Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

MASTITIS

Pembimbing :

dr. Nurul Hidajati, Sp.Rad

Oleh :

Novita Lesiela Wali’ulhaq Payapo 202020401011141

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2021
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

Referat dengan judul “Mastitis” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu

tugas dalam rangka menyelesaikan studi program pendidikan profesi dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang yang dilakukan di

bagian Radiologi RSU Haji Surabaya.

Sidoarjo, 29 Maret 2021

Pembimbing

dr. Nurul Hidajati, Sp.Rad

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat

dengan judul “Mastitis”. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang

penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Radiologi RSU Haji

Surabaya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nurul Hidajati, Sp.Rad

selaku dokter pembimbing yang telah meluangkan waktunya sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari

kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang

dapat membangun demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat

bermanfaat bagi rekan dokter muda khususnya pembaca.

Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan manfaat

pada pembaca.

Sidoarjo, 29 Maret 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………iii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iv

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………..3

A. DEFINISI…………………………………………………………………………3

B. ETIOLOGI ……………………………………………………………………….3

C. EPIDEMIOLOGI…………………………………………………………………4

D. PATOFISIOLOGI……………………………………………………………...…4

E. DIAGNOSIS……………………………………………………………………...7

F. TATALAKSANA……………………………………………………………….16

G. DIAGNOSIS BANDING………………………………………………………..17

H. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI…………………………………………….17

BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………19

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………20

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Mastitis murapakan peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak

disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga

mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat

menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses payudara,

pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari

mastitis. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus

infeksi pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus

meningkat, dimana 12% kasus diantaranya merupakan infeksi payudara yang

disebabkan oleh mastitis pada wanita post partum. Indonesia sebagai negara

berkembang di dunia dengan presentasi kasus mastitis mencapai 10% pada ibu post

partum1.

Berdasarkan laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

pada tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis

dan puting susu lecet, hal tersebut kemungkinan disebabkan karena perawatan

payudara yang tidak benar. Pengetahuan tentang perawatan payudara sangat

penting untuk diketahui pada masa nifas, ini berguna untuk menghindari masalah

dalam proses menyusui.1

Terdapat dua hal penting yang mendasari kita memperhatikan kasus

mastitis. Pertama, karena mastitis biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi

alas an ibu untuk berhenti menyusui. kedua, kaerna mastitits berpotensi untuk

meningkatkan transmisis vertikal pada beberapa penyakit (terutama AIDS).

Semakin disadari bahawa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik

1
menyusui yang buruk merupakan penyebab yang terpenting, tetapi dalam benak

banyak petugas kesehatan, mastitis masih dianggap sama dengan infeksi payudara.

Mereka sering tidak mempu membantu wanita penderita mastitis untuk terus

menyusui, dan mereka bahkan mungkin menyarankan wanita tersebut untuk

berhenti menyusui yang sebenarnya tidak perlu.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai

infeksi.3

B. ETIOLOGI

Dua penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya

merupakan penyebab primer, yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi.

Gunther pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengalaman klinis bahawa mastitis

diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang

efisien dapat mencegah keadaan tersebut. Ia menyatakan bahwa infeksi, bila terjadi

bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi ASI sebagai media pertumbuhan

bakteri.

a. Stagnasi ASI

Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.

Hal ini dapat terjadi bila payudara terbendung segera setelah melahirkan,

atau setiap saat bila bayi tidak mengisap ASI, yang dihasilkan dari sebagian

atau seluruh payudara. Penyebabnya termasuk kenyutan bayi yang buruk

pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekwensi atau

durasi menyusui, dan sumbatan pada saluran ASI. Situasi lain yang

merupakan predisposisi terhadapa statis ASI, termasuk suplai ASI yang

sangat berlebihan, atau menyusui untuk dua kembar atau lebih.1,3

3
b. Infeksi

Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payu dara

adalah Corynebacterium yang menyebabkan terjadinya granulomatous

lobular mastitis, organisme koagulase positif Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus Albus. E.Coli dan Streptococcus alpha,beta dan

nonhemolitikus kadang-kadang ditemukan, dan organisme yang terakhir

terdapat pada sedikit kasus terkait dengan infeksi streptokokal neonates.

Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid dan infeksi

salmonella lain. M.Tuberculosis adalah penyebab mastitis lain yang jarang

ditemukan.1.3

C. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi global mastitis pada wanita menyusui berkisar 1-10%. Namun,

tinjauan Cochrane baru-baru ini menunjukkan bahwa kejadian mastitis bisa terjadi

setinggi 33%. Insiden paling tinggi pada beberapa minggu pertama pascapartum,

menurun secara bertahap setelah itu. Duktus ektasia mastitis peri-duktal atau duktus

melebar yang berhubungan dengan peradangan) terjadi pada 5-9% wanita yang

tidak menyusui. 3

D. PATOFISIOLOGI

Anatomi glandula mammae dan fisiologi laktasi

4
Gambar 2.1: Anatomi glandula mammae2

Keterangan Gambar
1.Chest wall (dinding dada) 6.Lactiferus duct
2.Pectoralis muscles (otot pektoralis) 7.Fatty Tissue (jaringan lemak)
3.Lobules 8.Skin (kulit)
4. Nipple surface
5.Areola
Glandula mammae adalah organ reproduksi aksesoris pada wanita. Pada

wanita terletak setinggi costae II sampai costae VI, di pertengahan antara sternum

sampai axilla. Pada puncak mammae terdapat papilla serta areola mammae. Papilla

mammae terletak ditengah areola dan berbentuk conus atau silinder yang tingginya

bervariasi. 2

Dekat dasar puting terdapat kelenjar sebaseus, yaitu kelenjar Montgomery,

yang mengeluarkan zat lemak supaya puting tetap lemas. Payudara terdiri atas

bahan kelenjar susu atau jaringan alveolar, tersusun atas lobus-lobus yang saling

terpisah oleh jaringan ikat dan jaringan lemak. Setiap lobules terdiri atas

sekelompok alveolus yang bermuara ke dalam ductus laktiferus (saluran air susu )

yang bergabung dengan duktus-duktus lainnya untuk membentuk wadah

penampungan air susu, yang disebut sinus laktiferus, kemudian saluran-saluran itu

menyempit lagi dan menembus puting dan bermuara diatas permukaanya. Terdapat

15 sampai 20 kantung panghasil susu pada setiap payudara, yang dihubungkan

5
dengan saluran susu yang terkumpul dalam puting. Sisa bagian dalam payudara

terdiri dari jaringan lemak dan jaringan berserat yang saling berhubungan, yang

mengikat payudara dan mempengaruhi bentuk dan ukuran. Terdapat juga pembuluh

darah dan kelenjar getah bening pada payudara.2

Fisiologi Laktasi

a. Reflek penghasilan ASI

Hormon yang berpengaruh dalam penghasilan ASI adalah hormone

prolaktin, yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior yang di stimuli oleh PRH

(Prolactin Releasing Hormon) di hipothalamus. Prolaktin bertanggung jawab atas

produksi ASI. Rangsangan produksi prolaktin bergantung pada pengosongan ASI

dari payudara. Makin banyak ASI yang dikeluarkan atau dikosongkan dari

payudara, makin banyak ASI yang dibuat. Proses pengosongan payudara sampai

pembuatan ASI disebut reflek prolaktin Makin sering bayi mengisap makin banyak

prolaktin dilepas oleh hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel

kelenjar, sehingga makin sering isapan bayi, makin banyak produksi ASI.

Sebaliknya, jika berkurang isapan bayi maka produksi ASI semakin kurang.

Mekanisme ini disebut mekanisme “supply and demand” 2

b. Reflek aliran/ Let Down

Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hipofisis anterior, rangsangan

yang berasal dari isapan bayi akan menghasilkan rangsangan saraf yang dilanjutkan

ke dalam kelenjar hipofisis posterior. Akibatnya, hipofisis posterior menghasilkan

oksitosin yang menyebabkan sel-sel myoepithelial di sekitar alveoli akan

berkontraksi dan mendorong air susu masuk ke pembuluh laktifer sehingga lebih

banyak air susu yang mengalir keluar. Keadaan ini disebut reflek oksitosin atau let

6
down reflex. Namun reflek ini dapat dihambat oleh faktor emosi atau psikologis

dari ibu2

Patofisiologi Mastitis

Terjadinya mastitis diawali dengan penignkatan tekanan didalam ductus (saluran

ASI) akibat statis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi peregangan

alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi asi

menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.

Beberapa komponen plasma masuk kedalam ASI dan selanjutnya ke jaringan

sekitar sel sehingga memicu resmon imun. Statis ASI, adanya respon inflamasi dan

kerusakan jarigan memudahkan terjadinya infeksi. Terdapat beberapa cara

masuknya kuman yaitu melalui ductus laktiferus ke lobus sekresi, melalui putting

yang retak ke kelenjar limfe sekitar ductus periductal atau melalui hematogen.

Pengobatan mastitis yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya abses

payudara.4

E. DIAGNOSIS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Beberapa gejala yang dikeluhkan oleh pasien yaitu tanda dan gejala infeksi

payudara.

a. Mastitis

gejala seperti flu, malaise, dan mialgia, demam, nyeri payudara, penurunan

aliran susu, kehangatan payudara, nyeri payudara, kekencangan payudara,

payudara bengkak, eritema payudara, pembesaran kelenjar getah bening

ketiak 3

7
Gambar 2.2: Eritema pada Mastitis Laktasi3

Gambar 2.3: Wanita 32 tahun dengan granulomatosa


mastitis. Terdapat eritema pada payudara unilateral 6

8
b. Abses payudara (selain di atas)

Massa berfluktuasi berbatas tegas di payudara yang terkena (meski tidak

selalu teraba jika berada jauh di dalam jaringan payudara

Gambar 2.4 : Abses mammae 3

Pemeriksaan Lain

a. Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah alat diagnostik yang berguna dalam pemeriksaan

awal, abses akan terlihat sebagai lesi hypoechoic, mungkin berbatas tegas,

macrolobulated, tidak teratur, atau tidak jelas dengan kemungkinan septa.

Tepi hypoechoic dapat menunjukkan tebal dinding abses kronis.

Ultrasonografi adalah modalitas pencitraan yang disukai untuk semua

kelompok usia dengan dugaan infeksi payudara (termasuk neonatus).

Aspirasi jarum halus dapat digunakan untuk mengeringkan abses payudara

untuk tujuan diagnostik dan terapeutik. Cairan bernanah pada drainase

9
aspirasi jarum diagnostik menunjukkan adanya abses payudara. Sampel ini

sering dikirim untuk pemeriksaan sitologi untuk menyingkirkan keganasan.

Susu, aspirasi, kotoran, atau jaringan biopsi dikirim untuk kultur dan

sensitivitas, positif menunjukkan infeksi dan kepekaan harus digunakan

untuk memandu terapi antibiotik. 3

Gambar 2.5: Sonogram mamae normal 8

Gambar 2.6 : Sonogram Abses mammae3,8

10
Gambar 2.7: Sonogram wanita berusia 31 tahun. menunjukkan massa hipoekoik heterogen pada
granulomatous lobular mastitis6

Gambar 2.8 : Sonogram aksila menunjukkan massa yang tidak teratur dan kelenjar getah bening
yang abnormal terlihat hipoekoik pada granulomatous mastitis
b. Mamiografi

Penemuan pada pemeriksaan mamografi meliputi massa, kalsifikasi, densitas yang

asimetri dengan batas spiculated (seperti jarum), dan pembesaran pada nodus limfe

aksila. Tetapi mamografi memiliki nilai yang terbatas dalam penilaian akut mastitis

dan abses payudara. Mungkin terlalu menyakitkan untuk dilakukan pada payudara

dengan abses dan temuan mamografi dari infeksi payudara dan abses tidak

spesifik.3

11
Gambar 2.9 : Mammogram mammae normal9

Gambar 2.10 : Mammogram wanita berusia 34 tahun dengan Granulomatous mastitis me


menunjukkan massa kalsifikasi densitas asimetris dengan adenopati aksila ditunjuk pada panah6

Gambar 2.11 : Mammogram wanita 28 tahun dengan massa teraba menunjukkan massa yang tidak
teratur ( panah) di payudara kanan 6

12
Gambar 2.12 : Wanita 34 tahun dengan mastitis granulomatosa invasif simulasi kanker dengan
teraba massa dan adenopati aksila pada pemeriksaan klinis. Mammogram menunjukkan massa
yang tidak jelas ( panah, A) dan massa yang tidak jelas dengan adenopati dan retraksi putting
( panah, B)6

c. MRI

Dalam MRI Temuan paling khas dari IGM terdapat peningkatan tepi

perifer, yang menunjukkan pembentukan abses.

A B
Gambar 2.13 : MRI mammae normal. T1 weighted potongan Axial (A). T1 weighted contrast-
enhanced (C+), fat-saturated (FatSat) (B)10

13
Gambar 2.14 : MRI wanita 38 tahun dengan mastitis granulomatosa idiopatik. A, gambar
MR T1-weighted aksial menunjukkan lesi massa yang tidak jelas dengan peningkatan
tepi (panah tipis); B, Lesi non-massa regional dengan peningkatan heterogen (panah
tebal).11
d. Mikrobiologi dan Patologi

Untuk kasus mastitis, biopsi biasanya tidak diindikasikan. Biopsy dilakukan

pada kasus lain, seperti abses yang dicurigai, presentasi atipikal, diagnosis

yang tidak pasti, atau potensi komplikasi (misalnya, infeksi berulang atau

kegagalan pengobatan). Kultur dilakukan dengan mengambil cairan abses,

dan dikirim untuk pewarnaan Gram, kultur (aerobik dan anaerobik).3 Kultur

tidak dilakukan pada semua pasien atau hanya pada kasus tertentu seperti:

• Infeksi yang didapat di rumah sakit

• Kasus yang parah atau tidak biasa

• Kegagalan merespons antibiotik dalam 2 hari

• Mastitis berulang

14
Gambar 2.11 : Fotomikrograf spesimen jaringan menunjukkan inflamasi granulomatosa (histiosit
epiteloid ( panah Panjang) dan limfosit ( mata panah) dengan neutrofil campuran ( panah pendek).
( H dan E, × 200)6

Gambar 2.12 : Fotomikrograf spesimen jaringan dari aspirasi jarum halus menunjukkan dominasi
neutrofil ( panah panjang), dengan sedikit sel raksasa ( panah pendek) dan histiosit ( mata panah). (
Pewarnaan Papanicolaou, × 200)6

15
F. TATALAKSANA

Semua pasien harus menerima perawatan suportif (analgesia dan kompres hangat)

dan pengeluaran ASI yang efektif dari payudara yang terkena. Jika gejala tidak

parah atau berkepanjangan dan tidak ada tanda infeksi sistemik (dan / atau kultur

negatif) pasien tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. Jika gejalanya parah,

berkepanjangan atau ada tanda-tanda penyakit sistemik, pasien harus diobati

dengan antibiotik sesuai dengan hasil kultur dan kepekaan. Jika MRSA telah

disingkirkan melalui kultur atau tidak lazim di daerah setempat dan tidak ada alergi

penisilin, pasien harus diobati lini pertama dengan obat anti- oral. stafilokokus

penisilin (misalnya flukloksasilin 250-500 mg per oral empat kali sehari).

Erythromycin (250-500 mg diminum empat kali sehari) atau klaritromisin (500 mg

per oral dua kali sehari) dapat digunakan jika pasien alergi penisilin. Jika MRSA

telah dikonfirmasi oleh kultur atau lazim di daerah tersebut, antibiotik non-beta-

laktam harus diberikan (misalnya Co-amoxiclav 625 mg diminum tiga kali sehari

atau klindamisin 150-300 mg diminum empat kali sehari). Jika tidak ada perbaikan

dengan terapi oral pasien harus dinilai ulang dan vankomisin (15 mg / kg intravena

setiap 12 jam, maksimum 4 g / hari) atau antibiotik lain dengan aktivitas melawan

MRSA harus dimulai. Jika diindikasikan, pasien mungkin juga memerlukan terapi

antijamur (ibu dan bayi) untuk kandidiasis puting. Tetrasiklin, siprofloksasin, dan

kloramfenikol tidak cocok digunakan untuk mengobati infeksi payudara menyusui

karena obat ini dapat masuk ke ASI dan berbahaya bagi bayi.3,5

16
G. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari ketiga bentuk mastitis berbeda secara signifikan. Diagnosis

banding yang umum untuk masing-masing adalah sebagai berikut7:

a. Mastitis laktasi

• Pembengkakan payudara

• Saluran tersumbat

• Abses payudara

• Galaktokel

• Karsinoma payudara inflamasi

b. Mastitis periductal

• Duktus ectasia

• Abses payudara

• Karsinoma payudara

c. Mastitis granulomatosa

• Karsinoma payudara

• Granulomatosis Wegeners

• Tuberkulosis

• Abses payudara

H. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

Kekambuhan dapat terjadi dengan terapi yang terlalu pendek, tertunda atau

tidak sesuai. Komplikasi mastitis dan atau abses payudara dapat dibedakan menjadi

komplikasi akut dan kronis.3

Infeksi payudara akut dapat menyebabkan penghentian menyusui. Infeksi

payudara mungkin terkait dengan bakteremia yang menyebabkan sepsis, orang

17
dengan gangguan sistem imun sangat rentan. Mastitis dapat menjadi faktor pemicu

abses payudara (kurang dari 10% pasien mastitis cenderung mengembangkan abses

payudara) atau lebih serius necrotizing fasciitis. 3

18
BAB III

PENUTUP

Mastitis murapakan peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak

disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga

mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat

menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses payudara,

pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari

mastitis. Dua penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI

biasanya merupakan penyebab primer, yang dapat disertai atau berkembang menuju

infeksi.

Beberapa gejala mastitis yang dikeluhkan oleh pasien seperti flu, malaise,

dan mialgia, demam, nyeri payudara, penurunan aliran susu, kehangatan payudara,

nyeri payudara, kekencangan payudara, payudara bengkak, eritema payudara,

pembesaran kelenjar getah bening ketiak.

Semua pasien harus menerima perawatan suportif (analgesia dan kompres

hangat) dan pengeluaran ASI yang efektif dari payudara yang terkena. Jika gejala

tidak parah atau berkepanjangan dan tidak ada tanda infeksi sistemik (dan / atau

kultur negatif) pasien tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. Jika gejalanya

parah, berkepanjangan atau ada tanda-tanda penyakit sistemik; pasien harus diobati

dengan antibiotik sesuai dengan hasil kultur dan kepekaan.

19
Daftar Pustaka

1. Sarwono P. Ilmu Kebidanan Edisi ke-4 P.T Bina Pustaka Sarwono. Jakarta. 2014.
2. Sherwood L. Human Physiology 7th Ed. Balmont USA. 2010.
3. Boakes E dkk. Breast Infection. A review of Diagnosis and Management Practice.
Eoropean Journal Of Breasthealth. 2018
4. Alasiri E. Mastitis dan cara pencegahan. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Makassar. 2014.
5. Carmela, Baeza. Acute, Subclinical, and Subacute Mastitis: Definitions, Etiology,
and Clinical Management. United States Lactation Consultant Association. 2016
6. Linda J. Hovanessian Larsen, dkk. Granulomatous Lobular Mastitis: Imaging,
Diagnosis, and Treatment. American Roentgen Ray Society. 2009
7. Melodie M. Blackmon dkk. Acute Mastitis. Stat Pearls Publishing LLC. 2021
8. Robin Smithuis, dkk. Ultrasound of the Breast. Radiologi Assistant (Online).
https://radiologyassistant.nl/breast/ultrasound/ultrasound-of-the-breast#abscess.
Diakses tanggal 29 Maret 2021
9. Craig Hacking. Normal Breast MRI. Radiopaedia (Online).
https://radiopaedia.org/cases/normal-breast-mri-fatty-breasts?lang=us . Diakses
tanggal 29 Maret 2021
10. Mellanie Deborah. Normal Mammogram Radiographs. Radiopaedia (Online).
https://radiopaedia.org/cases/normal-mammogram-radiographs?lang=us . Diakses
tanggal 29 Maret 2021
11. Necdet Poyraz dkk. Magnetic Resonance Imaging Features of Idiopathic
Granulomatous Mastitis: A Retrospective Analysis. Tehran University of Medical
Sciences and Iranian Society of Radiology. 2016

20

Anda mungkin juga menyukai