Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PENYAKIT PADA GENETALIA EKTERNA WANITA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Obstetri

Dosen Pengampu: Eneng Solihah SST,M.Keb

Disusun oleh :

Inayah Rahmawati (P17324419013)


Meilani Allisya (P17324419018)
Meilani Dwitasari (P17324419019)
Nina Nurkhaini (P17324419022)
Novi Rica (P17324419024)
Kelompok 2

Jalum 1A

PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga
pada akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul ”Penyakit Genetalia
Eksterna Wanita” tepat pada waktunya.

Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada ibu Eneng Solihah SST, M,Keb
selaku dosen Obstetri yang selalu memberikan dukungan serta bimbingannya
sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik.

Semoga makalah yang telah kami susun ini turut memperkaya khazanah ilmu
serta bisa menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca.

Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang


sempurna. Kami juga menyadari bahwa makalah ini juga masih memiliki banyak
kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan saran serta masukan dari para
pembaca sekalian demi penyusunan makalah dengan tema serupa yang lebih baik
lagi.

Karawang, 11 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................. .....................i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Asuhan Kebidanan Pelayanan Keluarga Berencana dengan SOAP ......... 3

2.1.1 Tujuan Keluarga Berencana ...................................................... 3

2.1.2 Manfaat Keluarga Berencana .................................................... 3

2.1.3 Jenis-jenis alat kontrasepsi ........................................................ 4

2.2 Rancangan Asuhan Kebidanan Pelayanan Keluarga Berencana dengan SOAP


..........................................................................................................................

........................................................................................................................ 6

2.3 Asuhan Kebidanan Kesehatan Reproduksi ............................................. 8

2.3.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi ........................................... 8

2.3.2 Tujuan Kesehatan Reproduksi ................................................. 9

2.4 Rancangan Asuhan Kebidanan Kesehatan Reproduksi Dengan SOAP 13

BAB III PEMBAHASAN KASUS


3.1 Contoh Kasus Pelayanan Keluarga Berencana ..................................... 18

3.2 Contoh Kasus Kesehatan Reproduksi ................................................... 24

BAB VI PENUTUP

4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 28

4.2 Saran ...................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai wanita penting sekali dalam merawat organ genetalia agar tetap sehat
dan bersih. Perlu diketahui bahwa organ genetalia eksterna pada wanita sangat rentan
terserang berbagai infeksi baik itu virus maupun bakteri. Dengan begitu penting
sekali untuk kita mengetahui vulva hygine yang baik, agar terhindar dari penyakit-
penyakit, infeksi, dan virus yang akan menyerang organ kewanitaan kita.

Organ reproduksi memiliki fungsi yang penting sehingga perlu dilakukan


beberapa hal untuk menjaga kesehatan reproduksi wanita.

1. Menggunakan Alat Kontrasepsi

Kesehatan reproduksi wanita perlu dimulai dengan melindungi organ bagian luar
seperti penyakit menular seksual. Penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom dapat
mengurangi resiko terjadinya penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia.
Selain itu, alat kontrasepsi juga menurunkan resiko kehamilan yang tidak
direncanakan.

2. Merencanakan Kehamilan

Kehamilan perlu direncanakan karena membutuhkan persiapan secara fisik dan


mental pada ibu agar janin berkembang dengan sehat.

3. Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur

Melakukan pemeriksaan kesehatan sistem reproduksi dapat mendeteksi terjadinya


penyakit serius. Pemeriksaan fisik secara rutin juga perlu dilakukan untuk waspada
adanya ruam, benjolan hingga rasa sakit yang tidak normal.

4. Pemeriksaan Kesehatan Selama Kehamilan dan Setelah Persalinan


Pemeriksaan selama kehamilan dibutuhkan untuk mengetahui kondisi kesehatan ibu
dan janin. Dan pemeriksaan setelah persalinan diperlukan untuk mengetahui kondisi
sistem reproduksi.

5. Menjaga Berat Badan Tetap Ideal

Kelebihan berat badan dapat mempengaruhi proses ovulasi dan produksi hormon.
Berat badan yang berlebih juga dapat meningkatkan kelembapan pada organ
kewanitaan dan dapat meningkatkan resiko infeksi bakteri dan jamur.

6. Mengkonsumsi Makanan Sehat

Makanan sehat seperti sayuran, buah, biji-bijian, protein dan lemak sehat dapat
memberikan nutrisi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh.

7. Mengelola Stress

Stress dapat dikelola dengan cara sederhana seperti berolahraga secara rutin. Atau
jika dibutuhkan maka lakukan konseling dengan profesional.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja penyakit pada organ genetalia eksterna wanita?

2. Apa penyebab penyakit genetalia eksterna wanita?

3. Apa patofisiologis penyakit genetalia eksterna wanita?

4. Berapa jumlah tingkat kejadian penyakit genetalia eksterna wanita?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Agar pembaca dapat mengetahui dan mengerti tentang penyakit pada genetalia
eksterna wanita
13.2 Tujuan Khusus

1. Agar pembaca dapat mengetahui macam-macam penyakit pada organ genetalia


eksterna wanita.

2. Agar pembaca dapat mengetahui penyebab penyakit genetalia eksterna wanita.

3. Agar pembaca dapat mengetahui patofisiologis penyakit genetalia eksterna wanita.

4. Agar pembaca dapat mengetahui jumlah tingkat kejadian penyakit genetalia


eksterna wanita.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bartholinitis (Infeksi Glandula Bartholini)

Kelenjar bartolin adalah kelenjar tempat diproduksinya cairan pelumas


vagina. Infeksi pada kelenjar bartholin atau dikenal dengan Bartolinitis disebabkan
oleh infeksi kuman atau bakteri yamg menyerang kelenjar bartolin yang terletak
dibagian dalam vagina aga keluar. Biasanya kuman atau bakteri yang menyerang
adalah clamidya, gonorrhea, dan sebagainya. Kuman ini menyerang dan
menyababkan infeksi pada kelenjar bartholin. Lama kelamaan cairan memenuhi
kanting kelenjar sehimgga di sebut sebagai kista (kantong berisi cairan).

Gejala yang dialami penderita yang mengalami infeksi kelenjar bartholin


biasanya adalah pembengkakan pada alat kelamin luar. Biasanya juga disertai
pembengkakan dengan rasa nyeri hebat dan demam. Biasanya penderita akan datang
ke petugas dengan keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan
suami, rasa sakit saat berkemih, atau ada brnjolan di sekitar alat kelamin.

Jika bidan melakukan inspeksi maka biasanya pada vulva akan terlihat
perubahan warna kulit vulva menjadi merah, membengkak, timbunan nanah dalam
kelenjar bartholin. Kadang kala menemukan ada cairan mukoid berbau dan
bercampur dengan darah.
2.2 Pedikulosis Pubis

Pedikulosis Pubis adalah radang yang disebabkan infeksi parasit dan jenis
yang paling sering dijumpai. Radang ini adalah termasuk salah satu penyakit menular
yang disebabkan oleh kutu Pthirus Pubis.

Kutu Pthirus ini ditularkan melalui kontak dekat (seksual atau non seksual),
pemakaian handuk, sprei atau celana secara bersama-sama. Keluhan pada kasus ini
berupa gatal yang hebat dan menetap didaerah pubis yang disertai lesi makulopopuler
di vulva.

Ketika bidan mencurigai adanya infeksi parasit ini sebaiknya dilakukan


konsultasi untuk pemeriksaan lanjutan. Biasanya dokter spesialis akan meminta
identifikasi mikroskopik kutu dengan minyak sehingga tampilannya tampak seperti
ketam.

Setelah ditegakkan diagnosis prinsip terapi adalah memberikan obat yang


dapat mematikan kutu dewasa sekaligus dengan telur kutunya hingga tidak tersisa
sama sekali. Biasanya dokter akan meresepkan krim khusus namun krim ini biasanya
kontra indikasi untuk ibu hamil dan menyusui.

Untuk mencegah terjadi infeksi berulang, handuk, pakaian, seprei yang pernah
digunakan oleh penderita juga harus dibersihkan dengan air panas dan dijemur dan
disetrika dengan baik. Selain penderita yang diobati, pasangannya juga harus
dilakukan pemeriksaan untuk mencegah infeksi berulang.

Angka kejadian Pedikulosis Pubis


2.3 Scabies

Skabies sama dengan pedikulosis pubis adalah radang yang disebabkan


infeksi parasit dan jenis yang paling sering dijumpai. Skabies adalah salah satu
penyakit menular yang disebabkan oleh Tungau Sarcoptes Scabel Var Hominis.

Tungau Sarcoptes Scabel Var Hominis ini ditularkan melalui kontak dekat
(seksual atau non seksual), pemakaian handuk, sprei atau celana secara bersama-
sama .

Tungau Sarcoptes Scabei Var Hominis jenis betina dewasa menaruh telur
dibawah kulit serta bergerak cepat melewati kulit.

Tunggu ini dapat menyebabkan infeksi pada setiap bagian tubuh, seringkali
dan terutama pada genetalia eksterna, fleksural siku, payudara, bokong dan
pergelangan tangan. Keluhan pada kasus ini berupa gatal yang hebat tetapi sebentar-
bentar (beda dengan pedikulosis pubis yang menetap). Namun pada banyak kasus
infeksi tungau ini dirasakan adanya gatal yang hebat dimalam hari.

Kelainan kulit yang disebabkan oleh Tungau Sarcoptes Scabei Var Hominis
dapat berupa papula, vesikula dan liang.

Ketika bidan mencurigai adanya infeksi Tungau Sarcoptes Scabel Var


Hominis ini sebaiknya dilakukan konsultasi untuk pemeriksaan lanjutan. Biasanya
dokter spesialis akan meminta identifikasi mikroskopik garutan kulit dengan minyak.

Setelah ditegakkan diagnosis prinsip terapi adalah memberikan obat yang


dapat mematikan tungau dewasa sekaligus dengan telur kutunya hingga tidak tersisa
sama sekali. Biasanya dokter akan meresepkan krim khusus namun krim ini biasanya
kontra indikasi untuk ibu hamil dan menyusui.

Sama dengan pedikulosis pubis, pada kasus scabies untuk mencegah terjadi
infeksi berulang, handuk, pakaian, seprei yang pernah digunakan oleh penderita juga
harus dibersihkan dengan air panas dan dijemur dan disetrika dengan baik. Selain
penderita yang diobati, pasangannya juga harus dilakukan pemeriksaan untuk
mencegah infeksi berulang.

2.4 Moluskum Kontagiosum

Moluskum Kontagiosum berbeda dengan pedikulosis dan scabies. Moluskum


Kontagiosum adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui
kontak dekat (seksual ataupun non seksual). Infeksi ini memiliki masa inkubasi
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.
Penderita dengan infeksi Moluskum Kontagiosum akan mengalami keluhan
papulan berkubah dengan lekukan pada pusatnya. Diameter papula berkisar 1-5mm.
Pada suatu saat dapat timbul sampai 20 lesi.

Ketika bidan mencurigai adanya Moluskum Kontagiosum ini sebaiknya


dilakukan konsultasi untuk pemeriksaan lanjutan. Biasanya untuk menegakkan
diagnosis dokter spesialis akan melakukan inspeksi kasat mata atau jika tidak jelas
akan melakukan inspeksi kasat mata atau jika tidak jelas akan meminta identifikasi
mikroskopik material putih yang ada pada tengah modul.

Untuk terapi biasanya dokter akan mengeluarkan material putih, eksisi nodul
dengan kuret dermal dan mengobati dasar luka dengan cairan tertentu.

Sama dengan pedikulosis pubis dan kasus scabies untuk mencegah terjadi
infeksi berulang, handuk, pakaian, seprei yang pernah digunakan oleh penderita juga
harus dibersihkan dengan air panas dan dijemur dan disetrika dengan baik. Selain itu
penderita yang diobati, keluarga yang kontak dekat juga harus dilakukan pemeriksaan
untuk mencegah infeksi berulang.

Angka Kejadian Moluskum Kontagosium

Data epidemiologi dari moluskum kontagiosum kualitasnya masih


rendah. Insidensi terbesar yaitu pada anak-anak yang berusia
antara 0 hingga 14 tahun, di mana insidensi berkisar antara 12 hingga
14 episode per 1000 anak per tahun. Angka terbesar di
Amerika yaitu pada anak berusia 1-4 tahun. Penelitian meta
analisismenyebutkan bahwa prevalensi pada anak 0-16 tahun berkisar
antara 5,1% dan 11,5%. Di Amerika Serikat, angka kejadian
hanya 1% dari seluruh penyakit kulit yang lain. Meningkat
menjadi 518% pada pasien HIV dan 33% pada pasien yang
memiliki jumlah sel CD4.

Pada penelitian di Indian dan Alaska, menyatakan bahwa


anak-anak dibawah 15 tahun lebih sering terkena moluskum
kontagiosum. Transmisi dapat terjadi melaluikontak kulit langsung atau
hubungan seksual. Pada pasien ini, kakak pasien lebih dahulu
terkena penyakit ini, dan pasien sering tidur dalam satu kamar
dengan kakaknya. Yang paling khas dari penyakit ini adalah
apabila dipijat maka akan keluar massa berwarna putih seperti nasi.
Kadang-kadang juga dapat timbul infeksi sekunder yang
mengakibatkan timbul supurasi

2.5 Radang Pada Vagina

Untuk mengetahui adanya peradangan pada vagina sebelumnya sebaiknya kita


ingat kembali vagina yang seperti apa yang dikatakan normal. Dalam vagina normal
didiami oleh beberapa mikroorganisme (flora normal) seperti lactobasilus
acidophilus, difteroid, candida dan flora yang lain. PH normal vagina adalah 4,0.
Kadar PH ini dapat menghambat tumbuhnya bakteri pathogen.

Pada vagina sering juga terjadi keputihan yang terjadi fisiologis. Keputihan
fisiologis terdiri dari: flora bakteri, air, elektrolit, dan epitel vagina serta serviks. Ciri
khas keputihan fisiologis adalah warnanya putih, halus, tidak berbau. Penegakkan
diagnosis terjadi keputihan patologik biasanya dilakukan pemeriksaan mikroskopis.

Dibawah ini adalah beberapa kondisi radang pada vagina:

2.5.1 Vaginosis Bakterial

Imfelsi vaginosis bacterial adalah infeksi yang paling sering dijumpai. Infeksi
ini tidak termasuk ke dalam infeksi menular yang disebabkan hubungan seksual.

Vaginosis bacterial (VB) tidak disebabkan oleh infeksi bakteri spesifik. Vaginosis
bacterial disebabkan oleh pergeseran flora normal vagina dengan peningkatan bakteri
an-aerob sampai 10x dan kenaikan konsentrasi bakteri gardnella vaginalis. Ketika
terjadi peningkatan bakteri pathogen tersebut, terjadi penurunan bakteri baik seperti
lactobacillus.

Kondisi penderita yang mengalami (VB) dapat meningkatkan risiko terkenanya


infeksi HIV, IMS dan penyakit radang panggul (PRP/PID). Khususnya pada ibu
hamil, imfeksi VB akan meningkatkan risiko terkenanya clamidia (dua kali),gonorea
(6 kali) dan resiko persalinan preterm.

Perbedaan keputihan yang disebabkan oleh VB dengan keputihan fisiologis adalah


pada jenis lendirnya. Pada infeksi (VB) lendirnya tipis, homogeny warna putih abu-
abu dan berbau amis. Jumlahnya bisa banyak sekali. Pada kasus (VB) biasanya tidak
terjadi eriterna vulva dan vagina.
Ketika bidan mencurigai adanya infeksi (VB) ini sebaiknya melakukan konsultasi
atau kolaborasi untuk pemeriksaan lanjutan . Biasanya untuk menegakkan diagnosis
dokter spesialis akan melakukan identifikasi mikroskopik dari secret keputihan untuk
memastikan penyebabnya.

Untuk terapi biasanya dokter akan memberikan metronidazol oral dan pervaginam
dan krim antibiotic golongan tertentu.

2.5.2 Trikomoniasis

Infeksi Trikomonas adalah infeksi yang disebabkan sejenis protozoa yang


dikenal dengan Trikomonas Vaginalis. Tidak seperti vaginosis bacterial, infeksi
trikomonas ditularkan melalui hubungan seksual.

Protozoa Trikomonas Vaginalis adalah organism yang tahan dan mampu


hidup dalam lingkup seperti handuk basah dan daerah lembab. Masa inkubasinya
antara 4 hari sampai satu bulan.

Kondisi penderita yang mengalami Trikomonas sering mengeluh adanya


pengeluaran cairan vagina yang berbuih, tipis, berbau tidak enak dan jumlahnya
banyak. Pada kasus trikomonas biasanya ada eritema pada vulva dan vagina. Pada
pemeriksaan inspekulo serviks juga tampak rapuh dan mengalami eritema.

Untuk terapi biasanya dokter akan memberikan antibiotic pervaginam. untuk


mencegah terjadi nfeksi berulang, handuk, pakaian, seprei yang pernah digunakan
oleh penderita juga harus dibersihkan dengan air panas dan dijemur dan disetrika
dengan baik. Selain penderita yang diobati, suami atau pasangan yang melakukan
kontak dekat juga harus dilakukan pemeriksaan dan pengobatan untuk mencegah
infeksi berulang.

Angka Kejadian Trikomoniasis

Dari 235 orang pasien yang diperiksa ternyata 21 orang mengandung


Trichomonas Vaginalis atau kira-kira 8,94%. Presentase terbanyak terdapat sekitar
umur 40 s/d 49 tahun; ini sesuai dengan pendapat Wiratmadja di Jakarta dalam
penyelidikannya di bagian Ginekologi. Dan frekuensi masih banyak terdapat di
sekitar umur 20 s/d 49 tahun. Tapi ternyata presentase pada ibu hamil tidak lebih
tinggi daripada orang-orang yang tidak hamil, meskipun frekuensi banyak terdapat
pada orang-orang yang berumur mampu hamil. Trichomoniasis masih bisa hidup
pada pH 8. Tapi yang terbanyak di pH 6. Hal ini masih membawa kemungkinan
bahwa Trichomoniasis juga bisa hidup dibawah pH 6.
2.5.3 Vaginitis Candida

Infeksi Vaginas Candida adalah infeksi yang disebabkan oleh peningkatan


kadar flora normal CANDIDA. Infeksi ini tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
Jenis candida yang sering menyebabkan infeksi adalah Candida Albicans (pada kasus
kandidiasis vulvovaginalis), Candida Glabrata dan Candida Tropicalls.

Penyebab flora normal CANDIDA menjadi pathogen biasanya karena adanya


penderita mengalami imunosupresi, diabetes mellitus, perubahan hormonal, terapi
antibiotic spectrum luas, dan obesitas.

Kondisi penderita yang mengalami vaginitis candida seringkali mengeluhkan


adanya pruritus (gatak) vagina agak perih (iritasi) dan disuria (urinenya ada darah).
Pada kasus infeksi candida, penderita mengalami keputihan seperti susu yang
bergumpal dan tidak berbau. Membutuhkan pemeriksaan mikroskopik untuk
menegakkan diagnose.

Ketika bidan mencurigai adanya infeksi vaginitis candida sebaiknya


melakukan konsultasi atau kolaborasi untuk pemeriksaan lanjutan sehingga dapat
diketahui penyebab pasti.

Untuk terapi biasanya dokter akan memberikan antibiotic oral atau


pervaginam atau krim anti jamur. Pengobatan agak lama dibandingkan yang infeksi
lain dan harus dilakukan dengan tuntas.

Untuk mencegah terjadi infeksi berulang, handuk, pakaian, seprei yang pernah
digunakan oleh penderita juga harus dibersihkan dengan air panas dan dijemur dan
disetrika dengan baik. Selain penderita yang diobati, suami atau pasangan yang
melakukan kontak dekat juga harus dilakukan pemeriksaan dan pengobatan untuk
mencegah infeksi berulang.

2.6 Sifilis

Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual dengan menginpestasi lokal


dan sistematik berbentuk bermacam-macam dan dapat menyerupai banyak penyakit
sehingga sering di sebut sebagai degreat imitator atau degreat impostor. Istilah luwes
berasal dari bahasa latin luwen penereum yang berarti penyakit kelamin merupakan
sinonim yang di kenal sejak permulaan abad ke 20

Penyakit sifilis adalah infeksi Sistemik yang disebabkan oleh treponema


paledum (T.palidum), yang terutama di tularkan melalui hubungan seksual. Sifilis
secara khas di tandai dengan periode aktif yang disela oleh periode infeksi laten.
Tidak seperti penyakit infeksi lainnya, sifilis jarang di diagnosis berdasarkan
penemuan kuman penyebab dari pemeriksaan langsng diagnosis sifilis terutama
didasarkan pada reaksi serologis terhadap treponema.

Sifilis terutama menular melalui kontak seksual bak melalui vaginal, anak,
oral. Metode penularan lainnya yang lebih jarang salah berciuman, bebagai jarum
suntik yang tidak aman, transisi daah, needle sick injury, dan cangkok organ. Secara
klasik sifilis menyebakan penyakit yang terbagi dalam bebrapa stadium :

1. Masa inkubasi tanpa gejala


2. Sifilis primer yaitu timbulnya lesi primer pada tempat inokulasi pertama
3. Sifilis skunder yang terjadi akibat penyebaran kuman ke seluruh tubuh dengan
beragai menifestasi klinik
4. Stadium subklinis atau paten yang dapat berlangsung hingga bertahun-tahun
dan hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan serologis
5. Sifilis tersier, stadium akhir dari sifilis berupa penyakit progresif yang
melibatkan susunan saraf pusat, pembuluh darah besar,dan atau pembentukan
gumma yang dapat terjadi pada semua organ.

Gejala dan tanda

Setelah masa inkubasi antara 2-6 minggu lesu primer muncul,sering disertai
dengan limfadenopati regional. Pada sifilis sekunder, dapat ditemukan lesi
mukokutan dan limfedenopati generisata yang diikuti dengan periode laten infeksi
subklinis yang berlangsung betahun-tahun. Keterlibatan susunan saraf pusat (SSP)
dapat terjadi asimtomatik atau simtomatik. Pada kurang lebih 1/3 kasus yang tdk
diobati, berlanjut menjadi stadium 3, yang ditandai dengan gejala destruktif
mukokutan, muskuloskeletal atau lesi parenkimal, aoritis atau manifestasi SSP lanjut.
Pada penderita HIV gejala dan tanda-tanda dibawah ini menjadi tidak jelas.

Panatalaksanaan

Sifilis yang telah berlangsung kurang lebih dari 1 tahun diobati dengan injeksi
2,4 juta unit benzathin penisilin G selama 3 minggu pengobatan ini merupakan
pilihan pada penderita sifilis paten atau sifilis dengan durasi yang tidak diketahui.
Karena benzathin penisilin G tidak dapat menembus sawar darah otak, maka
pemeriksaan cairan SSP perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
neurisifilis terutama penderita dengan HIV positif.dosis penisilin yang lebih tinggi
diperlukan untuk penderita neurosifilis.
Ibu Hamil dengan tes serologi sifilis positif harus mendapat penulisan dengan
dosis serupa dengan wanita tidak hamil. Penderita alergi terhadap penisilin
direkomendasikan untuk dilakukan desensitisasi penisilin, karena pengobatan
alternatif dengan tetrasikin memiliki risiko toksisitas dan eritromisin memberikan
efikasi yang rendah. Pada ibu hamil dengan VDRL positif dan TPHA atau FTA-abs
negatif, pengobatan dapat ditunda dan tes diulang setelah 4 mg. Bila tes diulang
memperlihatkan pengikut Tiger VDRL hingga 4 kali dengan gejala klinis yang jelas,
maka pengobatan harus diberikan.

Pencegahan

Pada penderita sifilis stadium primer, sekunder atau laten: abstinensia seksual
pada penderita dan partner seksualnya dianjurkan hingga terapi pada keduanya selesai
dan respons serologis yang memuaskan dicapai setelah pengobatan. Sifilis dapat
menular dari ibu hamil ke anaknya sehingga tes rutin skrining sifilis merupakan hal
penting yang harus dilakukan pada setiap kehamilan.

Angka Kejadian Sifilis

Angka kejadian sifilis mencapai 90% di Negara berkembang. World Healthy


Organization (WHO) memperkirakan terdapat 5 juta kasus baru sifilis di dunia dan 12
juta kasus baru terjadi di Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin dan
Caribbean. Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996
berkisar antara 0,04% sampai 0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang
tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensinya sekitar 0,61%. Angka
kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan Survey Terpadu Dan Biologis
Perilaku (STBP) tahun 2011 oleh Kementrian Kesehatan RI, terjadi peningkatan
angka kejadian sifilis di tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun 2007.8-9

Penelitian restropektif ini dibuat untuk mengetahui gambaran sifilis laten di


Divisi IMS Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya periode tahun 2009 sampai 2017 (9 tahun). Diharapkan hasil
penelitian retrospektif ini dapat memberikan masukan terhadap penegakan diagnosis,
pemilihan terapi yang tepat sehingga meningkatkan keberhasilan tatalaksana pasien
sifilis laten di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.

Selama periode tahun 2009-2017 didapatkan 37 pasien baru sifilis laten atau
sebesar 53,6% jika dibandingkan dengan jumlah pasien sifilis secara keseluruhan baik
sifilis primer, sifilis sekunder dan sifilis tersier sebanyak 69 orang. Dimana jumlah
pasien sifilis primer sebanyak 23 orang atau sekitar 33,3%, sifilis sekunder sebanyak
7 orang atau sekitar 10,2% dan sifilis tersier sebanyak 2 orang atau sekitar 3%.
Jumlah pasien baru sifilis laten ini sebesar 1,8% dari jumlah kunjungan Divisi IMS
dan sekitar 0,3% dari jumlah kunjungan URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD
Dr. Soetomo.

Dari penelitian ini seperti terlihat data sosiodermografis pada tabel 1,


berdasarkan distribusi kelompok usia pasien sifilis laten terbanyak pada kelompok
usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 12 pasien (32,4%) dan mayoritas adalah laki-laki
sebanyak 9 pasien atau sebesar 76,9%. Penelitian ini juga menunjukkan distribusi
pasien sifilis laten berdasarkan status pernikahan yaitu sebagian besar menikah
sebanyak 25 pasien (67,6%). Penelitian ini menunjukkan, pasangan seksual terbanyak
pasien sifilis laten di Divisi IMS dan URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya periode tahun 2009-2017 adalah suami atau istri (37,8%) lalu
diikuti dengan pasien yang menyangkal adanya pasangan seksual sebagai coitus
suspectus. Anamnesis menunjukkan mayoritas pasien yang datang ke Poli Divisi IMS
URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2009-
2017 adalah tanpa keluhan dan membawa hasil laboratorium serologis sifilis yang
reaktif sebanyak 64,9 % seperti tampak pada gambar 1. Penelitian ini juga meneliti
sumber penularan pasien baru sífilis laten, sebagian besar pasien tidak mengetahui
atau menyangkal dari mana mereka mendapatkan infeksi tersebut. Hal ini dibuktikan
dengan sebanyak 31 orang pasien baru sifilis laten tidak mengetahui sumber
penularan infeksi yang mereka dapat. 5 orang pasien mengakui jika sumber penularan
berasal dari pasangan suami atau istri mereka juga menderita sifilis. Sisanya 1 orang
pasien memiliki riwayat transfusi dan kemungkinan menjadi sumber penularan pada
pasien tersebut.

2.7 Herpes Genitalis

Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes
hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok
diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan
infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.

2.7.1 Etiologi Herpes Genitalis

VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang erupakan virus DNA.
Pembagian tipe I dan II berdasarkan karaktersitik pertumbuhan pada media kultur,
antigenic maker, dan lokasi klinis (tempat predileksi). Floward dan Cushing adalah
yang pertama kali mengemukakan bahwa ada hubungan antara herpes virus hominis
dengan sistem saraf.
Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks :

1. Virus simpleks tipe I (HSV I).

Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebut herpes simpleks saja,
atau dengan nama lain herpes labialis, herpes febrilis. Biasanya penderita terinfeksi
virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara sebagian kecil melalui kontak
langsung. Lesi umunya dijumpai pada tubuh bagian atas. Termasuk mata dan rongga
mulut, selain itu, dapat juga dijumpai didaerah genitalia, yang penularannya lewat
orogenital (oral sex)

2. Virus simpleks tipe II (HSV II).

Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual. Tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus,
misalnya dapat terjadi pada dokter/dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi
umumnya adalah bagian tubuh dibawah pusar, terutama daerah genitalia lesi
eksternal-genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksual orogenital.

2.7.2 Epidemiologi Herpes Genitalis

Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan
frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus herpes simpleks (V.H.S). tipe
I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi V.H.S II biasanya terjadi
pada dekade II dan III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.

Gejala dan Tanda

Infeksi HVS ini berlangsung dalam 3 tingkat :

 Infeksi primer

Tempat predileksi VHS tipe I didaerah pinggang keatas terutama didaerah mulut dan
hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi kulit pada perawat, dokter
gigi, atau pada orang yang mengigit jari. Virus ini juga sebagai penyebab herpes
ensefalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat prediksi didaerah
pinggang ke bawah, terutama bagian genital, juga dapat menyebabkan herpes
meningitis dan infeksi neonatus.

Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual seperti
orogenital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang
disebabkan oleh virus HVS tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat
disebabkan oleh VHS tipe II.
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering
disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise, dan anoreksia, dan dapat
ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.

Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok diatas kulit yang
sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih kemudian menjadi seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya
sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat
timbul infeksi sekunder sehinga memberi gambaran yang tidak jelas. Umunya
didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks. Pada wanita ada
laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS pada genitalia eksterna disertai
infeksi serviks.

Angka Kejadian Herpes

Keratitis herpes adalah penyakit infeksi terbanyak yang menyebabkan penurunan


penglihatan pada negara berkembang. Diperkirakan 20.000 kasus baru okular HSV
terjadi di USA setiap tahun dan lebih dari 28.000 reaktivitas terjadi setiap tahunnya.
HSV merupakan salah satu yang paling sering menyebabkan kebutaan di USA dan
500.000 kasus per tahun orang mengalami infeksi HSV yg berhubungan dengan
mata. Keratitis HSV adalah merupakan salah satu penyakit yang paling sering
mendapatkan tranplantasi kornea di USA.1,2,3

2.8 Kondiloma Akuminatum

Sesuai namanya, kondiloma akuminata atau kutil kelamin adalah kutil yang
terdapat pada area kelamin. Kutil yang dapat berjumlah satu atau sekumpulan ini
ditularkan dari orang yang sudah terinfeksi virus human papillomavirus (HPV).

Wanita lebih berisiko mengalami kondiloma akuminata dibanding pria, dengan


angka kejadian tertinggi adalah pada usia 15-30 tahun, terutama 20-24 tahun. Rasa
gatal pada area kelamin dan perdarahan saat berhubungan seksual adalah gejala yang
dirasakan pasien kondiloma akuminata.

Bentuk kutil kelamin berupa benjolan daging yang menyerupai bunga kol,
cauliflower (kembang kubis), bisa kecil sampai besar, sendiri atau berkelompok.

Lokasi: vulva, perineum, perianal, vagina, serviks

Etilogi: virus; lebih mudah ditemukan pada wanita hamil

Terdapat beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi,


yaitu:
 Aktif secara seksual di usia muda.
 Bergonta-ganti pasangan seksual, terutama berhubungan seksual dengan
seseorang yang riwayat kesehatan seksualnya tidak diketahui.
 Pernah menderita penyakit menular seksual.
 Sebagian kondiloma akuminata dapat reda dengan sendirinya.

Tetapi, kutil kelamin yang segera ditangani dengan baik dapat mendatangkan efek
lebih positif karena beberapa alasan, seperti:

 Meredakan gatal dan rasa sakit.


 Menurunkan risiko penyebaran virus HPV.
 Meyakinkan pasien bahwa kondisi yang mereka alami bukan kanker.
 Agar kutil yang sulit hilang dengan sendirinya dapat diangkat.

Angka kejadian penyakit Kondiloma Akuminatum

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PASIEN KONDILOMA

AKUMINATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE MARET 2015

SAMPAI DENGAN MARET 2016

Kondiloma akuminata (KA) adalah infeksi menular seksual (IMS) berupa

proliferasi jinak pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh infeksi Human

Papilloma Virus (HPV). Penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak genitalia,

mukosa ataupun cairan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi
dan karakteristik pasien KA di RSUP Sanglah Denpasar periode Maret 2015 hingga
Maret 2016.

Penelitian retrospektif ini mengambil data dari rekam medis pasien KA yang
datang berobat ke poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah
Denpasar periode Maret 2015 hingga Maret 2016 dengan metode total sampling.
Jumlah kunjungan pasien selama periode Maret 2015 hingga Maret 2016. adalah
4.446 orang, pasien KA sebanyak 48 orang dan prevalensi sebesar 1,1%. Ditemukan
pasien laki-laki 54,2% dan perempuan 45,8 %, kelompok usia terbanyak usia 25-44
tahun (56,3%), tingkat pendidikan yang terbanyak adalah tingkat pendidikan dasar
(45,8%), pekerjaan terbanyak adalah pegawai swasta (33,3%) dan pasien belum
menikah lebih tinggi (56,3%). Terapi yang lebih banyak dipilih adalah tutul asam
trikloroasetat (TCA) 80% pada 62,5% pasien. Pada laki-laki lokasi lesi paling sering
terjadi pada penis (65,4%) dan perempuan pada vagina (68,2%), penyakit penyerta
ditemukan pada 7 (27%) pasien laki-laki dan pada 11 (50%) pasien perempuan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi dan karakteristik pasien KA,perlu


diteliti lebih lanjut dengan luas wilayah yang lebih besar dan waktu yang lebih lama
untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih mewakili populasi. Penyakit KA
termasuk salah satu infeksi menular seksual yang paling umum mempengaruhi
populasi luas. Prevalensi KA diperkirakan 1% pada populasi yang aktif melakukan
hubungan seksual. Diperkirakan 500.000 sampai 1.000.000 kasus baru terdiagnosa
tiap tahunnya di Amerika Serikat (Valerie dkk, 2012). Penelitian yang dilakukan di
Kanada melaporkan adanya peningkatan insiden tahunan KA dari 107 kasus per
100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi 126 kasus pada tahun 2006, peningkatan
itu terjadi baik pada wanita maupun pria.

Pada jangka waktu tersebut prevalensi KA juga meningkat dari 0,11% menjadi
0,15%. Penelitian di Belanda mendapati adanya peningkatan pada penderita yang
telah terdiagnosa dari tahun 2002 dan 2007 (Patel dkk, 2013). Di Indonesia,
prevalensi KA di masyarakat berkisar antara 5 – 19% (Zubier, 2003). KA
menyebabkan beban finansial yang cukup besar bagi negara. Beban ekonomi dari KA
pada tahun 2004 di Amerika diperkirakan mencapai empat juta dolar per tahunnya
(Valerie dkk, 2012). Prevalensi KA paling tinggi terjadi pada usia remaja dan dewasa
muda, penelitian yang dilakukan di Semarang tahun 2010 melaporkan KA terbanyak
pada kelompok umur 18-34 tahun, di Medan tahun 2009 prevalensi KA tertinggi pada
kelompok umur 20-24 tahun (Hidayat, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Von
krogh menemukan bahwa prevalensi KA mencapai puncaknya pada usia 20 – 24
tahun (20%), yang kemudian akan berkurang sebanyak 8 – 10 % pada wanita yang
berusia 30 tahun (Ozgul, 2011)

2.9 Ulkus mole (chancroid)


Chancroid atau ulkus mole adalah infeksi genital yang disebabkan bakteri
Haemophilus ducreyi. Bakteri menghasilkan luka terbuka alias koreng yang muncul
pada atau dekat organ reproduksi eksternal. Koreng mungkin berdarah dengan mudah
saat disentuh atau menghasilkan nanah menular yang dapat menyebar bakteri selama
seks oral, anal, atau vagina.

Chancroid juga dapat menyebar antar kontak kulit dengan orang yang
terinfeksi. Wanita dapat mengembangkan empat atau lebih benjolan merah di labia, di
antara labia dan anus, atau di paha. Setelah benjolan menjadi borok, atau terbuka,
Anda mungkin mengalami sensasi terbakar atau nyeri saat buang buang air kecil atau
buang air besar. Borok memiliki titik pusat yang lembut berwarna abu-abu hingga
kuning keabuan dengan ujung yang tajam dan jelas.

Umumnya akan muncul empat benjolan merah atau lebih pada labia, di antara
labia dan anus, atau pada paha. Labia adalah lipatan kulit yang menutupi alat kelamin
wanita. Setelah benjolan “matang” menjadi luka terbuka, wanita dapat mengalami
sensasi terbakar atau nyeri selama buang air kecil atau besar.

Gejala berikut dapat terjadi baik pada pria maupun wanita:

 Ukuran ulkus (luka) dapat bervariasi dan biasanya berkisar dari 0,5 cm – 5 cm

 Ulkus memiliki pusat yang lunak berwarna abu-abu sampai kuning keabu-
abuan dengan tepian yang tegas atau tajam

 Ulkus dapat mudah berdarah jika disentuh


 Nyeri dapat terjadi selama hubungan seksual atau selama buang air kecil

 Pembengkakan di pangkal paha dapat terjadi

 Pembengkakan kelenjar getah bening dapat menembus kulit dan


menyebabkan bengkak nanah yang besar, atau bisul bernanah, yang dapat
pecah, dan mengering

2.10 Molluscum contagiosum

Pertumbuhan kutil atau kulit ekstra mirip tahi lalat yang timbul abnormal bisa
diakibatkan oleh molluscum contagiosum, virus yang ditularkan melalui kontak kulit
atau kontaminasi dari pertukaran barang pribadi, seperti handuk. Kutil pada awalnya
berukuran kecil, padat, memiliki bentuk seperti kubah, tanpa rasa sakit, berwarna
merah muda atau seperti daging. Kutil juga memiliki lesung di tengahnya, terlihat
licin seperti lilin dan berkilau putih susu. Kutil akan menyebar di seluruh bagian
tubuh, terutama akan banyak muncul di wajah, kecuali di telapak tangan dan kaki.
Kutil akan berubah memerah begitu sistem imun tubuh Anda mulai memerangi virus
tersebut, dan biasanya akan kebal terhadap pengobatan jika anda memiliki sistem
imun yang lemah.

Penyakit kelamin tidak selalu menjadi penyebab kutil dan benjolan di bibir
vagina. Ada beberapa kondisi kulit kronis yang dapat menghasilkan luka dan gejala
mirip, seperti gatal, sensasi terbakar, dan nyeri.

Moluskum kontagiosum dapat dikenali dengan melihat bintil pada permukaan


kulit. Bintil-bintil tersebut bisa berkumpul di satu area atau tersebar di beberapa
bagian tubuh, dengan karakteristik sebagai berikut:

 Berukuran kecil, seperti biji kacang hijau atau kacang tanah.


 Muncul di wajah, leher, ketiak, perut, kelamin, dan tungkai.
 Berwarna seperti warna kulit, putih, atau merah muda.
 Ada titik kecil berwarna putih kekuningan di tengah bintil.

Jumlah bintil yang tumbuh biasanya sekitar 20-30, tapi pada orang dengan
kekebalan tubuh rendah, jumlahnya bisa lebih banyak. Awalnya keras bila diraba,
kemudian melunak seiring waktu. Tidak menimbulkan nyeri, namun terasa gatal.

Bintil moluskum kontagiosum dapat mengalami peradangan, pecah, dan


mengeluarkan cairan berwarna putih kekuningan bila digaruk. Kondisi ini bisa
menyebabkan infeksi bakteri pada kulit.
2.11 Kanker Vulva

Kanker vulva adalah kanker yang menyerang permukaan luar daerah


kemaluan wanita. Kanker vulva muncul dalam bentuk benjolan atau luka di area
vulva. Kanker ini lebih sering menyerang wanita yang lebih tua, umumnya yang telah
mengalami menopause.

Terdapat dua jenis kanker vulva berdasarkan jenis sel yang terkena
dampaknya. Jenis kanker ini juga berguna bagi dokter untuk menentukan jenis
langkah pengobatan yang akan diambil.

1. Vulva melanoma, yaitu sel kanker yang terbentuk di sel penghasil pigmen yang
terdapat pada kulit vulva.

2. Vulva karsinoma sel skuamus (vulvar squamous cell carcinoma), yaitu sel kanker
yang terbentuk pada sel tipis, berpermukaan datar yang melapisi permukaan vulva.
Sebagian besar kasus kanker vulva berasal dari jenis ini.

Beberapa tipe lainnya, yaitu:

 Sel basal karsinoma, yaitu luka pada labia majora atau pada area lain di vulva,
yang lama-lama berkembang menjadi kanker. Jika tidak segera diobati, luka
ini dapat dengan mudah muncul kembali.
 Karsinoma kelenjar Bartholin, yaitu tumor langka pada kelenjar Bartholin
yang biasa menyerang wanita di usia pertengahan 60-an.
 Tipe kanker lainnya pada vulva, misalnya adenocarcinoma dan sarcoma.

Penyebab Kanker Vulva

Penyebab kanker secara umum masih belum diketahui dengan jelas, demikian
juga dengan kanker vulva. Para ahli masih mencari tahu pemicu sel-sel bermutasi
menjadi sel kanker dan berkembang dengan begitu cepat. Sel yang membelah diri
akan terus bertambah dengan melipat-gandakan jumlah hingga membentuk tumor,
kemudian menyebar ke bagian tubuh yang lain. Sel kanker dan tumor akan terus
tumbuh dan membelah diri sementara sel yang sehat akan mati.

Walau belum diketahui penyebabnya, beberapa faktor berikut adalah kondisi yang
dapat meningkatkan timbulnya kanker vulva, yaitu:

 Merokok.
 Pertambahan usia. Risiko kanker vulva umumnya meningkat pada usia 65
tahun ke atas dan mereka yang berada pada masa menopause. Kasus ini jarang
ditemui pada wanita berusia di bawah 50 tahun yang belum mengalami
menopause.
 Terpapar infeksi HPV (human papillomavirus), salah satu penyakit menular
seksual yang banyak ditemui pada wanita yang aktif secara seksual.
Umumnya infeksi HPV dapat mereda dengan sendirinya. Pada sebagian kasus
lainnya penyakit ini, sel yang terinfeksi dapat bermutasi dan berkembang
menjadi sel kanker.
 Terinfeksi HIV (human immunodeficiency virus) yang melemahkan sistem
kekebalan tubuh dan menjadikan penderita rentan terhadap infeksi HPV.
 Menderita gangguan pada kulit di area vulva, misalnya penyakit Lichen
Sclerosus.
 Pernah berada dalam kondisi prakanker vulva, atau vulvar intraepithelial
neoplasia (VIN), yang bisa berkembang menjadi kanker vulva. VIN adalah
kondisi ketika sel mengalami perubahan yang tidak menjurus kepada kanker.
Meski pada kebanyakan kasus yang pernah terjadi, kondisi ini dapat
menghilang dengan sendirinya, namun pada kenyataannya dapat juga
berkembang menjadi sel kanker.

Gejala Kanker Vulva

Kanker vulva bisa menyebabkan gatal-gatal yang sangat mengganggu di area


vulva. Berikut ini adalah gejala-gejala lain dari kanker vulva.

 Perdarahan yang bukan berasal dari menstruasi.


 Perubahan pada kondisi kulit, seperti warna dan ketebalan kulit. Kulit dapat
berwarna merah, putih, atau menggelap.
 Terdapat tahi lalat di area vulva yang berubah bentuk atau warna.
 Benjolan yang menyerupai jerawat, bisul, atau luka terbuka.
 Nyeri atau sensitif terhadap rasa sakit di area panggul, terutama ketika
berhubungan seksual.
 Terasa perih, khususnya ketika sedang kencing.

Sebanyak 50 persen kasus kanker vulva menyerang labia mayor (“bibir” bagian
luar dari alat kemaluan perempuan), diikuti dengan labia minor (“bibir” bagian
dalam). Segera temui dokter jika Anda merasakan gejala-gejala seperti di atas.

 Stadium 1 – Kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening atau area tubuh
lainnya. Terdapat tumor kecil pada vulva atau kulit di antara area vagina dan
anus (perineum).
 Stadium 2 – Berbeda dengan stadium 1, pada tingkatan ini, tumor telah
merambat ke area sekitarnya. Area-area yang dimaksud adalah pada bagian
bawah saluran kencing (urethra), vagina, dan anus.
 Stadium 3 – Penyebaran kanker pada stadium ini secara spesifik telah
menjalar ke kelenjar getah bening.
 Stadium 4A – Kanker telah menyebar ke area yang lebih luas di kelenjar getah
bening, atau ke bagian atas urethra atau vagina, atau ke kandung kemih, dan
rektum/dubur. Selain itu, area tulang panggul telah terkena dampak
penyebaran sel kanker.
 Stadium 4B – Kanker telah menyebar atau bermestastase ke anggota tubuh
lain yang tidak hanya berada di dekat vulva.

Pencegahan Kanker Vulva

Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin (medical check-up) dapat membantu


Anda memonitor kesehatan sekaligus mendeteksi penyakit yang tidak diketahui
sebelumnya. Diskusikan bersama dokter mengenai rentang waktu yang ideal untuk
melakukan medical check-up secara rutin. Anda juga bisa berkonsultasi tentang
jadwal pemeriksaan panggul. Prosedur pemeriksaan panggul akan memberikan
informasi mengenai kondisi organ reproduksi dalam Anda.

Beberapa langkah pencegahan yang juga bisa dilakukan untuk mengurangi risiko
kanker vulva maupun penyakit menular seksual seperti HPV atau HIV adalah:

 Menggunakan kondom tiap melakukan hubungan seksual.


 Membatasi jumlah atau tidak bergonta-ganti pasangan seksual.
 Memperoleh vaksin HPV. Vaksin ini dapat mengurangi risiko perkembangan
kanker vulva dan direkomendasikan bagi anak perempuan yang berusia 12-13
tahun.

Angka Kejadian Kanker Vulva

Kanker vulva adalah keganasan ginekologi yang jarang terjadi pada wanita
(1% dari seluruh keganasan pada wanita). Sekitar 80-90% jenis histopatologi kanker
vulva adalah karsinoma sel skuamosa. Faktor risiko terjadinya kanker vulva adalah
usia lanjut, adanya lesi prekanker, infeksi HPV, imunodefisiensi, merokok dan lichen
sclerosis. Keterlibatan kelenjar getah bening merupakan faktor prognosis terpenting
yang dapat menurunkan overall survival. Modalitas terapi pada kanker vulva adalah
kombinasi antara operasi, kemoterapi dan radioterapi. Preservasi anatomi dan fungsi
organ menjadi menjadi pertimbangan penting dalam menentukan tatalaksana kanker
vulva.
2.12 Vaginitis

Vaginitis adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan infeksi


pada vagina. Ada pula pihak yang menyebut kondisi ini sebagai vulvovaginitis, yakni
ketika infeksi menyerang vagina dan vulva (bagian luar dari alat kelamin wanita).

Vaginitis paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri, ragi, virus, maupun
faktor lainnya. Kondisi ini harus segera ditangani, apalagi jika vaginitis Anda terjadi
karena infeksi bakteri. Pasalnya, vaginitis akibat bakteri berpotensi menimbulkan
masalah kesehatan yang lebih serius.

Keputihan abnormal sebagai gejala vaginitis. Mengalami keputihan


sebetulnya adalah hal yang normal bagi wanita. Bahkan, keluarnya keputihan
merupakan cara vagina Anda ‘membersihkan diri’. Hanya saja, keputihan yang
normal biasanya berwarna putih atau bening, tidak berbau, dan tidak menimbulkan
gatal-gatal di area kewanitaan.

Sementara volume dan tekstur keputihan sendiri bisa beragam, tergantung


siklus menstruasi yang tengah Anda alami. Pada satu waktu, keputihan bisa saja
hanya sedikit dan encer seperti air, tapi di bulan lainnya bisa lebih banyak dan kental.

Semua tanda di atas mengartikan bahwa keputihan Anda normal. Sementara


keputihan yang tidak normal dan bisa jadi merupakan gejala vaginitis adalah sebagai
berikut:

 Keputihan ‘memiliki warna’, misalnya hijau, abu-abu, atau kekuningan.


 Keputihan memiliki tekstur aneh, misalnya berbusa atau bahkan terlalu cair.
 Keputihan sangat banyak dan berbau busuk atau amis.
 Gejala vaginitis tak hanya keputihan tak normal

Gejala vaginitis umumnya tak hanya keputihan yang bermasalah. Penderita juga bisa
mengalami:

 Munculnya sensasi gatal, terbakar, atau kebas di sekitar vagina Anda.


 Bagian luar vagina mengalami iritasi yang bisa berkembang menjadi
kemerahan dan bengkak pada labia mayora, labia minora, dan area perineal.
 Anda merasa nyeri seperti terbakar ketika buang air kecil (disuria).
 Ketika melakukan hubungan seksual, Anda merasa tidak nyaman bahkan sakit
(dispareunia).
Satu dari tiga wanita akan mengalami gejala vaginitis minimal satu kali dalam
hidupnya. Gejala vaginitis ini dapat dialami oleh siapa saja, tapi biasanya menimpa
wanita di usia produktif.

Gejala vaginitis biasanya muncul ketika terjadi ketidakseimbangan antara bakteri


dan ragi yang memang terdapat pada vagina. Beberapa fakor penyebabnya bisa
berupa pemakaian antibiotik, perubahan hormon karena hamil, menyusui, atau
menopause, mencuci vagina, hubungan seksual, hingga infeksi.

Infeksi sebagai penyebab utama vaginitis

Dari sekian banyak penyebab vaginitis, infeksi adalah pemicu yang paling
sering ditemui. Hampir 90% kasus vaginitis terjadi karena infeksi. Jenis infeksi yang
bisa berujung pada vaginitis meliputi:

1. Kandidiasis (infeksi ragi)

Infeksi ragi pada vaginitis ditandai dengan adanya jamur Candida. Pada
kondisi normal, jamur ini memang berada pada vagina dalam jumlah yang kecil.

Ketika jumlah jamur Candida berkembang secara tidak terkendali, Anda akan
mengalami vaginitis karena infeksi ragi. Perkembangan jamur yang berlebihan ini
bisa dipicu oleh penggunaan antibiotik tertentu serta perubahan kadar hormon.

Kandidiasis banyak diderita oleh ibu hamil maupun penderita diabetes.


Demikian pula dengan wanita dengan sistem imun yang lemah.

Gejala vaginitis karena ragi ini meliputi keputihan dalam jumlah banyak, tapi
tidak berbau. Bagian luar vagina yang gatal dan tampak memerah juga bisa menyertai
keputihan.

2. Vaginosis bakteri

Serupa dengan kondisi kandidiasis, infeksi vagina karena bakteri juga


disebabkan oleh perkembangan bakteri yang tidak terkendali.

Gejala vaginosis bakteri di antaranya adalah keputihan berbau amis dan encer,
dengan warna keabu-abuan maupun kehijauan. Keputihan ini biasanya tidak
menimbulkan gatal, tapi gatal bisa saja muncul jika keputihan keluar dalam jumlah
banyak.

2.13 Vulvodyna
Vulvodyna adalah kondisi di mana vagina anda terasa sakit pada bagian
luarnya sehingga anda tak mungkin bisa duduk lama-lama maupun berhubungan
seksual karena akan terasa sangat menyakitkan. Bagian yang sakit biasanya ada pada
klitoris, labia dan kulit luar vagina.

Gejala

 Ada rasa terbakar pada vagina


 Timbul rasa sakit
 Vagina terasa panas
 Kadang vagina terasa kebas atau mati rasa sehingga gagal terangsang
 Rasa sakit ketika sedang melakukan hubungan seksual (dyspareunia)
 Vagina berdenyut-denyut
 Gatal

Rasa sakit yang anda rasakan pada vagina mungkin bisa bertahan selama
berbulan-bulan hingga menahun. Namun kadang pada beberapa kasus, rasa
sakit itu akan cepat menghilang dan datang lagi.
Karena rasa sakit yang ditimbulkan dapat mencegah anda untuk berhubungan
seksual, maka hal ini akan berdampak pada kesehatan mental anda. Selain itu,
kehidupan asmara anda dan pasangan akan terganggu, terutama jika ia tidak
memahami masalah anda.

Penyebab vulvodynia
 Cedera saraf atau iritasi
 Respon abnormal pada sel vulva saat terjadinya infeksi atau trauma
 Faktor genetik yang membuat vulva melakukan respon buruk saat terjadinya
peradangan kronis
 Hipersensitivitas terhadap infeksi bakteri/jamur
 Kejang otot
 Alergi atau iritasi bahan kimia maupun kulit sensitif
 Terjadinya perubahan hormon
 Memiliki riwayat pelecehan seksual
 Terlalu sering mengonsumsi antibiotic
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Nurhidayat, Wahyudi. 2017. Jurnal Radioterapi & Onkologi.


https://scholar.ui.ac.id/en/publications/kanker-vulva

Rustam, Raihana. 2018. Manifestasi Klinis dan Manajemen Keratitis Herpes


Simpleks

di RS. Dr. M. Djamil pada Januari 2012 – Desember 2013.


http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/871/711

Yogatri, A, Saputri, Bernadya. Murtiastutik, Dwi. 2019. Studi Retrospektif: Sifilis


Laten. file:///C:/Users/HP/Downloads/10893-44397-1-PB.pdf

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/6b9912b78d8c28eaae2d5c28ac690700.
pdf

http://repository.ut.ac.id/4358/1/PEBI4525-M1.pdf

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fagus34drajat.files.wordpre
ss.com%2F2010%2F10%2Fims_dan_isr_pada_pelayanan_kesehatan_reproduksi_le
mbar-
balik.pdf&psig=AOvVaw3crExisoA8GgRA4EtPXRe9&ust=1581780681936000&so
urce=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCIiHgrau0ecCFQAAAAAdAAAAAB
AE

https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-1-radang-genitalia-eksterna

Anda mungkin juga menyukai