Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TUGAS ASUHAN KEBIDANAN KAGAWATDARURATAN

MATERNAL DAN NEONATUS

“INFEKSI PAYUDARA : MASTITIS”

Dosen Pengampu :

Dr. Finta Isti Kundarti, M.Keb

Disusun Oleh :

1. Eka Ainina (P17321193056)


2. Novita Asyrofatul Khoiroh (P17321193057)
3. Dwi Rusyida (P17321193058)
4. Wena Dyah (P17321193059)
5. Wilda Azka Fikriyah (P17321194060)
6. Pingky Malakianno P.N. (P17321194061)
7. Sheilla Hapsari Ariza P. (P17321194062)
8. Rismina Solichah (P17321194063)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES MALANG JURUSAN KEBIDANAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis kami sampaikan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
segla rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal yang berisi tentang “Infeksi Payudara :
Mastitis”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi syarat tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Sarjana Terapan Kebidanan tingkat 3 di polkesma.
Kami juga tak lupa mengucapkan terimakasih kepada Dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal karena telah memberikan tugas makalah ini dan
juga kerjasama dari teman kelompok 2 yang ikut serta bekerja dalam menyusun makalah ini.

Semoga tuhan memberikan balasan jasa – jasa yang telah membantu dan
membimbing dalam penyelasian tugas ini . penulis berharap isi dari makalah ini dapat dapat
bermanfaat bagi pembaca. Maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan.

Kediri, 30 Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1


1.2 Tujuan........................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................. 3

2.1 Pengertian Mastitis..................................................................................................... 3


2.2 Etiologi......................................................................................................................... 3
2.3 Faktor Resiko.............................................................................................................. 6
2.4 Tanda Gejala............................................................................................................... 6
2.5 Komplikasi.................................................................................................................. 6
2.6 Penatalaksanaan......................................................................................................... 6
2.7 Pemeriksaan Penunjang............................................................................................ 8
2.8 Pathways...................................................................................................................... 10

BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................................... 11

3.1 Pengkajian Data........................................................................................................... 11

BAB IV PENUTUP............................................................................................................ 19

4.1 Kesimpulan................................................................................................................. 19
4.2 Saran............................................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menyusui telah terbukti mampu melindungi bayi dari serangan penyakit dan bayi
selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Air susu ibu merupakan makanan terbaik
bagi bayi dan mendukung pertumbuhan serta perkembangan bayi. Tetapi ternyata
penelitian di Australia pada tahun 2010 melaporkan bahwa ibu yang menyusui bayinya
secara eksklusif hanya kurang dari 15% , tentunya hal ini menjadi kondisi yang sangat
memprihatinkan bagi dunia.
Survei Kesehatan Nasional Spanyol (2011-2012) menunjukkan bahwa perkiraan
prevalensi pemberian ASI eksklusif adalah 66,2 (72,4)%, 53,6 (66,6)% dan 28,5 (46,9)%
pada 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan, masingmasing, setelah lahir. .( Pilar Mediano,2014).
Kondisi tersebut menjadi faktor pemicu munculnya banyak penelitian baru yang
bertujuan untuk mengetahui dan mencegah serta mengatasi faktor penyebab rendahnya
pemberian ASI secara eksklusif. Salah satu penyebab kurangnya cakupan ASI eksklusif
adalah terjadinya mastitis pada ibu menyusui. Mastitis merupakan kejadian yang ditandai
dengan adanya rasa sakit pada payudara yang disebabkan adanya peradangan payudara
yang bisa disertai infeksi maupun non infeksi. Kejadian mastitis di Australia kurang
lebih sekitar 15–21% ibu menyusui yang terjadi pada 6-8 minggu pertama masa
menyusui. Mastitis adalah peradangan jaringan payudara yang terkait dengan infeksi
bakteri. Pada mastitis infektif, Staphylococcus aureus adalah patogen yang paling umum.
Lebih jarang, patogen itu mungkin Streptococcus beta-hemolitik (seperti Grup A atau
streptokokus Grup B) atau Escherichia coli. S. aureus yang resisten methicillin yang
didapat masyarakat semakin diidentifikasi sebagai patogen. ((Jurnal Mastitis,2012)
Kurang lebih 3% kejadian mastitis berlanjut menjadi kasus abses payudara. Faktor risiko
penyebab mastitis antara lain stasis ASI, putting susu lecet dan faktor kelelahan pada ibu.
Jika ibu mengalami putting susu lecet maka hal itu akan menjadi jalan masuk bagi
mikroorganisme untuk menginfeksi payudara. Kebiasaan proses pengosongan payudara
yang tidak tuntas juga menyebabkan stasis atau bendungan payudara yang nantinya
menjadi media berkembangnya mikroorganisme. Kelelahan ibu menyebabkan terjadinya
penurunan daya tahan tubuh ibu sehingga memudahkan terjadinya infeksi oleh
mikroorganisme. Pengetahuan ibu tentang proses menyusui yang kurang dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan dalam posisi menyusui yang berakibat terjadinya

1
lecet pada putting susu ibu. Selain itu juga menyebabkan proses pelepasan dan
pengeluaran ASI yang kurang maksimal sehingga menyebabkan bendungan payudara.
Mastitis merupakan salah satu penyebab penyapihan dini pada bayi karena alasan rasa
sakit dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh ibu menyusui. Kurangnya pemberian
informasi tentang proses menyusui dianggap sebagai salah satu penyebab rendahnya
pengetahuan ibu tentang menyusui sehingga menyebabkan mastitis.( Pilar
Mediano,2014).
1.2 Tujuan

1.1.1 Umum
Untuk menerapkan asuhan kebidanan pada ibu dengan mastitis dengan
menggunakan pendekatan manajemen kebidanan secara tepat dan sesuai dengan
kebutuhan ibu nifas itu sendiri.
1.1.2 Khusus
1. Penulis dapat mengkaji keadaan ibu dengan mastitis.
2. Memantau keadaan ibu mastitis.
3. Mengetahui prinsip implementasi asuhan kebidanan pada ibu mastitis.
4. Dapat mengevaluasi hasil akhir dari asuhan kebidanan pada ibu mastitis.

2
BAB II

TINJAUAN MATERI

2.1 Pengertian Mastitis


Mastitis merupakan peradangan payudara yang terjadi pada laktasi. Manisfestasi
klinik mastitis antara lain kemerahan, pembengkakan payudara, demam atau infeksi
sistemik. Mastitis klinis didefinisikan sebagai mastitis yang menyebabkan perubahan
yang terlihat pada payudara. Mastitis dibagi menjadi parah, sedang atau ringan . (Østerås,
2009). Angka kejadian mastitis terjadi pada satu dari lima ibu menyusui, biasanya pada
6-8 minggu pertama setelah melahirkan. Mastitis didefinisikan sebagai proses inflamasi
yang memengaruhi kelenjar susu.
2.2 Etiologi
Mastitis dapat terjadi sebagai akibat dari faktor ibu maupun faktor bayi. Penyebab
mastitis pada ibu meliputi praktik menyusui yang buruk seperti kesalahan dalam posisi
menyusui karena kurangnya pengetahuan atau pendidikan tentang menyusui, saluran
yang tersumbat, puting pecah atau sistem kekebalan tubuh ibu yang terganggu, yang
dapat menyebabkan mastitis melalui mekanisme sistemik yang meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi atau mengurangi suplai susu sebagai respons terhadap nutrisi yang
buruk, stres dan kelelahan ibu. Mastitis dapat diperburuk oleh kesehatan bayi yang
buruk. Beberapa penyebab mastitis, termasuk drainase payudara yang tidak memadai,
perubahan frekuensi menyusui dan pemberian makanan campuran.
Mastitis adalah peradangan kelenjar susu. Secara anatomi, payudara memiliki ambang
tertentu untuk pertahanan terhadap patogen yang menyerang. Makrofag susu, leukosit
dan sel epitel adalah sel pertama yang menemukan dan mengenali patogen bakteri yang
memasuki kelenjar susu. Neutrofil kemudian direkrut dari darah ke dalam kelenjar susu
yang terinfeksi, di mana mereka mengenali, memfagositisasi, dan membunuh patogen
yang menyerang di tahap awal infeksi . Kekebalan adaptif memainkan peran penting
dalam pembersihan kekebalan tubuh ketika pertahanan bawaan gagal untuk sepenuhnya
menghilangkan patogen penyebab mastitis. Sejumlah besar limfosit T helper (Th)
bermigrasi ke bagian yang terinfeksi dan mengatur respons imun adaptif yang efektif.
Sitokin ini tidak hanya penting untuk pemeliharaan peradangan lokal lingkungan tetapi
juga berkontribusi pada diferensiasi sel T helper yang berbeda. Namun, subset sel
pembantu T tertentu, termasuk sel Th1, Th2, Th17 dan sel T regulator (Treg), yang
dimobilisasi dalam mastitis tidak didefinisikan dengan baik. Imunisasi merupakan salah

3
satu strategi untuk meningkatkan sistem kekebalan untuk memicu perlindungan respons
imun terhadap mastitis. ( Yanqing Zhao,2015).
Etiologi mastitis infeksius dan abses payudara biasanya adalah bakteri yang
mengkolonisasi kulit. Bakteri yang paling umum ditemukan adalah Staphylococcus
aureus dan Coagulase negative staphylococcus (CNS). Methicillin-resistant S. aureus
(MRSA) juga semakin sering dilaporkan dan merupakan penyebab umum terapi
antibiotik yang gagal. Pasien dengan mastitis memiliki manifestasi nyeri payudara,
dengan suhu kulit yang tinggi payudara dan kelenjar susu induratif. Mastitis
mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi-bayi mereka. Manifestasi klinis mastitis akut
termasuk merah, payudara yang bengkak, panas, dan nyeri tekan, dengan nyeri payudara
lebih jelas, dan ibu mungkin menggigil dengan demam tinggi, sakit kepala, dan
kelemahan . Pembengkakan kelenjar getah bening bisa diamati di ketiak, dengan
peningkatan jumlah sel inflamasi, yang dapat berkembang menjadi sepsis pada kasus
yang parah. Pembentukan abses pada pasien dengan mastitis akut adalah karena
pengobatan yang tidak memadai atau lebih lanjut memperburuk penyakit, nekrosis
jaringan, likuifaksi, dan infeksi. Abses bisa tunggal atau multilokular. Dangkal abses
mudah ditemukan, tetapi abses yang dalam kurang terlihat. (Wan-Ting Yang,2019)
Faktor penyebab mastitis:
1. Daya tahan tubuh yang lemah dan kurangnya menjaga kebersihan puting payudara
saat menyusui.
2. Infeksi bakteri staphylococcus auereus yang masuk melalui celah atau retakan putting
payudara.
3. Saluran ASI tersumbat tidaksegera diatasi sehingga menjadi mastitis.
4. Puting pada payudara retak/lecet. Hal ini dapat terjadi akibat posisi menyusui yang
tidak benar. Akibatnya puting robek dan retak. Bakteri menjadi lebih mudah untuk
memasuki payudara . Bakteri akan berkembang biak di dalam payudara dan hal
inilah yang menyebabkan infeksi.
5. Payudara tersentuh oleh kulit yang memang mengandung bakteri atau dari mulut
bayi. Bakteri tersebut dapat masuk ke dalam payudara melalui lubang saluran susu.
6. Selain itu, ada beberapa hal lain yang turut meningkatkan risiko dari penyakit ini,
seperti:
a. Pernah mengalami penyakit mastitis sebelumnya
b. Memiliki penyakit anemia di mana penyakit ini dapat menurunkan daya tahan
tubuh terhadap serangan infeksi, salah satunya penyakit mastitis.
4
c. Tidak dapat mengeluarkan semua susu ketika menyusui. Hal ini dapat membuat
payudara terisi penuh oleh susu dan menyebabkan saluran susu dalam payudara
tersumbat. Hal ini akan membuat ukuran dari payudara membesar dan lebih
rentan terinfeksi oleh bakteri.
d. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
e. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek. Biasanya
mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum
sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-ges. Pengosongan
payudara yang tidak sempurna
f. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap
puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau
bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
g. Ibu atau bayi sakit.
h. Frenulum pendek
i. Produksi ASI yang terlalu banyak.
j. Berhenti menyusu secara cepat/mendadak, misalnya saat bepergian.
k. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman
pada mobil.
l. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan
kulit, dan lain-lain.
m. Penggunaan krim pada puting.
n. Ibu stres atau kelelahan.
o. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah

Selain itu, cracked nipple, penggunaan antibiotik oral selama menyusui, penggunaan
pompa payudara, penggunaan antifungal topikal selama menyusui, riwayat mastitis
sebelumnya, ASI yang keluar >24 jam setelah persalinan, riwayat mastitis di keluarga,
pemisahan ibu dan bayi > 24 jam, dan infeksi tenggorokan merupakan faktor risiko
signifikan dari mastitis. Studi lain menunjukkan bahwa teknik laktasi, kebiasaan
menyusui, dan higienitas menyusui yang buruk adalah faktor risiko mastitis. Menurut
American Family Physician, hal-hal lain yang meningkatkan risiko mastitis adalah
labiopalatoschizis, cracked nipple, teknik menyusui yang kurang baik, stasis ASI lokal,
tindikan payudara, nutrisi ibu yang kurang, primiparitas, bra yang terlalu ketat,
penggunaan pompa payudara manual, dan infeksi jamur.

5
2.3 Faktor Resiko
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran
ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli
yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama
protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya
ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons
inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi. (Pilar Mediano,2014).
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus
sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau
melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan
pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil.
Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%. (Zadrozny
etal, 2018).
2.4 Tanda Gejala
1. Demam dengan suhu lebih dari 38,5°C
2. Menggigil
3. Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
4. Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
5. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena
ASI terasa asin
6. Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.
2.5 Komplikasi
Bila penanganan mastitis karena terjadinya infeksi pada payudara tidak sempurna,
maka infeksi akan semakin berat sehingga terjadi abses dengan tanda payudara
berwarana merah mengkilat dari sebelumnya saat baru terjadi radang, ibu merasa lebih
sakit, benjolan ebih lunak karena berisi nanah.
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan mastitis biasanya menggunakan antibiotic. World Health Organisation
mengemukaan kekhawatiran penggunaan antibiotik secara berlebihan dapat
menimbulkan resistensi terhadapnya. Tetapi penggunaan jenis antibiotic yang tepat
sesuai dengan tanda gejala dan diagnosis nya merupakan pilihan yang bijak. Pendekatan
pengobatan lainnya meliputi mempromosikan pengeluaran ASI untuk mengurangi
6
pembengkakan payudara; kompres panas pada payudara untuk membantu meringankan
pembengkakan payudara dan rasa sakit, dan mengendalikan peradangan dengan
antibiotik (Yu Z. et al,,2018)
Pasien mastitis yang parah dapat dirawat dengan konservatif terapi, berupa hisap
tekanan negatif untuk meningkatkan produksi air susu, kompres hangat (32-36 ° C air
hangat) 15 mnt setiap 2 jam; suhu kamar dipertahankan pada ~ 20 ° C; minum air),
intravena penisilin untuk memerangi infeksi (4 juta unit dua kali sehari).
Perawatan utama mastitis biasanya diberikan dengan salep atau intramuscular atau
injeksi antibiotik intravena, seperti streptomisin, ampisilin, cloxacillin, penicillin, dan
tetrasiklin. Namun, perawatannya diantisipasi menjadi bermasalah dalam waktu dekat
karena peningkatan pesat patogen resisten antibiotik. Oleh karena itu, pengobatan
alternatif untuk terapi antibiotik diperlukan, antara lain Tradisional Chinesemedicine
(TCM) untuk pengobatan mastitis, berdasarkan pembersihan panas, detoksifikasi, anti-
inflamasi, dan tindakan antibakteri, yang diberikan secara oral.
Banyak herbal TCM lainnya memiliki efek farmakologis yang dapat membersihkan
panas internal dan umumnya digunakan sebagai agen antibiotik dan antipiretik. Selain itu
dianggap memiliki antiinflamasi dan antimikroba efek dan efektif dalam mengobati
penyakit radang dan infeksi mikroba. (Wan-Ting Yang, 2019)
Manajemen mastitis saat ini umumnya berpusat pada manajemen gejala (misal.
menerapkan kompres panas/dingin, analgesik), dorongan kelanjutan menyusui (termasuk
mengosongkan payudara yang terkena, menyusui lebih sering, dan mengubah posisi
makan sering), dan terapi antibiotik memeriksa efektivitas terapi antibiotik dalam
mengobati gejala mastitis pada wanita (Lina Zhang, 2017) Intervensi lain yang bisa
dilakukan antara lain pendidikan cara menyusui yang benar, perubahan kebiasaan
menyusui, kompres panas / dingin pada payudara, teknik relaksasi, dan penggunaan
antibiotik profilaksis untuk mencegah terulangnya mastitis. (Diana M. Bond, 2017).
Mastitis menyebabkan strain, terutama staphylococcus aureus dan streptocococcus
epidermidis biasanya menampilkan dua properti umum; resistensi terhadap antibiotik dan
tinggi kemampuan untuk membentuk biofilm, yang dapat menjelaskan resistensi
terhadap berbagai terapi antibiotik dan kekambuhan yang dihasilkan penyakit. (Jane A
Scott ,2008).
Laporan WHO terbaru menguraikan kekhawatiran masyarakat terhadap resistensi
antimikroba. Penting untuk aktif mencari alternatif yang aman dan efektif untuk
antibiotik. Probiotik, dapat menjadi salah satu alternatif tersebut. Probiotik adalah
7
mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang memadai dianggap
memberi manfaat. Penelitian menunjukkan bahwa Bakteri probiotik memiliki
antiinflamasi yang signifikan sifat-sifat yang sebanding dengan obat-obatan terapeutik
agen dan mendukung potensi penggunaannya sebagai imunomodulator agen. Mengingat
mikrobiota usus sangat penting stimulus untuk pematangan dan fungsi yang memadai
sistem kekebalan, pemberian probiotik oral kepada wanita selama periode awal
pascakelahiran untuk memodulasi komposisi mikrobiota diduga menyediakan strategi
diet yang efektif untuk mengurangi risiko infeksi dan penyakit . (Wan-Ting Yang, 2019)
Perawatan non-farmakologis yang bisa dilakukan untuk kasus mastitis antara lain:
Drainase ASI yang efektif dengan menyusui dan / atau mengungkapkan sangat penting
untuk menjaga pasokan ASI yang memadai dan untuk mengurangi risiko pembentukan
abses payudara. Jika gejalanya ringan dan terlokalisir, wanita tersebut dapat
mempertimbangkan untuk meningkatkan drainase ASI:
1. Metode fisiologis (misalnya mengekspresikan, memijat, danmenyusui) untuk
mengatasi mastitis tanpa menggunakan antibiotik
2. Pastikan pemosisian dan pemasangan yang benar serta pengeluaran ASI yang sering
dan efektif
3. Berikan kehangatan untuk membantu refleks let-down dan karena itu aliran ASI dan
drainase payudara
4. Oleskan kompres dingin setelah menyusui untuk mengurangi rasa sakit dan edema
5. Hindari pakaian / bra yang ketat
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Deteksi mastitis pada umumnya didasarkan paa indrator peradangan, seperti jumlah
sel somatic, sitokin inflamasi, aktivitas enzim (mis, LDH atau NAGase), dan
konduktivitas listrik (Wan-Ting Yang, 2019). Pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu diperiksakan. World Health
Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensivitas pasa beberapa
keadaan yaitu, apabila:
a. Pengobatan dengan antibiotic tidak memperhatikkan respon yang baik dalam 2 hari
b. Terjadi mastitis berulang
c. Mastitis terjadi di rumah sakit
d. Penderita alergi terhadap antibiotic atau pada kasus yang berat (Pilar Mediano,
2014)

8
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari peraban tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urine steril. Putting harus dibersihkan
terlebih dahulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh putting untuk
mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat dikulit yang dapat memberikan hasil
positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang
muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau pathogenitas bakteri.
Investigasi rutin tidak dipelukan. Investigasi harus dimulai jika:

a. Mastitis parah
b. Tidak ada respon yang memadai terhadap antibiotic ini pertama atau investigasi
untuk mastitis berat tidak menganggapi antibiotic lini pertama atau perlu masuk
harus meliputi :
1. Kurir dan sensivitas ASI: sampel tangkapan tengah-tengah yang diekpresikan
dengan tangan ke dalam wadah steril (Mis. Sejumlah kecil susu yang
diekpresikan secara internal dibuang utuk menghindari kontaminasi dengan
flora kulit) 8
2. Hitung darah lengkap (FBC)
3. Protein C -reaktif (CRP)
4. Invesgasi lain yang perlu dipertimbangkan. Kultur darah harus
dipertimbangkan jika suhu > 38,5 derajat C, Ultrasonografi diagnostic jika
diduga ada abses (Jurnal Maitis)
c. Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak dan terasa sangat nyeri
d. Peningkaran kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu
karena ASI terasa asin
e. Timbul garis-garis merah kea rah ketiak
f. Berdasarkan jumlah leukosit (sel darah putih), Thomsen dkk, membagi
peradangan payudara yang terkena
g. Kulit mungkin tampak mengkilap dan kencang dengan garis-garis merah
h. Gejala mirip flu: lesu, sakit kepala, myalgia, mual dan kecemasan
i. Demam (suhu > 30 derajat C (Jane A Scott, 2008)

9
2.8 Pathways

10
BAB III

TINJAUAN KASUS

I. Pengkajian Data
No. Registrasi : 2006xxx
Tanggal pengkajian : 26 Januari 2022
Jam pengkajian : 10.00 WIB
Pengkaji : Susi
Tempat : PMB Melati
1. Data Subjektif
a. Identitas pasien (Biodata)
Nama : Ny. A/Tn. B
Umur : 25 tahun/28 tahun
Nikah/lamanya : 1 kali/1kali
Suku : Jawa/jawa
Agama : Islam/islam
Pendidikan : S1/S1
Pekerjaan : PNS/PNS
Alamat : Jln. Bandar Lor, No. 04B, Kec. Waru, Kab. Selat
No. Telp : 0873218769xx/085432789xx
b. Anamnesa (Data Subjektif)
1) Keluhan utama :
Ibu telah melahirkan anaknya 7 hari yang lalu dan ibu ingin memeriksakan
payudaranya yang terasa nyeri, payudara sebelah kanan terasa panas, bengkak,
lecet, dan meriang sejak 3 hari yang lalu dan ibu tidak menggunakan BH yang
menyangga.
2) Riwayat menstruasi
a) Usia menarche : 14 tahun
b) Siklus : ± 28 hari
c) Lama haid : ± 7 hari
d) Banyaknya : Dalam sehari ganti pembalut 3 kali ukuran 35 cm
e) Dismenorhoe : Kadang-kadang merasa nyeri perut saat haid
f) Fluor albus : Tidak ada
g) Keluhan saat haid : Tidak ada keluhan

11
3) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
P10001

Anak Nifas

Jenis Keadaan
Anak
Tgl/thn Tempat Umur
Jenis Penolo Kela
Sekarang
Partus Partus Kehamilan Partus ng min
No BB PB Keadaan Laktasi

H A M I L I N I

4) Riwayat hamil
a) HPHT : 13 April 2021
b) HPL : 20 Januari 2022
c) Keluhan-keluhan pada
Trimester I : Merasa mual muntah dipagi hari
Trimester II : Tidak ada keluhan apapun
Trimester III : Pinggang terasa pegal-pegal emakin sering
d) ANC : 10 kali, teratur di bidan
TM I : 3 kali pada umur kehamilan 1, 2 dan 3 bulan
TM II : 3 kali pada umur kehamilan 4, 5, dan 6 bulan
TM III : 4 kali pada umur kehamilan 7, 8, dan 9 bulan
e) Penyuluhan yang pernah didapat
Pernah mendapatkan penyuluhan tentang gizi ibu hamil dari bidan pada
umur kehamilan 3 bulan.
f) Imunisasi TT :
TT I : 20 Februari 2003
TT II : 28 Juli 2004
TT III : 6 Desember 2009
TT IV : 26 April 2013
TT V : 28 Desember 2013
g) Pergerakan janin : Mulai merasakan gerakan janin pada umur kehamilan 5
bulan

12
h) Tanda bahaya dan penyulit kehamilan : Tidak ada tanda bahaya dan
penyulit kehamilan
i) Obat/jamu yang pernah dan sedang dikonsumsi : Tidak ada
j) Kekhawatiran khusus : Cemas karena keluar darah dari jalan lahirnya
k) Keluhan BAK : Tidak ada keluhan
Keluhan BAB : Tidak ada keluhan
5) Riwayat persalinan ini
a) Tempat persalinan : PMB Melati
b) Penolong : Bidan
c) Tanggal/jam persalinan : 20 Januari 2022, pukul 01.00 WIB
d) Jenis persalinan : Spontan
e) Komplikasi/kelainan dalam persalinan : Tidak ada
f) Perineum
- Ruptur : Tidak ada ruptur
- Dijahit : Tidak dijahit
g) Perdarahan
Kala I :-
Kala II : ± 200 ml
Kala III : ± 100 ml
Kala IV : ± 50 ml
h) Tindakan lain : Tidak ada
i) Lama persalinan : 11 jam 15 menit
Kala 1 : 10 jam
Kala 2 : 1 jam
Kala 3 : 15 menit
j) Keadaan bayi
BB : 2900 gram
PB : 47 cm
Apgar score : 8-9-10
Cacat bawaan : Tidak ada
6) Riwayat laktasi
Ibu belum pernah menyusui karena ini adalah anak pertamanya. Ibu menyusui
bayinya selama 4 hari tanpa ada keluhan, pada hari ke 5 payudara sakit dan pada

13
hari ke 6,7 ibu memberikan ASI dengan dot (ASI pompa), karena ibu merasa
cemas untuk menyusui bayinya.
7) Riwayat penyakit
a) Riwayat penyakit sekarang
Tidak sedang menderita penyakit apapun seperti flu, demam dan batuk.
b) Riwayat penyakit sistemik
- Tidak menderita penyakit jantung
- Tidak pernah mengeluh nyeri bawah perut sebelah kanan dan kiri, dan
sakit saat BAK.
- Tidak pernah sesak nafas dan tidak ada riwayat penyakit asma.
- Tidak pernah mengalami batuk yang berkepanjangan dan batuk pada
malam hari lebih dari 3 bulan.
- Tidak pernah terlihat kuning pada ujung kuku, mata dan kulit.
- Tidak pernah menderita DM, tidak mengeluh mudah lapar, sering
minum pada malam hari, cepat lelah dan sering BAK di malam hari.
- Tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi lebih dari 140/90
mmHg.
- Tidak pernah mengalami kejang yang disertai keluar busa dari mulut.
- Tidak menderita penyakit HIV/ AIDS.
- Tidak ada riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan
- Tidak ada riwayat operasi
- Tidak ada riwayta ketergantungan alkohol ataupun obat-obatan
c) Riwayat penyakit keluarga
Didalam keluarga tidak menderita penyakit menular (hepatitis, TBC) dan
penyakit menurun (DM, hipertensi, asma dan epilepsi).
d) Riwayat keturunan kembar
Tidak ada yang mempunyai keturunan kembar.
e) Riwayat operasi
Tidak ada tindakan operasi atau tindakan bedah apapun.
8) Riwayat keluarga berencana
Belum pernah memakai alat kontrasepsi apapun.
9) Riwayat perkawinan
a) Status perkawinan : Sah
b) Kawin : umur 25 tahun, dengan suami umur 27 tahun
14
c) Lamanya : 1 tahun, belum mempunyai anak
10) Pola kebiasaan
a) Nutrisi
 Sebelum nifas : makan 2-3 x/hari, porsi sedang, 1 piring nasi dengan
sayur (½ mangkuk), lauk pauk (1 potong tempe), dan buah (1 pisang),
minum air putih + 8 gelas/hari
 Selama nifas : makan 2-3 x/hari, porsi sedang, 1 piring nasi dengan
sayur (1 mangkuk), lauk pauk (2 potong tahu,tempe), dan buah (1
pisang), minum air putih + 8 gelas/hari dan 1 gelas susu.
b) Eliminasi
 BAB
Sebelum nifas : BAB 1x/hari, lunak
Selama nifas : BAB selama nifas 3x/7 hari, lunak.
 BAK
Sebelum nifas : BAK 5-7 x sehari, warna kuning jernih, berbau khas.
Selama nifas : BAK 4-6 x sehari, warna kuning jernih, berbau khas.
c) Istirahat/tidur
Sebelum nifas : tidur siang + 2 jam, tidur malam 8 jam
Selama nifas : tidur siang 1 jam, tidur malam + 6 jam
d) Personal hygine
Sebelum nifas : mandi 2 x sehari, gosok gigi 3 x sehari, keramas 3 x
seminggu
Selama nifas : mandi 2 x sehari, gosok gigi 3 x sehari, keramas 2 x dan 3
x ganti pembalut.
e) Keadaan psikologis
(1) sangat senang atas kelahiran anaknya.
(2) khawatir tentang keadaan payudaranya.
f) Riwayat sosial budaya
(1) Dukungan keluarga
Keluarganya mendukung kelahiran bayinya.
(2) Keluarga lain yang tinggal serumah
Masih tinggal bersama orang tua.
(3) Pantangan makanan
Selama nifas tidak ada pantangan makanan apapun.
15
(4) Kebiasaan adat istiadat
Tidak ada acara apapun selama nifas
g) Penggunaan obat-obatan/rokok
Tidak mengkonsumsi obat-obatan, tidak minum jamu dan suami merokok.
mengkonsumsi obat dari bidan.
2. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Cukup
b. Kesadaran : Composmentis
c. TD : 120/80 mmHg
d. N : 100 x/menit
e. RR : 24 x/menit
f. S : 39,5 0C
g. BB/TB : 55 kg/155 cm
h. LILA : 26 cm
2) Pemeriksaan Sistematis
a. Inspeksi
Rambut : Bersih, tidak mudah rontok dan tidak berketombe.
Muka : Tidak ada oedem, tidak pucat.
Mata : Tidak ada oedem, konjungtiva bewarna merah muda tidak
anemis, sklera berwarna putih tidak ikterik.
Hidung : Bersih, tidak ada benjolan, tidak ada secret.
Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen
Mulut/gigi/gusi : Mulut bersih, tidak ada stomatitis, tidak ada caries gigi, tidak
ada pembekakan pada gusi dan tidak berdarah.
Payudara : Payudara kanan terlihat membesar, memerah dan terdapat
luka atau lecet pada putting susu.
b. Palpasi
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, Tidak teraba benjolan, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe
Dada dan axilla :
• Mammae : Payudara kiri dan kanan ada pembekakan dan kemerahan, dan
ada nyeri tekan.
• Tumor : Tidak ada benjolan
16
• Simetris : Tidak simetris dan ada pembengkakan payudara kiri dan kanan
• Areola : Bersih, Hyperpigmentasi
• Putting susu : Menonjol dan lecet sebelah kiri dan kanan
• Kolostrum/ASI : Sudah keluar, jumlah± 50 – 100 ml.
3) Pemeriksaan Khusus
Abdomen
 Inspeksi : Terdapat linea nigra, terdapat striae albican, tidak terdapat luka
bekas operasi.
 Palpasi : TFU pertengahan antara pusat dan simfisis, kontraksi lembek
Vulva vagina : Tidak ada kemerahan, tidak ada nyeri, lochea serosa
Anus : Tidak ada hemoroid
Ekstermitas Bawah : Tidak ada varices, tidak ada oedema, reflek patella (+),
hooman sign (-)
4) Pemeriksaan Penunjaang
a. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan penunjang lain : tidak dilakukan
3. Analisis Data
P10001 post partum hari ke tujuh dengan mastitis.
4. Penatalaksanaan
Pada tanggal : 26 Januari 2022 pukul 10.00 WIB

No. Waktu Penatalaksanaan TTD


1. 10.15 Memberitahu ibu hasil pemeriksaan, ibu
WIB mengetahui hasil pemeriksaan
2. 10.30 Melakukan kompres hangat sebelum
WIB menyusui dan kompres dingin setelah
menyusui. Ibu telah mengompres
payudara dengan air hangat dan dingin
dengan baik.
3. 11.00 Memberikan penyuluhan tentang cara
WIB menyusui yang benar dengan
memposisikan senyaman mungkin pada
saat mengisap putting dan areola masuk
mulut bayi. Ibu telah mengerti penjelasan

17
yang telah diberikan dan dapat
mempraktekan secara mandiri.
5. 11.05 Menganjurkan pada ibu agar
WIB menggunakan BH yang menyokong
payudara agar payudaratetap sehat. Ibu
bersedia untuk memakai BH yang
menyokong payudara.
6. 11.10 Memberikan terapi oral :
WIB Amoxillin 500 mg 3 x 1/hari
Paracetamol l500 mg 3 x 1/hari
CTM 500 mg 3 x 1/hari
Antacid 500 mg 3 x 1/hari
Dexametason 500 mg 3 x 1/hari
Obat telah diberikan.
7. 11.15 Memberitahu ibu untuk melakukan
WIB kunjungan ulang. Ibu sudah mengetahui
jadwal kunjungan ulang.

i.

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada Ny. A, P1001 umur 25 tahun
dengan mastitis di PMB Melati dengan menggunakan SOAP maka dapat disimpulkan,
sebagai berikut:
1. Pengkajian Ny. A, P1001 7 hari postpartum dengan mastitis. Data subyektif
bersalin pada tanggal 20 Januari 2022, jam 01.00 WIB, Ibu telah melahirkan
anaknya 7 hari yang lalu dan ibu ingin memeriksakan payudaranya yang terasa
nyeri, payudara terasa panas, bengkak, lecet, dan meriang sejak 3 hari yang lalu
dan ibu tidak menggunakan BH yang menyangga. Data obyektif TD: 120/80
mmHg, : 100 x/menit, RR : 24 x/menit, S : 39,5 0C, BB/TB : 55 kg/155 cm,
LILA : 26 cm.
2. Pemeriksaan payudara yaitu pada saat dilakukan inspeksi: Payudara membengkak,
memerah dan terdapat luka pada puting susu atau lecet, pada palpasi didapatkan
payudara teraba kencang, terasa lebih padat dan ASI sudah keluar.
3. Perencanaan pada kasus perencanaan yang diberikan Ny. A, P1001 7 hari
postpartum dengan mastitis yaitu beritahu hasil pemeriksaan, observasi keadaan
puting susu dan mammae, lakukan kompres air hangat sebelum menyusui dan
kompres air dingin setelah disusukan, anjurkan pada ibu agar sebelum menyusui
bayinya untuk membersihkan payudara terutama bagian putting dan aerola,
anjurkan pada ibu agar tetap menyusui bayinya, anjurkan pada ibu agar
menggunakan BH yang menyokong payudara. Beri terapi oral Amoxillin : 500 mg
3 x 1/hari, Paracetamol 500 mg 3 x 1/hari, CTM 500 mg 3x1/hari, Antacid 500
mg 3 x 1/hari, Dexametason 500 mg 3 x 1/hari.
4. Pelaksanaan telah sesuai dengan perencanaan yang dibuat.
4.2 Saran
5. Bagi Pasien dan Keluarga
a. Hendaknya ibu nifas memberikan ASI Eksklusif dan menyusui bayinya dengan
teratur.
b. Keluarga diharapkan untuk tetap memberikan dukungan moril pada agar ibu
nifas menjaga kebersihan payudara sehingga tidak terjadi infeksi.
6. Bagi Profesi

19
Lebih memberi wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnya dalam
menangani kasus ibu nifas dengan mastitis sesuai dengan standar asuhan kebidanan
khususnya pada ibu nifas dengan mastitis yaitu dengan memberikan penyuluhan
tentang perawatan payudara dan tehnik menyusui yang benar pada ibu nifas.
7. Bagi Institusi
a. Kesehatan (RB)
Diharapkan lebih meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan khususnya pada
ibu nifas dengan cara melakukan kunjungan rumah ibu nifas.
b. Pendidikan
Agar lebih menambah bahan bacaan atau referensi dalam penatalaksanaan kasus
nifas dengan mastitis.

20
DAFTAR PUSTAKA

Hj Satriani G. 2021. Asuhan Kebidanan Pasca Persalinan Dan Menyusui. Malang: Ahli
Media Press.

Fitri, 2012. “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Ny. P P 1A0 Dengan Mastitis Di Rb Mulia
Kasih Boyolali”. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta : STIKES Kusuma Husada

Tristanti, I & Nasriyah. (2019). Mastitis (Literature Review). Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan. 10(2) : 330-337

21

Anda mungkin juga menyukai