Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK 2

MATA KULIAH ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN


MATERNAL DAN NEONATAL
“MASTITIS”

Disusun oleh:

Ashila Nur Aulia R (P27824419006)


Devi Annisa (P27824419011)
Hediane Regita R (P27824419019)
Nabilah Antikasari (P27824419031)
Rizki Wulansari (P27824419039)
Warda Aulia M (P27824419049)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN

SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEBIDANAN PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Tugas makalah ini merupakan tugas kelompok bagi mahasiswa prodi
Sarjana TerapanKebidanan Kampus Poltekkes Kemenkes Surabaya untuk
memenuhi Tugas Mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Astuti Setiyani , SST., M.Kes., selaku ketua Jurusan Kebidanan Kampus
Poltekkes Kemenkes Surabaya
2. Dwi Purwanti, S.Kep., SST., M.Kes., selaku Ketua Prodi Sarjana Terapan
Kebidanan Kampus Poltekkes Kemenkes Surabaya
3. Kharisma Kusumaningtyas, S.SiT., M.Keb., selaku dosen penanggung
jawab Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal daan
Neonatal Kampus Poltekkes Kemenkes Surabaya
4. Titi Maharani, SST., M.Keb., selaku dosen Mata Kuliah Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Kampus Poltekkes
Kemenkes Surabaya
5. Evi Pratami, SST, M.Keb.,selaku dosen Mata Kuliah Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Kampus Poltekkes Kemenkes
Surabaya.
6. Seluruh pihak yang turut membantu dan kerja sama dalam menyelesaikan
Tugas Makalah Kehamilan dengan Hipertensi.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan


baik isi maupun teknik penulisan. Untuk itu kritik dan saran sangat diperlukan
untuk perbaikan

Surabaya, 5 September 2022

Penyusun

ii
DAFIS

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas merupakan periode pemulihan segera setelah lahirnya bayi dan
plasenta serta mencerminkan keadaan fisiologi ibu, terutama sistem
reproduksi kembali mendekati keadaan sebelum hamil. Periode ini
berlangsung enam minggu atau berakhir saat kembalinya kesuburan. Dalam
masa nifas dapat muncul permasalahan diantaranya terjadi mastitis dan puting
susu lecet.
Masalah masalah menyusui seperti puting lecet, payudara bengkak,
dan sumbatan saluran payudara dapat menjadi masalah lanjutan yaitu
mastitis. Seorang ibu harus mengetahui tanda gejala awal yang
mengarah pada mastitis agar dapat mencegah gejala tersebut berkembang
menjadi mastitis.
Tanda-tanda dini terjadinya mastitis antara lain puting lecet, bendungan
payudara, dan sumbatan pada saluran payudara. Kasus mastitis diperkirakan
terjadi dalam 12 minggu pertama, namun dapat pula terjadi sampai
tahun kedua menyusui. Mastitis perlu diperhatikan karena dapat
meningkatkan penularan beberapa penyakit dan mastitis menjadi salah
satu alasan ibu untuk berhenti menyusui. Komplikasi dari mastitis adalah
abses payudara yang dapat menimbulkan luka besar pada payudara.
Organisasi Kesehatan Dunia WHO (World Health Organitation)
memperkirakan insiden mastitis pada ibu menyusui sekitar 2,6% -33% dan
prevalensi global adalah sekitar 10%. Persentase ibu post partum yang
menyusui melaporkan dirinya mengalami tanda gejala mastitis di
Amerika Serikat adalah 9,5% dari 1000 wanita. Data masalah menyusui
pada bulan April hingga Juni 2012 di Indonesia menunjukkan 22,5%
mengalamiputing susu lecet, 42% ibu mengalami bendungan ASI, 18%
ibu mengalami air susu tersumbat, 11% mengalami mastitis, dan 6,5%
ibu mengalami abses payudara yang disebabkan oleh kesalahan ibu dalam
menyusui bayinya. Ibu yang mengalami masalah dalam menyusui akan
berdampak pada pemberian ASI eksklusif ibu pada bayinya. Faktor yang

1
mempengaruhi keberhasilan ASI eksklusif salah satunya adalah faktor
fisik ibu. Faktor fisik ibu berhubungan dengan kondisi ibu yang
mendukung menyusui atau tidak seperti ibu demam, mastitis, dan
sebagainya.
Teknik menyusui merupakan faktor penting dibandingkan faktor risiko
lainnya yang dapat meningkatkan risiko terjadinya mastitis. Posisi dan
perlekatan bayi pada payudara ibu secara tepat dalam teknik menyusui
akan mengurangi kemungkinan terjadinya masalah dalam proses menyusui
seperti lecet pada puting dan mastitis pada ibu. Teknik menyusui yang
kurang tepat dapat mengakibatkan masalah-masalah pada payudara yang
terjadi selama proses menyusui yang disebabkan oleh bayi tidak menyusu
sampai ke areola (Aini and Vidayati 2019).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui tentang penyakit mastitis pada ibu postpartum

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui konsep mastitis
2. Untuk mengetahui faktor-faktor risiko pada mastitis.
3. Untuk mengatahui etiologi mastitis
4. Untuk mengatahui tanda dan gejala dari mastitis
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari mastitis
6. Untuk mengetahui komplikasi prognosis dari mastitis
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan, pencegahan dan peneriksaan
penunjang dari mastitis.

1.3 Manfaat Penulisan


1. Untuk menambah pengetahuan mengenai konsep mastitis pada ibu
postpartum.
2. Dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh untuk praktik
3. Menjadi pedoman dalam penulisan makalah berikutnya.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Mastitis merupakan peradangan payudara yang terjadi pada laktasi.
Manisfestasi klinik mastitis antara lain kemerahan, pembengkakan payudara,
demam atau infeksi sistemik. Mastitis klinis didefinisikan sebagai mastitis
yang menyebabkan perubahan yang terlihat pada payudara. Mastitis dibagi
menjadi parah, sedang atau ringan . (Østerås,2009). Angka kejadian mastitis
terjadi pada satu dari lima ibu menyusui , biasanya pada 6-8 minggu pertama
setelah melahirkan. Mastitis didefinisikan sebagai proses inflamasi yang
memengaruhi kelenjar susu.
Mastitis adalah peradangan payudara pada satu segmen atau lebih
yang dapat disertai infeksi ataupun tidak. Mastitis biasanya terjadi pada
primipara (ibu pertama kali melahirkan), hal ini terjadi karena ibu belum
memiliki kekebalan tubuh terhadap infeksi bakteri Staphilococcus Aureus.
Kasus mastitis diperkirakan terjadi dalam 12 minggu pertama, namun dapat
pula terjadi pula sampai tahun kedua menyusui (Maretta Nur Indahsari &
Chusnul Chotimah, 2017). Mastitis perlu diperhatikan karena dapat
menimbulkan luka sehingga terjadi mastitis infeksi.
Mastitis adalah masalah umum yang signifikan pada ibu menyusui
yang dapat berkontribusi pada penyapihan menjadi masalah yang paling
banyak dilaporkan(Rsud, Margono, & Purwokerto, n.d.). Pada mastitis
terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu, mastitis biasanya dapat
menurunkan produksi ASI sehingga ibu akan berhenti menyusui. Kemudian,
mastitis juga berpotensi menyebabkan beberapa penyakit (Nurhafni, 2018).

2.2 Faktor Resiko


Faktor risiko penyebab mastitis antara lain stasis ASI, putting susu
lecet dan faktor kelelahan pada ibu. Jika ibu mengalami putting susu lecet
maka hal itu akan menjadi jalan masuk bagi mikroorganisme untuk
menginfeksi payudara. Kebiasaan proses pengosongan payudara yang tidak

3
tuntas juga menyebabkan stasis atau bendungan payudara yang nantinya
menjadi media berkembangnya mikroorganisme. Kelelahan ibu menyebabkan
terjadinya penurunan daya tahan tubuh ibu sehingga memudahkan terjadinya
infeksi oleh mikroorganisme.
Pengetahuan ibu tentang proses menyusui yang kurang dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan dalam posisi menyusui yang berakibat
terjadinya lecet pada putting susu ibu. Selain itu juga menyebabkan proses
pelepasan dan pengeluaran ASI yang kurang maksimal sehingga
menyebabkan bendungan payudara. Mastitis merupakan salah satu penyebab
penyapihan dini pada bayi karena alasan rasa sakit dan ketidaknyamanan
yang dirasakan oleh ibu menyusui. Kurangnya pemberian informasi tentang
proses menyusui dianggap sebagai salah satu penyebab rendahnya
pengetahuan ibu tentang menyusui sehingga menyebabkan mastitis.( Pilar
Mediano,2014).
Selain itu, ada beberapa hal lain yang turut meningkatkan risiko dari
penyakit ini, seperti:
a Pernah mengalami penyakit mastitis sebelumnya.
b Memiliki penyakit anemia di mana penyakit ini dapat menurunkan
daya tahan tubuh terhadap serangan infeksi, salah satunya penyakit
mastitis.
c Tidak dapat mengeluarkan semua susu ketika menyusui. Hal ini dapat
membuat payudara terisi penuh oleh susu dan menyebabkan saluran
susu dalam payudara tersumbat. Hal ini akan membuat ukuran dari
payudara membesar dan lebih rentan terinfeksi oleh bakteri.
d Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
e Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan
bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui
dengan tergesa-gesa.Pengosongan payudara yang tidak sempurna
f Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya
mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting
terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.

4
g Ibu atau bayi sakit.
h Frenulum pendek.
i Produksi ASI yang terlalu banyak.
j Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
k Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk
pengaman pada mobil.
l Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI,
jamur,serpihan kulit, dan lain-lain.
m Penggunaan krim pada puting.
n Ibu stres atau kelelahan.
o Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang
rendah
Selain itu, cracked nipple, penggunaan antibiotik oral selama
menyusui, penggunaan pompa payudara, penggunaan antifungal topikal
selama menyusui, riwayat mastitis sebelumnya, ASI yang keluar >24 jam
setelah persalinan, riwayat mastitis di keluarga, pemisahan ibu dan bayi > 24
jam, dan infeksi tenggorokan merupakan faktor risiko signifikan dari mastitis.
Studi lain menunjukkan bahwa teknik laktasi, kebiasaan menyusui, dan
higienitas menyusui yang buruk adalah faktor risiko mastitis.
Menurut American Family Physician, hal-hal lain yang meningkatkan
risiko mastitis adalah labiopalatoschizis, cracked nipple, teknik menyusui
yang kurang baik, stasis ASI lokal, tindikan payudara, nutrisi ibu yang
kurang, primiparitas, bra yang terlalu ketat, penggunaan pompa payudara
manual, dan infeksi jamur.
2.3 Etiologi
Mastitis dapat terjadi sebagai akibat dari faktor ibu maupun faktor
bayi. Penyebab mastitis pada ibu meliputi praktik menyusui yang buruk
seperti kesalahan dalam posisi menyusu karena kurangnya pengetahuan atau
pendidikan tentang menyusui, saluran yang tersumbat, puting pecah atau
sistem kekebalan tubuh ibu yang terganggu, yang dapat menyebabkan
mastitis melalui mekanisme sistemik yang meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi atau mengurangi suplai susu sebagai respons terhadap nutrisi yang

5
buruk, stres dan kelelahan ibu. Mastitis dapat diperburuk oleh kesehatan bayi
yang buruk. Beberapa penyebab mastitis, termasuk drainase payudara yang
tidak memadai, perubahan frekuensi menyusui dan pemberian makanan
campuran.
Mastitis adalah peradangan kelenjar susu. Secara anatomi, payudara
memiliki ambang tertentu untuk pertahanan terhadap patogen yang
menyerang. Makrofag susu, leukosit dan sel epitel adalah sel pertama yang
menemukan dan mengenali patogen bakteri yang memasuki kelenjar susu.
Neutrofil kemudian direkrut dari darah ke dalam kelenjar susu yang
terinfeksi, di mana mereka mengenali, memfagositisasi, dan membunuh
patogen yang menyerang di tahap awal infeksi . Kekebalan adaptif
memainkan peran penting dalam pembersihan kekebalan tubuh ketika
pertahanan bawaan gagal untuk sepenuhnya menghilangkan patogen
penyebab mastitis. Sejumlah besar limfosit T helper (Th) bermigrasi ke
bagian yang terinfeksi dan mengatur respons imun adaptif yang efektif .
Himpunan bagian sel ini dapat melepaskan chemokine dan sitokin inflamasi,
seperti CXCL10, CCL2, CCL20, IL-17, IL12, IFN-γ, IL-1β, IL-6, TGF-β dan
IL-10, yang secara signifikan meningkat . Sitokin ini tidak hanya penting
untuk pemeliharaan peradangan lokal lingkungan tetapi juga berkontribusi
pada diferensiasi sel T helper yang berbeda. Namun, subset sel pembantu T
tertentu, termasuk sel Th1, Th2, Th17 dan sel T regulator (Treg), yang
dimobilisasi dalam mastitis tidak didefinisikan dengan baik. Imunisasi
merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan sistem kekebalan untuk
memicu perlindungan respons imun terhadap mastitis.( Yanqing Zhao,2015).
Etiologi mastitis infeksius dan abses payudara biasanya adalah bakteri
yang mengkolonisasi kulit. Bakteri yang paling umum ditemukan adalah
Staphylococcus aureus dan Coagulase negative staphylococcus (CNS).
Methicillin-resistant S. aureus (MRSA) juga semakin sering dilaporkan dan
merupakan penyebab umum terapi antibiotik yang gagal.
Pasien dengan mastitis memiliki manifestasi nyeri payudara, dengan
suhu kulit yang tinggi payudara dan kelenjar susu induratif . Mastitis
mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi-bayi mereka. Manifestasi klinis

6
mastitis akut termasuk merah, payudara yang bengkak, panas, dan nyeri
tekan, dengan nyeri payudara lebih jelas, dan ibu mungkin menggigil dengan
demam tinggi, sakit kepala, dan kelemahan . Pembengkakan kelenjar getah
bening bisa diamati di ketiak, dengan peningkatan jumlah sel inflamasi, yang
dapat berkembang menjadi sepsis pada kasus yang parah.. Pembentukan
abses pada pasien dengan mastitis akut adalah karena pengobatan yang tidak
memadai atau lebih lanjut memperburuk penyakit, nekrosis jaringan,
likuifaksi, dan infeksi . Abses bisa tunggal atau multilokular. Dangkal abses
mudah ditemukan, tetapi abses yang dalam kurang terlihat. ( Wan-Ting
Yang ,2019)
Faktor penyebab mastitis:
a Daya tahan tubuh yang lemah dan kurangnya menjaga kebersihan
puting payudara saat menyusui.
b Infeksi bakteri staphylococcus auereus yang masuk melalui celah atau
retakan putting payudara.
c Saluran ASI tersumbat tidaksegera diatasi sehingga menjadi mastitis.
d Puting pada payudara retak/lecet. Hal ini dapat terjadi akibat posisi
menyusui yang tidak benar. Akibatnya puting robek dan retak. Bakteri
menjadi lebih mudah untuk memasuki payudara . Bakteri akan
berkembang biak di dalam payudara dan hal inilah yang menyebabkan
infeksi.
e Payudara tersentuh oleh kulit yang memang mengandung bakteri atau
dari mulut bayi . Bakteri tersebut dapat masuk ke dalam payudara
melalui lubang saluran susu.

2.4 Tanda dan Gejala


1. Demam dengan suhu lebih dari 38,5 oC
2. Menggigil
3. Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
4. Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat
nyeri.

7
5. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak
menyusu karena ASI terasa asin
6. Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.
7. Berdasarkan jumlah lekosit (sel darah putih), Thomsen dkk. membagi
peradangan payudara dalam 3 kondisi klinis
8. Daerah merah, bengkak, dan nyeri pada payudara yang terkena
9. Kulit mungkin tampak mengkilap dan kencang dengan garis-garis merah
Umum
10. Gejala mirip flu: lesu, sakit kepala, mialgia, mual, dan kecemasan
11. Demam (suhu> 38оC) (Jane A Scott, 2008)

2.5 Patofisiologi Mastitis


Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam
duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka
terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan
ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan
natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar
sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan
kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus
laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar
duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah).
Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli
dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis
tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%. (Alasiry, 2010).
Mastitis adalah suatu inflamasi atau infeksi jaringan pada payudara
wanita yang menyusui, meskipun hal ini dapat terjadi pada wanita yang tidak
menyusui. Infeksi dapat terjadi akibat perpindahan mikroorganisme
kepayudara oleh tangan pasien atau tangan pemberi perawatan atau dari bayi
menyususi yang mengalami infeksi oral,mata atau kulit. Mastitis dapat juga di

8
sebabkan oleh organisme yang ditularkan melalui darah. Sejalan
berkembangnya inflamantasi, terjadi infeksi pada duktus, sehingga
menyebabkan stagnasi ASI pada satu lobus atau lebih. Tekstus payudara
menjadi keras atau memadat, dan nyeri pekak padaregio yang terkena. (Rukiah
dan Yulianti, 2017).

2.6 Komplikasi Prognosis


Menurut Retna (2008) benjolan pada payudara nyeri tekan ada atau
tidak, ada kelainan bentuk ada atau tidak, bengkak ada atau tidak terdapat
nyeri tekan. Pada kasus ibu nifas dengan mastitis terjadi perubahan berupa
pembesaran payudara atau bengkak, memerah, dan tampak jelas gambaran
pembuluh darah di permukaan kulit bertambah dan terdapat luka atau lecet
pada puting susu.
Bila penanganan mastitis karena terjadinya infeksi pada payudara
tidak sempurna, maka infeksi akan makin berat sehingga terjadi abses dengan
tanda payudara berwarna merah mengkilat dari sebelumnya saat baru terjadi
radang, ibu merasa lebih sakit, benjolan lebih lunak karena berisi nanah
(Suherni, 2009).

2.7 Penatalaksanaan
Menurut Varney (2007), penatalaksanaa mastitis adalah sebagai berikut:
1. Seringnya menyusui dan mengosongkan payudara untuk mencegah
statis.
2. Memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu sempit, jangan
menggunakan bra dengan kawat di bawahnya.
3. Perhatian yang cermat untuk mencuci tangan dan merawat payudara.
4. Pengompresan dengan air hangat pada area yang efektif pada saat
menyusui untuk memfasilitasi aliran susu.
5. Meningkatkan pemasukan cairan.
6. Istirahat, satu atau dua kali di tempat tidur.
7. Membantu kebutuhan prioritas ibu untuk mengurangi stress dan
kelelahan dalam kehidupannya.

9
8. Antibiotik, penisilin jenis penicillinase resisten atau cephalosporin.
Erythromicin dapat digunakan jika wanita alergi terhadap penisilin.
9. Diberi dukungan pada ibu.

2.8 Pencegahan
Mastitis yang parah dengan gejala seperi demam yang tak kunjung
reda atau malah meninggi dan bahkan mencapai 40°C, serta payudara semakin
terasa nyeri dan terjadi perubahan warna dari kecoklatan menjadi
kemerahana,perlu di konsultasikan pada dokter atau klinik lakatsi. Infeksi
yang tidak di tangani bisa memperburuk kondisi ibu karena kuman pada
kelenjar susu akan menyebar keseluruh tubuh, kemudian timbul abses (luka
bernanah) berikut penanganan mastitis yaitu :
a. Menyususi diteruskan pertama bayi disusukan pada payudara yang
terkena selama dan sesering mungkin, agar payudara kososng
kemudian pada payudara yang normal.
b. Berilah kompres panas, bisa menggunakan shower hangat atau lab
basah panas pada payudara yang terkena.
c. Ubahlah posisi menyusui dari waktu ke waktu yaitu dengan posisi
tiduran, duduk atau posisi memegang bola.
d. Memakai BH yang menyokong.
e. Istirahat yang cukup, makanan yang bergizi.
f. Banyak minum sekitar 2 liter/hari.
g. Beri antibiotic dan analgesic, anti biotik jenis penisilin dengan dosis
tinggi dapat membantu sambil menunggu pembiyakan dan kepekaan
air susu, fllucloxacilin dan eriktronisin selama 7–10 hari.
(Soetjiningshi, 2012).

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang
diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO)
menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan
yaitu bila:
1. pengobatan dengan antibiotik tidak — memperlihatkan respons yang
baik dalam 2 hari.

10
2. terjadi mastitis berulang.
3. mastitis terjadi di rumah sakit.
4. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat. .( Pilar
Mediano,2014).

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan
yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus
dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh
puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang
dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian
memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan
tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri. Investigasi rutin tidak
diperlukan. Investigasi harus dimulai jika:
1. Mastitis parah.
2. Tidak ada respon yang memadai terhadap antibiotik lini pertama
atauInvestigasi untuk mastitis berat, tidak menanggapi antibiotik lini
pertama atau perlu masuk harus meliputi:
a. Kultur dan sensitivitas ASI: sampel tangkapan tengah-tengah
yang diekspresikan dengan tangan ke dalam wadah steril (mis.
Sejumlah kecil susu yang diekspresikan secara internal dibuang
untuk menghindari kontaminasi dengan flora kulit).
b. Hitung darah lengkap (FBC).
c. Protein C-reaktif (CRP) d. Investigasi lain yang perlu
dipertimbangkan:Kultur darah harus dipertimbangkan jika
suhu> 38.5C, Ultrasonografi diagnostik jika diduga ada abses
(Jurnal Mastitis,2012).

11
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai
infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu
pertama setelah bayi lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan apabila
ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara
menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak. Beberapa faktor risiko
utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang
jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik. Melancarkan aliran Asi
merupakan hal penting dalam tatalaksana mastitis. Selain itu, ibu perlu
banyak beristirahat, banyak minum, mengonsumsi nutrisi yang seimbang
dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgesik dan antibiotik.
Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu ibu yang baru
melahirkan. Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang
hidup di permukaan payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan,
stres, dan pakaian ketat dapat menyebabkan penyumbatan saluran air susu
dari payudara yang nyeri dan jika tidak dilakukan pengobatan, maka akan
menjadi abses

3.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk
selalu menjaga kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena
mastitis. Namun, banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi
risiko mastitis yaitu dengan cara tidak mengenakan bra atau pakaian yang
tepat menekan saluran susu dan menghambat aliran susu, menyusui
sesering bayi menginginkannya. Karena dengan membiarkan pada waktu
menyusui terlalu lama, saluran susu dapat tersumbat saat pertama kali bayi
tidur semalaman tanpa menyusui. Bagi mahasiswa Kebidanan diharapkan
dapat menerapkan asuhan kebidanan kepada pasien dengan baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Qurrotu, and Lelly Aprilia Vidayati. 2019. “Penanganan Dan Perawatan
Pada Ibu Menyusui Dengan Mastitis Di BPM Lukluatun Mubrikoh.” Jurnal
Paradigma 1 (April): 39–45.
Endriyani, Agustin. 2020. “Pengalaman Ibu Nifas Terhadap Budaya Dalam
Perawatan Masa Nifas.” Jurnal Kebidanan 9 (1): 45.
https://doi.org/10.26714/jk.9.1.2020.45-52.
Jayanti, F. 2012. “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Ny. P1A0 Dengan Mastitis
Di RB Mulia Kasih Boyolali.” Program Studi Diploma III Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
Tristanti, Ika, and Nasriyah Nasriyah. 2019. “Mastitis (Literature Review).”
Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan 10 (2): 330.
https://doi.org/10.26751/jikk.v10i2.729.

13

Anda mungkin juga menyukai