Anda di halaman 1dari 57

PRAKTEK PELAYANAN KEBIDANAN

Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas

“Pendidikan Kesehatan (Breast Care)”

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 6
1.3 Ruang Lingkup .................................................................................. 7
1.4 Tujuan dan Manfaat............................................................................ 7

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 9


2.1 Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan ................................................. 9
2.2 Konsep Dasar Masa Nifas ................................................................. 16
2.3 Konsep Dasar ASI Eksklusif ............................................................. 29

BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................ 47

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 54

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 55


5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 55
5.2 Saran .................................................................................................. 56

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa nifas atau post partum berasal dari bahasa latin yaitu “puer”

yang berarti bayi dan “parous” yang berarti melahirkan. Masa nifas

merupakan masa yang dimulai setelah kelahiran dan berakhir ketika alat-

alat kandungan kembali seperti kekeadaan sebelum kehamilan, dimana

masa ini berlangsung selama 6 minggu (Maryunani, 2017). Pada masa

postpartum ibu mengalami banyak kejadian penting, dimulai dari

perubahan fisik maupun perubahan psikologis dalam menghadapi keluarga

baru dengan kehadiran buah hati yang membutuhkan perhatian dan kasih

sayangnya (Marmi, 2017)..

Perawatan payudara pada masa nifas merupakan perawatan yang

dilakukan untuk mempersiapkan payudara agar dalam kondisi baik saat

menyusui bayinya, meliputi perawatan kebersihan payudara baik sebelum

maupun sesudah menyusui. Perawatan puting susu yang lecet dan merawat

puting susu agar tetap lemas, tidak keras dan tidak kering. Selain itu akan

menjaga bentuk payudara juga akan memperlancar keluarnya ASI

(Suririnah, 2018). Perawatan payudara setelah melahirkan bertujuan agar

payudara senantiasa bersih dan mudah dihisap oleh bayi. Banyak ibu yang

mengeluh bayinya tidak mau menyusu, bisa jadi ini disebabkan oleh faktor

teknis seperti puting susu yang masuk atau posisi yang salah. Selain faktor

1
teknis ini tentunya Air Susu Ibu juga dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan

kondisi psikologis ibu (Saryono, 2019). Pada tahun 2015 Badan Kesehatan

Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus infeksi payudara yang

terjadi pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrocustic

terus meningkat, dimana penderita kanker payudara mencapai hingga lebih

1,2 juta orang yang terdiagnosis, dan 12% diantaranya merupakan infeksi

payudara berupa mastitis pada wanita pasca post partum. Data ini

kemudian didukung oleh The American Cancer Society yang

memperkirakan 211.240 wanita di Amerika Serikat akan didiagnosis

menderita kanker payudara invasive (stadium I-IV) tahun ini dan 40.140

orang akan meninggal karena penyakit ini. Sebanyak 3 persen kasus

kematian wanita di Amerika disebabkan oleh kanker 2 payudara.

Sedangkan di Indonesia hanya 0,001/100.000 angka kesakitan akibat

infeksi berupa mastitis (Depkes RI, 2022). Berdasarkan laporan dari

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015 – 2016

menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis dan puting

susu lecet, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena perawatan

payudara yang tidak benar. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh badan

penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan, pada tahun 2021

didapatkan 46% ketidak lancaran ASI terjadi akibat perawatan payudara

yang kurang, 25% akibat frekuensi menyusui yang kurang dari 8x/hari,

14% akibat BBLR, 10% akibat prematur, dan 5% akibat penyakit akut

maupun kronis (Depkes, 2021). Selain itu faktor penyebab dilakukan

2
perawatan payudara adalah payudara bengkak (engorgement), kelainan

puting susu (puting susu datar dan puting susu terpendam atau tertarik ke

dalam) , puting susu nyeri (sore nipple) dan puting susu lecet (cracked

nipple), saluran susu tersumbat (obstructive duct), radang payudara

(mastitis), abses payudara, air susu ibu kurang lancar keluar. Pada sebuah

penelitian tentang keberhasilan ibu menyusui, terdapat faktor penting

tentang perawatan payudara, hal ini terbukti dengan diperolehnya data dari

115 ibu postpartum yang terbagi dalam dua kelompok, dimana angka

keberhasilan menyusui pada 50 ibu yang tidak melakukan perawatan

payudara adalah 26,8%. Ini sangat rendah jika dibandingkan dengan

98,1% keberhasilan 3 menyusui dari kelompok ibu yang melakukan

perawatan payudara yang berjumlah 65 orang (Almaglamsyah, 2018).

Perawatan payudara bertujuan untuk memelihara kebersihan payudara

terutama kebersihan puting susu sehingga terhindar dari infeksi,

melenturkan dan menguatkan puting susu sehingga bayi mudah menyusu

dan dapat menyusu dengan baik, mengurangi risiko luka saat bayi

menyusu, merangsang kelenjar air susu sehingga produksi asi menjadi

lancar, mengetahui secara dini kelainan puting susu dan melakukan usaha-

usaha untuk mengatasinya, untuk persiapan psikis ibu menyusui dan

menjaga bentuk payudara, dan mencegah penyumbatan pada payudara

(Saryono dan Pramistasari Roischa, 2019). Oleh karena itu penting untuk

memberikan informasi dan mengajarkan cara melakukan perawatan

payudara sedini mungkin pada ibu tentang pentingnya melakukan

3
perawatan payudara dalam rangka persiapan ibu untuk menyusui pada

masa menyusui agar tidak terjadi masalah seperti ASI sulit keluar, puting

susu lecet, puting susu nyeri, payudara bengkak, mastitis atau abses

payudara, dll. Berdasarkan latar belakang di atas diduga bahwa ketidak

lancaran ASI dipengaruhi oleh pengetahuan perawatan payudara yang

kurang.

Faktor-faktor yang dapat menghambat pemberian ASI eksklusif

yaitu produksi ASI yang kurang (32%), masalah pada puting susu ibu

(28%), dan bendungan pada ASI (25%) (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 2020). Pada penelitian Setyowati, dkk., (2015) menyatakan

bahwa hambatan yang sering terjadi dalam pemberian ASI yaitu ASI yang

belum keluar dan kurangnya produksi ASI. Hal ini terjadi karena

kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang berperan

dalam kelancaran produksi ASI. Hal ini sejalan dengan penelitian Marmi

(2016) bahwa faktor penyebab ibu tidak mau menyusui bayinya yaitu

produksi ASI yang tidak cukup. Kurangnya produksi ASI adalah suatu

alasan utama bagi seorang ibu untuk berhenti menyusui dini.

Kurangnya produksi ASI dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

salah satunya yaitu pengaruh daya isapan bayi. Ibu yang jarang menyusui

atau menyusui berlangsung sebentar maka hisapan bayi akan berkurang

serta pengeluaran ASI akan berkurang. Daya hisap bayi saat menyusui

dapat merangsang kelenjar hipotalamus memproduksi hormon oksitosin

dan hormon prolaktin, sehingga semakin sering dan kuat bayi menghisap

4
maka produksi ASI akan semakin banyak. Dan sebaliknya, semakin jarang

atau tidak pernah bayi menghisap maka produksi ASI akan berkurang

(Dewi, 2019).

Demi keberhasilan dalam proses menyusui atau pengeluaran ASI,

diperlukan perawatan payudara pada Ibu post partum. Perawatan payudara

dilakukan agar selama masa menyusui produksi ASI tercukupi, tidak

terjadi kelainan pada payudara, dan agar bentuk payudara tetap baik

setelah menyusui (Wisnuwardhani, 2018). Beberapa perawatan payudara

yang sering dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI antara lain pijat

oksitosin, teknik marmet, kompres hangat, pijat punggung, perawatan

payudara, stimulasi pijat endorfin dan oksitosin serta pemberian sugestif,

namun karena keterbatasan informasi di pelayanan kesehatan mengenai

prosedur implementasi, metode ini hanya diketahui dan jarang diberikan

oleh ptugas kesehatan (Rani, 2020)

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan latar belakang diatas,

penulis tertarik untuk melakukan penulisan makalah mengenai pendidikan

kesehatan ({Perawatan payudara) terhadap pengetahuan ibu nifas terhadap

pendidikan kesehatan (Perawatan Payudara).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah

dalam makalah ini sebagai berikut :

5
1. Apa definisi dari Perawatan payudara?

2. Apa tujuan dari Perawatan payudara?

3. Bagaimana tehnik perawan payudara?

4. Apa definisi dari masa nifas?

5. Apa saja jenis-jenis dari masa nifas?

6. Bagaimana Dukungan tenaga Kesehatan dalam pemberian ASI?

1.3 Ruang Lingkup

Ruang Lingkup pembahasan meliputi praktek pelayanan kebidanan

Pendidikan Kesehatan Perawatan Payudara pada Ny. N dengan d/ Post

Partum hari ke 8 disetai bendungan asi di RS Pupuk Kaltim Bontang

Kalimantan Timur Tanggal 08 Agustus 2022.

1.4 Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

Adapun tujuan yang dari pembuatan makalah ini adalah sebagai

berikut :

a. Untuk mengetahui definisi dari Pendidikan Kesehatan

b. Untuk mengetahui tujuan dari Pendidikan Kesehatan

c. Untuk mengetahui metode Pendidikan Kesehatan

d. Untuk mengetahui definisi dari masa nifas

e. Untuk mengetahui cara perawatan payudara

6
f. Untuk mengetahui manfaat pemberian ASI Eksklusif

g. Untuk mengetahui pemeliharaan pengeluaran air susu

h. Untuk mengetahui menyusui efektif

i. Untuk mengetahui dukungan tenaga Kesehatan dalam pemberian

ASI

2. Manfaat

Sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai

salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan pada Program Studi

Pendidikan Profesi Bidan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti

Pertiwi Indonesia.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Perawatan Payudara

2.1.1 Definisi Perawatan Payudara

perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu cara merawat

payudara yang dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk

produksi ASI, selain itu untuk kebersihan payudara dan bentuk

puting susu yang masuk ke dalam atau datar. Puting susu demikian

sebenarnya bukanlah halangan bagi ibu untuk menyusui dengan baik

dengan mengetahui sejak awal, ibu mempunyai waktu untuk

mengusahakan agar puting susu lebih mudah sewaktu menyusui.

Disamping itu juga sangat penting memperhatikan kebersihan

personal hygiene (Rustam, 2019).Payudara adalah pelengkap organ

reproduksi wanita dan pada masa laktasi akan mengeluarkan air

susu. Payudara mungkin akan sedikit berubah warna sebelum

kehamilan, areola (area yang mengelilingi puting susu) biasanya

berwarna kemerahan, tetapi akan menjadi coklat dan mungkin akan

mengalami pembesaran selama masa kehamilan dan masa

menyusui(Manuaba, 2011).

2.1.2 Tujuan Perawatan Payudara

8
Perawatan Payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan

perawatan payudara semasa hamil, mempunyai tujuan antara lain:

a. Untuk menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari

infeksi.

b. Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah lecet.

c. Untuk menonjolkan puting susu.

d. Menjaga bentuk buah dada tetap bagus

e. Untuk mencegah terjadinya penyumbatan

f. Untuk memperbanyak produksi ASI

g. Untuk mengetahui adanya kelainan (Notoadmojo, 2018).

2.1.3 Tehnik Perawatan Payudara

Beberapa Keadaan Yang Berkaitan Dengan Teknik Dan Saat

Perawatan Payudara antara lain :

a. Puting Lecet

1. Untuk mencegah rasa sakit, bersihkan puting susu dengan

air hangat ketika sedang mandi dan janganmenggunakan

sabun, karena sabun bisa membuat puting susu kering dan

iritasi.

2. Pada ibu dengan puting susu yang sudah menonjol dan

tanpa riwayat abortus, perawatnnya dapat dimulai pada usia

kehamilan 6 bulan atas.

9
3. Ibu dengan puting susu yang sudah menonjol dengan

riwayat abortus, perawatannya dapat dimulai pada usia

kehamilan diatas 8 bulan.

4. Pada puting susu yang mendatar atau masuk kedalam,

perawatannya harus dilakukan lebih dini, yaitu usia

kehamilan 3 bulan, kecuali bila ada riwayat abortus

dilakukan setelah usia kehamilan setelah 6 bulan.Cara

perawatan puting susu datar atau masuk Ke dalam Antara

Lain:

a) Puting susu diberi minyak atau baby oil.

b) Letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah puting.

c) Pegangkan daerah areola dengan menggerakan kedua

ibujari kearah atas dan kebawah ± 20 kali (gerakannya

kearahluar)

d) Letakkan kedua ibu jari disamping kiri dan kanan puting

susu

e) Pegang daerah areola dengan menggerakan kedua ibu

jari kearah kiri dan kekanan ± 20 kali( Saiffudin, 2010).

b. Penyumbatan Kelenjar Payudara

Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut,

mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah

puting susu dan lebih berhati-hatilah pada area yang mengeras.

Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama

10
mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat

menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh

semangat pada awal sesi menyusui, sehingga bisa

mengeringkannya dengan efektif. Lanjutkan dengan

mengeluarkan air susu ibu dari payudara itu setiap kali selesai

menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi

payudara yang sakit tersebut. Tempelkan handuk halus yang

sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit

beberapa kali dalam sehari atau mandi dengan air hangat

beberapa kali, lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area

yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara

perlahan-lahan turun ke arah puting susu (Prawirohardjo, 2017).

c. Pengerasan Payudara

Menyusui secara rutin sesuai dengan kebutuhan bisa membantu

mengurangi pengerasan, tetapi jika bayi sudah menyusui dengan

baik dan sudah mencapai berat badan ideal, ibu mungkin harus

melakukan sesuatu untuk mengurangi tekanan pada payudara.

Sebagai contoh, merendam kain dalam air hangat dan kemudian

di tempelkan pada payudara atau mandi dengan air hangat

sebelum menyuusi bayi. Mungkin ibu juga bisa mengeluarkan

sejumlah kecil ASI sebelum menyusui, baik secara manual atau

dengan menggunakan pompa payudara. Untuk pengerasan yang

11
parah, gunakan kompres dingin atau es kemasan ketika tidak

sedang menyusui untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan

mengurangi pembengkakan (Manuaba, 2015).

2.1.4 Cara Perawatan Payudara Agar Berhasil

Ada beberapa tips perawatan payudara antara lain:

a. Pengurutan harus dilakukan secara sistematis dan teratur minimal

2 kali sehari.

b. Merawat Puting Susu dengan menggunakan kapas yang sudah

diberi baby oil lalu di tempelkan selama 5 menit

c. Memperhatikan kebersihan sehari-hari.

d. Memakai BH yang bersih dan menyokong payudara .

e. Jangan mengoleskan krim, minyak, alcohol, atau sabun pada

puting susu (Mustika, 2021).

2.1.5 Teknik Dan Cara Perawatan Payudara

a. Tehnik Pengurutan Payudara

Tehknik Dan Cara pengurutan payudara di Paparkan Oleh Siti,

2012 antara lain :

1. Massase

Pijat sel-sel pembuat ASI dan saluran ASI tekan 2-4 jari ke

dinding dada, buat gerakan melingkar pada satu titik di area

payudara Setelah beberapa detik pindah ke area lain dari

12
payudara, dapat mengikuti gerakan spiral. mengelilingi

payudarake arah puting susu ataugerakan lurus dari pangkal

payudara ke arah puting susu.

2. Stroke

a) Mengurut dari pangkal payudara sampai ke puting susu

dengan jarijari atau telapak tangan.

b) Lanjutkan mengurut dari dinding dada kearah payudara

diseluruh bagian payudara.

c) Ini akan membuat ibu lebih rileks dan merangsang

pengaliran ASI (hormon oksitosin).

3. Shake (goyang)

Dengan posisi condong kedepan, goyangkan payudara

dengan lembut, biarkan gaya tarik bumi meningkatkan

stimulasi pengaliran.

b. Cara Pengurutan Payudara

Cara Pengurutan payudara di Paparkan Oleh Prawirohardjo,

2015 dapat di lakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Pengurutan Pertama

a) Licinkan telapak tangan dengan sedikit minyak/baby oil.

b) Kedua tangan diletakkan diantara kedua payudara ke arah

atas, samping, bawah, dan melintang sehingga tangan

menyangga payudara, lakukan 30 kali selama 5 menit.

2. Pengurutan kedua

13
a) Licinkan telapak tangan dengan minyak/baby oil.

b) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari

tangan kanan saling dirapatkan Sisi kelingking tangan

kanan memegang payudara kiri dari pangkal payudara

kearah puting, demikian pula payudara kanan lakukan 30

kali selama 5 menit (Manuaba, 2015).

3. Pengurutan ketiga

a) Licinkan telapak tangan dengan minyak

b) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri.Jari-jari

tangan kanan dikepalkan, kemudian tulang kepalantangan

kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting

susulakukan 30 kali selama 5 menit.

c. Perawatan Buah Payudara pada Masa Nifas

1. Menggunakan BH yang menyokong payudara

2. Apabila puting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang

keluar pada sekitar puting susu setiap kali

3. selesai menyusui, menyusui tetap dilakukan dimulai dari

puting susu yang tidak lecet.

4. Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24 jam

ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan

sendok.

14
5. Untuk menghilangkan rasa nyeri ibu dapat minum

parasetamol 1 tablet setiap 4-6 jam.

6. Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan :

pengompresan payudara menggunakan kain basah dan hangat

selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju

puting susu, keluarkan ASI sebagian dari bagian depan

payudara sehingga puting susu menjadi lunak, susukan bayi

setiap 2-3 jam, apabila tidak dapat menghisap ASI sisanya

dikeluarkan dengan tangan letakkan kain dingin pada

payudara setelah menyusui.

d. Akibat Jika Tidak Dilakukan Perawatan PayudaraBerbagai

dampak negatif dapat timbul jika tidak dilakukanperawatan

payudara sedini mungkin. Dampak tersebut meliputi :

1. Puting susu kedalam

2. ASI lama keluar

3. Produksi ASI terbatas

4. Pembengkakan pada payudara

5. Payudara meradang

6. Payudara kotor

7. Ibu belum siap menyusui

8. Kulit payudara terutama puting akan mudah lecet

(Prawirohardjo, 2015).

15
2.1.6 Penatalaksanaan Perawatan Payudara

Penatalaksanaan Perawatan Payudara Menurut Rustam (2019),

antara lain :

a. Cara Mengatasi Bila Puting Tenggelam

Lakukan gerakan menggunakan kedua ibu jari dengan menekan

kedua sisi puting dan setelah puting tampak menonjol keluar

lakukan tarikan pada puting menggunakan ibu jari dan telunjuk

lalulanjutkan dengan gerakan memutar puting ke satu arah.

Ulangi sampai beberapa kali dan dilakukan secara rutin.

b. Jika Asi Belum Keluar

Walaupun asi belum keluar ibu harus tetap menyusui. Mulailah

segera menyusui sejak bayi barulahir, yakni dengan inisiasi

menyusui dini. Dengan teratur menyusui bayi maka hisapan

bayipada saat menyusu ke ibu akan merangsang produksi

hormon oksitosin dan prolaktin yang akan membantu kelancaran

ASI. Jadi biarkan bayi terus menghisap maka akan keluar ASI.

Jangan berpikir sebaliknya yakni menunggu ASI keluar baru

menyusui.

c. Penanganan puting susu lecet

Bagi ibu yang mengalami lecet pada puting susu, ibu bisa

mengistirahatkan 24 jam pada payudara yang lecet dan memerah

ASI secara manual dan ditampung pada botol steril lalu di

suapkan menggunakan sendok kecil . Olesi dengan krim untuk

16
payudara yang lecet. Bila ada madu, cukup di olesi madu pada

puting yang lecet.

d. Penanganan Pada Payudara Yang Terasa Keras Sekali Dan

Nyeri, Asi Menetes Pelan Dan Badan Terasa Demam.

Pada hari ke empat masa nifas kadang payudara terasa penuh dan

keras, juga sedikit nyeri. Justru ini pertanda baik. Berarti kelenjar

air susu ibu mulai berproduksi. Tak jarang diikuti pembesaran

kelenjar di ketiak, jangan cemas ini bukan penyakit dan masih

dalam batas wajar. Dengan adanya reaksi alamiah tubuh seorang

ibu dalam masa menyusui untuk meningkatkan produksi

ASI,maka tubuh memerlukan cairan lebih banyak. Inilah

pentingnya minum air putih 8 sampai dengan 10 gelas sehari.

2.1.7 Cara Melakukan Perawatan Payudara

Adapun cara perawatan payudara Menurut Siti (2012), antara lain

a. Tempelkan kapas yang sudah di beri minyak atau baby oil

selama 5 menit, kemudian putting susu di bersihkan.

b. Letakan kedua tangan di antara payudara

c. Mengurut payudara dimulai dari arah atas, kesamping lalu kearah

bawah.

d. Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak

tangan kearah sisi kanan

e. Melakukan pengurutan kebawah dan kesamping.

17
f. Pengurutan melintang telapak tangan mengurut kedepan

kemudian kedua tangan dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan

20 – 30 kali

g. Tangan kiri menopang payudara kiri 3 jari tangan kanan

membuat gerakan memutar sambil menekan mulai dari pangkal

payudara sampai pada puting susu, lakukan tahap yang sama

pada payudara kanan.

h. Membersihkan payudara dengan air hangat lalu keringkan

payudara dengan handuk bersih, kemudian gunakan bra yang

bersih dan menyokong.

2.2 Konsep Dasar Bendungan ASI

2.2.1 Pengertian Bendungan ASI

Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan

duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan

sempurna atau karena kelainan pada puting susu ( Manuaba, 2021).

Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara

karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan

bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan (Sarwono,

2015).Keluhan ibu menurut Prawirohardjo (2017), adalah payudara

bengkak, keras, panas dan nyeri. Penanganan sebaiknya dimulai

selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya

kelainan. Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk

18
sakitnya (analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui

pengurutan dulu atau dipompa, sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu

berikan stilbestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari

untuk membendung sementara produksi ASI.Kepenuhan fisiologis

menurut Rustam (2017),adalah sejak hari ketiga sampai hari keenam

setelah persalinan, ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara

menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis dan dengan

penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa penuh

tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang menjadi

bendungan. Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan

ASI dan cairan jaringan. Aliran vena limpatik tersumbat, aliran susu

menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dengan alveoli

meingkat. Payudara menjadi bengkak, merah dan mengkilap.Jadi

dapat diambil kesimpulan perbedaan kepenuhan fisiologis maupun

bendungan ASI pada payudara adalah :

a. Payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat

mengkilap. ASI biasanya mengalir dengan lancar dengan kadang-

kadang menetes keluar secara spontan.

b. Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat

nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting susu teregang

menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit

menghisap ASI sampai bengkak berkurang.Bila nyeri ibu tidak

mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, asi yang disekresi akan

19
menumpuk sehingga payudara bertambah tegang. Gelanggang

susu menonjol dan putting menjadi lebih getar. Bayi menjadi sulit

menyusu. Pada saat ini payudara akan lebih meningkat, ibu

demam dan payudara terasa nyeri tekan terjadi statis pada saluran

asi (ductus akhferus) secara local sehingga timbul benjolan local

(Wiknjosastro, 2018).

2.2.2 Faktor Penyebab Bendungan ASI

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:

a. Pengosongan mamae yang tidak sempurna

Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu

yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang

dan selesai menyusu & payudara tidak dikosongkan, maka masih

terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak

dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.

b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif

Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering

mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan

menimbulkan bendungan ASI.

c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar

Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting

susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi

20
menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi

bendungan ASI.

d. Puting susu terbenam

Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam

menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola,

bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.

e. Puting susu terlalu panjang

Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi

menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan

merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya

ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI ( Prawirohardjo,

2017).

2.2.3 Gejala Bendungan ASI

Gejala yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah:

a. Bengkak pada payudara

b. Payudara terasa keras

c. Payudara terasa panas

d. Terdapat nyeri tekan pada payudara (Prawirohardjo, 2012)

2.2.4 Pencegahan Bendungan ASI

a. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30

menit) setelah dilahirkan

b. Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)

21
c. Keluarkan asi dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi

kebutuhan bayi

d. Perawatan payudara pasca persalinan ( masa nifas ) menurut

Depkes, RI (2019), adalah dengan tangan yang sudah dilicinkan

dengan minyak (Baby oil) lakukan pengurutan 3 macam cara :

1. Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara

kemudian urut ke atas, terus ke samping, ke bawah dan

melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian

lepaskan tangan dari payudara.

2. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari – jari

tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan

kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting,

demikian pula payudara kanan.

3. Telapak tangan menopang payudara pada cara ke -2 kemudian

jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku jari tangan kanan

mengurut dari pangkal ke arah puting.

e. Menyusui yang sering

f. Memakai kantong yang memadai

g. Hindari tekanan local pada payudara (Wiknjosastro, 2018).

2.2.5 Faktor Predisposisi Bendungan ASI

Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :

a. Faktor hormon

22
b. Hisapan bayi

c. Pengosongan payudara

d. Cara menyusui

e. Faktor gizi

f. Kelainan pada puting susu

2.2.6 Patofisiologi Bendungan ASI

a. Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara

penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak

kemerahan.

b. ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang

terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu

teregang menjadi rata.

c. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk

menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya

akan hilang dalam 24 jam (Mochtar, 2019).

2.2.7 Penatalaksanaan Bendungan ASI

a. Jika ibu menyusui

1. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah

dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting

susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras menyusui

sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui

23
bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya,

karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal

sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan

efektif.

2. Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap

kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar

menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut

3. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air

hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari

(atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan

pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami

penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke

arah puting susu.

4. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.

5. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4

jam.

6. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.

b. Jika ibu tidak menyusui:

1. Gunakan bra yang menopang

2. Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak

dan nyeri

3. Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam

4. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.

24
5. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.

2.2.8 Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah

a. Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek

b. Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap

dandihisap oleh bayi

c. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI

d. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres

dingin

e. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening

lakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin

kearah korpus. (Sastrawinata, 2019)

2.2.9 Terapi dan Pengobatan Menurut Prawirohardjo (2011), adalah:

a. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya

b. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care

c. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan

d. Kompres dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri

e. Gunakan BH yang menopang.

f. Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan

menurunkan panas.

Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan

payudara untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka

25
berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan

payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa, sehingga

sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stilbestrol 1 mg atau lynoral

tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk sementara waktu mengurangi

pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan

pijatan.Secara umum pendidikan kesehatan adalah suatu upaya untuk

mempengaruhi masyarakat, baik individu, maupun kelompok agar

mereka berperilaku hidup sehat (Nurlaela, 2021).

2.3 Konsep Dasar Masa Nifas

2.3.1 Definisi

Masa nifas (postpartum / puerpurium) barasal dari kata latin yaitu dari

kata “puer” yang artinya bayi dan “parous” yang berarti melahirkan,

yaitu masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat

kandungan kembali seperti pra hamil lama masa nifas berkisar sekitar

6-8 minggu (Sujiyatini, 2019). Masa nifas (puerperium) dimulai

setelah kelahiran plasenta berakhir dan ketika alat-alat kandungan

kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerpurium

dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu

(42 hari) setelah itu (Anggraini, 2021). Masa setelah melahirkan

plasenta lahir dan berakhir katika alatalat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama kira-kira 6

minggu (Saleha, 2019).Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah

partus selesai, dan berakhir kira-kira setelah 6 minggu akan tetapi

26
seluruh alat genitalakan pulih kembali seperti sebelum kehamilan

dalam 3 bulan (Wiknjosastro, 2017). Masa Nifas adalah masa setelah

seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan

kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6- 12

minngu (Varney, 2019).

2.3.2 Tahapan Masa Nifas

Menurut Suherni (2019), ada tiga tahapan masa nifas yaitu :

a. Puerperium dini

Yaitu dimana ibu sudah diperbolehkan berdiri dan berjalanjalan.

Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan bekerja dalam 40

hari

b. Puerperium Intermedial

Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8

minggu.

c. Remote puerperium

Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna

terutama bila selama hamil atau persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu,

bulanan atau tahunan.

2.3.3 Perubahan Fisiologi Masa Nifas

Menurut Bahiyatun (2018), ada perubahan pada masa nifas yaitu

a. Perubahan sistem reproduksi

27
1. Perubahan uterus

Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar.

Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan

plasenta(plasenta site) sehingga jaringan perlekatan antara

plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan

lepas.Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari

pascapersalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu

masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran

sebelum hamil).Jika sampai 2 minggu postpartum,uterus belum

masuk panggul, curiga ada subinvolusi. Subinvolusi dapat

disebabkan oleh infeksi atau perdarahan lanjut (late post

partum haemorrhage).

2. Perubahan vagina dan perineum

a) Vagina

Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae

(lipatan atau kerutan) kembali.

b) Perlukaan vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka

perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan

setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai

akibat eskstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala

janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral

dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

28
c) Perubahan pada perineum

Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan

pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.

Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan

bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat,

sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin

melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih

besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

d) Lochea

Dengan involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua

yang mengelilingi tempat atau situs placenta akan menjadi

nekrotik (layu/ mati), pelepasan jaringan nekrotik

disebabkan karena pertumbuhan endometrium. Decidua

yang mati akan keluar bersama sisa cairan suatu campuran

antara darah yang dinamakan lochea, yaitu suatu ekskresi

cairan rahim selama masa nifas yang mempunyai reaksi

basa atau alkalis yang dapat membuat organisme

berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada

pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis (anyer),

meskipun tidak terlalu menyengat, dan volumenya

berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea mengalami

perubahan karena proses involusi. Locheaadalah cairan

sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam

29
masa nifas. Menurut Anggraini (2010), ada beberapa jenis

lochea, yakni :

1) Lochea rubra / merah (kruenta)

Muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa post

partum. Cairan yang keluar berwarna merah

mengandung darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta

di dinding rahim, lemak bayi, lanugo dan mekonium.

2) Lochea sanguinolenta

Berwarna merah kecoklatan dan berlendir, berlansung

dari hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum

3) Lochea serosa

Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena

mengandung serum leukosit dan laserasi plasenta.

Muncul pada hari 7 sampai hari ke 14 post partum.

4) Lochea alba

Mengandung leukosit sel desidua sel epitel selaput

lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.

Berlangsung selama 2 sampai 6 minggu post partum.

5) Lochea purulenta, karena infeksi, keluar cairan seperti

nanah, berbau busuk

6) Lochiostatis, lochea tidak lancar keluarnya.

3. Perubahan sistem pencernaan

30
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini

umumnya disebabkan karena makanan padat dan kurangnya

bersarat selama persalinan. Disamping itu rasa takut untuk

buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada perinium,

jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri. Buang air

besar harus dilakukan 3-4 hari setelah persalinan. Bilamana

masih juga terjadi konstipasi dan beraknya mungkin keras

dapat diberikan obat per oral atau per rektal (Suherni, 2019).

4. Perubahan perkemihan

Menurut Suherni (2019), Saluran kencing kembali normal

dalam waktu 2 sampai 8 minggu,tergantung pada :

a) Keadaan atau status sebelum persalinan

b) Lamanya partus kala 2 dilalui

c) Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat

persalinan.

5. Perubahan sistem musculoskeletal

Menurut Saleha (2019), Perubahan sistem musculoskeletal

adalah sebagai berikut :

a) Diathesis

Setiap wanita nifas memiliki derajat diathesis / konstitusi

(yakni keadaan tubuh yang membuat jaringan tubuh

31
bereaksi secara luar biasa terhadap rangsangan luar

tertentu, sehingga membuat orang lebih peka terhadap

penyakit tertentu). Kemudian demikian juga adanya

rectie/muskulus rektus yang terpisah dari abdomen.

Seberapa diathesis terpisah ini tergantung dan beberapa

faktor termasuk kondisi umum dan tonus otot. Sebagian

besar wanita melakukan ambulasi (bisa berjalan) 4-8 jam

postpartum. Konstipasi terjadi umumnya selama periode

post partum awal karena penurunan tonus otot usus, resa

tidak nyaman pada perineum dan kecemasan.Haemoroid

adalah peristiwa lazim pada periode postpartum awal

karena tekanan pada dasar panggul mengejan selama

persalinan.

b) Abdominis dan peritoneum

Akibat peritoneum berkontraksi dan ber-retraksi pasca

persalinan dan juga beberapa hari setelah itu,peritonium

yang membungkus sebagaian besar dari uterus,

membentuk lipatan dan kerutan. Ligamentum dan

rotundum sangat lebih kendor dari keadaan sebelum

hamil. Memerlukan waktu cukup lama agar dapat kembali

normal seperti semula.Dinding abdomen tetap kendor

untuk sementara waktu. Karena sebagai konsekuensi dari

32
putusnya serat elastis kulit dan distensi yang berlangsung

lama akibat pembesaran uterus selama hamil.

Pemulihannya harus dibantu dengan cara berlatih.Pasca

persalinan dinding perut menjadi longgar, disebabkan

karena teregang begitu lama. Namun demikian umumnya

akan pulih dalam 6 minggu.

6. Perubahan tanda vital

Menurut Saifuddin (2021), pada ibu post partum terdapat

beberapa kemungkinan yang terjadi pada bagian vital ibu

diantaranya, yaitu :

a) Suhu badan

Sekitar hari ke 4 setelah persalinan suhu ibu mungkin naik

sedikit, antara 37,2o C- 37,5oC. Kemungkinan disebabkan

karena ikutan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan

mencapai 38oC pada hari kedua sampai hari berikutnya,

harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.

b) Denyut darah

1) Denyut darah ibu akan melambat sampai sekitar yakni

pada waktu habis persalinan karena ibu dalam

keadaan istirahat penuh. Ini terjadi utamanya pada

minggu pertama post partum.

33
2) Pada ibu yang nervus nadinya bisa cepat, kira-kira

110x/menit. Bisa juga terjadi gejala shock karena

infeksi, khususnya bila disertai peningkatan suhu

tubuh.

c) Tekanan darah

1) Tekanan darah < 140/90 mmHg. Tekanan darah

tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3

hari post pertum.

2) Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan

adanya pre-eklamsi yang bisa timbul pada masa nifas.

Namun hal seperti itu jarang terjadi.

d) Respirasi

1) Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan

normal.Karena ibu dalam keadaan pemulihan atau

dalam kondisi istirahat.

2) Bila ada respirasi cepat post partum (>30x/menit),

mungkin karena adanya ikutan tanda syok.

7. Peran dan tanggung jawab bidan

Menurut Anggraini (2010), Peran dan tanggung jawab bidan

dalam masa nifas adalah sebagai berikut:

a) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.

34
b) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya

mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda

bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan

kebersihan yang aman.

c) Mempasilitasi hubungan dan ikatan batin antara ibu dan

bayi secara fisik dan psikologis.

d) Memulai dan mendorong pemberian ASI, serta

mengkondisikan ibu untuk menyusui bayinya dengan cara

meningkatkan rasa nyaman.

e) Memberi dukungan yang terus-menerus selama masa nifas

yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ibu agar

mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama

persalinan dan masa nifas.

8. Proses adaptasi psikologis ibu nifas

a) Adaptasi psikologis masa nifas

Menurut Suherni (2019), periode masa nifas merupakan

waktu dimana ibu mengalami stress pasca persalinan

terutama pada ibu primipara. Hal-hal yang dapat

membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas adalah

sebagai berikut:

1) Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan

lancarnya masa transisi menjadi orang tua.

35
2) Respon dan dukungan dari keluarga dan teman dekat

3) Riwayat pengalaman pada waktu hamil dan

melahirkan sebelumnya.

4) Harapan, keinginan, dan aspirasi ibu saat hamil juga

melahirkan.

Perubahan peran seseorang ibu memerlukan adaptasi yang

harus dijalani. Tanggung jawab bertambah dengan

hadirnya bayi baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota

keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu.

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan

mengalami fase-fase sebagai berikut :

a) Fase taking in

Fase ini merupakan periode ketergantungan periode ini

berlangsung dari hari ke-1 sampai ke-2 setelah

melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus

terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali

menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari

awal sampai akhir, ibu perlu bicara tentang dirinya

sendiri, ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada

fase ini seperti rasa mules, nyeri pada jahitan, kurang

tidur, dan kelelahan merupakan sesuatu yangtidak

dapat dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu cukup

istirahat untuk mencegah gangguan psikologis yang

36
mungkin dialami seperti mudah tersinggung,

menangis. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi

pasif terhadap lingkungannya.

b) Fase Taking Hold

Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari

setelah melahirkan, pada fase ini ibu merasa khawatir

akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya

dalam merawat bayinya. Ibu mempunyai perasaan

sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan

gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga

komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat

diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu.

Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan

kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan

pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.

c) Fase leting go

Fase ini merupakan periode penerimaan tanggung jawab akan peran

barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah

menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. ibu memahami

bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi

kebutuhan bayinya ( Saleha, 2021).

37
2.3.4 Kunjungan Masa Nifas

Kebijakan Program Nasional Kunjungan Ibu Nifas Menurut varney

( 2021), antara lain :

a. Kunjungan Pertama (6-8 jam postpartum)

1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila

perdarahan berlanjut.

3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota

keluarga, bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas

karena atonia uteri.

4. Pemberian ASI awal.

5. Melakukan hubungan antara ibu dan BBL

6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipertermi

b. Kunjungan Kedua (6 hari postpartum)

1. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus

berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan

abnormal dan tidak berbau.

2. Menilai adanya tanda demam, infeksi, perdarahan abnormal,

dan tidak berbau.

3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan

istirahat.

4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak

memperlihatkan tanda penyulit.

38
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,

perawatan tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan perawatan

bayi satiap hari.

c. Kunjungan Ketiga (2 minggu postpartum)

1. Sama seperti kunjungan ke dua.

2. Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ibu dan bayi

alami.

d. Kunjuangan Keempat (6 minggu postpartum)

1. Memberikan konseling untuk program KB secara dini

2.4 Hubungan Antara Perawatan Payudara Dengan Bendungan ASI

Perawatan payudara (Breast care) adalah suatu cara merawat payudara yang

dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI,selain

itu untuk kebersihan payudara dan bentuk puting susu yang masuk ke dalam

atau datar. Puting susu demikian sebenarnya bukanlah halangan bagi ibu

untuk menyusui dengan baik dengan mengetahui sejak awal, ibu

mempunyai waktu untuk mengusahakan agar puting susu lebih mudah

sewaktu menyusui. Disamping itu juga sangat penting memperhatikan

kebersihsn personal hygiene.Sekitar hari ketiga atau keempat sesudah

melahirkan, payudara sering terasa penuh,tegang, serta nyeri. Keadaan

seperti itu disebut engorgement (payudara bengkak) yang disebabkan oleh

adanya statis di vena dan pembuluh darah bening ( Mansjoer, 2019).Hal ini

merupakan tanda bahwa ASI mulai banyak disekresi. Apabila dalam

keadaan tersebut ibu menghindari menyusui karena alasan nyeri lalu

39
memberikan prelacteal feeding (makanan tambahan) pada bayi, keadaan

tersebut justru berlanjut. Payudara akan bertambah bengkak atau penuh

karena sekresi ASI terus berlangsung sementara bayi tidak disusukan

sehingga tidak terjadi perangsangan pada puting susu yang mengakibatkan

refleks oksitosin tidak terjadi dan ASI tidak dikeluarkan. Jika hal ini terus

berlangsung, ASI yang disekresi menumpuk pada payudara dan

menyebabkan areola (bagian berwarna hitam yang melingkari puting) lebih

menonjol, puting menjadi lebih datar dan sukar dihisap oleh bayi ketika

disusukan. Bila keadaan sudah sampai seperti ini, kulit pada payudara akan

nampak lebih merah mengkilat, terasa nyeri sekali dan ibu merasa demam

seperti influenza dan lain sebagainya ( Manuaba, 2021). Menurut penelitian

yang di sampaikan oleh YulianaMegawati ( 2018), adalah Bendungan air

susu dapat terjadi pada hari ke- 3 atau ke-4 ketika payudara telah

memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu

yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup untuk menyusui, produksi

meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi (bounding)

kurang baik, dan dapat pula karena adanya pembantasan waktu

menyusui.Penelitian yang di lakukan oleh Sastika (2017), adalah

Penanganan utama pada bendungan ASI adalah memulihkan keadaan dan

mencegah terjadinya komplikasi yaitu mastitis dan abses (bernanah) dan

sepsis yang dapat terjadi bila penanganan terlambat atau tidak tepat, kurang

efektif. Laktasi tetap dianjurkan untuk melanjutkan pengosongan payudara

sangat penting untuk keberhasilan terapi. Terapi superpip seperti betres,

40
pemberian cairan yang cukup, anti nyeri dan anti inflamasi sangat

dianjurkan. Pemberian anti biotika secara ideal berdasarkan hasil kepekaan

kultur kuman yang diambil dari air susu sehingga keberhasilan terapi tetap

terjamin. Karena kultur kuman yang tidak secara rutin dilakukan, secara

empiris pilihan pengobatan pertama terutama ditunjukkan pada

statifokakusaureus sebagai penyebab terbanyak dan streptokokus yaitu

dengan penesilin digunakan eritromisin atau sulfa. Pada sebagian kasus

antibiotic dapat diberikan secara peroral dan tidak melakukan perawatan

rumah sakit. Pada umumnya dengan pengobatan segera dan adekuat gejala

untuk menghilangkan dalam 24-48 jam kemudian dan jarang terjadi

komplikasi. Untuk pencegahan dianjurkan perawatan payudara yang baik

dan membersishkan sisa air susu yang ada di kulit payudara.Sedangkan

penelitian yang di lakukan oleh Yuliana Intan (2017), adalah bendungan

ASI dapat terjadi di karenakan oleh sebab pengosongan ASI yang kurang

efektif sehingga menyebabkan bendungan ASI.Untuk mengatasi hal tersebut

di atas, ibu perlu dianjurkan agar tetap menyusui bayinya supaya tidak

terjadi stasis dalam payudara yang cepat menyebabkan terjadinya Mastitis.

Ibu perlu mendapatkan pengobatan (Antibiotika, antipiretik/penurun panas,

dananalgesik/pengurang nyeri) serta banyak minum dan istirahat untuk

mengurangi reaksi sistemik (demam). Bilamana mungkin, ibu dianjurkan

melakukan senam laktasi (senam menyusui) yaitu menggerakkan lengan

secara berputar sehingga persendian bahu ikut bergerak ke arah yang sama.

Gerakan demikian ini akan membantu memperlancar peredaran darah dan

41
limfe di daerah payudara sehingga statis dapat dihindari yang berarti

mengurangi kemungkinan terjadinya abses payudara ( Ayu Lestari Endang,

2015).

42
BAB III

TINJAUAN KASUS

Hari / Tanggal Pengkajian : Selasa, 16 Agustus 2022

Pukul : 11.00 WITA

Data Subjektif :

A. Biodata :

Identitas Pasien : Identitas Suami :

Nama : Ny. N Nama : Tn. S

Umur : 29 thn Umur : 32 thn

Pendidikan : D3 Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

Suku : Bugis Suku : Jawa

Agama : Islam Agama : Islam

Alamat : Jln. A. Yani RT.12 No.44 Kel. Bontang Baru

B. Keluhan utama : Ibu mengeluh payudaranya terasa bengkak dan keras,

badan terasa meriang, bayi menyusu aktif

C. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas :

Ini merupakan persalinan kedua ibu dan tidak pernah keguguran. Ibu

melahirkan tanggal 08 Agustus 2022 pukul 16.15 wita, dengan jenis

43
kelamin laki- laki, berat badan lahir 3720 gram, dan ditolong oleh bidan di

RS PKT Bontang

D. Riwayat Kesehatan / penyakit yang lalu dan sekarang:

Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, asma dan

diabetes mellitus, ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit menular, ibu

mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.

E. Riwayat Reproduksi :

bu menarche pada umur 14 tahun, siklus haid 27-30 hari, lamanya haid 5-6

hari dan ibu tidak merasakan nyeri ketika haid.

F. Riwayat Keluarga Berencana :

Ibu adalah akseptor KB IUD pasca salin

G. Pola kebiasaan sehari-hari :

1. Pola Nutrisi :

- Selama hamil : Ibu mengatakan makan 2-3 kali sehari, porsi

sedang dengan nasi, sayur, ikan dan kadang-kadang buah, serta

minum 7-8 gelas sehari dengan air putih, susu dan teh.

- Selama nifas: Ibu mengatakan sudah makan 1 kali, menu dari

rumah sakit, porsi sedang dengan nasi, sayur, ikan, buah dan

minum 1 gelas air putih dan 1 gelas teh.

2. Personal hygiene :

44
- Selama hamil: Ibu mandi 2x sehari, gosok gigi tiap kali selesai

mandi, keramas 2x seminggu dan ganti baju 2x sehari.

- Selama nifas: Ibu mandi 2x sehari, gosok gigi tiap kali selesai

mandi, ganti baju 2x sehari dan ganti pembalut tiap 2x sehari.

3. Pola Eliminasi :

Selama hamil :

- BAB: ibu BAB 1-2x sehari, warna kuning kecoklatan, lunak dan

tidak ada keluhan.

- BAK: ibu BAK 6-7x sehari, warna urine kuning jernih, bau khas

amoniak dan tidak ada nyeri saat BAK.

Selama nifas:

- BAB: ibu BAB 1x sehari, warna kuning kecoklatan, lunak dan

tidak ada keluhan.

- BAK: ibu BAK 4-5x sehari, warna kuning jernih, bau khas

amoniak dan tidak ada rasa nyeri saat BAK.

4. Pola Istirahat :

- Selama hamil: Ibu mengatakan tidur siang 2-4 jam dan tidur malam

8 jam.

- Selama nifas: Ibu mengatakan tidur siang 1-2 jam dan tidur malam

5-6 jam.

5. Keadaan psikologis : Ibu mengatakan merasa bahagia dan sangat

senang dengan kelahiran anak keduanya dalam keadaan sehat.

6. Spiritual :

45
- Selama hamil: Ibu mengatakan sering melewatkan salat 5 waktu,

ibu sesekali membaca Al- Qur’an dan tidak terlalu memahami

tajwidnya.

- Selama nifas: Ibu mengetahui bahwa selama 40 hari masa nifas

tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah dan setelah 40

hari ibu harus mandi wajib sebelum melaksanakan ibadah.

H. Riwayat Psikososial, ekonomi dan spiritual :

1. Suami maupun keluarga merasa senang dengan kelahiran anak

pertamanya

2. Pengambil keputusan dalam keluarga adalah suami

3. Ibu mengerjakan urusan rumah tangga dibantu oleh keluarga

4. Ibu dan keluarga beragama islam

5. Hubungan keluarga dan tetangga baik

6. Suami sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya

I. Pemeriksaan fisik :

1. Pemeriksaan umum :

a. Keadaan umum : baik

b. Kesadaran : composmentis

2. Pemeriksaan tanda-tanda vital :

a. Tekanan darah : 120/70 mmHg

b. Nadi : 80x/ menit

46
c. Suhu badan : 36,7 ˚C

d. Pernapasan : 20 x/ menit

3. Pemeriksaan head to toe :

a. Mata :

Konjungtiva merah muda, tidak ada icterus

b. Mulut/gigi :

Mulut tampak bersih,mukosa tampak lembab, tidak ada karies pada

gigi

c. Leher :

Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, limfe, dan vena jugularis

d. Payudara :

Payudara ibu tidak tampak memerah, hiperpigmentasi pada areola

mammae, tampak bengkak, keras dan terasa nyeri ketika dilakukan

palpasi.

e. Abdomen :

Tidak ada bekas operasi, tampak striae livide, linea nigra,

TFU (Tinggi Fundus Uteri) tidak teraba, tidak ada nyeri tekan pada

perut bagian bawah.

f. Genetalia :

Tampak pengeluaran lochea sanguilenta, tampak luka heating

perineum bersih dan kering, dan tidak ada varices.

g. Ekstremitas :

Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada varises.

47
A: PP2 Spontan Nifas Hari Ke-8 dengan bendungan ASI.

P:

1. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan dan melakukan informed

consent.

- Klien mengerti dan telah menandatangani informed consent yang

diberikan.

2. Menjelaskan hal – hal yang menyebabkan bendungan asi.

- Klien mengerti dengan penjelasan yang diberikan.

3. Mengkaji apa yang menyebabkan adanya bendungan asi.

- Klien mengatakan bahwa sering meyusui sambil tiduran dan terkadang

menyusuinya hanya di satu payudara saja

4. Memberikan pengertian pada ibu bahwa menyusui bisa dilakukan saat

tiduran tapi tidak sering karena saat kita menyusui sambil duduk ASI akan

keluar lancer, dan mengusahan untuk menyusui sebelah kiri dan kanan bila

bayi sudah kenyang sedangkan payudara 1 belum disusui maka ibu bisa

memerahnya untuk tetap mengosongkan payudara keduanya.

- Klien telah menyimak dan memahami.

5. Motivasi klien untuk menyusui bayinya secara on demand/lebih sering.

- Klien berjanji akan lebih sering menyusui bayinya dengan teknik

menyusui yang benar.

48
6. Menganjurkan klien untuk meningkatkan intake bergizi seimbang tanpa

ada pantangan makanan (kecuali makanan yang alergi) dan minum ± 1,5-2

liter per hari.

- Klien berjanji akan menerapkan anjuran yang diberikan.

7. Menganjurkan klien untuk cukup istirahat yaitu ± 6-8 jam per hari.

- Klien berjanji akan menerapkan anjuran yang diberikan.

8. Melibatkan suami dan keluarga dalam memberikan dukungan dalam

membantu klien melakukan perawatan bayi.

- Suami klien bersedia membantu klien dalam melakukan perawatan bayi

dan akan selalu memberikan dukungan moril kepada klien.

9. Memberikan KIE dan ajarkan ibu cara melakukan senam nifas, pijat

oksitosin, dan massage payudara. Serta anjurkan untuk rutin

melakukannya di rumah.

- Klien mengerti KIE yang diberikan dan berjanji akan menerapkan

anjuran yang diberikan.

10. Mengajarkan klien cara melakukan vulva hygiene yaitu dengan

membersikan alat genital dari arah depan ke belakang.

- Klien berjanji akan menerapkan anjuran yang diberikan.

11. Mengatur jadwal kontrol selanjutnya yaitu 2 minggu lagi tanggal

30/08/2022.

- Klien berjanji akan kontrol kembali pada tanggal yang ditetapkan.

12. Melakukan pendokumentasian pada buku KIA klien dan status rekam

medis klien.

49
- Pendokumentasian telah dilakukan dan ditanda tangani oleh pemberi /

Bidan yang melakukan Tindakan dengan tanda tangan dan nama jelas.

50
BAB IV

PEMBAHASAN

Kunjungan II, 8 hari postpartum adalah menilai adanya tanda-tanda

demam, infeksi atau perdarahan abnormal, memastikan ibu mendapat cukup

makanan,cairan dan istirahat, memastikan ibu menyusui dengan baik

(Prawihardjo, 2016).

Hasil pemeriksaan pada Ny. N didapati hasil keadaan umum baik, TD :

90/70 mmHg, N : 80x/menit, T : 36,5˚C, RR : 20 x/menit. tinggi fundus uteri tidak

teraba, pengeluaran lochea sanguinolenta yang berwarna merah kuning, bau

khas,konsistensi cair, ibu memakan makanan bergizi, tidak ada pantangan, dan ibu

istirahat yang cukup, pengeluaran ASI kurang lancar, ibu menyusui bayinya

dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan bayi.

Dari hasil pemantauan ditemukan produksi ASI cukup pada Ny.N, teraba

benjolan agak keras di payudara kanan dan kiri, nyeri saat di tekan, ibu

mengatakan bahwa hanya menyusui 1 bagian payudara saja, setelah diberikan KIE

dan massage payudara ibu mengerti tentang informasi yang diberikan dan

menerapkan massage payudara dirumah

51
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Bendungan ASI adalah kondisi yang terjadi saat jaringan payudara

penuh dengan ASI, aliran darah dan cairan lainnya. Masalah ini merupakan

gangguan yang umum terjadi pada saat ibu menyusui. Ini sering terjadi di

hari – hari awal setelah melahirkan saat kebutuhan menyusu bayi masih

sedikit dan bayi belum trampil menyusu.

Pendidikan kesehatan ialah suatu upaya atau kegiatan untuk

menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya

pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui

bagaimana cara memelihara kesehatan, bagaimana menghindari atau

mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang

lain, ke mana seharusnya mencari pengobatan bilamana sakit, dan

sebagainya.

Peranan Pendidikan Kesehatan adalah melakukan intervensi factor

perilaku sehingga perilaku individu kelompok atau masyarakat sesuai

dengan nilai-nilai Kesehatan. Konsep Pendidikan Kesehatan adalah proses

belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu tentang

nilai-nilai Kesehatan menjadi tahu dari tidak mampu mengatasi masalah-

masalah kesehatannya sendiri menjadi mampu.

52
5.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan adalah dengan pendidikan

kesehatan yang lengkap dan sedini mungkin diharapkan bahwa masyarakat

dapat mengetahui ilmu dalam penatalaksanaan permasalahan selama

menyusui dan perawatan apa saja yang diperlukan dalam mengatasi masalah

– masalah yg terjadi selama.

Meskipun hasilnya akan terlihat dalam beberapa tahun kedepan, namun

Pendidikan Kesehatan ini baik adanya untuk membantu masyarakat

Indonesia terlepas dari serangan penyakit serta terhindar dari Tindakan

pencegahan yang membahayakan.

53
DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyani, dkk. 2020. Pengaruh Pemberian Kombinasi Perawatan Payudara Dan


Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Postpartum. Jurnal
Mahasiwa Kesehatan. Vol, 1. No, 2

Asih Yusari dan Risneni. (2016). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan.
Menyusui. Jakarta: CV. Trans Info MediaAnasiru Mohamad, dkk. 2017.
Gambaran pengetahuan asi eksklusif pada ibu menyusui di desa tabongo
timur kabupaten bone bolango. Health and Nutritions Journal. Vol, 3.
No,2.

Anik Puji Rahayu. 2016. Panduan pratikum keperawatan maternitas. Yogyakarta:


Deepublish. Chomaria Nurul. 2020. Asi Untuk Anakku Bayi Kuat,
Generasi Hebat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Cashion, Perry,
Lowdermilk. (2013). Keperawatan Maternitas Edisi 8. Singapore: Elsevier.

Catur Wulandari. 2018. Hubungan Perawatan Payudara Pada Ibu Postpartum


Dengan Kelancaran Pengeluaran ASI Di Desa Galak Kecamatan Slahung
Kabupaten Ponorogo. Jurnal Delima Harapan. Vol, 9. No, 8.

Diniyati, dkk. 2019. Efektivitas Perawatan Payudara Dan Pijat Oksitosin


Terhadap Pengeluaran Asi Di Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun
2019. Jurnal Ilmiah PANNMED. Vol, 14. No, 1.

Erlina, dkk. 2020. Analisis Perilaku Pemberian ASI Eksklusif Di Puskesmas


Bekasi. Gorontalo Journal of Public Health. Vol, 3. No, 196

Endang Wahyuningsih dan Wiwin. 2019. Efektivitas Pijat Endorpin Dan Pijat
Breastcare Terhadap Kelancaran Produksi Asi Pada Ibu Nifas Di Rsu
Pku Muhammadiyah Delanggu. Jurnal Involusi Kebidanan. Vol, 9. No
17
Ernawati Handayani dan Ernik. 2020. Perawatan Payudara Dan Pijat Oksitosin
Meningkatkan Produksi Asi Pada Ibu Post Partum Primipara. Jurnal
Kebidanan. Vol, 6. No, 2.

54
Farida Alhadar dan Irawati. 2017. Pengaruh Perawatan Payudara Pada Ibu Hamil
Terhadap Peningkatan Produksi Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Kecamatan Kota Ternate Tengah Tahun 2016. Jurnal Riset Kesehatan.
Vol, 6. No, 1.

F.B. Monika. 2014. Buku pintar ASI. Jakarta selatan: Noura Books.

Fitriani Ningsih dan Rizki. 2019. Hubungan Perawatan Payudara Dan Frekuensi
Menyusui Dengan Produksi Asi. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan
dan Keperawatan. Vol, 10. No, 2

Hardiani Ratna. 2017. Status paritas dan pekerjaan ibu terhadap pengeluaran ASI
pada ibu menyusui 0-6 bulan. Nurseline Jurnal. Vol 2. No.1

Hadriani dan Rahma. 2019. Efektivitas Pijat Oksitosin Dan Breast Care Pada
Ibu Bersalin Terhadap Pengeluaran ASI Di Puskesmas Kamonji. Window
of Health. Vol, 2. No, 3.

Heni Nurakilah, dkk. 2019. Perbandingan Pengaruh Penggunaan Warm Bra Care
dan Kompres Hangat Terhadap Kelancaran Pengeluaran ASI pada Ibu 3–4
Hari Pospartum di Puskesmas Tomo Kabupaten Sumedang. JSK. Vol, 5.
No, 197
Indri afrianti, dkk. 2020. Grak Limo. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.

Indrajati, Triana. 2013. Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Denyut Nadi Dan
Frekuensi Pernafasan Pada Bayi Prematur di RSUD Banyumas

Ismail Nurdin dan Sri, 2019. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Media
Sahabat Cendekia.

Indah Safitri, dkk. 2018. Hubungan Perawatan Payudara Dengan Kelancaran


Produksi Asi. Jurnal Ilmiah Permas. Vol, 8. No, 1.

Junaida Rahmi, dkk. 2020. Pengaruh Perawatan Payudara Terhadap Kelancaran


Asi Dan Tingkat Kecemasan Pada Ibu Nifas. Edu Masda Journal. Vol, 4.
No, 1.

55

Anda mungkin juga menyukai