lapisan kulit penurunan mobilitas)
menurun
Terapeutik
Edukasi
Anjurkan menggunakan
21
pelembab (mis: lotion,
serum)
Anjurkan minum air yang
cukup
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada diluar
rumah
Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
22
4 gangguan citra tubuh Setelah dilakukan Promosi citra tubuh
b.d perubahan fungsi perawatan selama 3x24
Observasi
tubuh (mid. Proses jam maka diharapkan
penyakit) citra tubuh meningkat Identifikasi harapan citra
dengan kriteria hasil tubuh berdasarkan tahap
1. Melihat perkembangan
bagian tubuh Identifikasi budaya, agama,
membaik jenis kelamin, dan umur
2. Menyentuh terkait citra tubuh
bagian tubuh Identifikasi perubahan citra
membaik tubuh yang
3. Verbalisasi mengakibatkan isolasi
kecacatan sosial
bagian tubuh Monitor frekuensi
membaik pernyataan kritik
4. Verbalisasi terhadap diri sendiri
kehilangan Monitor apakah pasien bisa
bagian tubuh melihat bagian tubuh
membaik yang berubah
Terapeutik
Diskusikan perubahan
tubuh dan fungsinya
Diskusikan perbedaan
penampilan fisik
terhadap harga diri
Diskusikan perubahan
akibat pubertas,
kehamilan, dan penuaan
Diskusikan kondisi stress
yang mempengaruhi citra
tubuh (mis: luka,
penyakit, pembedahan)
23
Diskusikan cara
mengembangkan harapan
citra tubuh secara
realistis
Diskusikan persepsi pasien
dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
Edukasi
24
5 deficit nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
ketidak mampuan perawatan selama 3x24
Observasi
mengabsorbsi jam maka diharapkan
nutrient status nutrisi membaik Identifikasi status nutrisi
dengan kriteria hasil Identifikasi alergi dan
1. Porsi makan intoleransi makanan
yang Identifikasi makanan yang
dihabiskan disukai
meningkat Identifikasi kebutuhan
2. Berat badan kalori dan jenis nutrien
membaik Identifikasi perlunya
3. Indeks massa penggunaan selang
tubuh (IMT) nasogastrik
membaik Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
25
Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan
melalui selang
nasogastik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis: Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
26
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : An. A
Umur : 17 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Pendidikan Akhir :-
B. Keluhan Utama
Pasien dibawa ke RSUP Dr. Sardjito pada hari senin 9 juli 2018. Pasien
merupakan pasien rujukan RSUP Soeradji Klaten. Pasien mengatakan merasa
lemas di bgian wajah muncul bercak bercak merah berbentuk kupu-kupu
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien saat dikaji mengatakan nyeri di kaki dan lemas saat banyak
beraktivitas, selain itu pasien mengatakan are tangan terkadang muncul rasa
gatal gatal. Pasien mengatakan rutin minum obat tapi pasien bosan dan pernah
lupa minum obat. Pasien mengatakan malu dengan teman temannya karena
bercak di pipinya. Pasien mengatakan bosan dengan keberadaanya di rumah
sakit saat ini karena tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.
P : nyeri meningkat saat berjalan
Q . senut senut
R . di area sendi sendi ekstremitas bawah dekstra
S . ;5
27
T . ;Hilang timbu;l
D. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pasien baru dinyatakan menderita SLE pada usia 14 tahun, semenjak
didiagnosa SLE pasien di rawat di RSUP dr. soeradji. Dan semenjak saat itu
pasien mengkonsumsi obat metil prednisolone, per oral 3x5 tab
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada Riwayat penyakit dalam keluarga. Dan
tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Nadi : 90x/menit
Pernapasan : 20x/menit
2. Ekstremitas
Hasil pemeriksaan ekstremitas atas adalah terpasng IV line paa tangan
sebelah kanan, tidak tampak cairan yang dialirkan, CRT<2 detik.
Hasil pemeriksaaan ekstremitas bawah adalah CRT<2 detik
Kekuatan otot
5 5
4 5
3. Kulit
Saat dilakukan pengkajian kulit pasien, tepatnya di wajah bagian pipi
dan hidung terdapat bercak bercak /ruam merah berbentuk kupu kupu.
Selain diwajah tampak bekas bercak-bercak merah di kedua tangan
pasien.
G. Aktiviitas
28
Makan, minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi √
Ket
0 . mandiri
1 . alat bantu
2 . dibantu orang lain
3 . dibantu orang lain dan alat
4 . tergantung total
H. Obat-obatan
I. Pemeriksaan Penunjang
29
Nama Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan
DARAH LENGKAP
J. Analisa Data
30
memijtnya
TD. 110/80 mmHg
N. 90x/menit
31
3.2 Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri kronis b.d gangguan imunitas
b. Gangguan integritas kulit b.d gangguan turgorkulit
c. Keletihan b.d kondisi fisiologis (mis. Penyakit kronis, penyakit terminal)
32
langsung
33
obat
34
setalah berjalan, Q.
Senut-Senut, R. Di Sendi-
sendi kaki kanan, S. 4, T.
Hilang Timbul
O : pasien tampak
mengeluh nyeri muncul
Kembali setelah sempat
tidak nyeri
A : masalah belum
teratasi.
P : intervensi dilanjutkan.
O : pasien tampak
duduk di kursi tidak
mengeluhakan nyeri
A : masalah teratasi
sebgaian
P : intervensi dilanjutkan.
35
nyeri berkurang. Malam
sempat nyeri P. - , Q.
Senut-Senut, R. Di Sendi-
sendi, S. 2, T. Hilang
Timbul
O : pasien tampak
tenang, pasien tampak
ceria tidak gelisah
menahan nyeri
A : masalah teratasi
sebagian
P : intervensi dilanjutkan.
O : keluarga pasien
tampak kooperatif saat
diberi penjelasan
A : masalah teratasi
Sebagian
P : intervensi dilanjutkan.
36
tapi sudah berkurang
O : tampak bekas
bercak merah di wajah
dan ekstremitas atas
A : masalah teratasi
sebgaian
P : intervensi dilanjutkan.
O : bercak kemerahan
pada pasien sudah
tampak memudar
A : masalah teratasi
sebgaian
P : intervensi dilanjutkan.
37
aktivitas istirahat dulu
O : pasien tampak
lemas
TD 100/70 mmHg
A : masalah teratasi
Sebagian
P : intervensi dilanjutkan.
O : pasien tampak
lemas
A : masalah teratasi
Sebagian
P : intervensi dilanjutkan.
A : masalah teratasi
Sebagian
38
P : intervensi dilanjutkan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
kompelemen adalah sistem en(imatik dari protein yang diaktivasi oleh
berbagai reaksi antigen dan antibodi dan memiliki peranan yang penting dalam
peristiwa hemolisis dan bakteriolisis. kompelemen juga berperan penting dalam
beberapa proses lain seperti fagositosis, opsonisasi, kemotaksis, dan sitolisis.
kompelemen terdiri dari sistem dari protein yang ditemukan dlam konsentrasi yang
berbeda-beda dalam serum. Sistem komplemen merupakan pusat dari perkembangan
reaksi inflammatory dan salah satu bentuk dari system imunitas atau pertahanan
tubuh. komplemen bertujuan untuk melabelkan patogen dan zat-zat toksik yang
terdapat dalam tubuh untuk segera dieliminasi dari dalam tubuh.
4.2 Saran
Pembaca diharapkan dapat memahami dan menjelaskan mengenai Asuhan
Keperawatan sistem imunologi defisiensi komplemen . Selain itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk membantu kami memperbaiki
kesalahan dan kekurangan makalah ini.
39
DAFTAR PUSTAKA
Fatema, M., & Schuman, T. (2023, March 13). Complement Deficiency. Retrieved from
ncbi.nlm.nih.gov: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557581/
40