Anda di halaman 1dari 16

Dosen Pengampu: Wa Ode Sitti Fidia Husuni,SST.,M.

Keb

Mata kuliah: Anatomi dan Fisiologi

LAPORAN ALAT PERAGA


PAYUDARA dengan MASTITIS

Oleh

Kelompok 3 :

Ni Kadek Devhi Yanti

Rani Nazarina Sari Huta

Nurul Fatimah

Maharani Idrus

Nurmaya

YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE AKADEMI

KEBIDANAN PARAMATA RAHA

KABUPATEN MUNA

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Anatomi Dan
Fisiologi “Pembuatan Alat Peraga Payudara dan Mastitis".

Dengan penggunaan alat ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan


motivasi mahasiswa untuk mempelajari anatomi dan fisiologi tentang alat
reproduksi pada manusia.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.

Raha, 17 Desember 2022


DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………ii

Daftar Isi…………………………………………………………………......iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………….1

B. Rumusan Masalah………………………………………2

C. Tujuan……………………………………………………….....2

D. Manfaat…………………………………………………….....2

BAB II PEMBAHASAN

A. Rancangan dan Desain………………………………..3

B. Alat Dan Bahan…………………………...................3

C. Prosedur Pembuatan Alat Peraga…..........…4

D. Penggunaan alat peraga...............................4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................5

LAMPIRAN………………………………………….................….…….7
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Menyusui atau dalam bahasa asing disebut breasting adalah pemberian air susu
ibu sebagai makanan alami yang disediakan untuk bayi. Menyusui banyak
manfaatnya bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi, diantaranya adalah
melatih refleks rooting, refleks menghisap dan refleks menelan sebagai awal bayi
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Namun proses menyusui bisa jadi
terhambat karena adanya beberapa masalah salah satunya adalah mastitis. Mastitis
adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Infeksi
terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran
darah. Infeksi ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis peurpuraalis. Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI
yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang buruk merupakan penyebab yang
penting (WHO, 2002).
Pengetahuan yang kurang tentang mastitis dan penanganannya menyebabkan
banyak ibu yang terlambat mendeteksi adanya mastitis dan malah memperparah
keadaan mastitis tersebut. Dalam masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan
pada payudara. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu tetapi mungkin juga
melalui peredaran darah. Pada mulanya ibu mengalami peningkatan suhu,
perasaan malaise dan tidak ada nafsu makan ( Wiknjosastro, 2006).

Badan kesehatan dunia atau WHO pada tahun 2008, memperkirakan lebih dari 1,4
juta orang terdiagnosis menderita mastitis. The American Society memperkirakan
241.240 wanita yang terdiagnosa mastitis adalah 24.600 orang dan di Australia
sebanyak 14.791 orang. Berdasarkan hasil penelitian presentasi cakupan
perempuan menyusui dengan mastitis di Amerika Serikat terdapat ibu post partum
di dapatkan 9,5% melaporkan dirinya mastitis (American Journal, 2002). Menurut
data WHO, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia cakupan
persentasi kasus mastitis pada perempuan menyusui juga mencapai 10%. Di
Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis adalah berjumlah
876.665 orang, di Sumatera utara berkisar antara 40-60% wanita terdiagnostik
mastitis (www.kompas.online.com). Berdasarkan dari hasil penelitian di RB
Mulia Kasih Boyolali pada bulan Januari-Desember 2011, jumlah ibu nifas 250
orang dengan jumlah ibu nifas normal 180 orang (72%), ibu nifas dengan mastitis
40 orang (16%) dan ibu nifas dengan bendungan ASI 30 orang (12%). Data yang
diperoleh dari hasil rekam medis RSUD Dr.Harjono Ponorogo pada tahun 2016
didapatkan 10 ibu nifas yang mengalami mastitis. Studi terbaru menunjukkan

1
kasus mastitis meningkat hingga mencapai 12 –35% pada ibu yang puting
susunya pecah-pecah dan tidak diobati dengan antibiotik. Namun bila minum obat
antibiotik pada saat puting susunya bermasalah kemungkinan untuk terkena
mastitis hanya sekitar 5% saja. Insiden yang dilaporkan bervariasi dari sedikit
sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya dibawah 10%. Mastitis paling
sering terjadi pada minggu kedua dan ke tiga pasca kelahiran. Dengan sebagian
besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi dalam 12
minggu pertama. Namun, mastitis dapat terjadi pada tahap laktasi. Abses payudara
juga paling sering terjadi pada 6 minggu pertama pasca kelahiran (WHO,
2002).Mastitis merupakan infeksi pada payudara yang terjadi pada 1-2% wanita
yang menyusui umum terjadi pada minggu 1-5 setelah setelah melahirkan. Ada
dua penyebab utama mastitis yaitu statis ASI yang infeksi statis ASI biasanya
menunjukkan penyebab primer yang dapat disertai / berkembang menuju infeksi
(WHO, 2002). Mastitis ditandai dengan nyeri pada payudara, kemerahan, area
payudara yang membengkak, demam, menggigil, dan lemah. Beberapa faktor
resiko terjadinya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang,
produksi ASI yang terlalu banyak, frenulum pendek, malnutrisi pada bayi dan
penggunaan krim pada piting. Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan
tekanan didalam duktus (saluran ASI) akibat statis ASI. Bila ASI tidak segera
dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel
epitel yang memproduksi ASI menjadi tertekan sehingga permeabilitas jaringan
ikut meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan
natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel
sehingga memicu respon imun. Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu
melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi melalui puting yang retak ke kelenjar
limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh
darah). Organisme yang paling sering adalah staphylococcus aureus, eschrecia
coli dan streptococcus (IDAI.org, 2012).Cara menyusui yang kurang baik dapat
menimbulkan berbagai macam masalah baik pada ibu maupun pada bayinya
misalnya puting susu lecet dan nyeri, radang payudara (mastitis), pembengkakan
payudara yang menyebabkan motivasi untuk memberikan ASI berkurang
sehingga bayi tidak mendapatkan ASI yang cukup dan akhirnya mengakibatkan
bayi kurang gizi (Mansyur dkk, 2014). Pengetahuan tentang mastitis dan
penanganannya kepada ibu perlu diberikan agar, ibu dapat mencegah terjadinya
mastitis, menangani kejadian mastitis ibu harus diberikan penyuluhan untuk
melakukan perawatan payudara terutama puting susu. Bila ada retak atau luka
pada puting sebaiknya bayi jangan menyusu pada satu payudara yang
bersangkutan sampai luka itu sembuh. Air susu ibu dikeluarkan dengan pijatan
dan diberikan antibiotika. Dengan tindakan-tindakan ini terjadinya abses
seringkali dapat dicegah (Wiknjosastro, 2006)
Alasan kami membuat alat peraga payudara dan Mastitis ini adalah untuk
membantu petugas pelayanan dan pengetahuan yang kurang tentang mastitis dan
penanganannya menyebabkan banyak ibu yang terlambat mendeteksi adanya
mastitis dan malah memperparah keadaan mastitis tersebut. Dalam masa nifas
dapat terjadi infeksi dan peradangan pada payudara. Infeksi terjadi melalui luka
pada puting susu tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Pada mulanya ibu
mengalami peningkatan suhu, perasaan malaise dan tidak ada nafsu makan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pembuatan alat peraga payudara ?


2. Bagaimana prosedur penggunaan alat peraga payudara?
3. Bagaimana manfaat alat peraga bagi mahasiswa,bidan dan
masyarakat?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui cara pembuatan alat peraga payudara


2. Untuk mengetahui prosedur penggunaan alat peraga payudara
3. Untuk mengetahui manfaat alat peraga bagi mahasiswa,bidan dan
masyarakat

D. Manfaat

1. Agar dapat memahami cara pembuatan alat peraga payudara


2. Agar dapat mengetahui prosedur penggunaan alat peraga payudara
3. Agar dapat mengetahui manfaat alat peraga bagi mahasiswa,bidan dan
masyarakat.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Cara Pembuatan Alat Peraga Payudara dan Mastitis


a. Alur penyusunan

Modifikasi alat peraga ini dibuat dari bahan yang sederhana dengan menambahkan
beberapa bagian pada bahan.

Waktu penyiapan dan pembuatan alat peraga ini diperkirakan kurang lebih dari 5 hari.
Biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan alat peraga ini berasal dari dana pribadi
penyusun.
Diagram alur pembuatan alat peraga sebagai berikut.

1) Penyiapan alat dan bahan


2) Pembuatan modifikasi
3) Penggunaan alat peraga
4) Refleksi penggunaan alat
5) Pembuatan laporan

b. Alat Dan Bahan


1) Kuas
2) Pisau
3) Cat
4) Spon
5) Gunting
6) Pembungkus Agar-agar
7) Bensin/air tiner
8) Korek
9) Lem Tembak
10) Hanger Patung

c. Prosedur Pembuatan Alat Peraga

1. Menyiapkan alat dan bahan.


2. Mencampurkan cat putih dan cat coklat hingga menghasilkan warna kulit
manusia.

3. Gunting dan tempelkan pembungkus agar-agar menggunakan lem tembak.

4. Cairkan Lem tembak kemudian tempelkan di bagian samping puting (untuk


pembengkakan payudara).
5. Cat hanger gantung secara menyeluruh menggunakan cat yang telah
dicampurkan,tunggu hingga catnya kering.

6. Berikan cat warna coklat di bagian puting agar menyerupai payudara.


7. Selanjutnya berikan cat berwarna merah pada bagian pembengkakan payudara
tersebut menggunakan spons.

8. Alat Peraga siap di gunakan.

2. Penggunaan Alat Peraga

Dalam pelayanan kebidanan, salah satunya adalah membahas tentang kesehatan pada
payudara .Penggunaan alat peraga dilakukan dengan cara dilihat dan dilakukan
perabaan pada area payudara agar dapat diketahui gejala dari penyakit tersebut.

3. Manfaat Alat Peraga bagi Tenaga Kesehatan, masyarakat dan Mahasiswa

Yang dapat menggunakan alat peraga tersebut ialah, tenaga kesehatan, mahasiswa dan
masyarakat. Pada tenaga kesehatan, alat peraga ini dapat digunakan saat melakukan
penyuluhan dan sosialisasi di masyarakat.
Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan
cara penyebaran pesan, dan menanamkan kenyakinan, sehingga masyarakat bukan
hanya sekedar tahu, dan mengerti (Azrul Azwar dikutip dalam Ali Z, 2010).
Menurut Notoatmodjo (2010) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang yaitu pendidikan, informasi, sosial dan budaya,lingkungan,
pengalaman, dan usia. Dari teori yang dikemukankan Azrul Azwar yang dikutip oleh Ali Z
pada tahun 2010 tersebut menunjukkan bahwa, informasi kesehatan melalui pendidikan
kesehatan merupakan salah satu sumber terpenting untuk mendapatkan informasi dan
pengetahuan tentang kesehatan.Peneliti sependapat dengan teori di atas bahwa
informasi dapat mempengaruhi pengetahuan. Dimana responden yang sebelumnya
pernah mendapatkan informasi mengenai deteksi mastitis pada payudara memiliki
tingkat pengetahuan yang lebih baik dibandingkan responden yang sebelumnya belum
pernah mendapatkan informasi. Maka dari itu pemberian informasi kesehatan sangat
berguna untuk meningkatkan pengetahuan individu/kelompok.

Mahasiswa juga dapat menggunakan alat peraga tersebut sebagai sarana pemahaman
saat melakukan praktek di Laboratorium.Kegiatan laboratorium akan membawa peserta
didik kepada pembentukan sikap, keterampilan, kemampuan bekerja sama, dan
kreatifitas dalam menerima pengetahuan. Kegiatan didalam laboratorium secara tidak
langsung dapat menunjang pelaksanaan kurikulum jika pelaksanaan pembelajaran
dilaboratorium dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan prosedur dan tata tertib
laboratorium. Hal ini karena pembelajaran dilaboratorium merupakan aktualisasi nyata
dari pembelajaran teori yang dipelajari peserta didik (Pusdiknakes, 2010).Pencapaian
yang diharapkan dari pembelajaran laboratorium adalah kesiapan dari peserta didik
untuk dapat terampil dan profesional dilahan praktik, serta pembelajaran
dilaboratorium dapat meningkatkan mutu pendidikan sesuai kurikulum pendidikan
tenaga kesehatan. Kegiatan di laboratorium berhubungan
langsung dengan media pembelajaran, baik berupa media edukasi, bahan kimia, media
elektronik, maupun alat peraga. Media yang paling utama dalam kegiatan praktik
dilaboratorium adalah alat peraga atau phantom. Berkaitan dengan hal tersebut tidak
jarang muncul kendala yang menjadi permasalahan dalam kegiatan praktikum di
laboratorium, sehingga Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP) dituntut untuk
melakukan hal-hal yang kreatif dan inovatif dalam segala hal untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Salah satu masalah yang sering muncul adalah berkaitan dengan
media pembelajaran, yaitu kekurangan ketersediaan alat peraga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengertian Mastitis

Mastitis merupakan istilah medis untuk peradangan payudara. Gejalanya antara


lain payudara memerah, terasa sakit serta panas dan membengkak. Bila semakin
parah, maka suhu tubuh meningkat hingga lebih dari 38oC dan timbul rasa lelah
yang sangat (NN, 2009).

Para wanita yang baru pertama kali menyusui cenderung lebih sering terkena
mastitis. Mastitis ini dapat terjadi kapan saja sepanjang periode menyusui, tapi
paling sering terjadi antara hari ke-10 dan hari ke-28 setelah kelahiran (Sumber:
www.lusa.web.id). Tidak jarang mastitis dibarengi oleh kanker payudara, yang
menyebabkan jalannya penyakit menjadi lebih cepat (Sarwono, 2008: 482).

2. Penyebab Mastitis
Pada umumnya yang dianggap porte d’entrée dari kuman penyebab ialah
puting susu yang luka atau lecet, dan kuman per kontinuitatum menjalar ke
duktulus-duktulus dan sinus. Sebagian besar yang ditemukan pada pembiakan pus
ialah Staphylococcus aureus (Sarwono, 2008: 482).

Dari sumber lain (Sumber: www.lusa.web.id) didapatkan, penyebab mastitis


adalah sebagai berikut :

1. Payudara bengkak yang tidak disusukan secara adekuat.

2. Bra yang terlalu ketat.

3. Puting susu lecet yang menyebabkan infeksi.

4. Asupan gizi kurang, istirahat tidak cukup dan terjadi anemia.

3. Gejala Mastitis

Gambar 1. Payudara Mastitis (Sumber: www.lusa.web.id)

Terjadi bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan


infeksi mamae. Infeksi pada mamae dapat menimbulkan demam, nyeri
local pada mamae, terjadi pemadatan mamae, dan terjadi perubahan warna
kulit mamae. Infeksi mamae (mastitis) dapat berkelanjutan menjadi abses
dengan kriteria warna kulit menjadi merah, terdapat rasa nyeri, dan pada
pemeriksaan terdapat pembengkakan, di bawah kulit teraba cairan
(Manuaba, 1998: 317).

4. Pencegahan Mastitis

Perawatan puting susu pada waktu laktasi merupakan usaha


penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan
putting susu sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak
dan susu yang sudah mengering. Selain itu, yang memberi pertolongan
kepada ibu yang menyusui bayinya harus bebasa dari infeksi stafilokokkus
(Sarwono, 2007: 701).

Pencegahan yang dilakukan antara lain dengan:

1. Pengurutan payudara sebelum laktasi merupakan salah satu tindakan


yang sangat efektif untuk menghindari terjadinya sumbatan pada
duktus.

2. Usahakan untuk selalu menyusui dengan posisi dan sikap yang


benar. Kesalahan sikap saat menyusui dapat menyebabkan
terjadinya sumbatan duktus. Menggunakan penyangga bantal saat
menyusui cukup membantu menciptakan posisi menyusui yang
lebih baik (Sumber: www.parentsguide.co.id).

3 Susui bayi segera dan sesering mungkin. Bila payudara terasa


penuh, segera keluarkan dengan cara menyusui langsung pada
bayi. Kalaupun bayi belum lapar, keluarkan ASI dengan cara
diperah atau dipompa sehingga pengeluaran ASI tetap lancar.

4 Jangan membersihkan puting dengan sabun. Kandungan soda pada


sabun dapat membuat kulit menjadi kering sehingga mudah terjadi
iritasi seperti lecet atau luka bila disusu bayi.
5 Pilih bra khusus untuk ibu menyusui dengan bahan yang menyerap
keringat. Jangan gunakan bra yang terlalu menekan payudara.
Demi menjaga higienitas daerah payudara, ganti bra sesering
mungkin setiap kali basah karena keringat atau setelah dipakai
seharian (Dedeh Kurniasih, 2010).

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai