Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Menyusui merupakan proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada
bayi yang membutuhkan reflek menghisap bayi untuk mendapatkan
dan menelan ASI. Namun, pada kondisi tertentu, masalah pada keterampilan

ibu dalam menyusui yang dapat menghambat proses menyusui. Salah satu
masalah yang sering muncul kesalahan ibu dalam proses menyusui adalah
mastitis. Mastitis merupakan peradangan yang disebabkan oleh tersumbatnya
aliran ASI dan berisiko menyebabkan adanya akumulasi bakteri yang
menginduksi mekanisme infeksi (Abou-Dakn, M., Richardt, A., SchaeferGraf, U., Wockel, A., 2010). Data WHO terbaru pada tahun 2008
menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, persentase perempuan menyusui
yang mengalami mastitis rata-rata mencapai 10%. Persentase yang sama juga
terjadi di Indonesia, dengan lebih rinci, Prawirohardjo (2008) menyatakan
bahwa kejadian mastitis berkisar 2% hingga 33% pada ibu menyusui.
Penyempitan pada duktus laktiferus sebagai patofisiologi mastitis
menyebabkan bendungan ASI (engorgement), sehingga sisa ASI
terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya
pembekakan, nyeri, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, dan
adanya respon panas pada payudara. Selain itu, Anggraini (2010)
menyebutkan bahwa meluasnya peradangan hingga menyebabkan
perlunya

proses

insisi

untuk

pengeluaran

nanah

dapat

menyebabkan abses payudara.

Mastitis, abses payudara, dan berbagai kondisi lainnya yang muncul


sebagai akibat kesalahan dalam proses menyusui berkaitan erat dengan
pengetahuan ibu dalam teknik menyusui yang benar. Teknik menyusui yang
benar merupakan cara memberikan ASI terhadap bayi dengan
perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar (Suradi & Hesti,
2004).

Teknik

menyusui

merupakan

salah

satu

faktor

yang

mempengaruhi produksi ASI untuk mencegah lecet pada payudara


maupun penurunan produksi ASI. Teratasinya masalah berkaitan

dengan

teknik

menyusui

akan

menyebabkan

terpenuhinya

kebutuhan nutrisi bayi melalui ASI.

Risiko mastitis dan kurangnya pengetahuan ibu tentang teknik menyusui


yang benar juga terjadi di Desa Getasan, Kecamatan Petang, Kabupaten
Badung. Hasil wawancara dengan beberapa ibu menyusui menyatakan bahwa
belum pernah diberikan penyuluhan terkait dengan teknik menyusui yang
benar, baik itu di posyandu balita maupun di Puskesmas Getasan. Hasil
wawancara berfokus pada pengetahuan ibu dan pengalaman ibu dalam
menyusui mendapatkan hasil bahwa sebagian ibu tidak mengetahui cara
menyusui yang benar. Ibu mengatakan tidak mengetahui bahwa dalam
menyusui dapat memilih beberapa posisi untuk mencapai kenyamanan. Selain
itu, ibu juga tidak mengetahui seberapa banyak puting dan areola yang harus
masuk ke dalam mulut bayi untuk mencegah penyumbatan ASI. Kondisi
pengetahuan ibu terkait teknik menyusui dan data wawancara yang
menyatakan belum pernah dilakukan penyuluhan tentang teknik menyusui
yang benar sesuai dengan hasil wawancara dengan kepala Puskesmas Getasan
yang mengatakan bahwa belum pernah dilakukan penyuluhan tentang cara
menyusui yang benar. Beberapa penyuluhan biasanya dilakukan melalui meja
4 posyandu balita dengan memberikan edukasi perorangan. Pada kondisi
tersebut, tidak semua ibu dapat diberikan pendidikan kesehatan terkait dengan
keterbatasan waktu dan daya tangkap ibu.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka kami kelompok KKN di Desa
Getasan berencana memberikan penyuluhan terkait dengan teknik menyusui
yang benar pada ibu hamil dan menyusui. Hal tersebut dilakukan untuk
mencegah dampak dari kesalahan dalam cara menyusui serta optimalisasi
manfaat ASI dalam meningkatkan daya tahan tubuh, memenuhi nutrisi, dan
meningkatkan kecerdasan bayi.
1.2 Identifikasi Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi permasalahan dalam
kegiatan ini, di antaranya:
Tabel 1.1 Identifikasi Permasalahan

No.

Permasalahan

Lokasi
2

Sumber

1.

Kejadian mastitis dan keluhan- Desa Getasan


keluhan

terkait

(P/M/D)
M

masalah

kesehatan pada ibu menyusui.


2.

Kurangnya pengetahuan ibu Desa Getasan

tentang teknik menyusui yang


benar.
3.

Belum

pernah

penyuluhan

dilakukan Desa Getasan

tentang

M, D

teknik

menyusui yang benar.

1.3 Tujuan dan Manfaat


Pelaksanaan program KKN Desa Getasan diharapkan dapat memajukan
kualitas Desa Getasan, salah satunya di bidang kesehatan:
1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan program KKN di Desa Getasan adalah
sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan menyusui tentang
cara menyusui yang benar.
2. Untuk mencegah masalah kesehatan akibat kesalahan dalam teknik
1.3.2

menyusui.
Manfaat
Adapun manfaat dari pelaksanaan program KKN di Desa Getasan
adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan menyusui tentang cara
menyusui yang benar.
2. Menceghan masalah kesehatan akibat kesalahan dalam teknik
menyusui.

BAB II
REALISASI PENYELESAIAN MASALAH
2.1 Tema dan Program

Adapun tema dan program kerja pelaksanaan KKN PPM Desa Getasan akan
diuraikan pada sub bab dibawah ini.
2.1.1 Tema
Penyuluhan Tentang Teknik Menyusui yang Benar pada Ibu Hamil dan
Menyususi di Desa Getasan
2.1.2

Prioritas Pemilihan Permasalahan


No

2.1.3

Permasalahan

Alasan Pemilihan

Rencana Program KKN PPM

Berdasarkan identifikasi permasalahan yang ada dan dengan mempertimbangkan


analisis KUWAT (Kesempatan, Uang, Waktu, Alat, dan Tenaga), adapun program
program yang kami laksanakan antara lain:
1.

Program Pokok
Penyuluhan Teknik Menyusui dan Perawatan Payudara yang Baik dan
Benar
No

No. Sektor

Nama Program Bahan

Volume

Sumber

1.

13.1.1.55

Penyuluhan

Materi

31 orang

Dana
Mhs

Teknik

penyuluhan,

Menyusui dan

LCD, alat

Perawatan

perlengkapan

Payudara yang

kegiatan

Baik dan

penyuluhan

Benar
2.1.4

Jadwal Pelaksanaan Program

Nama

Uraian Kegiatan

Minggu ke (Juli-

Bidang
1
4

Agustus 2016)
2
3

Kesehatan

Masyarakat

Penyuluhan Teknik Menyusui


dan Perawatan Payudara yang
Baik dan Benar

(katarak (?))

3.1 Rincian Anggaran Penyuluhan Teknik Menyusui dan Perawatan


Payudara yang Baik dan Benar
No. Uraian Pengeluaran

Satuan

Harga Satuan

Volume

Jumlah

1
3

(Rp)
100.000
1.000.000

1.
2.

LCD (Sewa)
Sound + Mikrofon

Buah
Buah

(Rp)
100.000
1.000.000

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

(Sewa)
Clip on mic
Leaflet
Narasumber
Piagam
Map Batik
Spanduk / Banner
Dot Bayi (Sewa

Buah
Lembar
Orang
Buah
Buah
Buah
Buah

250.000
5.000
350.000
10.000
5.000
200.000
150.000

1
30
1
1
1
1
1

250.000
150.000
350.000
10.000
5.000
200.000
150.000

10.
11.
12.
13.
14.
15.

Phantom)
Handuk
Kapas
Air Hangat
Konsumsi (Snack)
Boneka Bayi
Lotion/Minyak

Buah
Kotak
Kotak
Buah
Botol

40.000
10.000
5.000
135.000
50.000

3
1
40
1
1

120.000
10.000
200.000
135.000
50.000

Kotak
Orang

20.000
200.000

1
2

20.000
200.000
2.700.000

Zaitun
16. Kasa Putih
17. Soundman
TOTAL

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Definisi/Pengertian
Mastitis adalah radang pada payudara yang disebabkan payudara
bengkak yang tidak disusun adekuat (Bahiyatun, 2008)
Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih
segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi.
Mastitis diperkirakan dapat terjadi pada 3-20% ibu menyusui. Dua hal
yang perlu diperhatikan pada kasus mastitis adalah pertama, karena
mastitis biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu
untuk berhenti menyusui. Kedua, mastitis berpotensi meningkatkan
transmisi vertikal pada beberapa penyakit. Sebagian besar mastitis
terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling sering pada
minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang
masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui
(Alasiry, 2012).

Gambar 1. Mastitis
2.1.2 Epidemiologi
6

Tahun 2005 Word Health Organisation (WHO) menyebutkan


bahwa jumlah kasus infeksi payudara yang terjadi pada wanita seperti
kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrocustik terus meningkat dimana
12% diantaranya merupakan infeksi payudara berupa mastitis pada
wanita

pasca

post

partum.

Sedangkan

di

Indonesia

hanya

0,001/100.000 angka kesakitan akibat infeksi berupa mastitis (Depkes


RI, 2008).
Menurut Organisasi kesehatan dunia (2008),memperkirakan lebih
dari 1,4 juta orang terdiagnosis menderita mastitis. The American
Society memperkirakan 241.240 wanita Amerika Serikat terdiagnosis
mastitis. Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang terdiagnosis
mastitis sebanyak 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791
orang. Di Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis
adalah berjumlah 876.665 orang dan di Sumatra Utara berkisar 4060% wanita terdiagnosis mastitis.
Studi terbaru menunjukkan kasus mastitis meningkat hingga 1235% pada ibu yang puting susunya pecahpecah dan tidak diobati
dengan antibiotik. Namun, bila minum obat antibiotik pada saat puting
susunya bermasalah kemungkinan untuk terkena mastitis hanya sekitar
5% (Setyaningrum, 2008).
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Adapun
faktor predisposisi yang menyebabkan mastitis diantaranya adalah
umur paritas, serangan sebelumnya, melahirkan, gizi, faktor kekebalan
dalam ASI, stress dan kelelahan, pekerjaan di luar rumah serta trauma
(Inch dan Xylander, 2012).
Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis
ASI biasanya merupakan penyebab primer, yang dapat disertai atau
berkembang menuju infeksi. Gunther pada tahun 1958 menyimpulkan
dari pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di
dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat
7

mencegah keadaan tersebut. Ia menyatakan bahwa infeksi, bila terjadi,


bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi ASI sebagai media
pertumbuhan bakteri. Thomsen dan kawan-kawan pada tahun 1984
menghasilkan bukti tambahan tentang pentingnya stasis ASI. Mereka
menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara dengan
tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut ini :
-

stasis ASI, didapatkan <106 leukosit dan bakteri <103) membaik

hanya dengan terus menyusui atau pengeluaran ASI.


inflamasi noninfeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa),
didapatkan leukosit >106 dan bakteri <103 yang diterapi dengan
sesering mungkin pengeluaran ASI atau dengan tindakan

pemerasan ASI setelah menyusui, tanpa diobati.


mastitis infeksiosa, didapatkan leukosit >106 dan bakteri >103,
yang hanya dapat diobati dengan efektif dengan pemerasan ASI
dan antibiotik sistemik

Keterlambatan terapi menyebabkan pembentukan abses pada 11%


kasus, dan hanya

15% kembali

ke laktasi

normal.

Sering

mengosongkan payudara yang terinfeksi dengan perawatan lanjut


mengurangi resiko pembentukan abses, namun hanya 51% kembali ke
laktasi normal. Terapi antibiotik tambahan meningkatkan kembali
laktasi normal pada 97% dengan resolusi gejala dalam 21 hari. Tanpa
pengeluaran

ASI

yang

efektif,

mastitis

noninfeksiosa

sering

berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa


menjadi pembentukan abses.
Berikut ini keterangan mengenai 2 penyebab utama mastitis :
A. Stasis ASI
Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari
payudara. Hal ini dapat terjadi bila payudara terbendung segera
setelah melahirkan atau saat bayi tidak mengisap ASI, yang
dihasilkan oleh sebagian atau seluruh payudara. Penyebabnya
termasuk

pengisapan

bayi
8

yang

buruk

pada

payudara,

pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi atau durasi


menyusui dan sumbatan pada saluran ASI. Situasi lain yang
mempengaruhi predisposisi terhadap stasis ASI, termasuk suplai
ASI yang sangat berlebihan, atau menyusui untuk kembar dua
atau lebih. Berikut faktor-faktor penyebab stasis asi :
a. Bendungan payudara
Kondisi ini tidak terjadi bila bayi disusui segera setelah
lahir, sehingga stasis ASI terhindarkan. Pentingnya
pengeluaran ASI yang segera pada tahap awal mastitis,
atau kongesti, untuk mencegah perkembangan penyakit
dan pernbentukan abses. Isapan bayi adalah sarana
pengeluaran ASI yang efektif.
b.

Frekuensi menyusui
Tahun 1952, Illingworth dan Stone secara formal
menunjukkan dalam uji coba dengan kontro1, bahwa
insiden stasis asi dapat dikurangi hingga setengahnya bila
bayi disusui tanpa batas. Hubungan antara pembatasan
frekuensi dan durasi menyusui dan mastitis telah diuraikan
oleh beberapa penulis. Banyak wanita menderita mastitis
bila mereka tidak menyusui atau bila bayi mereka, tidak
seperti biasanya, tertidur semalaman dan waktu antar
menyusui semakin lama.

c. Pengisapan pada payudara


Pengisapan yang buruk sebagai penyebab pengeluaran ASI
yang tidak efisien, saat ini dianggap sebagai faktor
predisposisi utama mastitis. Nyeri puting dan puting
pecah-pecah sering ditemukan bersama dengan mastitis.
Penyebab nyeri dan trauma puting yang tersering adalah
pengisapan yang buruk pada payudara, kedua kondisi ini
dapat terjadi bersama-sama. Selain itu, nyeri puting akan
9

menyebabkan ibu menghindar untuk menyusui pada


payudara yang sakit dan karena itu mencetuskan stasis ASI
dan bendungan.

Sumber, Mastitis : penyebab dan penatalaksanaan,


WHO.

d. Sisi yang disukai dan pengisapan yang efisien


Banyak ibu merasa lebih mudah untuk menyusui bayinya
pada satu sisi payudara dibandingkan dengan payudara
yang lain. Selain itu telah dinyatakan bahwa pengisapan
yang tidak tepat, yang menyebabkan stasis ASI dan
mastitis, lebih mungkin terjadi pada sisi payudara yang
lebih sulit untuk menyusui.
e. Faktor mekanis lain

10

Frenulum

yang

pendek

(tounge

tie)

pada

bayi

mengganggu pengisapan pada payudara dan menyebabkan


puting luka dan pecah-pecah. Hal ini juga mengurangi
efisiensi pengeluaran ASI dan predisposisi untuk mastitis.
B. Infeksi
a. Organisme penyebab infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan
abses

payudara

adalah

organisme

koagulase-positif

Staphylococcus aureus dan Staph. albus, kadang-kadang


ditemukan

Escherichia

coli

dan

Streptococcus,

dan

organisme infeksi streptokokal neonatus ditemukan pada


sedikit kasus. M.tuberculosis adalah penyebab mastitis lain
yang jarang ditemukan. Dalam populasi yang endemik
tuberkulosis, M.tuberbulosis dapat ditemukan pada kira-kira
1% dari kasus mastitis dan berkaitan dengan beberapa kasus
tonsillitis tuberkulosis pada bayi.
Bakteri sering ditemukan dalam ASI dari payudara yang
asimtomatik di negara-negara industri dan berkembang.
Spektrum bakteri sering serupa dengan yang ditemukan di
kulit. Berdasarkan penelitian, hanya 50% biakan AS1 bersifat
steril, sedangkan yang lain menunjukkan hitungan koloni
"normal" dari 0-2.500 koloni per ml. Oleh karena itu, adanya
bakteri dalam ASl tidak selalu menunjukkan terjadinya
infeksi, bahkan bila bakteri bukan kontaminan dari kulit.
b. Rute infeksi
Bagaimana infeksi memasuki payudara belum diketahui.
Beberapa jalur telah diduga, yaitu melalui duktus laktiferus
ke dalam lobus, dengan penyebaran hematogen dan melalui
fisura puting susu ke dalam sistem limfatik periduktal.
Frekuensi fisura puting susu telah dilaporkan meningkat
dengan adanya mastitis. Mastitis dan puting pecah-pecah
11

terjadi bersamaan karena keduanya dapat mengakibatkan


pengisapan yang buruk pada payudara, selain itu, seringkali
fisura menjadi titik masuk infeksi.
Sedangkan menurut Saleha (2009) penyebab terjadinya mastitis adalah
sebagai berikut :
1) Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat akhirnya
terjadi mastitis.
2) Putting susu lecet akan memudahkan masuknya kuman dan
terjadinya payudara bengkak.
3) Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmetal engorgement, jika
tidak disusui dengan adekuat, maka bisa terjadi mastitis.
4) Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat dan anemia akan mudah
terkena infeksi.

2.1.4

Faktor - Faktor Risiko :


Ada sejumlah faktor yang telah diduga dapat meningkatkan risiko
mastitis. Faktor-faktor tersebut kurang penting bila dibandingkan
dengan teknik menyusui, yaitu pengisapan yang baik dan pengeluaran
ASI yang efektif.
a. Umur
Sebuah studi menunjukkan bahwa wanita berumur 21-35
tahun lebih sering menderita mastitis daripada wanita di bawah
usia 21 dan di atas 35 tahun. Studi lain mengidentifikasi wanita
berumur 30-34 tahun memiliki insiden mastitis tertinggi, bahkan
bila paritas dan kerja purnawaktu telah dikontrol.
b. Paritas
Primipara ditemukan sebagai faktor risiko pada beberapa studi.
c. Serangan sebelumnya

12

Terdapat bukti yang kuat bahwa serangan mastitis pertama


cenderung untuk berulang. Pada beberapa studi, 40-54% wanita
pernah menderita satu atau lebih serangan sebelumnya. Hal ini
merupakan akibat dari teknik menyusui yang buruk yang tidak
diperbaiki.
d. Gizi
Faktor gizi sering diduga sebagai predisposisi untuk mastitis,
termasuk asupan garam dan lemak yang tinggi, dan anemia, tetapi
bukti yang ada bersifat inkonklusif. Gizi yang buruk juga telah
diduga, khususnya status mikronutrien yang buruk.
e.

Stres dan kelelahan


Stres dan kelelahan maternal sering dikaitkan dengan mastitis. Ibu
dengan mastitis tingkat stres dan kelelahan menjadi faktor utama
yang mengarah ke infeksi.

f.

Pekerjaan di luar rumah


Bekerja purnawaktu di luar rumah berkaitan dengan
peningkatan risiko mastitis. Penjelasan yang diajukan adalah akibat
stasis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan
kekurangan waktu untuk pengeluaran ASI yang adekuat.

g. Faktor lokal dalam payudara


Faktor seperti jenis kulit, reaksi kulit terhadap matahari,
alergi, ruam, dan pemajanan terhadap suhu dingin tidak tampak
mempengaruhi insiden mastitis. Beberapa prosedur seperti
penggunaan krim puting susu untuk mencegah mastitis masih tetap
bersifat spekulatif. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa ukuran
payudara meningkatkan risiko mastitis.
h.

Trauma

13

Trauma pada payudara karena penyebab apa pun dapat


merusak jaringan kelenjar dan saluran susu dan hal ini dapat
menyebabkan mastitis.
i.

Puting pecah-pecah, nyeri puting


Kerusakan pada epidermis memberikan jalan masuk ke
jaringan payudara, meskipun kerusakan bukan prasyarat untuk
infeksi payudara. Mastitis dari puting susu yang luka biasanya
terjadi di beberapa minggu pertama setelah melahirkan.

j.

Saluran tersumbat
Beberapa wanita berulang kali berkembang menjadi saluran
tersumbat, beberapa di antaranya menyebabkan infeksi penuh.
Sumbatan ini terlihat sebagai kepala" putih dan terasa tekanan dan
tegang disekitar sumbatan. Pijat yang lembut di atas daerah yang
tegang ketika bayi menyusui dari payudara dapat membantu,
terutama jika sumbatan baru saja terbentuk.

k.

Pasokan susu yang banyak dan / atau penurunan jumlah


menyusui
Perempuan dengan pasokan susu yang berlimpah lebih
menyebabkan saluran tersumbat dibandingkan dengan pasokan
normal.

l.

Pembesaran dan stasis


Penurunan

frekuensi

menyusui

menyebabkan

pembengkakan atau stasis susu. Jarang menyusui dan stasis susu


sering dikaitkan dengan mastitis.
m. Pemakaian bra yang ketat dan posisi tidur
Dapat menghambat sirkulasi ASI
2.1.5

Patofisiologi (Pathway Terlampir)

14

Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat


terjadi karena proses infeksi ataupun non infeksi. Namun semuanya
bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat proses non infeksi
berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebab-sebab
tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran
ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI. Hal ini membuat ASI
terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan
lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang. Sehingga sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan. Permeabilitas jaringan
ikat meningkat, beberapa komponen (terutama protein dan kekebalan
tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan
sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga
mempermudah terjadinya infeksi. Kondisi ini membuat lubang duktus
laktiferus

menjadi

port

de

entry

bakteri,

terutama

bakteri

Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp.


Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis
yang terjadi akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat
timbul fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal
laktasi akan menjadikan port de entry/tempat masuknya bakteri.
Proses selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae (Prasetyo,
Doddy Vuman, 2010).
2.1.6 Klasifikasi
Mastitis diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu : mastitis puerparalis
epidemic, mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis
infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang
berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut (Djamudin, 2009) :
a. Mastitis Puerparalis Epidemik
Biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan ibunya
terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah
ini paling sering terjadi dirumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau
bekesinambungan strain resisten.

15

b. Mastitis Noninfesiosa
Terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh
payudara, reproduksi ASI melambat dan aliran terhenti. Namun
proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan
selesai dalam 2-3 minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI
dapat menyebabkan respon peradangan.
c. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi
yang dapat disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat,
sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu kira-kira hanya
sampai dibawah 400 ml/hari.
d. Mastitis Infeksiosa
Terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh
factor imun dalam ASI dan oleh respon-respon inflamasi. Secara
normal, ASI segar bukan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.
2.1.7

Gejala Klinis
Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan
kadang terasa nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang
menjadi rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala
demam, rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang
sama dengan payudara yang terkena.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang
membengkak karena sumbatan saluran ASI antara lain :
16

a.
b.
c.
d.

Payudara terasa nyeri


Teraba keras
Tampak kemerahan
Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak
seperti pecahpecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu,
bila terkena sumbatan tanpa infeksi, biasanya di badan tidak terasa
nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian
keras dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan,

gampangnya bila didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak


terasa nyeri pada payudara, dan permukaan kulit tidak pecah pecah
maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara namun
tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal
tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).
2.1.8

Pemeriksaan Fisik
Menurut Blumstein, Howard dan

Amy k, Rontal (2004) pada

pemeriksaan dapat ditemukan :


a. Inspeksi
Kemerahan pada mammae
Tampak ada luka pada mammae
Bengkak pada mammae
Benjol-benjol pada mammae
Bentuk pisma segitiga tidak beraturan (wedge) pada mammae
b. Palpasi
Mammae teraba keras/tegang/indurasi
Nyeri tekan pada daerah yang terinflamasi
Teraba hangat pada mammae yang terinflamasi

2.1.9

Pemeriksaan Diagnostik
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui
dengan pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan
rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan
laboratorium/rontgen. World Health Organization (WHO), (2008)
menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa
keadaan yaitu bila:
17

a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang


baik dalam 2 hari
b. terjadi mastitis berulang
c. mastitis terjadi di rumah sakit
d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan
tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril.
Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan
tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman
yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari
kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang
muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau
patogenitas bakteri.
2.1.10

Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak terlalu sukar,
dapat diketahui dengan terdapat amenore, mual dan muntah berlebihan
sampai mengganggu kehidupan sehari-hari dengan berbagai tingkat.
Hiperemesis

gravidarum

yang

terus

menerus

menyebabkan

kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin,


sehingga

pengobatan

perlu

diberikan.

Diagnosis

hiperemesis

gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang (Manuaba, 2008)
2.1.11

Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Penanganan berupa pemanasan local, antiperetik dan analgetik
ringan, pengosongan mammae berkala dengan terus memberikan
ASI atau memompa, dan terapi antibiotic oral. Jika terjadi abses,
pasien perlu ke rumah sakit untuk mendapatkan antibiotic
intravena, aspirasi, atau insisi dan jika perlu drainase. Setiap cairan
aspirasi

perlu

dilakukan

menyingkirkan keganansan.

18

pemeriksaan

histologik

untuk

Walaupun wanita menyusui enggan untuk mengonsumsi obat,


wanita dengan mastitis harus didorong untuk mengonsumsi obat
yang tepat sesuai indikasi. ( Lisa, H. Amir., 2008)
b. Analgesic
Pemberian analgesic kemungkinan dapat membantu reflek
pengeluaran ASI dan harus diberikan pada pasien mastitis. Agen
anti inflamasi seperti ibuprofen lebih efektif untuk mengurang
gejala yang berhubungan dengan inflamasi daripada analgesic
sederhana seperti paracetamol /aceraminophen. Ibunophen tidak
terdeteksi dalam ASI apabila dosis maksimal yang diberikan hanya
1,6g/hari, atau 400mg 3 kali sehari setelah makan. Namun
ibupronophen tidak boleh diberikan pada wanita yang memiliki
asthma, stomach ulcers, atau alergi terhadap aspirin. ( Lisa, H.
Amir., 2008)
c. Antibiotic
Apabila gejala mastitis masih ringan dan timbul kurang dari 24
jam, penatalaksanaan secara konservatif cukup untuk meredakan
gejala. Namun apabila gejalanya tidak membaik dalam waktu 1224 jam atau apabila kondisi menjadi akut, maka harus segera
diberikan antibiotic. Pathogen yang paling umum ditemukan pada
mastitis adalah penicillin-resistant Staphylococcus aureus.
Pemberian antibiotic harus diberikan dalam jangka waktu yang
adekuat (10-14 hari). Pemberian dalam jangka waktu yang lebih
pendek berhubungan dengan insidensi relaps. ( Lisa, H. Amir.,
2008)
Antibiotic

Dosis

Erythromycin

250-500mg
setiap 6 jam

Flucloxacilin

250mg

setiap

6 jam
Dicloxacilin

125-500

mg

setiap jam oral

Memiliki
yang
terhadap

19

efek
rendah
hepar

dibandingkan
dengan
Flucloxacilin
Amoxacilin

250-500

mg

setiap 8 jam
Cephalexin

250-500 setiap

Aman

untuk

6 jam

wanita

dengan

alergi penicillin.
d. Pengobatan simtomatik
Nyeri harus diobati dengan analgesic. Ibuprofen disebut sebagai
antibiotic yang paling efektif, dan dapat membantu mengurangi
inflamasi dan nyeri. Paracetamol adalah pilihan alternative.
Istirahat, apabila memungkinkan istirahat di ranjang bersama bayi
akan meningkatkan frekwensi pemberian air susu yang mampu
membantu mengurangi volume dalam mammae.
Pasien mastitis juga harus mengatur diet, seperti berhenti
mengkonsumsi kopi karena mengandung methylxantines, dan
mengurangi intake lemak ( Lisa, H. Amir., 2008).
Sedangkan menurut Varney (2007), penatalaksanaa mastitis adalah
sebagai berikut:
a. Seringnya menyusui dan mengosongkan payudara untuk mencegah
statis.
b. Memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu sempit, jangan
menggunakan bra dengan kawat di bawahnya.
c. Perhatian yang cermat untuk mencuci tangan dan merawat
payudara.
d. Pengompresan dengan air hangat pada area yang efektif pada saat
menyusui untuk memfasilitasi aliran susu.
e. Meningkatkan pemasukan cairan
f. Istirahat, satu atau dua kali di tempat tidur.
g. Membantu kebutuhan prioritas ibu untuk mengurangi stress dan
kelelahan dalam kehidupannya.
20

h. Antibiotik, penisilin jenis penicillinase resisten atau cephalosporin.


Erythromicin dapat digunakan jika wanita alergi terhadap penisilin.
i. Diberi dukungan pada ibu.
2.1.12

Komplikasi
Komplikasi dari penyakit mastitis yaitu:
a.
Abses payudara
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah
payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah
diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses.
Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.
Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi
adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan
dengan aspirasi jarum halus dengan bimbingan USG karena dapat
bersifat kuratif. Hal ini dapat mengurangi nyeri dibanding insisi
dan penyaliran, dan dapat dilakukan dengan anastesia lokal. Pada
abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah.
Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI
dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya. Bila payudara yang
dibedah sudah sembuh, maka bayi diwajibkan menyusui payudara
yang terkena agar mencegah stasis asi atau menjadi mastitis
berulang (Robinson D, 2010)
b. Mastitis berulang /kronis
Mastitis berulang bias anya disebabkan karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat,
banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi
stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri
diberikan antibiotic dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali
sehari) selama masa menyusui
c. Infeksi jamur
21

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh


jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan
setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya
didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar
di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan
payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak Nampak kelainan.
Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles
nistatinkrem yang juga mengandung kortison keputing dan areola
setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin
oral pada saat yang sama. (Ema Alasiry, 2013).
2.1.13 Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
segera. Dan keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikan atau
dilakukan tindakan yang adekuat (Djamudin, syahrul.2009).
2.1.14 Pencegahan
Menurut Bahiyatun (2008), pencegahan mastitis meliputi:
1)

Perawatan payudara pascanatal secara teratur untuk


menghindari terjadinya statis aliran Air Susu Ibu (ASI).

2)

Posisi menyusui yang diubah-ubah.

3)

Menggunakan

bra/BH

yang

menyangga

dan

membuka bra tersebut ketika terlalu menekan payudara.


4)

Susukan dengan adekuat.

2.2 Pembahasan Penelitian Pada Jurnal dan Konsep Intervensi Pada Jurnal
2.2.1 Nyeri pada Mastitis
Pada mastitis biasanya yang selalu dikeluhkan adalah payudara
membesar, keras, nyeri, kulit murah dan membisul (abses) dan yang
pada akhirnya pecah menjadi borok disertai dengan keluarnya nanah
bercampur air susu, dapat disertai dengan suhu badan naik, menggigil.

22

Jika sudah ditemukan tanda-tanda seperti ini maka pemberian ASI pada
bayi jangan dihentikan, tetapi sesering mungkin diberikan.
Patofisiologis mastitis pada awalnya bermula dari kuman
penyebab mastitis yaitu puting susu yang luka atau lecet. Puting lecet
sebagai salah satu faktor risiko mastitis dapat menyebabkan timbulnya
rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari pengosongan
payudara secara sempurna. Kerusakan integritas kulit pada puting lecet
menyebabkan kuman tersebut berkelanjutan menjalar ke duktulusduktulus dan sinus sehingga mengakibatkan radang pada mamae.
Radang duktulus-duktulus menjadi edematous dan akibatnya air susu
tersebut terbendung (Ambarawati, 2008).
Nyeri sedikitnya mengalami dua perubahan, diantaranya: 1.) akibat
perlukaan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif; 2.)
setelah proses perlukaan terjadi dan menyebabkan adanya respon
inflamasi pada daerah sekitar luka atau lecet, kemudian terjadi
pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin,
substansi P dan lekotrein) oleh jaringan yang rusak dan sel-sel
inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada
proses transduksi dari nyeri.
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya
kerusakan jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan
oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif.
Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang
otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan
jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi
protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak
(Burton, 2007). Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk
mempercepat

perbaikan

kerusakan

jaringan.

Sensitifitas

akan

meningkat, sehingga stimulus non noksius atau noksius ringan yang


mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri

23

inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan


respon inflamasi (Sembulingam, 2006).
2.2.1.1 Sensitisasi Perifer
Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya
perubahan lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang
rusak

akan

melepaskan

komponen

intraselulernya

seperti

adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun, sel inflamasi akan


menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor. Beberapa
komponen

diatas

akan

langsung

merangsang

nosiseptor

(nociceptor activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan


nosiseptor menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan
berikutnya (nociceptor sensitizers) (Burton, 2007). Komponen
sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang
aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan
cara berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai
komponen yang menyebabkan sensitisasi akan muncul secara
bersamaan, penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia
tersebut tidak akan menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi
perifer akan menurunkan ambang rangsang dan berperan dalam
meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi.

2.1.1.2 Sensitisasi Sentral


Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi
nosiseptor di sentral juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi
sentral dan perifer bertanggung jawab terhadap munculnya
hipersensitivitas

nyeri

setelah

cidera.

Sensitisasi

sentral

memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik dari nosiseptor ke


neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu oleh input
nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian
24

terjadi perubahan molekuler neuron (transcription dependent).


Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem
saraf, dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan
input (kerusakan jaringan). Dalam beberapa detik setelah
kerusakan jaringan yang hebat akan terjadi aliran sensoris yang
masif kedalam medulla spinalis, ini akan menyebabkan jaringan
saraf didalam medulla spinalis menjadi hiperresponsif. Reaksi ini
akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat stimulus
non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga
akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri (Burton,
2007).
2.1.1.3 Nosiseptor (Reseptor Nyeri)
Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit,
otot, persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini
bertanggung jawab terhadap kehadiran stimulus noksius yang
berasal dari kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal.
Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai adanya
stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk melampaui
ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah perambatan
sinyal acak (skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi nyeri
(Perdossi, 2000). Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari
spinal cord dengan lokal interneuron dan saraf projeksi yang
membawa informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada
batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik
lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor
nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa
menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan
yang berkelanjutan. Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya
minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut
berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh,
nyeri terjadi pada saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada
15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit bisa terjadai pada 20
25

sampai 30 menit (Burton, 2007). Tipe nosiseptor spesifik bereaksi


pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C tertentu dan
nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin,
dimana yang lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia,
panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta mempunyai aktivitas
nociceptor-like.

Serat

serat

sensorik

mekanoreseptor

bisa

diikutkan untuk transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri


ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan produkproduknya.
Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena sentuhan
ringan)

dihasilkan

mekanoreseptor A-beta

(Burton,

2007).

Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain


hanya sebagai reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar
pada keadaan yang potensial merusak. Banyak stimulus yang
sifatnya

merusak

(memotong,

membakar,

kepitan)

tidak

menghasilkan nyeri bila dilakukan pada struktur viseralis. Selain


itu inflamasi, iskemia, regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme
viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini biasanya
dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan
untuk mempertahankan fungsi (Burton, 2007).

2.2.2 Pembahasan Jurnal


Jurnal berjudul Effect of Lukewarm Water Compress on Prevention of
Nipple Pain and Breast Engorgement Among Primiparous at A Selected
Hospital in Chennai bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompres hangat
terhadap payudara bengkak dan nyeri pada puting. Penelitian dilakukan
dengan metode quasi eksperimen dengan desain kontrol group posttest only
design. Studi dilakukan pada 60 sampel primipara yang menjalankan operasi
sesar, dengan teknik sampling convenient. Lukewarm diaplikasikan dengan

26

kompres bersuhu 43-46 celcius dengan menggunakan spons pada payudara


yang mengalami nyeri. Spons diganti setiap 5 menit dengan total waktu
kompres 20 menit. Kompres diberikan 2 kali dalam sehari, yaitu pada hari ke
2, ke-3, dan ke-4 postpartum. Kelompok komtrol menerima intervensi biasa.
Hasil penelitian pembengkakan payudara diukur dari 6 poin skala
pembengkakan, sedangkan nyeri puting susu diukur dari numerical pain scale
pada kelompok kontrol dan intervensi pada hari ke-2, 3, dan 4 postpartum.
Hasil analisis data terkait dengan usia responden, usia rata-rata didapatkan 24
tahun pada kelompok perlakuan dan 24,17 tahun pada kelompok kontrol.
Perbedaan analisis kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menunjukkan
bahwa kelompok perlakuan mengalami reduksi atau penurunan skala nyeri
puting susu dan pembengkakan payudara yang signifikan (p<0,001) di setiap
satu hari setelah diberikan perlakuan (hari ke-3, ke-4, dan ke-5).
Desain penelitian adalah kontrol group posttest only design. Sampel terdiri
dari 60 orang, dengan 30 sampel pada kelompok perlakuan dan 30 sampel
pada kelompok kontrol. Kriteria inklusi yaitu primipara yang menjalankan
operasi sesar, mengerti bahasa Tamil, dan bahasa inggris, serta ibu yang
menjalani rawat gabung. Kriteria eksklusi yaitu ibu hamil yang mengalami
komplikasi antenatal atau postnatal.
Prosedur penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu meminta persetujuan
responden. Kelompok dengan perlakuan mendapatkan kompres lukewarm
dengan menggunakan spons dengan suhu 43-46 derajat celcius dan diganti
setiap 5 menit dengan durasi 20 menit (10 menit sebelum ibu menyusui dan
10 menit setelah ibu menyusui) 2 kali sehari, dilakukan pada pagi dan sore
hari. Intervensi diberikan pada hari ke-2, ke-3, dank e-4 postpartum.
Kemudian, dilakukan pengukuran pembengkakan payudara (dari skala 6 poin
pembengkakan payudara) dan nyeri puting susu diukur dengan numerical
pain scale pada hari ke-3, ke-4, dan ke-5 postpartum.
Data dianalisis dengan menggunakan statistic deskriptif (frekuensi, ratarata standar deviasi) untuk menganalisis data demografis. Statistik inferensial
yang digunakan adalah chi-square, independent t-Test, Mannova, dan Annova
27

untuk membandingkan nyeri puting susu dan pembengkakan payudara.


Analisis menggunakan program computer SPSS versi 16.
Hasil penelitian menunjukkan perbandingan posttest pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa
kelompok perlakuan mengalami penurunan pembengkakan payudara dan
nyeri puting susu dengan nilai signifikan (p<0,001).
Berdasarkan penelitian, disebutkan bahwa sifat hangat dari kompres
membantu meningkatkan sirkulasi dan memicu sekresi hormone oksitosin
untuk pengeluran air susu. Mengkompres payudara dengan kompres hangat
berdasarkan jurnal dapat membantu pengeluaran air susu secara perlahan
(menetes) dan mengurangi kongesti. Secara teori, Lukewarm kompres mudah
digunakan, dapat diaplikasikan tanpa efek samping, dan meningkatkan
kenyamanan ibu, serta efektif untuk mencegah pembengkakan payudara.
Dikaitkan dengan teori menurunnya nyeri puting akibat kompres hangat,
dapat dijelaskan melalui teori nyeri seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Proses kompres lukewarm yang memberikan rasa nyaman pada bagian
payudara atau puting susu yang mengalami nyeri berkaitan dengan proses
sensitisasi sentral. Melalui kompres hangat, sensitisasi sentral yang
memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik dari nosiseptor ke neuron
kornu dorsalis selanjutnya melemahkan sifat hiperaktivitas yang dimiliki.
Proses ini dipacu oleh melemahnya input nosiseptor nyeri ke medulla spinalis
(activity dependent), yang kemudian menurunkan perubahan molekuler
neuron (transcription dependent) dibandingkan sebelum diberikan kompres
hangat lukewarm (Burton, 2007; Demir, Y., 2012) Dalam beberapa detik akan
terjadi penurunan aliran sensoris yang masif kedalam medulla spinalis, ini
akan menyebabkan ambang hiperresponsif jaringan saraf didalam medulla
spinalis menjadi menurun. Reaksi ini akan menyebabkan menurunnya
rangsangan nyeri pada puting susu dan daerah sekitarnya. Dengan begitu,
kemungkinan bendungan air susu menjadi menurun akibat peran ibu dalam
memberikan asi untuk bayinya menjadi kembali seperti semula.

28

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengumpulan Data
Pada pengkajian awal yang perlu dikaji adalah identitas pasien
meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tgl masuk, no RM dan
diagnosa medis. Kemudian ditambahkan dengan identitas penangguang

29

jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan


hubungan dengan pasien.
3.1.2 Riwayat kesehatan
a.
Keluhan utama
Pada keluhan utama data yang bisa muncul pada pasien dengan
mastitis kemungkinan pasien mengeluh nyeri pada payudara dan
b.

pasien tampak meringis


Riwayat Penyakit Sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang ditanyakan keluhan pasien saat ini.
Kemungkinan data yang bisa muncul pada pasien dengan mastitis
suhu tubuh meningkat (380C), nyeri pada daerah mammae,
bengkak dan merah pada mammae. Jika tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul berbagai komplikasi

c.

seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur.


Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan data yang bisa muncul, pasien mempunyai riwayat
penyakit yang sama dengan penyakit yang dialaminya sekarang.
Untuk Riwayat penyakit dahulu dapat ditanyakan kepada pasien
penyakit menular ataupun penyakit keturunan yang dapat
mempengaruhi keadaannya. Kemungkinan wanita yang mengalami
mastitis ini karena adanya faktor-faktor predisposisi seperti faktor
kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat dengan mudah
mengalami infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan
nutrisi yang tidak adekuat dan lebih banyak mengandung garam
dan lemak juga dapat memicu terjadinya mastitis, adanya riwayat
trauma pada payudara juga dapat menjadi penyebab terjadinya

d.
e.

mastitis karena adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran susu.


Riwayat Penyakit Keluarga
Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.
Riwayat Ginekologi
Pada pasien dengan mastitis ditanyakan kapan menarche, siklus
haid dan apakah ada keluhan saat menstruasi. Perlu juga mengkaji
riwayat pernikahan, riwayat persalinan, riwayat ANC (Antenatal
Nursing Care), dan riwayat kontrasepsi, riwayat kehamilan dan
persalinan

30

3.1.3

Pengkajian pola fungsional Gordon


a. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit :
- Bagaimana pasien menjaga kesehatan?
- Apakah pasien mengetahui bagaimana hidup sehat?
- Apakah pasien sering olah raga?
Saat sakit:
-Apakah pasien tahu tentang penyakit yang diderita, penyebab, dan
gejalanya?
- Apakah pasien mengetahui cara mengatasi, merawat, mengobati
-

penyakit yang diderita?


Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Kemungkinan pada pasien mastitis pada pola persepsi terhadap
kesehatan, sebelum dan selama sakit pasien beranggapan bahwa
kesehatan merupakan hal yang terpenting dalam hidupnya, maka
bila pasien sakit, pasien langsung memeriksakan penyakitnya ke
puskesmas atau ke pelayanan kesehatan terdekat.

b. Nutrisi dan metabolik


Sebelum sakit:
- Makan dan minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
- Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
- Apakah klien merasa mual atau muntah atau sulit menelan?
- Apakah klien mengalami anoreksia?
- Makan dan minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Pada pasien dengan mastitis terjadi akumulasi ASI menyebabkan
respon peradangan sehingga terjadi pengeluaran sitokin inflamasi (
seperti IL-8) sehingga menyebaban pengeluaran endogen pirogen
terjadilah peningatan suhu tubuh dan terjadi hipertermi. Kulit
pasien teraba hangat (khususnya pada bagian payudara) dan suhu
tubuh 38 oC
c. Eliminasi
Sebelum sakit:
- Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi,
-

warna, konsistensi, keluhan nyeri?


Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil

sehingga berpengaruh pada pernapasan?


Saat sakit:
31

Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi,
waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri, bau, sejak kapan?
Pada pasien dengan mastitis pasien tidak mengalami gangguan
pada eliminasi .

d. Aktivitas dan latihan


Sebelum sakit
- Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari?
- Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
- Apakah mengalami sesak napas saat beraktivitas?
Saat sakit:
- Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan
-

kesehatan, sebagian, total)?


Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
Pada pasien dengan mastitis perlu dikaji kemampuan ADL seperti
makan minum,mandi, toileting mobilisasi di tempat tidur,
kemampuan berpindah, serta ambulasi ROM apakah pasien
melakukannya secara mandiri atau dengan bantuan orang lain atau
bantuan alat. Adapun skor yang dapat diberikan berkaitan dengan
pola aktivitas dan latihan seperti : 0 : Mandiri, 1 : Alat bantu 2 :
Dibantu orang lain., 3 : Dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung
total.

e. Tidur dan istirahat


Sebelum sakit:
- Apakah tidur klien terganggu?
- Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
- Kebiasaan sebelum tidur?
- Apakah mengkonsumsi obat sebelum tidur?
Saat sakit:
- Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
- Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam)?
- Kebiasaan sebelum tidur?
Pada pasien dengan mastitis tidak ditemukan adanya gangguan
pada pola tidur dan Istirahat.
f. Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
- Bagaimana menghindari rasa sakit?

32

Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera dan daya ingat,

apa saja?
- Apakah menggunakan alat bantu (kacamata, dll)?
Saat sakit:
- Bagaimana menghindari rasa sakit?
- Apakah mengalami nyeri (P: penyebab rasa nyeri, Q: kualitas nyeri
seperti ditusuk-tusuk, R: terdapat didaerah mana, S: skala 0-10, T:
-

waktu kejadiannya kapan)?


Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
Pada pasien dengan mastitis pasien mengatakan nyeri pada

payudara. Hal ini terjadi karena bendungan payudara atau penghisapan


yang buruk atau infeksi menyebabkan aliran vena limfatik tersumbat
terjadilah tekanan pada saluran ASI dan peningkatan alveoli yang
menyebabkan pelepasan zat-zat imiawi (prostaglandin, histamin,
serotonin,bradikinin, substansi F dan lekotrein oleh sel inflamasi)
sehingga adanya tranduksi nyeri menyeaan nyeri akut. P: nyeri terasa
jika bayi mengisap putting susu, Q : nyeri terasa tertusuk-tusuk , R :
daerah yang di rasakan nyeri yaitu di payudara, S : skala nyeri 6, T :
nyeri terasa hilang timbul. Disamping itu pasien dengan mastitis
mengalami keterlambatan terapi yang diberikan akibat tidak paham
dengan gejala sehingga menyeaan defisiensi pengetahuan dimana
pasien mengatakan kurang paham mengenai penyakitnya.
g. Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
-

Bagaimana klien menggambarkan dirinya?

Saat sakit:
-

Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan

penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
Pada pasien dengan mastitis pola persepsi dan konsep diri pasien
tidak mengalami gangguan

h. Peran dan hubungan dengan sesama

33

Sebelum sakit:
-

Bagaimana hubungan klien dengan sesama?

Saat sakit:
-

Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat,

dan dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
Pada pasien dengan mastitis mengalami gangguan pada
peran hubungan dengan sesama. Hal ini terjadi karena jalur
paraseluler terbuka menyebakan perubahan komposisi ASI
sehingga ASI yang diproduksi tida disukai bayi menyebabkan
ketidakefektifan pemberian ASI. Pada pasien dengan mastitis Bayi
tampak menolak diberikan ASI dan terdapat luka pada puting Ibu.

i. Reproduksi dan seksualitas


Sebelum sakit:
-

Apakah ada gangguan hubungan seksual pasien?


Apakah waktu menstruasi tepat waktu atau tidak?

Saat sakit:
-

Apakah ada gangguan hubungan seksual pasien?


Pada pasien dengan mastitis biasanya tidak adanya gangguan pada
pola reproduksi dan seksualitas .

j. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres


Sebelum sakit:
-

Bagaimana menghadapi masalah?


Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?

Saat sakit:
-

Bagaimana menghadapi masalah?


Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
34

Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?


Pada pasien dengan mastitis tidak mengalami pola mekanisme

koping dan toleransi terhadap stres.


k. Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
-

Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?

Saat sakit:
-

Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?


Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan

ajaran Agama yang dianut?


Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat
dari sudut pandang nilai dan kepercayaan?
Pada pasien dengan mastitis tidak ditemukan adanya gangguan
pada nilai dan kepercayaan.

3.1.4

Pemeriksaan Fisik
Menurut Blumstein, Howard dan

Amy k, Rontal (2004) pada

pemeriksaan dapat ditemukan :


b. Inspeksi
Kemerahan pada mammae
Tampak ada luka pada mammae
Bengkak pada mammae
Benjol-benjol pada mammae
Bentuk pisma segitiga tidak beraturan (wedge) pada mammae
f. Palpasi
Mammae teraba keras/tegang/indurasi
Nyeri tekan pada daerah yang terinflamasi
Teraba hangat pada mammae yang terinflamasi
3.1.5 Pemeriksaan Diagnostic/ Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Jika tidak sedang menyusui, bisa dilakukan mammografi atau biopsy
payudara, ultrasound payudara.
Mammografi merupakan proses pemeriksaan mammae manusia
menggunakan sinar x dosis rendah ( umumnya berkisar 0,7mSv). Biopsy
35

adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia untuk


pemeriksaan patologis mikroskopik. Biopsy atau alat kultur ASI,
menyediakan koloni bakteri untuk tumbuh. Identifikasi bakteri penyebab
dapat dilihat melalui mikroskop. Pada saat yang sama tes dapat dilakukan
untuk menentukan antibiotic yang paling efektif untuk melawan bakteri
penyebab. Selain itu pemeriksaan darah (WBC) meningkat atau tidak.
Meningkatnya WBC sebagai tanda adanya peradangan. (Blumstein,
Howard dan Amy k, Rontal., 2004)
Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai
berikut:
b.

Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC

c.

Menggigil

d.

Nyeri atau ngilu seluruh tubuh

e.

Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa


sangat nyeri.

f.

Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi


menolak menyusu karena ASI terasa asin

g.

3.1.6

Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

Analisa Data
Analisa data terlampir

3.2

Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (mastitis) ditandai
dengan pasien tampak meringis, pasien melaporkan nyerinya di sekitar
payudara, skala nyeri 6, nyeri terasa saat bayi mengisap puting susu
2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit mastitis ditandai dengan suhu
pasien diatas kisaran normal (38oC), kulit pasien teraba hangat.

36

3. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas


pemberian ASI ditandai dengan bayi menolak diberikan ASI dan terdapat
lecet pada puting susu ibu.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (gigitan
oleh bayi) ditandai dengan adanya lecet pada puting susu ibu.
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi
ditandai dengan pasien mengatakan tidak paham menyenai penyakitnya
(mastitis).

37

3.3. Rencana Asuhan Keperawatan


No

Diagnosa Keperawatan

Nyeri

akut

berhubungan Setelah

dengan

agens

cedera

(mastitis)

ditandai

Tujuan dan Kriteria Hasil


dilakukan

Intervensi

tindakan NIC Label : Pain Management

fisik keperawatan selama . x 24 jam,

dengan diharapkan

terjadi

penurunan

pasien tampak meringis, pasien skala nyeri dari 6 menjadi kurang


melaporkan nyerinya di sekitar dari 6 (1-10).
payudara, skala nyeri 6, nyeri
terasa

saat

puting susu

bayi

mengisap

dari 6 menjadi kurang dari 6


de ngan rentangan (1-10).
b. Pasien melaporkan bahwa
berkurang
napas

nyeri

komprehensif

secara

lokasi, karakteristik, durasi,

ketika
setelah

melakukan manajemen nyeri


c. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

nonverbal

kualitas

terhadap

yang dirasakan.
3. Mengajarkan teknik

dan

38

Pain

Management

distraksi,

1. Lokasi,

karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas

aspek

merupakan

nyeri

dijadikan

hal

yang

ukuran

untuk

melihat kondisi klien.


non 2. Untuk menilai skala nyeri
dan

kompres panas atau dingin.


4. Kolaborasikan penggunaan
analgetik dengan dokter.
5. Mengeliminasi faktor yang

yang dirasakan klien.


3. Dapat
meminimalisir
penggunaan

teknik

farmakologi

untuk

mengurangi

klien.
dapat menyebabkan nyeri.
4. Untuk
6. Memposisikan klien dalam

NOC label : Pain Control

Label

dan faktor presipitasi nyeri

farmakologi: napas dalam,


relaksasi,

NIC

termasuk

faktor presipitasi.
2. Mengobservasi

a. Skala nyeri pasien berkurang

menarik

1. Mengkaji

frekuensi,

NOC label: Pain Level

nyeri

Rasional

skala

nyeri

mengoptimalkan

a. Pasien

mampu

mengontrol

dan menangani nyeri (mampu


menggunakan

tehnik

nonfarmakologi

untuk

mengurangi
bantuan)
b. Mampu
(skala,

nyeri,

mencari

mengenali
intensitas,

nyeri

frekuensi

dan tanda nyeri)


NOC label: Vital Signs

posisi senyaman mungkin.


7. Menanyakan pada klien

penanganan

nyeri

klien.
kapan nyeri menjadi lebih 5. Untuk menurunkan skala
buruk

dan

apa

yang

dilakukan
menguranginya.
8. Mengajarkan prinsip
manajemen nyeri.
9. Berikan kompres

nyeri

dan

mencegah

untuk

peningkatan skala nyeri.


6. Posisi klien yang nyaman

dari

dapat meminimalisir faktor

predisposisi.
hangat 7. Melihat karakteristik nyeri

pada pasien

yang

dialami

klien,

sehingga
1. Tanda vital dalam rentang
o

normal ( T = 36,5 C 37,5 C

pada

NIC

Label

Analgesic

akan

mempengaruhi

tindakan

keperawatan dan diagnosa

administration

, TD = 120/80 mmHg, RR =
16-20

x/menit,

100x/menit)

yang akan ditegakkan.


1.
Mengetahui
lokasi,
8.
Mempercepat
proses
60karakteristik, kualitas, dan
penurunan skala
nyeri
derajat
nyeri
sebelum
klien.
memberikan
medikasi
2. Melakukan

pasien 9. Kompres
pasien
pengecekan

terhadap riwayat alergi

39

hangat
efektif

mengurangi

nyeri

dirasakan pasien.

pada
untuk
yang

3. Memilih

analgesic

yang

sesuai atau kombinasikan


analgesic saat di resepkan NIC

Label

Analgesic

analgesik lebih dari satu


administration
4. Memonitor tanda-tanda vital
sebelum

dan

setelah

diberikan analgesic dengan


satu kali dosis atau tanda
yang

1. Untuk dapat menentukan


medikasi yang tepat agar

tujuan tercapai maksimal.


tidak biasa dicatat 2. Untuk mencegah terjadinya

perawat
5. Mengevaluasi
dari analgesic

keefektian

alergi

ketika

pemberian

medikasi.
3. Untuk
mengoptimalkan
penggunaan
dalam

analgesik

upaya mengurangi

skala nyeri klien.


4. Untuk mengetahui adanya
perubahan tanda-tanda vital
sebelum
diberikan

dan

setelah
analgesic

sehingga dapat menentukan

40

kondisi klien saat ini.


5. Untuk
menentukan
keberlanjutan
2

Hipertermia
dengan

berhubungan Setelah

penyakit

dilakukan

tindakan

mastitis keperawatan selama 2 x 24 jam,

ditandai dengan suhu pasien diharapkan

terjadi

penurunan

NIC

label:

Temperature

Regulation
a. Memonitor suhu setidaknya
setiap 2 jam sekali
b. Memonitor tekanan darah,

diatas kisaran normal (38oC), suhu tubuh dengan kriteria hasil:


kulit pasien teraba hangat.

denyut nadi, dan rr


c. Memonitor warna kulit dan
NOC label: Thermoregulation
a. Suhu tubuh dalam rentang
0

normal 36,5 37,5 C


b. Nadi dan RR dalam rentang
normal. (RR = 16-20 x/menit,
N = 60-100x/menit)
c. Tidak ada perubahan warna

suhu kulit
d. Memberitahukan

dari demam dan perawatan


darurat yang sesuai
e. Gunakan
hal-hal

hangat untuk menyesuaikan

lingkungan
butuhkan

41

yang

bersifat hangat dan selimut


suhu
f. Menyesuaikan

kulit

indikasi

suhu
yang

pasien

analgesik.
NIC
label:

pemakaian
Temperature

Regulation
a. Untuk

mengetahui

perubahan

suhu

tubuh

pasien.
b. Untuk memantau kondisi
klien

atau

mengindentifikasi masalah
dan mengevaluasi respons
klien terhadap intervensi.
c. Mengetahui perfusi pada
kulit pasien.
d. Mengatasi

penyebab

hipertermi
e. Untuk menyesuaikan suhu
tubuh
bantuan

pasien
hal-hal

dengan
yang

g. Berikan antipiretik
NIC label: Fever Treatment
a. Berikan
tindakan
pengobatan

untuk

mengurangi demam.
b. Lakukan tindakan Water
Tepid Sponge
c. Anjurkan

untuk

meningkatkan intake cairan


melalui oral.
d. Monitor IWL

bersifat hangat dan selimut


hangat.
f. Mencegah

peningkatan

suhu tubuh pasien


g. Memberikan efek

untuk

menurunkan hipertermi
NIC label: Fever Treatment
a. Untuk penurunan demam
pasien secara farmakologis.
b. Untuk penurunan demam
pasien

secara

non

farmakologis
c. Agar intake cairan melalui
oral

pada

pasien

dapat

meningkat.
d. Untuk mengetahui output
3

Ketidakefektifan
ASI

berhubungan

pemberian Setelah

diberikan

asuhan NIC Label:

dengan keperawatan selama ... x 24 jam,

42

cairan pasien.
NIC Label:

diskontinuitas pemberian ASI diharapkan klien dapat menyusu Lactation counseling


ditandai dengan bayi menolak dengan lebih baik dengan kriteria
diberikan ASI dan terdapat hasil:
lecet pada puting susu ibu.

NOC

orang

pendidikan
Label

Breastfeeding

Establishment : Infant

menit sekali menyusu.

Label

Breastfeeding

mengenai
pengambilan

keputusan
2. Sediakan informasi tentang
keuntungan dan kerugian

dari menyusu
Konwledge 3. Perbaiki konsep yang salah,
informasi yang tidak sesuai

1. Mengetahui

manfaat

menyusui.
2. Mengetahui ketentuan asupan
cairan untuk ibu
3. Mengetahui

tua

menyusu pada bayi untuk


informasi

1. Bantuan minimal dalam 5-10

NOC

1. Berikan

Lactation counseling

tanda-tanda

pasokan ASI yang adekuat


4. Mengetahui posisi bayi yang
tepat saat menyusui
5. Mengetahui
zat

yang

43

dan

ketepatan

mengenai

menyusu
4. Berikan dukungan

1. Untuk

memberikan

pemahaman pada orang tua


tentang

pemberian ASI
2. Agar orang tua mengetahui
keuntungan dan kerugian
dari

menyusu

dapat

sehingga
mengambil

keputusan yang tepat untuk


anak
3. Informasi yang salah dapat
menyebabkan pengambilan

pada

keputusan ibu
5. Berikan
rekomendasi
pendidikan pada orang tua

keputusan yang salah pula


4. Agar ibu yakin dengan
keputusan yang diambil
5. Rekomendasi
mengenai

mengenai perawatan yang

perawatan

digunakan

untuk

kebutuhan

pentingnya

sesuai

beberapa

diperlukan
memberikan
pilihan

yang

ditransfer ke

bayi melalui 6. Evaluasi

ASI.

tingkat

pemahaman ibu mengenai

dapat

digunakan

menentukan

untuk

perawatan

isyarat bayi saat menyusu


7. Evaluasi
kemampuan

yang sesuai pada anak


6. Untuk
mengetahui

menghisap setelah lahir


8. Tentukan
penggunaan

seberapa besar pemahaman

pompa

payudara

kebutuhan
9. Demonstrasikan

sesuai
massage

payudara dan diskusikan


keuntungannya

ibu tentang isyarat bayi


saat meyusu
7. Untuk

mengetahui

kemampuan

menghisap

bayi setelah lahir, sehingga


dapat

menentukan

perawatan yang tepat


8. Untuk
mengurangi
penggunaan

energi

berlebih saat bayi menyusu


9. Untuk
meningkatkan
4

Kerusakan
berhubungan

integritas
dengan

kulit Setelah

dilakukan

tindakan

faktor keperawatan selama x 24 jam,

mekanik (gigitan oleh bayi) kerusakan integritas kulit klien


ditandai dengan adanya lecet dapat berkurang, dengan criteria

44

NIC Label :
Skin Care

Topical

Treatment
1. Kaji keadan kulit pasien

suplai air susu


NIC Label :
Skin Care :

Topical

Treatment
1. derajat kerusakan kulit

pada puting susu ibu.

hasil:

(derajat kerusakan integritas)


2. Bersihkan
kulit
pasien

NOC Label: Tissue Integrity :

dengan sabun antibakteri


3. Aplikasikan
antibiotic

Skin & Mucous Membran


1. tidak teraba panas pada kulit
yang terinfeksi
2. Tidak
terlihat

topikal

pada

area

mengalami

yang

kerusakan

integritas
adanya
4. Dokumentasikan
derajat
kemerahan pada kulit klien
kerusakan integritas sebelum
yang terinfeksi
dan sesudah dilakukannya
3. Integritas kulit klien dapat
membaik dibanding keadaan

terapi serta terapi yang telah

sebelumnya
4. Lesi pada kulit pasien dapat

dilakukan
5.
Memonitor warna dan

intervensi

NOC label: Infection Severity

NIC label : Skin Surveillance

1. Tidak terdapat ruam pada

1. Inspeksi kulit dari tanda

kerak vesikel

45

kemerahan,

edema,

selanjutnya

yang akan diberikan


2. Sabun
antibakteri
berguna

untuk

menghilangkan bakteri
yang terdapat pada kulit
dan

mencegah

timbulnya infeksi
3. Antibiotic
topical
berguna

untuk

mengobati infeksi yang

yang

daerah sekitar payudara


2. Tidak terdapat tanda-tanda

menentukan

terjadi pada kulit.


4. Mengetahui perubahan

kelembapan kulit

teratasi

dapat

atau

drainase.
2. Melakukan monitoring kulit

terjadi

pasien
5. mendeteksi
terdapat
suhu

dini

pada
jika

peningkatan
kulit

kelembapan kulit

dan

dari ruam dan lecet.


3. Monitor infeksi, terutama
pada area yang edema.

NIC label : Skin Surveillance


1. Mengetahui

keadaan

kulit saat ini


2. Monitoring dilakukan
untuk

melihat

setiap

perubahan yang terjadi


dan
adanya

mewaspadai
tanda

yang

abnormal pada kulit.


3. Melihat
prkmbangan
kulit

dan

dapat

melakukan penanganan
segera

jika

kulit
5

Defisiensi
berhubungan

pengetahuan
dengan

kurangnya pajanan informasi

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama x 24 jam
diharapkan pasien mengetahui

46

keadaan
semakin

NIC Label :

memburuk
NIC Label :

Teaching : Disease Process

Teaching : Disease Process

ditandai
mengatakan
menyenai
(mastitis).

dengan
tidak

pasien

penyakitnya dengan criteria

1. Kaji

tingkat

1. Dengan menggali level

paham

hasil :

pengetahuan pasien
2. Jelaskan
tentang

pengetahuan mengenai

penyakitnya

NOC Label :
Knowledge: Disease Process
1. Klien mengetahui penyebab dan
faktor

yang

penyakit yang dialami


pasien

berkontribusi

(penyebab,

faktor resiko, dampak

terhadap terjadinya penyakit

yang ditimbulkan, gejala

2. Mengetahui tanda dan gejala


dari penyakit
3. Klien mengetahui faktor risiko
4. Klien
dapat
menggunakan

dan tanda penyakit


3. Tanya kepada pasien
usaha apa yang sudah

strategi untuk meminimalisir laju

dilakukan

untuk

penyakit

memenejemen

gejala

5. Dapat

mengetahui

dampak

psikososial penyakit pada diri

yang muncul
4. Jelaskan kepada pasien

sendiri dan keluarga.

waktu

control

follow

up

serta

mengenai

status penyakit
NIC

Label

Teaching

Prescribed Medication
1. Instruksikan

47

penyakit kepada pasien,


perawat dapat melakukan
intervensi yang tepat
2. Dengan menjelaskan
mengenai patofisiologi
penyakit dan manifestasi
klinis nya, diharapkan
pasien tidak bingung lagi
mengenai penyakitnya
3. Membantu pasien dalam
memanajemen gejala yang
muncul tanpa
menggunakan terapi
lainnya untuk mengatasi
gejala tersebut
4. Waktu follow up
merupakan hal yang sangat

pasien

penting untuk diketahui

untuk

mengenal

karakterisitik dari obat


2. Jelaskan kepada pasien
tujuan dan aksi dari obat
3. Jelaskan kepada pasien

dan diingat pasien karena


dengan follow up dan
control dapat mengetahui
status penyakit pasien.

dosis, rute, dan durasi NIC

Label

Teaching

dari obat
Prescribed Medication
4. Jelaskan kepada pasien 1. tujuan dari mengenal
tanda dan gejala dari

karakteistik obat adalah

kelebihan dosis

mengajarkan pasien tentang


obat agar nantinya terapi
dapat dilanjutkan di rumah
dengan tepat.
2. Memberikan informasi
kepada pasien tentang
setiap obat yang
dikonsumsi oleh pasien.
3. Mendapatkan terapi yang
benar sesuai dengan dosis,
rute, serta durasiobatobatan.

48

4. Mengajarkan pasien
mengenali reaksi obat yang
memerlukan penanganan
segera

49

50

3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi dilakukan sesuai dengan perencanaan keperawatan yang
telah ditentukan.
3.5 Evaluasi
No
1

Diagnosa Keperawatan

Evaluasi

Nyeri akut berhubungan dengan agens S : Pasien mengatakan bahwa rasa


cedera fisik (mastitis) ditandai dengan

nyeri berkurang terutama saat

pasien

pasien

menarik nafas dan merasakan

sekitar

lebih nyaman setelah nyeri

tampak

melaporkan

meringis,

nyerinya

di

payudara, skala nyeri 6, nyeri terasa


saat bayi mengisap puting susu

berkurang.
O : Skala nyeri pasien berkurang
dari 6 menjadi kurang dari 6
dalam rentangan 1-10. Nadi
pasien dalam rentang normal
(60-70x/menit)
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi pasien

Hipertermia

berhubungan

dengan S : Pasien mengatakan sudah tidak

penyakit mastitis ditandai dengan


suhu pasien diatas kisaran normal
(38oC), kulit pasien teraba hangat

demam lagi.
O : Suhu tubuh pasien dalam
rentang normal 36,5 37,50C,
nadi dan RR dalam rentang
normal (RR = 16-20 x/menit, N
= 60-100x/menit) dan tidak
terdapat perubahan warna kulit
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi pasien

Ketidakefektifan

pemberian

ASI S : Pasien mengatakan sudah dapat


51

berhubungan dengan diskontinuitas

menyusui dengan baik dan

pemberian ASI ditandai dengan bayi

memerlukan bantuan minimal

menolak diberikan ASI dan terdapat

dalam menyusui.

lecet pada puting susu ibu.

O : pasien tampak mengerti


dengan

informasi

yang

diberikan manfaat menyusui


mengenai

ketentuan

asupan

cairan untuk ibu, tanda-tanda


pasokan ASI yang adekuat,
posisi bayi yang tepat saat
menyusui dan mengetahui zat
yang ditransfer ke bayi melalui
ASI.
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi pasien
4

Kerusakan

integritas

kulit S : Pasien mengatakan tidak

berhubungan dengan faktor mekanik

terdapat rasa panas pada kulit,

(gigitan oleh bayi) ditandai dengan

tidak

adanya lecet pada puting susu ibu

terdapat lsi dan tidak terdapat

terdapat

ruam,

tidak

edema.
O : tidak terdapat

ruam pada

daerah sekitar payudara dan


tidak

terdapat

tanda-tanda

kerak vesikel
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi pasien
5

Defisiensi pengetahuan berhubungan S : Pasien mengatakan mengetahui


dengan kurangnya pajanan informasi

penyebab

ditandai dengan pasien mengatakan

berkontribusi terhadap terjadinya

tidak paham menyenai penyakitnya

penyakit, mngetahui tanda dan

52

dan

faktor

yang

(mastitis).

gejala dari penyakit, mengetahui


faktor

risiko,

dan

pasien

mengatakan dapat menggunakan


strategi untuk meminimalisir laju
penyakit.

O : pasien tampak lebih aman dan


nyaman.
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi pasien

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kelebihan Evidence Based
53

Adapun kelebihan evidence based sebagai berikut :


a. Intervensi ini menggunakan statistik inferensial (chi-square, independent
t test RMANNOVA, one-way ANNOVA)
b. Intervensi kompres hangat ini terbilang cukup sederhana, mudah dalam
penerapannya dirumah, dan tanpa adanya efek samping dan rasa sakit yang
ditimbulkan, memberikan kenyamanan dan kebaikan bagi ibu dan bayi
serta mencegah pembengkakan pada payudara.
c. Hasil penelitian pada jurnal ini berupa pengurangan nyeri puting dan
mencegah pembengkakan payudara juga didukung oleh penelitian lainnya
yang serupa. Penelitian tersebut telah dilakukan sebelumnya yang
membandingkan efektivitas susu ibu, kompres teh dan kompres lembab
hangat pada pencegahan masalah puting kepada 105 primipara menyusui
yang menjalani persalinan normal maupun caesar.
4.2 Kekurangan Evidence Based
Adapun kekurangan evidence based sebagai berikut :
a. Beberapa keterbatasan penelitian ini adalah variabel luar seperti
lingkungan, toleransi rasa sakit, sikap subjek tidak diambil menjadi
pertimbangan dalam penelitian.
b. Data yang diperoleh tentang nyeri puting adalah subjektif sehingga tidak
mendapatkan hasil yang akurat
4.3 Etika Penerapan Evidence Based
Kompres hangat adalah tindakan memberikan rasa hangat pada daerah
tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan
rasa hangat pada bagian tubuh yang memerlukan.

Kompres hangat dengan suhu 45-50,5 oC dapat dilakukan dengan menempelkan


kantung karet yang diisi air hangat ke daerah tubuh yang nyeri. Tujuan dari
kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih
rileks, menurunkan rasa nyeri, dan mempelancar pasokan aliran darah dan
memberikan ketenangan pada klien (Azril Kimin, 2009)
Nyeri akibat pembengkakan payudara pada ibu post partum dapat
diberikan kompres panas sebelum menyusui untuk mengurangi rasa sakit (Depkes
54

RI, 2001 dalam runiari 2010 ). Kompres panas dengan suhu 40,5-43C merupakan
salah satu pilihan tindakan yang digunakan untuk mengurangi dan bahkan
mengatasi rasa nyeri. Hal ini berdasarkan pada Permenkes no. 1109 tahun
2007 tentang Penyelenggaraan pengobatan komplementer alternative

2007 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Komplementer Alternatif di


Fasilitas Kesehatan Pelayanan Kesehatan, Jenis Pengobatan, Tenaga Pelaksana
termasuk Tenaga Asing. Jakarta.
.

55

Anda mungkin juga menyukai